ELIMINASI
DOSEN PENGAMPU :
DR.RISNAH S.KM.,S.Kep.,NS.,M.Kes
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. M.ABDUL BAGAS 70300120009 KELAS A
2. ISMI SULTAN 70300120010 KELAS A
3. UMRAH 70300120036 KELAS B
4. NUR ASYIFA 70300120037 KELAS B
5. ANDI SISTAWATI 70300120038 KELAS B
6. ILMAWANTI 70300120049 KELAS B
7. SINDY 70300120056 KELAS B
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya , sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Falsafah dan Teori Keperawatan dengan judul:
“KAJIAN INTEGRASI KEISLAMAN KEBUTUHAN ELIMINASI.”
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini bisa terselesaikan
dengan tepat waktu
Kami menyadari bahwa sepenuhnya makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.
KELOMPOK 5
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….......…………..…………………….….………………………..… i
KATA PENGANTAR …………………………………………….….………………………… ii
DAFTAR ISI……..........…………………………………………..……………………….…… iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Eliminasi...............…..…...............................................……………..……….... 2
B.Gambaran Umum Tentang Buang Air Menurut Pandangan Islam.................................… 2
C. Konsep Pembentukan Urine Menurut Ibnu Sina..................…………........…………………. 6
D. Etika dan Adab Dalam Buang Air Menurut Islam............................................................10
E. Tempat-Tempat Larangan Buang Air Dalam Islam...........................................................14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………,…..…………………………..……….. 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang memiliki penganut terbanyak di Indonesia dengan
presentase 87,2%. Dalam agama islam dingajarkan prinsip-prinsip kesehatan, kebersihan, dan
kesucian lahir dan batin. Antara kesehatan jasmani dan kesehatan rohani merupakan satu
kesatuan sistem yang terpadu. Sistem kesehatan dalam Islam, tercermin dalam ajaran syariat
yang mewajibkan perbuatan membersihkan dari kotoran (najis) dan hadas, juga dari kotoran hati
berada dalam satu paket ibadah seperti wudhu, mandi, dan shalat.(Ahsin W. 2010.)
Buang hajat kebutuhan individualisme setiap umat manusia. Jika tidak menunaikan hajat
ini manusia akan menyiksa dirinya sendiri berupa terjangkinta penyakit. Dalam hal ini kadang
terasa nyeri atau sakit jika hendak membuang hajat. Dalam agam islam sebayang diridhoi oleh
Allah SWT memiliki aturan berupa adab. .(Ahsin W. 2010.)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud eliminasi ?
2. Bagaimana gambaran umum tentang buang air menurut pandangan islam?
3. Bagaimana etika dan adab dalam buang air menurut islam?
4. Bagaimana konsep pembentukan urine menurut ibnu sina?
5. Dimana saja tempat- tempat larangan untuk buang air dalam islam?
C. Tujuan
Makalah ini disusun untuk memberikan pandangan spesifik dari agama islam tentang
bagaimana cara membuang air dengan cara yg benar , sesuai dengan syariat , sunnah rasul dan
adab yg sesuai dengan tuntunan agama islam.
D. Manfaat
1. Agar mengetahui cara pandang islam tentang bagaimana membuang air dengan cara yg
menyehatkan dan benar
2. Untuk menambah wawasan kajian keislaman tentang bagaimana adab yg sesuai dengan
ajaran agama islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI ELIMINASI.
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel.
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil)
dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).(Hidayat,2010)
2
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum,
beliau lalu buang air kecil sambil berdiri. Kemudian beliau meminta air, maka aku pun
datang dengan membawa air, kemudian beliau berwudlu."
Riwayat Imam Muslim, yang Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Yahya atTamimi telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah dari al-A'masy dari
Syaqiq dari Hudzaifah dia berkata, "Aku pernah berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, saat kami sampai di suatu tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang
air kecil sambil berdiri, maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Setelah itu beliau
bersabda: 'Kemarilah.' Aku pun menghampiri beliau hingga aku berdiri di samping kedua
tumitnya. Beliau lalu berwudlu dengan menyapu atas sepasang khuf beliau."
Buang air kecil adalah peristiwa dikeluarkannya urin pada alat pembuangan air kecil
dari uretra sampai meatus air kecil keluar tubuh. Peristiwa tersebut juga dikenal dengan nama
pipis dan kencing. Dalam kesehatan manusia (dan beberapa hewan lainnya) proses buang air
kecil dibawa dibawah kontrol sukarela. Bagi orang yang masih bayi, beberapa orang yang
berusia tua, dan orang-orang dengan masalah neurologi, buang air kecil dapat terjadi sebagai
refleks tak sukarela. Normalnya, orang dewasa buang air kecil sebanyak tujuh kali sehari. (As
fajar. 2017)
Kebanyakan orang yang memiliki kebiasaan buang air kecil berdiri, kemudian mereka
akan mendirikan shalat, ketika akan ruku‟ atau sujud maka terasa ada sesuatu yang keluar
dari kemaluannya, itulah sisa air kencing yang tidak habis terpencar ketika buang air kecil
sambil berdiri. Secara medis, buang air kecil berdiri adalah penyebab utama penyakit kencing
batu pada semua penderita penyakit tersebut. Juga merupakan salah satu penyebab penyakit
lemah syahwat bagi sebagian pria. Kebanyakan para pria yang buang air kecil sambil berdiri
akan mudah terkena lemah syahwat karena, karena sisa air seni akan mengakibatkan kelenjer
otot-otot dan urat halus sekitar zakar menjadi lembek dan kendur. (As fajar. 2017)
Kencing berdiri merupakan permasalahan kontroversial di kalangan ahli fikih. Ada yang
membolehkan dan ada juga yang melarang. Pendapat yang melarang tentu pendapat yang
kuat, dan tampaknya lebih hati-hati. Karena lebih bersih dan lebih selamat dari najis. Dengan
3
melarang kencing berdiri berarti pakaian yang dipakai lebih terasa meyakinkan karena tidak
dikenai najis saat buang air kecil. Oleh karenanya, pendapat ini banyak diambil oleh ulama.
Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat membolehkannya, asalkan aman dari percikan
najis. Tentu selama dilakukan dengan benar, seperti dengan mengangkat pakaian, memilih
tempat yang tidak keras sehingga najis tidak terpercik mengenai pakaian atau memilih toilet
yang sudah memang terkondisikan seperti saat sekarang ini, maka pendapat kedua ini juga
dapat diterima. Karena pada intin ya, adalah bagaimana agar pakaian tetap terjaga dan tidak
terkenai najis.(Fakhrurrozi. 2017)
Dampak negatif buang air kecil (eliminasi urine) dengan berdiri sebagaimana Rasulullah
melarang umar bin khatab ,Umar bin Al KhathabRadhiallahu‘Anhu, beliau berkata:
فقال ( يا عمر ال تبل قائما ) فما بلت قائما بعد. رآني رسول هللا صلى هللا عليه و سلم وأنا أبول قائما
4
duduk sebab dalam tradisi kaum Arab hanya kaum wanita yang buang air kecil dalam
keadaan duduk sementara kaum lelaki buang air kecil dalam keadaan berdiri.
Dampak negatif Yang paling ringan dan sederhana, saat seseorang kencing atau
buang air sambil jongkok maka biasanya akan disertai dengan buang gas atau kentut.
Ketika dua hal ini terjadi, itu artinya tubuh telah melakukan metabolisme
pembuangan secara lebih sempurna, yaitu berupa air dan gas. Hal seperti ini akan sangat
sulit atau jarang terjadi ketika kencing sambil berdiri.Apabila seseorang kencing atau
buang air kecil sambil berdiri, maka posisi ini tidak dapat menekan bagian kandung
kemih atau hanya mengendur sebagian3. Akibatnya selalu saja masih ada urin yang
tersisa dan tidak terkeluarkan dari dalam tubuh. Tertinggalnya urin ini akan dapat
mengganggu metabolisme tubuh dan akan lebih rentan mendapat serangan penyakit
kandung kemih. Semakin banyak urin yang tersisa, maka akan semakin meningkat pula
resiko mendapatkan penyakit batu kandung kemih.Sebaliknya, ketika seseorang kencing
dengan berjongkok sempurna, maka kandung kemih akan mendapat tekanan tubuh.
Akibatnya keseluruhan urin dapat dikeluarkan tanpa sisa. Dan ketika kandung kemih
telah kosong sempurna, itu artinya resiko untuk mendapatkan serangan kanker prostat
dapat diminimalisir. Dipercaya juga bahwa ketika seseorang kencing sambil berdiri
sehingga masih terdapat urin yang tersisa, maka dapat kelenjar otot dan urat halus di
daerah sekitar zakar menjadi lembek dan kendur. (Hidayat. Risqi,2016)
Buang Air Besar
Buang air besar (biasanya disingkat menjadi BAB) atau defekasi adalah suatu tindakan
atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-
padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia dapat melakukan buang
air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam beberapa hari. Tetapi bahkan
dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau
dapat berkali-kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh
gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.
Pengaturan buang air besar
Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar (contohnya buang air besar saat
melakukan proses persalinan). Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera fisik (seperti
5
cedera pada otot sphinkter anus), radang, penyerapan air pada usus besar yang kurang
(menyebabkan diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).
Pada dasarnya, frekuensi buang air besar pada setiap orang bervariasi. Meski begitu,
ada masanya ketika orang yang biasanya buang air besar hanya tiga hari sekali pun tidak
mampu mengeluarkan setelah empat atau lima hari, bahkan seminggu. Atau, yang biasanya
buang air besar tiap hari tidak mampu mengeluarkan feses setelah lebih dari dua hari.
Budaya
Posisi dan perilaku saat buang air besar tergantung dari masing-masing kebudayaan
yang berlaku atau kebiasaan masing-masing orang.Pada beberapa daerah seperti Asia
Timur, pedesaan Timur Tengah, dan beberapa daerah di Eropa Selatan terbiasa
melakukannya dengan posisi jongkok. Sementara di kebanyakan dunia Barat dengan posisi
duduk. Pada beberapa kebudayaan, setelah membuang air besar, bagian anus dan bokong
dibersihkan dengan kertas toilet atau kertas tisu, dan mungkin bahan lainnya seperti
dedaunan. Ada pula yang membersihkannya dengan basuhan air.
6
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat saat buang air pada tempat yang lapang, dan
diperbolehkan pada wc yang berbentuk bangunan.
Disunnahkan untuk masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan ketika masuk
kedalam toilet dengan membaca basmalah.
Menutup diri saat membuang hajat.
Dibolehkan buang air kecil dengan berdiri dan duduk.
Dilarang memegang kemaluan dengan tangan kanan saat buang air kecil.
Hendaklah membersihkan kotoran dengan air dan batu (sesuatu yang mengisap) sesudah
membuang hajat.
Dilarang membersihkan kotoran dengan tulang dan kotoran.
Membersihkan kotoran memakai batu dengan jumlah yang ganjil, minimal mengusap tempat
kotoran sejumlah tiga kali.
Dimakruhkan berbicara saat berada di kakus/wc.
Mencuci tangan setelah membuang hajat.
.
Allah SWT yang Maha bijaksana mewajibkan wudhu dan mandi agar manusia terbebas
dari kotoran ketika melaksanakan kewajiban ibadah. Para malaikat membenci hamba yang
ketika shalat memakai pakaian kotor dan berbau, apalagi kalau shalat bersama bershaf-shaf
dengan memakai pakaian dekil, akan bisa menganggu orang lain. Dalil-dalil tentang
thaharah banyak disebutkan dalam Alquran serta hikmah keutamaan thaharah, antara lain:
Firman Allah dalam Q.S At-Taubah: 108
7
Setelah menjalankan Syari‟at untuk beristinja dengan benar maka, sesuai yang
dianjurkan dalam kitab Maroqil Ubudiyah Bab memasuki WC hendaklah kaki kiri
diwaktu duduk sambil meletakkan kaki kanan di atas tanah dan dan mengangkat anggota
lainnya di atas tanah, karena hal itu lebih memudahkan keluarnya kotoran di samping
istirahatnya angota-anggota utama seperti lambung yang penuh, jika dimiringkan,
mudahlah keluarnya kotoran apabila ditegakkan, maka sulitlah keluarnya. Dan karena
yang sesuai bagi kita kaki kanan adalah dijaga dari penggunaannya di tempat kotor (WC).
Apabila kencing sambil berdiri, maka bertumpulah di atas dua kaki, sebagimana dikatakan
oleh as-Syeikh Athiyyah yang menukil dari Al-Minhaj.
Secara medis, buang air kecil dengan posisi jongkok dapat mencegah terjadinya
kanker usus besar. Saat posisi duduk, usus bagian bawah akan tertekuk sehingga proses
pembuangan tidak dapat berlangsung efektif tanpa bantuan mengejan. Padahal, mengejan
sambil menahan nafas akan meningkatkan tekanan dalam usus bagian bawah serta
menyebabkan regangan dan pembengkakan pembuluh darah balik membentuk wasir,
terutama jika kebiasaan ini dilakukan secara kontinu dalam jangka lama.(Suparmo, KBBI
Online, Http://www.kamusbesar.com/44458/mengejan. Di unduh Pada Tanggal 27
Februari 2016 Pukul 16:07 WIB.)
Dalam rangka mencegah timbulnya penyakit dikemudian hari akibat terlalu sering
menggunakan toilet duduk maka sangat perlu mewujudkan tujuan syariat hukum Islam
(Maq}asy}id sya@ri‟ah) yaitu memelihara agama (hifz}ul di@n), memelihara jiwa
(hifz}ul nafs), memelihara akal (hifz}ul aqli), memelihara harta (hifz}ul mal),
memelihara keturunan (hifz}ul nash), dan memelihara kehormatan (hifz}ul „irdh).
Peneliti melihat bahwa memelihara jiwa (hifz}ul nafs) salah satu komponen maq}as}id
sya@ri‟ah sangatlah tepat digunakan untuk menganalisis permasalahan penggunaan toilet
jongkok dan duduk.( A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam
dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta: Kencana, 2007, h. 29.)
Usahakan waktu kencing buang air tidak dengan berdiri, kecuali dalam keadaan
darurat, maka tidak ada larangan dan tidak bertentangan dengan pendapat para ulama.
Karena Nabi SAW pernah mendatangi tempat pembuangan umum, lalu kencing berdiri.
Mengenai hadis ini, ada tiga pendapat : Pertama, karena pada saat itu beliau tidak bisa
8
duduk karena adanya sakit bagian tubuhnya. Kedua, beliau berobat dengan cara itu utnuk
mengobati sakit sulbi atau pinggangnya sebagaimana kebiasaan orang Arab yang
mengobatinya dengan cara kencing sambil berdiri,Ketiga, beliau tidak bisa duduk disitu
karena terdapat banyak benda najis.(Muhammad Nawawi Al Jawi, Maroqil Ubudiyah
Syarah Bidayah Al Hidayah, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010, h. 13.)
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang dokter Rusia bernama Dov
Sikirov di Digestive Diseases and Sciences dijelaskan bahwa ketika Anda duduk, otot
tidak bisa mempertahankan kontinuitas untuk mengeluarkan kotoran. Tubuh juga tidak
bisa memberikan tekanan yang lebih untuk mengeluarkan kotoran.(
Http://www.Merdeka.com di akses pada tanggal 25 Oktober 2015 pukul 20:15 WIB).
Sementara dari segi etika buang air dengan jongkok lebih terjaga auratnya
sebagaimana adab buang air untuk tidak melihat kemaluannya.(Muhammad Nawawi Al
Jawi, Maroqil Ubudiyah Syarah Bidayah Al Hidayah, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010, h.
13.)
Baru-baru ini ada hasil penelitian yang mengejutkan mengenai posisi buang hajat
atau buang air besar. Jika sebelumnya sudah diketahui bahwa buang air kecil sambil
jongkok adalah posisi terbaik dan tersehat jika dibandingkan dengan buang air kecil
sambil berdiri atau duduk, maka hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa buang air
besar sambil jongkok adalah posisi tersehat dan terbaik bagi kesehatan. Dengan kata lain
penggunaan toilet jongkok lebih baik dan lebih sehat daripada toilet duduk. Penggunaan
toilet jongkok dinyatakan lebih baik karena dapat menghindari penyakit kelainan
pencernaan. (Suharno, BAB sambil duduk lebih bagus,
Http://www.agrobisnisinfo.com/2015/07/mengapa-buang-air-besar-bab-sambil.html di
unduh Tanggal 02 November 2015 pukul 19:25 WIB.)
9
Salah satunya adalah hendaknya kencing sambil duduk. Sebab, kencing sambil berdiri
akan menimbulkan percikan yang akan membuat badan dan pakaiannya najis. Di samping
itu, duduk juga lebih terlindungi dari pandangan mata. Umar meriwayatkan; Rasulullah
SAW melihat saya saat kencing sambil berdiri.
Maka beliau bersabda, “Hai Umar, janganlah kamu kencing sambil berdiri!” Maka,
setelah itu saya tidak pernah lagi kencing sambil berdiri. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Al-Baihaqi. Juga diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah; Rasulullah melarang
seseorang kencing sambil berdiri. Ini juga dinyatakan lemah oleh Al-Baihaqi dan yang
lainnya.( Syaikh Hasan Ayyub (Diterjemahkan oleh: Abdul Rosyad Shiddiq), Fikih
Ibadah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 53.)
Hasil penelitian menyimpulkan,Penggunaan toilet duduk dalam perspektif hukum
Islam merupakan suatu hal yang di anggap makruh, tetapi penggunaan toilet duduk di
perbolehkan dengan pengecualian atau alasan-alasan tertentu misalkan orang tua yang
sudah renta yang memang tidak kuat lagi untuk buang air besar dalam posisi jongkok,
kemudian alasan lain adalah seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan sehingga
untuk buang airpun kesulitan dalam posisi berjongkok. sebelumnya sudah diketahui bahwa
buang air kecil sambil jongkok adalah posisi terbaik dan tersehat jika dibandingkan dengan
buang air kecil sambil berdiri atau duduk, maka hasil penelitian terbaru menunjukkan
bahwa buang air besar sambil jongkok adalah posisi tersehat dan terbaik bagi kesehatan.
Dengan kata lain penggunaan toilet jongkok lebih baik dan lebih sehat daripada toilet
duduk. Penggunaan toilet jongkok dinyatakan lebih baik karena dapat menghindari
penyakit kelainan pencernaan. (Hidayat. Risqi,2016)
10
Beliau berkata: “ Penyakit yang berkaitan tentang urin sebenarnya telah diketahui
sejak peradaban purba dan ilmu pengetahuan tentangnya diturunkan pada peradaban
Yunani kuno. Tanda-tanda penyakit yang disebabkan oleh urin dapat berbagai macam.
Suatu contoh adalah diabetes secara harfiyah berarti pancuran air, dinamakan oleh pakar
kedokteran Yunani (Greek), Areteus dari Cappadocia semenjak kurang lebih 2,000 tahun
lalu. Perkataan Mellitus kemudiannya ditambah oleh Willis untuk menunjukkan terdapat
gula dalam air kencing. Diabetes mellitus atau secara umumnya dikenal sebagai kencing
manis. Diabetes mellitus merupakan satu penyakit kronis atau tidak bisa pulih seratus
persen. Hampir 8-9% masyarakat dewasa di di Amerika mengidap penyakit ini. (Ibnu Sina
,2015)
2. Klasifikasi Urin
Secara morfologis Ibnu Sina mengklasifikasikan urin menjadi tujuh macam, yaitu
berdasarkan warnanya; kadar kekentalannya; kejernihan dan kekeruhannya; sedimentasi
11
yang dibentuknya; sedikit banyaknya volume urin; baunya dan berdasarkan kandungan
lemaknya. 23 “tanda-tanda urin yang keluar dari tubuh seseorang terdiri atas tujuh jenis:
jenis warnanya, jenis kadar kekentalanya, jenis kejernihan dan kekeruhannya, jenis
sedimentasinya, jenis sedikit dan banyaknya, jenis baunya, serta jenis lemaknya”. Ditinjau
dari pendekatan kimia, hal ini sangat menyusahkan, dan bisa jadi hasilnya tidak sesuai
yang diharapkan.Terutama dalam hal kekentalan, standar jernih dan keruh, dan bau yang
dijadikan standar Ibnu Sina.Indra seseorang telah diciptakan oleh-Nya berbeda dalam
merespon sesuatu yang sedang dilihat, diraba, dirasa, maupun dicium. Orang yang memiiki
talenta seperti Ibnu Sina-lah yang memungkinkan untuk mampu membuat konsep dan
menganalisis seperti yang distandarkan oleh Ibnu Sina. Kemudian jenis makanan yang
dimakan seseorang pada masingmasing benua juga tidak sama. Hal ini juga dimungkinkan
terdapatnya perbedaan kadar urin yang tidak sebagimana distandarkan oleh Ibnu Sina.
(Ibnu Sina,2015)
3. Berdasarkan Warnanya
Berdasarkan warna urin Ibnu Sina dapat mengetahui kondisi tubuh seseorang.
Warna kuning mentah menurutnya merupakan indikasi sistem transport pada darah
berjalan dengan normal. Semakin urin seseorang berwarna kuning hingga orange dan
orange sekali, maka menurut Ibnu Sina orang tersebut diindikasikan sedang mengalami
demam.Penyebabnya adalah terlalu banyak aktivitas, sakit karena luka, letih, haus.
Semakin demam seseorang meningkat maka warna urin seseorang warnanya tidak hanya
orange akan tetapi berwarna merah hingga merah gelap. (Ibnu Sina,2015)
“ Diantara warna-warna urin adalah kuning biasa, kemudian kekuningkuningan,
kuning jeruk, kuning orange, seperti warna minyak za’faron, atau sering disebut warna
merah muda. Warna setelah klasifikasi kuning jeruk semuanya merujuk pada demam
seseorang, sesuai dengan temperatur tubuhnya. Kalau demikian, kemungkinannya orang
tersebut terlalu banyak aktivitas, kecelakaan, lapar, atau dehidrasi.Warna merah rambut,
merah, dan merah jingga menunjukkan pada kemungkinan tercampurnya darah pada
urin.Dan masing-masing biasa disebut seperti warna minyak za’faron, dan biasanya
berlangsung hanya sekali kencing.” (Ibnu Sina,2015)
Peredaran darah, aktivitas, kecelakaan, keletihan, dan dehidrasi pada manusia
memiliki peran penting dalam mewarnai urin seseorang. Dalam keadaan sehat urin
12
seseorang berwarna kuning muda. Menurut Ruvas, salah seorang dokter Yunani yang
hidup di Madinah, ketika urin sesorang berwarna hitam, maka orang tersebut mengidap
penyakit ginjal dan stroke. (Ibnu Sina,2015)
“Ruvas (dokter Yunani yang hidup sebelum Jalinus di Madinah) berkata: ‘hitamnya
urin menunjukkan tidak normalnya ginjal dan cairan yang bersenyawa dengannya, hal
tersebut sangat membahayakan ketika diiringi demam tinggi.” Akan tetapi Ibnu Sina
berpendapat beda dengan dokter Ruvas. Ibnu Sina mengatakan bahwa tidak semua warna
gelap menunjukkan gejala di atas, akan tetapi disebabkan karena komplikasi penyakit
ginjal dan atau kandung kemih. Ketika warna gelap tersebut terjadi setelah bekerja keras
maka orang tersebut terindikasi penyakit kram.
Hal ini menjadi logis, dikarenakan urin yang keluar, bersamaan dengan darah yang
mengalir melalui uretra.Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Sina warna gelap pada
urin disebabkan karena komplikasi. Saya berkata: sungguh ada juga urin yang berwarna
hitam. Hal ini menandakan penyakit yang menjangkiti ginjal dan usus, ketika pada orang
tersebut demam tinggi.Maka hendaknya dipikirkan tandatanda lain pada diri seseorang
teresebut.Seperti faktor penuaan. Kalau hal tersebut terjadi, maka bukan karena faktor lain
kecuali terjadi komplikasi dan kerusakan yang berat pada organ pembentuk urin seseorang.
Demikian halnya pada perempuan.Urin hitam pada orang yang kelelahan menunjukkan
seseorang sakit kejang.Urin warna hitam pada permulaan demam dapat
membahayakan.Begitu juga pada akhir demam jika tidak ada tanda-tanda kesempbuhan
juga dapat mengancam jiwa seseorang”. (Ibnu Sina,2015)
Urin yang berwarna bening disebabkan karena fungsi empedu yang kurang
maksimal.Atau terjadi kelainan pada saluran empedu.“dan ketika warna urin tidak keruh,
tidak berat seperti sediakala, maka dimungkinkan terjadi kelainan pada saluran empedu”.
(Ibnu Sina,2015)
Apa yang disampaikan oleh Ibnu Sina ini beralasan, karena empedu mengandung
garam-garam empedu, pigmen empedu, air, kolesterol, dan lesitin. Empedu berperan dalam
mengemulsi lemak pada proses pencernaan sehingga sari-sari makanan mudah diserap. Di
samping itu empedu berfungsi untuk mewarnai feses/tinja dengan bilirubin dan biliverdin
yang dihasilkan olehnya.Pembengkakan pada ginjal dan koma akan menyebabkan warna
urin menjadi merah. Biasanya terjadi pada permulaan orang sakit keras.Jika agak keruh,
13
maka pada orang tersebut terdapat pembengkakan pada hati, dan ditandai dengan demam.
(Ibnu Sina,2015)
“dan ketika permulaan kencing pada seseorang yang sedang demam tinggi dan warna
urinnya merah, maka orang tersebut dikhawatirkan terserang kanker gingjal. Dan jika
warna merah tersebut kental, maka orang tersebut dikhawatirkan terserang liver.Dan
biasanya disertai dengan panas yang berlipat ganda”. Warna merah pada urin disinyalir
berasal dari darah segar yang disebabkan tidak terkontrolnya organ tubuh pembentuk urin
karena koma, atau pada ginjal mengalami pembengkakan. Peran organ hati dalam proses
pewarnaan urin ini mejadi penting, mengingat fungsi hati tidak hanya mengatur
keseimbangan zat makanan, akan tetapi juga mensekresi empedu. (Ibnu Sina,2015)
4. Berdasarkan Kekentalannya
Berdasar pada kadar kekentalannya beliau dapat mengetahui berfungsi tidaknya
ginjal pada manusia. Urin yang memiliki kekentalan sedang , menurutnya merupakan urin
yang diekskresikan oleh sistem ekskresi yang sehat. “terkadang orang sehat yang memiliki
kebiasaan tidak berolahraga akan menghasilkan urin nanah yang sekali keluar. Dan apabila
urin tidak terpengaruh atasnya (dengan meninggalkan olahraga), maka penyakit akan
menyerang pada hati dan sekitarnya”. (Ibnu Sina,2015)
Apabila urin encer itu terdapat pada pasien yang terkena demam tinggi, maka orang
tersebut sudah jauh dari ambang sehat. Apabila tidak segera mendapat pertolongan akan
berlanjut ke jenjang kritis, dan jika tidak segera mendapat tindakan medis, pasien tersebut
akan jatuh pada penyakit akut. Kecuali pada hari-hari berikutnya pada pasien terdapat
perkembangan kesehatan yang memadahi, tentu tidak akan terjadi hal-hal yang
menghawatirkan. (Ibnu Sina,2015)
14
juga ada hikmah lain yang didapatkan seperti lingkungan menjadi terjaga dari polusi yang
menyebabkan munculnya berbagai macam penyakit yang membahayakan manusia sendiri.
Dengan memahami kedudukan ini memberikan pemahaman bahwa manusia harus
melakukan apa pun untuk menjaga, melindungi, dan mengelola semua karunia yang
terkandung di dalam alam semesta.
Hadits Tentang Qadha’ Al-Haajat
a) Hadits tentang larangan buang hajat di tempat yang biasa dilalui manusia dan di tempat
berteduh / di bawah pohon.
15
terbawa ke dalam buahnya. ( Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Syarah Bulughul
Maram, Jilid 1, (Jakarta: Pustaka Azzam), 349.)
Islam menerangkan kepada manusia agar membuat tempat buang hajat di tempat yang
selayaknya dan tempat-tempat yang harus dijauhi oleh mereka (dalam dunia sekarang,
dimaknai dengan WC)3 .( Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Syarah…, 350)
Hal ini dipertegas dengan hadits yang lain yang menjelaskan cara buang hajat, seperti:
Telah menceritakan kepada kami Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah dari Al A'masy dari Muslim dari Masruq dari Mughirah bin Syu'bah berkata,
"Aku pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu perjalanan, beliau
bersabda: "Wahai Mughirah, ambilkan segayung air." Aku lalu mencarikan air untuk
beliau, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi manjauh hingga tidak terlihat
olehku untuk buang hajat. (HR al-Bukhariy dan Muslim).
b) Hadis Tentang Larangan BAK (Buang Air Kecil) di Air yang Tenang
16
Hadits-hadits di atas menggunakan redaksi yang berbeda-beda. Hadits nomor 1,
melarang membuang air kecil di air yang tenang, kemudian mandi di dalamnya. Hadits
nomor 2 menambahkan penjelasan air yang tenang, yaitu air yang tidak mengalir. Hadits
nomor 3, melarang membuang air kecil di air yang tenang, kemudian berwudhu di
dalamnya. Hadits nomor 4, melarang membuang air kecil di air yang tenang, kemudian
mandi janabah di tempat tersebut. Intinya hadits nomor 1- 4 adalah larangan agar tidak
sembarangan membuang air kecil yang menyebabkan rusaknya air, karena mengakibatkan
kotor dan merugikan orang yang memanfaatkannya.
c) Hadits Larangan Kencing di Tempat Mandi
17
Hadits-hadits pada nomor 1-5 di atas menggunakan redaksi yang berbeda- beda. Tetapi
intinya sama, yaitu melarang untuk membuang air kecil di air tempat mandi (pemandian).
Pemahaman Atas Hadist-Hadis Tentang Qadha’ Al-Haajat Manusia dan Lingkungan
Larangan dari Nabi untuk membuang hajat di tempat yang biasa dilalui oleh manusia dan
ditempat berteduhnya manusia (dibawah pohon), memberikan isyarat betapa pentingnya
menjaga udara, lingkungan. Menurut data UNICEF, Indonesia adalah Negara kedua yang
memiliki angka BABS (Buang Air Besar Smebarangan) terbesar di dunia. Posisi pertama
ditempati oleh India. Menurut laporan Join Monitoring Program (JMP) WHO/UNICEF
2015, sekitar 51 juta penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan, seperti di
samping sungai dan pantai, sawah, kebun atau tempat terbuka.
Perilaku buang air besar di sungai atau tepi pantai dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan dan meracuni biota yang berekosistem di daerah tersebut. Selain itu, juga dapat
memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui feses manusia.
Demikian juga buang air besar di sawah, kebun, atau tempat terbuka, dapat menimbulkan
keracunan pada tanaman padi. Juga dapat mengundang serangga seperti lalat, kecoa, kaki
seribu dan sebagainya untuk menyebarkan penyakit akibat kontaminasi kotoran. Pada
akhirnya kerusakan yang lebih besar adalah berupa pencemaran udara dan mengganggu
estetikalingkungan.
Jika manusia sudah tidak mampu menahan diri untuk dari merusak lingkungan, maka
Allah SWT mengingatkan dalamal-Qur‟an:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS ar- Rum: 41)
Manusia dan Air Larangan dari nabi untuk kencing di air yang tenang, termasuk di
dalamnya tempat pemandian (kolam renang), memberikan isyarat kepada manusia agar
menjaga kualitas air itu sendiri. Karena bagi seorang muslim ketika berbicara tentang air,
selain untuk kebutuhan yang sifatnya konsumsi, yang lebih penting juga adalah berbicara
18
tentang kesucian air yang digunakan sebagai alat untuk bersuci (thaharah) sebagai bagian
dari ibadah. Larangan kencing di tempat pemandian (kolam renang) juga mendapatkan
perhatian dari Nabi, hal ini karena bisa jadi akan mempengaruhi status kesucian air.
Kemudian dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, ditemukan ada
hikmah lain kenapa kencing di tempat mandi (kolam renang) itu menjadi terlarang
(berbahaya). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada warterpark di Amerika Serikat,
ditemukan bahwa kencing saat berenang di kolam renang menjadikan urine yang
bercampur klorin (zat yang ditambahkan agar menjaga air tetap bersih) itu berbahaya.
Begitu pun dengan petugas kolam renangnya, memiliki kemungkinan empat kali lipat
terkena gangguan mata dan pernapasan.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra . Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik berupa
urin atau bowel. Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan
buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
B. Saran
Buang air baik kecil maupun besar merupakan kebutuhan yg sangat diperlukan bagi
kehidupan manusia , manusia tidak akan bisa hidup jika tidak melakukan proses eliminasi ,
islam telah menentukan dan menuliskan sesuatu yg baik dan benar , saran dari kami adalah
sebaiknya pembaca menerapkan kensep berkemih yg baik dan sesuai dengan ajaran islam
agar proses berkemih bisa lebih sempurna dan tidak menyebabkan mudharat bagi yg
berkemih.
20
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Syarah Bulughul Maram, Jilid 1, (Jakarta: Pustaka
Azzam), 349 - 350
Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Syarah, 140 Software Hadits, Gawami ‟ al-Kalim 4.5
dan Lidwa Pustaka i-Software – Kitab 9 Imam hadist
As fajar. 2017. Studi Kritis Hadis Tentang Cara Buang Air Kecil Dan Relevansinnya Bagi
Kesehatan. Eprints. Walisongo.ac.id. 28-65.
Fakhrurrozi. 2017. Takhrij Hadis Kencing Berdiri. Jurnal WARAQAT. 2 (1). Hal. 6-8
Hidayat. Risqi, Penggunaan Toilet Jongkok dan Duduk dalam Perspektif Hukum Islam dan
Kesehatan, Undergraduate Thesis, (Palangkaraya : IAIN Palangka raya, 2016), hal. 87.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/51-juta-orang-indonesia-buang-air-besar-
sembarangan, diakses 13 September 2019
https://www.guesehat.com/yuk-bantu-indonesia-stop-buang-air-besar-sembarang,diakses
13September 2019
https://www.liputan6.com/healt/read/3104186/bahaya-kencing-sembarangan-di-kolam-renang,
diakses 13 September 2019
21
Muhammad Nawawi Al Jawi, Maroqil Ubudiyah Syarah Bidayah Al Hidayah, Surabaya:
Mutiara Ilmu, 2010, h. 13.
Software Hadits, Gawami‟ al-Kalim 4.5 dan Lidwa Pustaka i-Software – Kitab 9 Imam
Hadits
Software Hadits, Gawami al-Kalim 4.5, Lidwa Pustaka i-Software – Kitab 9 Imam Hadits.
Syaikh Hasan Ayyub (Diterjemahkan oleh: Abdul Rosyad Shiddiq), Fikih Ibadah, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 53.
Wahidi Dan Onang Sopari. 2015. Konsep Urine Menurut Ibnu Sina ; Kajian Atas kitab Al-
Qanuun Fith-Thib. Jurnal Pendidikan Islam. Volume IV (2) : 214.
22