Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Personal Hygiene
1. Pengertian Personal Hygiene
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan memengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh nilai individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, masalah
kebersihan biasanya kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita
menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal
tersebut dibiarkan terus dapat memengaruhi kesehatan secara umum.
Menurut Tarwoto (2004) personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik
dan psikis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini
diperlukan baik pada orang sehat maupu pada orang sakit. Praktik
personal hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit
merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi Dengan
implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu anggota keluarga
untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat kesembuhan
pasien (Potter & Perry, 2006).

2. Tujuan perawatan personal hygiene


a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b. Memelihara kebersihan diri seseorang
c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang
d. Pencegahan penyakit
e. Meningkatkan percaya diri seseorang
f. Menciptakan keindahan
(Tarwoto, 2004)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene


Menurut Tarwoto (2004), sikap seseorang melakukan personal
hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain :
a. Citra tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang
penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi
terhadap peningkatan citra tubuh individu. Gambaran individu
terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
terhadap kebersihannya.
b. Praktik sosial
Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan ketersediaan air
panas atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi perawatan personal hygiene. Praktik personal hygiene
pada lansia dapat berubah dikarenakan situasi kehidupan, misalnya
jika mereka tinggal dipanti jompo mereka tidak dapat mempunyai
privasi dalam lingkungannya yang baru. Privasi tersebut akan mereka
dapatkan dalam rumah mereka sendiri, karena mereka tidak
mempunyai kemampuan fisik untuk melakukan personal hygiene
sendiri.
c. Status sosioekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo dan alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Kendati demikian,
pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Seseorang harus termotivasi
untuk memelihara perawatan diri. Seringkali pembelajaran tentang
penyakit atau kondisi yang mendorong individu untuk meningkatkan
personal hygiene. Misalnya pada pasien penderita Diabetes Melitus
selalu menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi personal
hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik
perawatan diri yang berbeda. Disebagian masyarakat jika individu
sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.
Menurut Coleman, 1973 dalam Muhith (2003) bahwa gender
merupakan sebuah atribut psikologis yang membentuk sebuah
kontinum dari sangat maskulin sampai sangat feminin. Seorang laki-
laki mungkin memiliki karakteristik-karakteristik feminin tertentu
sama seperti halnya perempuan memiliki sifat-sifat maskulin. Cara
berpikir gender semacam ini jauh lebih canggih dibandingkan dengan
pembagian dua arah yang memandang semua laki-laki maskulin dan
semua perempuan feminin, namun kelemahannya bahwa cara berpikir
ini mengasumsikan bahwa semua orang yang tinggi maskulinitasnya
pastilah juga rendah feminitasnya. Seseorang yang memiliki dua sifat
maskulin dan feminin semacam ini disebut “bersifat androgini”.
Model gender semacam ini menghasilkan ruang psikologis yang lebih
kompleks yang orang dapat memetakan identitas gender orang lain.
f. Kebiasaan seseorang
Setiap individu mempunyai pilihan kapan untuk mandi, bercukur dan
melakukan perawatan rambut. Ada kebiasaan orang yang
menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan shampo, dan lain-lain.
g. Kondisi fisik
Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.

4. Macam-macam personal hygiene


Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara
kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki personal hygiene baik apabila,
orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi
kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki
dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya.
Menurut Potter dan Perry (2006) macam-macam personal hygiene
adalah:
a. Perawatan kulit
Kulit merupakan organ aktif yang berfungsi pelindung, sekresi,
ekskresi, pengatur temperatur, dan sensasi. Kulit memilki tiga lapisan
utama yaitu epidermis, dermis dan subkutan. Epidermis (lapisan luar)
disusun beberapa lapisan tipis dari sel yang mengalami tahapan
berbeda dari maturasi, melindungi jaringan yang berada di bawahnya
terhadap kehilangan cairan dan cedera mekanis maupun kimia serta
mencegah masuknya mikroorganisme yang memproduksi penyakit.
Dermis, merupakan lapisan kulit yang lebih tebal yang terdiri dari
ikatan kolagen dan serabut elastik untuk mendukung epidermis.
Serabut saraf, pembuluh darah, kelenjar keringat, kelenjar sebasea,
dan folikel rambut bagian yang melalui lapisan dermal. Kelenjar
sebasea mengeluarkan sebum, minyak, cairan odor, kedalam folikel
rambut. Sebum meminyaki kulit dan rambut untuk menjaga agar tetap
lemas dan liat. Lapisan Subkutan terdiri dari pembuluh darah, saraf,
limfe, dan jaringan penyambung halus yang terisi dengan sel-sel
lemak. Jaringan lemak berfungsi sebagai insulator panas bagi tubuh.
Kulit berfungsi sebagai pertukaran oksigen, nutrisi, dan cairan dengan
pembuluh darah yang berada dibawahnya, mensintesa sel baru, dan
mengeliminasi sel mati, sel yang tidak berfungsi. Sirkulasi yang
adekuat penting untuk memelihara kehidupan sel. Kulit sering kali
merefleksikan perubahan pada kondisi fisik dengan perubahan pada
warna, ketebalan, tekstur, turgor, temperatur. Selama kulit masih utuh
dan sehat, fungsi fisiologisnya masih optimal.
b. Mandi
Mandi adalah bagian perawatan hygiene total. Mandi dapat
dikategorikan sebagai pembersihan atau terapeutik. Mandi di tempat
tidur yang lengkap diperlukan bagi individu dengan ketergantungan
total dan memerlukan personal hygiene total. Keluasan mandi
individu dan metode yang digunakan untuk mandi berdasarkan pada
kemampuan fisik individu dan kebutuhan tingkat hygiene yang
diperlukan. Individu yang bergantung dalam kebutuhan hygienenya
sebagian atau individu yang terbaring di tempat tidur dengan
kecukupan diri yang tidak mampu mencapai semua bagian badan
memperoleh mandi sebagian di tempat tidur.
Pada lansia, mandi biasanya dilakukan dua kali sehari atau
lebih sesuai selera dengan air dingin atau air hangat. Diusahakan agar
satu kali mandi tidak dibawah pancuran atau konsensional, tetapi
merendam diri di bak mandi yang akan memberi kenikmatan,
relaksasi dan menambah tenaga serta kebugaran tubuh. Penting juga
membersihkan alat kelamin dan kulit antara dubur dan alat kelamin
(perineum). Gosokan dimulai dari sisi alat kelamin kea rah dubur.
Bagi wanita, puting payudara jangan lupa dibersihkan dan kemudian
dikeringkan. Setelah selesai mandi keringkan badan, termasuk rongga
telinga, lipatan-lipatan kulit dan celah-celah jari kaki untuk
menghindarkan timbulnya infeksi jamur, juga pada semua lipatan-
lipatan kulit lainnya (Setiabudhi, 2002).
c. Perawatan Mulut
Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan
mulut, gigi, gusi, dan bibir. Menggosok membersihkan gigi dari
partikel-partikel makanan, plak, dan bakteri, memasase gusi, dan
mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang
tidak nyaman. Beberapa penyakit yang muncul akibat perawatan gigi
dan mulut yang buruk adalah karies, radang gusi, dan sariawan.
Hygiene mulut yang baik memberikan rasa sehat dan selanjutnya
menstimulasi nafsu makan.
Golongan lansia sering mengalami tanggalnya gigi geligi.
Salah satu sebab adalah karena proses penuaan dan penyebab lain
yang lebih sering adalah kurang baiknya perawatan gigi dan mulut.
Osteoporosis dan periodontitis pada lansia menyebabkan akar gigi
agak longgar dan dicelah-celah ini sering tersangkut sisa makanan.
Inilah penyebab terjadinya peradangan. Karies timbul antara lain
akibat fermentasi sisa makanan yang menempel pada gigi oleh kuman
yang lambat laun mengakibatkan lobang pada enamel gigi dan bila
tidak ditambal akan menyebabkan radang dan kematian syaraf gigi
karena infeksi. Setelah konsumsi makanan dan minuman yang
bersifat asam, gigi perlu dibersihkan yaitu kumur-kumur dengan air.
Maka penting untuk menggosok gigi sekurang-kurangnya dua kali
sehari dan sangatlah dianjurkan untuk berkumur-kumur atau
menggosok gigi setiap kali selepas makan (Setiabudhi, 2002).
d. Perawatan mata, hidung dan telinga
Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan
untuk membersihkan mata, hidung, dan telinga selama individu
mandi. Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan
untuk mata karena secara terus-menerus dibersihkan oleh air mata,
kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya partikel asing
kedalam mata. Normalnya, telinga tidak terlalu memerlukan
pembersihan. Namun, telinga yang serumen terlalu banyak telinganya
perlu dibersihlkan baik mandiri atau dibantu oleh keluarga. Hygiene
telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran. Bila
benda asing berkumpul pada kanal telinga luar, maka akan
mengganggu konduksi suara. Hidung berfungsi sebagai indera
penciuman, memantau temperatur dan kelembapan udara yang
dihirup, serta mencegah masuknya partikel asing ke dalam sistem
pernapasan.
e. Perawatan rambut
Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung
dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit
atau ketidakmampuan mencegah seseorang untuk memelihara
perawatan rambut sehari-hari. Menyikat, menyisir dan bershampo
adalah cara-cara dasar higienis perawatan rambut, distribusi pola
rambut dapat menjadi indikator status kesehatan umum, perubahan
hormonal, stress emosional maupun fisik, penuaan, infeksi dan
penyakit tertentu atau obat obatan dapat mempengaruhi karakteristik
rambut. Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi
sebagai proteksi serta pengatur suhu, melalui rambut perubahan status
kesehatan diri dapat diidentifikasi.
Kerontokan rambut sering terjadi pada lansia. Jumlah rambut rata-
rata adalah lebih 100.000 helai, 80% bersifat aktif tumbuh dan
sisanya 20% berada dalam stadium tidak aktif. Rambut membutuhkan
perawatan yang baik dan teratur, terutama pada wanita. Agar tidak
mengalami banyak kerontokan, antara lain karena kurangnya sanitasi
atau adanya infeksi jamur yang lazim disebut ketombe. Rata-rata 50-
100 helai rambut dapat rontok dalam masa sehari. Oleh itu rambut
sebaik-baiknya perlu dicuci dengan shampo yang mengandung anti
ketombe yang cocok. Cuci rambut sebaiknya dilakukan tiap 2 atau 3
hari dan minimal sekali seminggu (Setiabudhi, 2002).
f. Perawatan kaki dan kuku
Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus untuk
mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Tetapi seringkali
orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri
atau ketidaknyamanan. Menjaga kebersihan kuku penting dalam
mempertahankan personal hygiene karena berbagai kuman dapat
masuk kedalam tubuh melalui kuku. Oleh sebab itu, kuku seharusnya
tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Perawatan dapat digabungkan
selama mandi atau pada waktu yang terpisah.
Pada lansia, proses penuaan memberi perubahan pada kuku
yaitu pertumbuhan kuku menjadi lebih lambat, permukaan tidak
mengkilat tetapi menjadi bergaris dan mudah pecah karena agak
keropos. Warnanya bisa berubah menjadi kuning atau opaque. Kuku
bisa menjadi lembek terutama kuku kaki akan menjadi lebih tebal dan
kaku serta sering ujung kuku kiri dan kanan menusuk masuk ke
jaringan disekitarnya (ungus incarnates). Pengguntingan dilakukan
setelah kuku direndam dalam air hangat selama 5-10 menit karena
pemanasan membuat kuku menjadi lembek dan mudah digunting
(Setiabudhi, 2002).
g. Perawatan genetalia
Perawatan genitalia merupakan bagian dari mandi lengkap.
Seseorang yang paling butuh perawatan genitalia yang teliti adalah
yang beresiko terbesar memperoleh infeksi. Seseorang yang tidak
mampu melakukan perawatan diri dapat dibantu keluarga untuk
melakukan personal hygiene.

5. Manfaat perawatan personal hygiene, menurut Potter dan Perry (2006)


a. Perawatan kulit
Memiliki kulit yang utuh, bebas bau badan, dapat mempertahankan
rentang gerak, merasa nyaman dan sejahtera, serta dapat berpartisipasi
dan memahami metode perawatan kulit.
b. Mandi
Mandi dapat menghilangkan mikroorganisme dari kulit serta sekresi
tubuh, menghilangkan bau tidak enak, memperbaiki sirkulasi darah ke
kulit, membuat individu merasa lebih rileks dan segar serta
meningkatkan citra diri individu.
c. Perawatan mulut
Mukosa mulut utuh yang terhidrasi baik serta untuk mencegah
penyebaran penyakit yang ditularkan melalui mulut misalnya tifus dan
hepatitis, mencegah peyakit mulut dan gigi, meningkatkan daya tahan
tubuh, mencapai rasa nyaman, memahami praktik hygiene mulut dan
mampu melakukan sendiri perawatan hygiene mulut dengan benar.
d. Perawatan mata, hidung, dan telinga
Organ sensorik yang berfungsi normal, mata, hidung, dan telinga akan
bebas dari infeksi, serta dapat berpartisipasi dan mampu melakukan
perawatan mata, hidung, dan telinga sehari-hari.
e. Perawatan rambut
Memiliki rambut dan kulit kepala yang bersih dan sehat, untuk
mencapai rasa nyaman dan harga diri, dan dapat berpartisipasi dalam
melakukan perawatan rambut.
f. Perawatan kaki dan kuku
Memiliki kulit utuh dan permukaan kulit yang lembut, merasa nyaman
dan bersih, serta dapat memahami dan melakukan metode perawatan
kaki dan kuku dengan benar.
g. Perawatan genitalia
Untuk mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan kebersihan
genitalia, meningkatkan kenyamanan serta mempertahankan personal
higiene.

6. Dampak personal hygiene


Dampak yang akan timbul jika kurangnya personal hygiene adalah :
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik
yang sering terjadi adalah munculnya kuku pada rambut, gangguan
integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telingan, dan ganguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
(Tarwoto, 2004)
B. Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan
pribadi yang masih aktif. Seseorang lansia yang menolak untuk
melakukan fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun
dianggap mampu (Maryam, 2008).
Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kata kemandirian berasal dari
kata dasar diri yang mendapat awalan ke dan akhiran an yang kemudian
membentuk suatu kata keadaan atau kata benda (Bahara, 2008).
Kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan mengenai
kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri itu sendiri.
Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang
menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh aspek kemandirian
(Bahara, 2008).
Menurut Mu’tadin (2002) kemandirian mengandung pengertian yaitu
suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk
maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif
untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukan. Lebih lanjutnya Mu’tadin (2002), menyebutkan bahwa
kemandirian merupakan suatu sikap dimana individu akan terus belajar
untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan
sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak
sendiri.
Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu
kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak tergantung pada orang
lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya dilakukan sendiri dengan
keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya (Hidayat, 2004).
Pengukuran tingkat kemandirian dalam ADL (Activity of DailyLiving)
menggunakan “Indeks Kemandirian Katz” yang didasarkan pada
kemandirian klien dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan orang
lain (Maryam, 2008).
Kemandirian pada aktivitas sehari-hari dapat diukur dengan
menggunakan Indeks Barthel yang dimodifikasi. Penilaian didasarkan
pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional.
Pengukuran meliputi sepuluh kemampuan sebagai berikut : makan,
berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya, termasuk duduk
ditempat tidur, kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, mencukur dan
menggosok gigi, aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan yang datar
(jika tidak berjalan, lakukan dengan kursi roda), naik turun tangga,
berpakaian termasuk mengenakan sepatu, mengontrol defekasi,
mengontrol berkemih. Penilaian, 0-20 ketergantungan penuh, 21-61
ketergantungan berat/sangat tergantung, 62-90 ketergantungan moderat, 91-
99 ketergantungan ringan, 100 mandiri (Pudjiastuti, 2003).

2. Aspek Kemandirian
Menurut Mu’tadin (2002) seseorang dapat dikatakan mandiri bila ia
memenuhi aspek-aspek kemandirian, yang terdiri dari empat aspek yaitu :
a. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi
dan tidak tergantungannya emosi dari orang tua.
b. Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur
ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua.
c. Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi.
d. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidaktergantung atau menunggu aksi
dari orang lain.

Menurut Steinberg (2002), kemandirian merupakan kemampuan


individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Untuk mencapai
kemandirian melibatkan tiga aspek yaitu :
a. Aspek kemandirian emosional (emotional autonomy), yaitu aspek
kemandirian yang berkaitan dengan perubahan hubungan individu,
terutama dengan orang tua.
b. Aspek kemandirian bertingkah laku (behavioral autonomy), yaitu
kemampuan untuk membuat suatu keputusan sendiri dan menjalankan
keputusan tersebut.
c. Aspek kemandirian nilai (value autonomy), yaitu memiliki
seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang
salah, mengenai mana yang penting dan mana yang tidak penting.

3. Tingkat kemandirian
Menurut pendapat Lovinger dalam Bahara (2008), tingkat kemandirian
adalah sebagai berikut :
a. Tingkat impulsif dan melindungi
Adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati
dan mencari keadaan yang mengamankan.
Ciri-ciri tingkatan pertama ini adalah :
1) Peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksinya dengan orang lain.
2) Mengikuti aturan oportunistik (orang yang suka memanfaatkan
orang lain) dan hedonistik (orang yang suka hidupnya untuk
senang-senang tanpa tujuan yang jelas).
3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu.
4) Cenderung mmenyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
b. Tingkat komformistik
Ciri-ciri tingkatan kedua ini adalah :
1) Peduli terhadap penampilan sendiri dan penerimaan sosial.
2) Cenderung berpikir stereotif (anggapan) dan klise (tidak nyata).
3) Peduli akan komformitas (orang yang hati-hati dalam mengambil
keputusan) terhadap aturan eksternal.
4) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
5) Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
introspeksi.
6) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
7) Takut tidak diterima kelompok.
8) Merasa berdosa jika melanggar aturan.
c. Tingkat sadar diri
Adalah merasa tahu dan ingat pada keadaan diri yang sebenarnya.
Ciri-ciri tingkat ketiga adalah :
1) Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup.
2) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
3) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
4) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
5) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
d. Tingkat seksama (conscientious)
Seksama berarti cermat, teliti.
Ciri-ciri tingkatan keempat ini adalah :
1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
2) Mampu melihat dari berbagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
3) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri sendiri
maupun orang lain.
4) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan
penilaian diri.
5) Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling
menguntungkan).
6) Memiliki tujuan jangka panjang.
7) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
8) Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
e. Tingkat individualistik
Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai individu dari semua ciri-
ciri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dari orang lain. Ciri-
ciri tingkatan kelima adalah :
1) Peningkatan kesadaran individualistik.
2) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan
ketergantungan.
3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
4) Mengenal eksistensi perbedaan individual.
5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
6) Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal dirinya.
f. Tingkat mandiri
Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri.
Ciri-ciri tingkatan keenam adalah :
1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
2) Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri
maupun orang lain.
3) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
4) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
5) Toleran terhadap ambiguitas (keadaan yang sama atau mirip dalam
seseorang).
6) Peduli terhadap pemenuhan diri.
7) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
8) Responsif terhadap kemandirian orang lain.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian pada lansia


a. Usia
Lansia yang telah memasuki usia 70 tahun, ialah lansia resiko
tinggi. Biasanya akan menghalangi penurunan dalam berbagai hal
termasuk tingkat kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
b. Imobilitas
Imobilitas adalah ketidakmampuan untuk bergerak secra aktif
akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat organ
tubuh) yang bersifat fisik atau mental.
c. Mudah terjatuh
Jatuh pada lansia merupakan masalah yang paling sering
terjadi. Penyebabnya multi faktor. Banyak yang berperan didalamnya,
baik faktor intrinsik maupun dari dalam diri lanjut usia. Misalnya
gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan
sendi, pusing. Untuk faktor ekstrinsik, misalnya lantai yang licin dan
tidak rata, tersandung benda, penglihatan yang kurang karena cahaya
yang kurang terang dan sebagainya, memang tidak dapat dibantah bila
seseorang bertambah tua, kemampuan fisik atau mentalnya pun
perlahan pasti menurun. Akibatnya, aktifitas hidupnya akan
terpengaruh, yang pada akhirnya akan dapat mengurangi ketegapan dan
kesigapan seseorang. Sekitar 30-50% dari populasi lanjut usia (yang
berusia 65 tahun) keatas mengalami jatuh. Separuh dari angka
tersebut mengalami jatuh berulang, perempuan lebih sering jatuh
dibanding dengan laki-laki (Nugroho, 2008).

5. Cara pengukuran ADL pada lansia


Menurut, Maryam (2008) dengan menggunakan indeks kemandirian
Katz untuk AKS yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal makan , kontinen (BAB/BAK), berpindah
ke kamar mandi dan berpakaian. Dapat diberi penilaian dalam melakukan
aktifitas sehari-hari sebagai berikut :
a. Mandi
Mandiri : Bantuan hanya pada satu bagian tubuh ( seperti
punggung atau ektremitas yang tidak mampu) atau
mandi sendiri sepenuhnya.
Bergantung : Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh , bantuan
masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi
sendiri.
b. Berpakaian
Mandiri : Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancing / mengikat pakaian.
Bergantung : Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian.
c. Ke kamar kecil
Mandiri : Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genitalia sendiri.
Bergantung : Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan
menggunakan pispot.
d. Berpindah
Mandiri : Berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendiri.
Bergantung : Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau
kursi, tidak melakukan sesuatu atau perpindahan.
e. Kontinen
Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.
Bergantung : Inkontinesia persial atau total, menggunakan kateter
dan pispot, pembalut atau pempers.
f. Makan
Mandiri : Mengambil makanan dari piring dan makan
sendiri.
Bergantung : Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring
dan menyuapinya, tidak makan sama sekali.

C. Lansia
1. Pengertian Lansia
Menurut Undang-undang RI No.3 tahun 1986 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada BAB I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (Nugroho, 2000).
Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia menurut Budi Anna Keliat, 1999 dalam Maryam
(2008).
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua
orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh
siapapun. Namun manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya.
Menurut Undang-undang RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19
ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini
akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu
kesehatan manusia lanjut usia perlu mendapatkan perhatian dengan tetap
dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan
kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (Nugroho, 2000).

2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu :
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
(Maryam, 2008)

3. Penggolongan atau batasan Umur lansia


Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur,
antara lain :
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Lanjut usia meliputi
1) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59
tahun
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 dan 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
b. Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1965 pasal 1 bahwa
seseorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah
yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
hari dan menerima nafkah dari orang lain.
(Nugroho, 2000)

Usia lanjut sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan


manusia. Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang
dapat mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan
tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar
ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna
dan bahagia.

4. Tugas Perkembangan lansia


Hurlock (1999) mengatakan bahwa sebagian besar tugas
perkembangan lansia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi
seseorang dari pada kehidupan orang lain adapun tugas perkembangan
lansia :
a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya
penghasilan keluarga.
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.
5. Perubahan-perubahan pada Lansia.
Menurut Nugroho (2000), perubahan yang terjadi pada lansia adalah :
a. Perubahan atau kemunduran biologis
1) Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastis lagi. Fungsi
kulit sebagai pengaturan suhu tubuh lingkungan dan mencegah
kuman-kuman penyakit masuk.
2) Rambut mulai rontok, berwarna putih, kering dan tidak mengkilat.
3) Gigi mulai habis.
4) Penglihatan dan pendengaran berkurang.
5) Mudah lelah, gerakan mulai lamban dan kurang lincah.
6) Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah
jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan
menyusut, fungsinya menurun dan kekuatannya berkurang.
7) Pada proses menua kadar kapur atau kalsium tulang menurun
akibatnya tulang menjadi keropos dan mudah patah.
8) Seks merupakan produksi hormon testosteron pada pria dan
hormon progresteron dan estrogen pada wanita menurun dengan
bertambahnya umur.
b. Perubahan atau kemunduran kemampuan kognitif
1) Mudah lupa karena ingatan tidak berfungsi dengan baik.
2) Ingatan hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada yang terjadi pada
masa tuanya yang pertama dilupakan adalah nama-nama.
3) Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang atau
tempat juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingatan yang
sudah mundur dan juga karena pandangan yang sudah menyempit.
4) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman skor yang dicapai
dalam test-test intelegensi menjadi lebih rendah sehingga lansai
tidak mudah untuk menerima hal-hal yang baru.
c. Perubahan-perubahan psikososial
1) Pensiun, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya selain
itu identitas pensiun dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
2) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
mortality).
3) Kesepian akibat pengasingan dari lingkunga sosial
4) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan family.
5) Hilangnya kemampuan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.

D. Gender
1. Pengertian Gender
Gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan
yang dikonstruksikan secara sosial maupun budaya setempat yang
diturunkan secara turun temurun. Misalnya perempuan dikenal lemah
lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap
kuat, rasional, pemberani. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat
yang dapat dipertukarkan (Fakih, 1996).
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat
berubah sesuai dengan perkembangan jaman (Sundari, 2009).

2. Perbedaan Gender
Perbedaan gender terbentuk karena disosialisasikan, diperkuat, bahkan
dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun
negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya
dianggap menjadi ketentuan Tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang
tidak dapat diubah lagi. Perbedaan-perbedaan gender dianggap dan
dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan. Perbedaan gender
(gender differences) inilah yang kemudian melahirkan ketimpangan, baik
bagi kaum laki-laki maupun terutama kaum perempuan (Fakih, 1996).

3. Perbedaan Peran
Perbedaan peran, kegiatan atau kerja biasanya berdasarkan kegiatan
yang menghasilkan uang, merawat keluarga, pergaulan masyarakat,
keagamaan, kegiatan politik yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan. Laki-laki mempunyai peran produktif yaitu kegiatan yang
menghasilkan uang di wilayah publik. Perempuan berperan sebagai
reproduktif yaitu kegiatan yang sifatnya merawat keluarga seperti
merawat suami, anak, membersihkan rumah, mengambil air di wilayah
domestik (Handayani dan Sugiarti, 2008).
Wanita mempunyai peran dalam hidupnya, yang disebut Panca
Dharma Wanita, yaitu sebagai pendamping suami, pengelola rumah
tangga, penerus keturunan, pencari nafkah tambahan dan sebagai warga
masyarakat. Apabila wanita melaksanakan perannya dengan baik, maka ia
akan bisa mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.

4. Teori Gender, menurut Sundari (2009)


a. Teori Nurture
Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-
laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut
menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan
konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan, bernegara.
Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orang-orang yang
konsen memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki (kaum
feminis) yang cenderung mengejar kesamaan atau fifty-fifty yang
kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect equality).
Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan, baik dari
nilai agama maupun budaya. Karena itu, aliran nurture melahirkan
paham sosial konflik yang memperjuangkan kesamaan proporsional
dalam segala aktivitas masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dibuatlah program khusus (affirmatif action) guna memberikan peluang
bagi pemberdayaan perempuan yang kadang kala berakibat timbulnya
reaksi negatif dari kaum laki-laki terhadap perjuangan tersebut.
b. Teori Nature
Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-
laki adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal.
Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa
diantara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda.
Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan
kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Aliran ini melahirkan
paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal
dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan
(komitmen) antara suami istri dalam keluarga, atau antara perempuan
dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat.
c. Aliran Keseimbangan (Eguilibrium)
Aliran ini menekankan pada konsep kemitraan dan
keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki.
Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan
laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kehidupan
keluarga, masyarakat, dan bangsa dan negara. Hubungan laki-laki dan
perempuan bukan dilandasi konflik atau struktur fungsional tetapi
dilandasi kebutuhan bersama guna membangun kemitraan yang
harmonis.
E. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi


personal hygiene :
Citra tubuh
Praktik sosial
Status sosioekonomi
Pengetahuan
Budaya dan Gender
Kebiasaan seseorang
Kondisi fisik

Tingkat Kemandirian Personal hygiene lansia

Faktor-faktor yang mempengaruhi


tingkat kemandirian lansia :
Usia
Imobilitas
Mudah terjatuh

Bagan 2.1 kerangka teori

Sumber : Tarwoto, Wartonah (2004); Muhith (2003); Nugroho (2008)

Potter & Perry (2005)


F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian dimaksudkan untuk membatasi ruang
lingkup dan mengarahkan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel bebas Variabel terikat

Kemandirian personal
Jenis kelamin
hygiene

Bagan 2.2 kerangka konsep

G. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu :
1. Variabel bebas (independent variable)
Variabel indepedent dalam penelitian ini adalah jenis kelamin lansia di
Unit Rehabilitasi sosial Pucang Gading Semarang.
2. Variabel terikat (dependent variable)
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah tingkat kemandirian.

H. Hipotesa
Sesuai dengan kerangka teori yang dikemukakan, maka hipotesis yang
diajukan adalah :
Ha : Ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal hygiene lansia laki-
laki dan perempuan di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang gading
Semarang.
Ho : Tidak ada perbedaan antara tingkat kemandirian personal hygiene lansia
laki-laki dan perempuan di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai