Anda di halaman 1dari 2

perisaidakwah.

com

Sepenggal Kenangan Bersama Ustadz. Hasan Al banna Dalam Mensikapi Pengkritik


Kontribusi Dari
Sunday, 12 August 2007

Sebuah artikel yang dimuat oleh harian umum al-Ahraam telah membuat Sang Imam dan murid-muridnya gelisah.
Bagaimana tidak, artikel yang ditulis oleh si Fulan itu berisi pemikiran yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Si Fulan mengatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi manusia untuk menutup auratnya. Sebab secara fitrah, tiap
manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang. Maka ia menyerukan agar budaya telanjang itu dilestarikan di tengah
masyarakat Mesir.
Maka para ikhwan yang merasa marah, langsung membuat artikel bantahan dan siap dikirim ke harian umum yang
sama. Namun sebelum itu, mereka mengutus seorang ikhwan bernama Mahmoud yang merupakan penulis artikel
bantahan itu, untuk meminta pendapat dan izin dari Sang Imam.

"Ya, Ustadz. Bagaimana pendapat anda?" tanya Mahmoud pada Sang Imam yang tampak terdiam lama setelah
membaca artikel bantahan itu.

"Akhi..." Sang Imam menatap Mahmoud. "Artikelmu ini sangat bagus dan penuh argumentasi yang jitu. Tapi..."

"Tapi apa ya, Ustadz?" tanya Mahmoud heran. Wajah Sang Imam yang teduh itu berubah galau. Ditatapnya artikel
bantahan yang tergenggam di tangannya.

"Dalam pikiranku, tergambar beberapa dampak dari tulisanmu ini jika ia jadi dimuat," ujar Sang Imam pelan sambil
kembali menatap Mahmoud.

"Pertama, artikel yang ditulis si Fulan itu sangatlah tajam, menusuk hati kaum Muslimin. Sementara konsumen pembaca
harian al-Ahraam itu sendiri relatif sedikit dibanding jumlah penduduk Mesir secara keseluruhan. Dan rata-rata, mereka
tidak membacanya dengan serius."

Mahmoud menyimak uraian Sang Imam dengan hati bertanya-tanya. Ia belum paham maksud gurunya itu.

"Jika kita menurunkan bantahan terhadap artikel tersebut, maka akan timbul beberapa titik rawan. Diantaranya, justru
akan mengekspos artikel tersebut dan memancing keingintahuan bagi mereka yang belum membacanya. Sementara
yang sudah membaca, akan kembali terpancing untuk membaca dengan serius. Dengan demikian, tanpa sadar kita
telah memicu perhatian masyarakat kepada sesuatu yang buruk, yang bisa saja mendatangkan mudharat bagi orang-
orang yang berjiwa lemah. Kalau artikel si Fulan itu kita diamkan saja, insya Allah ia akan tenggelam dengan sendirinya,"
tutur Sang Imam pelan. Mahmoud masih tampak belum puas dengan penjelasan itu, meski ia mulai bisa meraba maksud
gurunya.

"Akhi, BANTAHAN ADALAH SALAH SATU BENTUK TANTANGAN YANG AKAN MEMANCING SIKAP KERAS
KEPADA BAGI YANG DIBANTAH. Dan sekalipun ia menyadari bahwa ia salah, tapi BANTAHAN ITU AKAN
MEMBUATNYA BERSIKUKUH PADA KESALAHANNYA. Ketahuilah, Akhi, si Fulan itu telah terpengaruh oleh sebuah
lingkungan yang membuatnya berpikir seperti itu. Dan aku melihat, TUJUANNYA MENULIS ARTIKEL ITU BUKANLAH
UNTUK MENGUNGKAPKAN APA YANG MENJADI KEYAKINANNYA. MELAINKAN SEKEDAR MENCARI PERHATIAN
DENGAN CARA MENGHALALKAN SEGALA CARA."

Sang Imam diam sejenak. Sementara Mahmoud yang duduk di hadapannya masih menunggu kelanjutan kalimatnya
dengan raut serius.

"Akhi, jika sampai si Fulan bersikukuh dalam kesalahan itu akibat bantahan yang kita sampaikan, maka secara tidak
langsung kita telah menghalangi pintu taubat baginya. Si Fulan itu masih muda. MEMBUKAKAN PINTU KEBENARAN
BAGINYA JAUH LEBIH BAIK DARIPADA MELEMPARKANNYA JAUH-JAUH DARI KEBENARAN YANG
SEBENARNYA MENJADI HAK DIA. Justru kewajiban kitalah untuk membantunya meraih kebenaran itu. Aku tidak ingin,
emosi yang bermain dalam dada kita membuat seseorang terhalang dari hidayah Allah. Begitulah pemikiranku.
Bagaimana menurutmu, Akhi?" Sang Imam menutup penjelasannya.

Mahmoud yang sejak tadi diam menatapnya, perlahan menunduk. Kini semakin disadarinya betapa Sang Imam adalah
manusia yang sangat bijak. Sosok yang penuh kharisma dan telah melebur ke dalam kancah dakwah secara jasad, ruh,
akal, dan hartanya. Pengetahuan yang dalam dan hubungannya yang erat dengan Allah telah menjadikan
pandangannya demikian luas, nalurinya peka, mata hatinya tajam, jauh menembus ke depan. Ya, ia telah dianugerahi
bu'dunnazar (pandangan yang jauh ke depan), sesuatu yang jarang dimiliki oleh orang biasa.

Perlahan Mahmoud mengangkat kepalanya. Ditatapnya wajah Sang Imam sambil tersenyum. "Anda benar sekali ya,
Ustadz. Saya setuju dengan pendapat anda."

http://perisaidakwah.com Menggunakan Joomla! Generated: 27 September, 2007, 06:20


perisaidakwah.com

Sang Imam pun tersenyum melihat muridnya mau memahami apa yang ada dalam pikirannya. Maka perlahan
dirobeknya artikel yang tergenggam di tangannya saat itu.

***

Epilog

Waktu terus berlalu, dan artikel si Fulan yang membahayakan itupun berlalu begitu saja. Masyarakat sepertinya tidak
terusik sama sekali. Namun, apakah yang terjadi pada si Fulan sendiri? Sejarahlah kemudian yang mencatat bahwa ia
telah menjelma menjadi sosok paling heroik di kancah dakwah.

Ia telah tercatat sebagai salah seorang prajurit Islam yang gagah berani, yang menyuarakan kebenaran dengan suara
lantang meski penjara mengurung jasadnya selama pemerintahan Gamal Abdul Nasser. Ia telah mempersembahkan
kepada ummat, tafsir Al-Quran yang sangat luar biasa Fi Zilalil Quran, yang ia tulis selama di dalam penjara. Ia telah
menjadi orang terdepan dalam perjuangan menegakkan kalimatullah di Mesir dan menutup sejarah hidupnya sebagai
seorang syuhada di tiang gantungan pada tanggal 29 Agustus 1966.

Dialah... Sayyid Quthb rahimahullah !

http://perisaidakwah.com Menggunakan Joomla! Generated: 27 September, 2007, 06:20

Anda mungkin juga menyukai