TINJAUAN TEORI
A. Personal Hygiene
1. Pengertian Personal Hygiene
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan memengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh nilai individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, masalah
kebersihan biasanya kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita
menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal
tersebut dibiarkan terus dapat memengaruhi kesehatan secara umum.
Menurut Tarwoto (2004) personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik
dan psikis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini
diperlukan baik pada orang sehat maupu pada orang sakit. Praktik
personal hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit
merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi Dengan
implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu anggota keluarga
untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat kesembuhan
pasien (Potter & Perry, 2006).
2. Aspek Kemandirian
Menurut Mu’tadin (2002) seseorang dapat dikatakan mandiri bila ia
memenuhi aspek-aspek kemandirian, yang terdiri dari empat aspek yaitu :
a. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi
dan tidak tergantungannya emosi dari orang tua.
b. Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur
ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua.
c. Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi.
d. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidaktergantung atau menunggu aksi
dari orang lain.
3. Tingkat kemandirian
Menurut pendapat Lovinger dalam Bahara (2008), tingkat kemandirian
adalah sebagai berikut :
a. Tingkat impulsif dan melindungi
Adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati
dan mencari keadaan yang mengamankan.
Ciri-ciri tingkatan pertama ini adalah :
1) Peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksinya dengan orang lain.
2) Mengikuti aturan oportunistik (orang yang suka memanfaatkan
orang lain) dan hedonistik (orang yang suka hidupnya untuk
senang-senang tanpa tujuan yang jelas).
3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu.
4) Cenderung mmenyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
b. Tingkat komformistik
Ciri-ciri tingkatan kedua ini adalah :
1) Peduli terhadap penampilan sendiri dan penerimaan sosial.
2) Cenderung berpikir stereotif (anggapan) dan klise (tidak nyata).
3) Peduli akan komformitas (orang yang hati-hati dalam mengambil
keputusan) terhadap aturan eksternal.
4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
5) Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
introspeksi.
6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
7) Takut tidak diterima kelompok.
8) Merasa berdosa jika melanggar aturan.
c. Tingkat sadar diri
Adalah merasa tahu dan ingat pada keadaan diri yang sebenarnya.
Ciri-ciri tingkat ketiga adalah :
1) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup.
2) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
4) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
5) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
d. Tingkat seksama (conscientious)
Seksama berarti cermat, teliti.
Ciri-ciri tingkatan keempat ini adalah :
1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
2) Mampu melihat dari berbagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
3) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri sendiri
maupun orang lain.
4) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan
penilaian diri.
5) Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling
menguntungkan).
6) Memiliki tujuan jangka panjang.
7) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
8) Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
e. Tingkat individualistik
Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua ciri-
ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang lain. Ciri-
ciri tingkatan kelima adalah :
1) Peningkatan kesadaran individualistik.
2) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan
ketergantungan.
3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
4) Mengenal eksistensi perbedaan individual.
5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
6) Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal dirinya.
f. Tingkat mandiri
Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri.
Ciri-ciri tingkatan keenam adalah :
1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
2) Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri
maupun orang lain.
3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
5) Toleran terhadap ambiguitas (keadaan yang sama atau mirip dalam
seseorang).
6) Peduli terhadap pemenuhan diri.
7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
8) Responsif terhadap kemandirian orang lain.
C. Lansia
1. Pengertian Lansia
Menurut Undang-undang RI No.3 tahun 1986 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada BAB I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (Nugroho, 2000).
Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia menurut Budi Anna Keliat, 1999 dalam Maryam
(2008).
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua
orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh
siapapun. Namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya.
Menurut Undang-undang RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19
ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini
akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu
kesehatan manusia lanjut usia perlu mendapatkan perhatian dengan tetap
dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan
kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (Nugroho, 2000).
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu :
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
(Maryam, 2008)
D. Gender
1. Pengertian Gender
Gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan
yang dikonstruksikan secara sosial maupun budaya setempat yang
diturunkan secara turun temurun. Misalnya perempuan dikenal lemah
lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap
kuat, rasional, pemberani. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat
yang dapat dipertukarkan (Fakih, 1996).
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat
berubah sesuai dengan perkembangan jaman (Sundari, 2009).
2. Perbedaan Gender
Perbedaan gender terbentuk karena disosialisasikan, diperkuat, bahkan
dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun
negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya
dianggap menjadi ketentuan Tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang
tidak dapat diubah lagi. Perbedaan-perbedaan gender dianggap dan
dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan. Perbedaan gender
(gender differences) inilah yang kemudian melahirkan ketimpangan, baik
bagi kaum laki-laki maupun terutama kaum perempuan (Fakih, 1996).
3. Perbedaan Peran
Perbedaan peran, kegiatan atau kerja biasanya berdasarkan kegiatan
yang menghasilkan uang, merawat keluarga, pergaulan masyarakat,
keagamaan, kegiatan politik yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan. Laki-laki mempunyai peran produktif yaitu kegiatan yang
menghasilkan uang di wilayah publik. Perempuan berperan sebagai
reproduktif yaitu kegiatan yang sifatnya merawat keluarga seperti
merawat suami, anak, membersihkan rumah, mengambil air di wilayah
domestik (Handayani dan Sugiarti, 2008).
Wanita mempunyai peran dalam hidupnya, yang disebut Panca
Dharma Wanita, yaitu sebagai pendamping suami, pengelola rumah
tangga, penerus keturunan, pencari nafkah tambahan dan sebagai warga
masyarakat. Apabila wanita melaksanakan perannya dengan baik, maka ia
akan bisa mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Kemandirian personal
Jenis kelamin
hygiene
G. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu :
1. Variabel bebas (independent variable)
Variabel indepedent dalam penelitian ini adalah jenis kelamin lansia di
Unit Rehabilitasi sosial Pucang Gading Semarang.
2. Variabel terikat (dependent variable)
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah tingkat kemandirian.
H. Hipotesa
Sesuai dengan kerangka teori yang dikemukakan, maka hipotesis yang
diajukan adalah :
Ha : Ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal hygiene lansia laki-
laki dan perempuan di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang gading
Semarang.
Ho : Tidak ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal hygiene lansia
laki-laki dan perempuan di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading
Semarang.