Anda di halaman 1dari 29

Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut apapun yang hidup dalam zona pelagik

(bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar. Secara luas plankton dianggap sebagai salah
satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi bekal makanan untuk kehidupan akuatik.

Bagi kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan utama mereka. Plankton terdiri dari
sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut. Ukurannya kecil saja. Walaupun termasuk sejenis benda
hidup, plankton tidak mempunyai kekuatan untuk melawan arus, air pasang atau angin yang
menghanyutkannya.

Plankton hidup di pesisir pantai di mana ia mendapat bekal garam mineral dan cahaya matahari
yang mencukupi. Ini penting untuk memungkinkannya terus hidup. Mengingat plankton menjadi
makanan ikan, tidak mengherankan bila ikan banyak terdapat di pesisir pantai. Itulah sebabnya
kegiatan menangkap ikan aktif dijalankan di kawasan itu.

Selain sisa-sisa hewan, plankton juga tercipta dari tumbuhan. Jika dilihat menggunakan
mikroskop, unsur tumbuhan alga dapat dilihat pada plankton. Beberapa makhluk laut yang
memakan plankton adalah seperti batu karang, kerang, dan ikan paus.

Pengertian

Plankton adalah makhluk ( tumbuhan atau hewan ) yang hidupnya, mengaoung, mengambang,
atau melayang didalam air yang kemampuan renangnya terbatas sehingga mudah terbawa arus.

Plankton berbeda dengan nekton yang berupa hewan yang memiliki kemampuan aktif berenang
bebas, tidak bergantung pada arus air, contohnya : ikan, cumi – cumi, paus, dll. Bentos adalah
biota yang hidupnya melekat pada, menancap, merayap, atau membuat liang didasar laut,
contohnya: kerang, teripang, bintang laut, karang, dll.

Penggolongan Plankton

Plankton digolongkan kedalam beberapa kategori, yaitu:

1. Berdasarkan Fungsi

Secara fungsional, plankton digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu fitoplankton,
zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton.

a. Fitoplankton

Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya


mengapung atau melayang dilaut. Ukurannya sangat kecil sehingga tidak dapat
dilihat oleh mata telanjang. Umumnya fitoplankton berukuran 2 – 200µm (1 µm =
0,001mm). fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi juga ada
yang berbentuk rantai.

Meskipun ukurannya sangat kecil, namun fitoplankton dapat tumbuh dengan


sangat lebat dan padat sehingga dapat menyebabkan perubahan warna pada air
laut.

Fitoplankton mempunyai fungsi penting di laut, karena bersifat autotrofik, yakni


dapat menghasilkan sendiri bahan organic makanannya. Selain itu, fitoplankton
juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan organic
karena mengandung klorofil. Karena kemampuannya ini fitoplankton disebut
sebagai primer producer.

Bahan organic yang diproduksi fitoplankton menjadi sumber energi untuk


menjalan segala fungsi faalnya. Tetapi, disamping itu energi yang terkandund
didalam fitoplankton dialirkan melalui rantai makanan. Seluruh hewan laut seperti
udang, ikan, cumi – cumi sampai ikan paus yang berukuran raksasa bergantung
pada fitoplankton baik secara langsung atau tidak langsung melalui rantai
makanan.

b. Zooplankton

Zooplankton, disebut juga plankton hewani, adalah hewan yang hidupnya


mengapung, atau melayang dalam laut. Kemampuan renangnya sangat terbatas
hingga keberadaannya sangat ditentukan ke mana arus membawanya.
Zooplankton bersifat heterotrofik, yang maksudnya tak dapat memproduksi
sendiri bahan organik dari bahan inorganik. Oleh karena itu, untuk
kelangsungan hidupnya is sangat bergantung pada bahan organik dari
fitoplankton yang menjadi makanannya. Jadi zooplankton lebih berfungsi
sebagai konsumen (consumer) bahan organik.
Ukurannya yang paling umum berkisar 0,2 – 2 mm, tetapi ada juga yang
berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa berukuran sampai lebih satu
meter. Kelompok yang paling umum ditemui antara lain kopepod (copepod),
eufausid (euphausid), misid (mysid), amfipod (amphipod, kaetognat
(chaetognath). Zooplankton dapat dijumpai mulai dari perairan pantai,
perairan estuaria di depan muara sampai ke perairan di tengah samudra, dari
perairan tropis hingga ke perairan kutub.

Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang hidup di perairan
dalam. Ada pula yang dapat melakukan migrasi vertikal harian dari lapisan
dalam ke permukaan. Hampir semua hewan yang mampu berenang bebas (nekton)
atau yang hidup di dasar Taut (bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai
zooplankton yakni ketika masih berupa terlur dan larva. Baru dikemudian hari,
menjelang dewasa, sifat hidupnya yang semula sebagai plankton berubah menjadi
nekton atau bentos.

c. Bakterioplankton

Bakterioplankton, adalah bakteri yang hidup sebagai plankton. Kini orang makin
memahami bahwa bakteri pun banyak yang hidup sebagai plankton dan berperan
penting dalam lour hara (nutrient cycle) dalam ekosistem Taut. la mempunyai ciri
yang khas, ukurannya sangat halus (umumnya < 1 µm), tidak mempunyai inti sel,
dan umumnya tidak mempunyai klorofil yang dapat berfotosintesis. Fungsi
utamanya dalam ekosistem laut adalah sebagai pengurai (decomposes). Semua
biota laut yang mati, akan diuraikan oleh bakteri sehingga akan menghasilkan hara
seperti fosfat, nitrat, silikat, dan sebagainya. Hara ini kemudian akan didaur-
ulangkan dan dimanfaatkan lagi oleh fitoplankton dalam prows fotosintesis.

d. Virioplankton

Virioplankton adalah virus yang hidup sebagai plankton. Virus ini ukurannya
sangat kecil ( kurang dari 0,2 um ) dan menjadikan biota lainnya, terutama
bakterioplankton dan fitoplankton, sebagai inang (host). Tanpa inangnya virus ini tak
menunjukkan kegiatan hayati. Tetapi virus ini dapat pula memecahkan dan
mematikan sel-sel inangnya. Baru sekitar dua dekade lalu para ilmuwan banyak
mengkaji virioplankton ini dan menunjukkan bahwa virioplankton pun mempunyai
fungsi yang sangat penting dalam daur karbon (carbon cycle) di dalam ekosistem
laut.

2. Berdasarkan Ukuran

Ukuran plankton sangat beraneka ragam, dari yang sangat kecil kingga yang besar. Dulu
orang menggolongkan plankton dalam tiga kategori berdasarkan ukurannya, yakni:

a. Plankton jaring (netplankton): plankton yang dapat tertangkap dengan jaring dengan
mata jaring (mesh size) berukuran 20 ,um, atau dengan kata lain plankton berukuran
lebih besar dari 20 ,um.

b. Nanoplankton: plankton yang lolos dari jaring, tetapi lebih besar dari 2,um. Atau
berukuran 2-20 ,um;

c. Ultrananoplankton: plankton yang berukuran lebih kecil dari 2 µm.

Kini, dengan kemajuan teknik penyaringan yang dapat lebih baik memilah-milah partikel
yang sangat halus, penggolongan plankton berdasarkan ukurannya lebih berkembang.
Penggolongan di bawah ini diusulkan oleh Sieburth dkk. (1978) yang kini banyak diacu
orang.

a. Megaplankton (20-200 cm)

Ada juga yang menyebutnya megaloplankton. Banyak uburubur termasuk dalam


golongan ini. Ubur-ubur Schyphomedusa, misalnya bisa mempunyai ukuran diameter
payungnya sampai lebih dari satu meter, sedangkan umbai-umbai tentakelnya bisa
sampai beberapa meter pajangnya. Plankton raksasa yang berukuran terbesar di dunia
adalah ubur-ubur Cyanea arctica yang payungnya bisa berdiameter lebih dua meter dan
dengan panjang tentake130 m lebih .

b. Makroplankton (2-20 cm)


Contohnya adalah eufausid, sergestid, pteropod. Larva ikan banyak pula termasuk dalam
golongan ini.

c. Mesoplankton (0,2-20 mm)


Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini, seperti kopepod, amfipod,
ostrakod, kaetognat. Ada juga beberapa fitoplankton yang berukuran besar masuk dalam
golongan ini seperti Noctiluca.

3. Berdasarkan Daur Hidupnya

Berdasarkan daur hidupnya plankton dibagi menjadi :

a. Holoplankton

Dalam kelompok ini termasuk plankton yang seluruh daur hidupnya dijalani sebagai
plankton, mulai dari telur, larva, hingga dewasa. Kebanyakan zooplankton termasuk
dalam golongan ini. Contohnya : kokepod, amfipod, salpa, kaetognat. Fitoplankton
termasuk juga umumnya adalah holoplankton.

b. Meroplankton

Plankton dari golongan ini menjadi kehidupannya sebagai plankton hanya pada tahap
awal dari daur hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja.
Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton, yakni hewan yang dapat aktif
berenang bebas, atau sebagai bentos yang hidup menetap atau melekat didasar laut.
Oleh sebab itu, meroplankton sering pula disebut sebagai plankton sementara.

Pada umumnya ikan menjalai hidupnya sebagai plankton ketika masih dalam tahap
telur dan larva kemudian menjadi nekton sstelah dapat berenang bebas. Kerang dan
karang adalah contoh hewan yang pada awalnya hidup sebagai plankton pada tahap
telur hingga larva, yang selanjutnya akan menjalani hidupnya sebagai bentos yang
hidup melekat atau manancap didasar laut.

Meroplankton ini sangat banyak ragamnya dan umumnya mempunyai bentuk yang
sangat berbeda dari bentuk dewasanya. Larva crustacea seperti udang dan kepiting
mempunyai perkembangan larva yang bertingkat – tingkat dengan bentuk yang
sedikitpun tidak menunjukkan persamaan dengan bentuk yang dewasa. Pengetahuan
mengenai meroplankton ini menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan upaya
buidaya udang, crustacea, mollusca, dan ikan.

c. Tikoplankton

Tikoplankton sebenarnya bukanlah plankton yang sejati karena biota ini dalam
keadaan normalnya hidup didasar laut sebagai bentos. Namun karena gerak air
menyebabkan ia terlepas dari dasar dan terbawa arus mengembara sementara
sebagai plankton.

4. Berdasarkan Sebaran Horizontal

Plankton terdapat dilingkungan air tawar hingga tengah samudra. Dari perairan tropis
hingga ke perairan kutub. Boleh dikatakan tak ada permukaan laut yang tidak dihuni oleh
plankton. Berdasarkan sebaran horizontalnya, plankton dibagi menjadi:

a. Plankton Neritik

Plankton neritik (neritic plankton) hidup di perairan pantai dengan salinitas (kadar
garam) yang relatif rendah. Kadang-kadang masuk sampai ke perairan payau di depan
muara dengan salinitas sekitar 510 psu (practical salinity unit; dulu digunakan istilah
°/oo atau permil, g/kg). Akibat pengaruh lingkungan yang terus-menerus berubah
disebabkan arus dan pasang surut, komposisi plankton neritik ini sangat kompleks, bisa
merupakan campuran plankton laut dan plankton asal perairan tawar. Beberapa di
antaranya malah telah dapat beradaptasi dengan lingkungan estuaria (muara) yang
payau, misalnya Labidocera muranoi.

b. Plankton Oseanik

Plankton oseanik (oceanic plankton) hidup di perairan lepas pantai hingga ke tengah
samudra. Karena itu plankton oseanik ditemukan pada perairan yang salinitasnya
tinggi. Karena luasnya wilayah perairan oseanik ini, maka banyak jenis plankton
tergolong dalam kelompok ini.
Penggolangan seperti di atas tidaklah terlalu kaku, karena ada juga plankton yang hidup
mulai dari perairan neritik hingga oseanik hingga dapat disebut neritik-oseanik.

5. Berdasarkan Sebaran Vertikal

Plankton hidup di laut mulai dari lapisan tipis di permukaan sampai pada kedalaman yang
sangat dalam. Dilihat dari sebaran vertikalnya plankton dapat dibagi menjadi:

a. Epiplankton

Epiplankton adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan sampai kedalaman sekitar
100 m. Lapisan laut teratas ini kira-kira sedalam sinar matahari dapat menembus.
Namun dari kelompok epilankton ini ada juga yang hanya hidup di lapisan yang sangat
tipis di permukaan yang langsung berbatasan dengan udara. Plankton semcam ini disebut
neuston. Contoh yang menarik adalah fitoplankton Trichodesmium (Gambar 10.),
yang merupakan sianobakteri berantai panj ang yang hidup di permukaan dan mempunyai
keistimewaan dapat mengikat nitrogen langsung dari udara. Neuston yang hidup pada
kedalaman sekitar 0-10 cm disebut hiponeuston. Ternyata lapisan tipis ini mempunyai
arti yang penting karena bisa mempunyai komposisi j enis yang kompleks.

Dari kelompok neuston ini ada juga yang mengambang di permukaan dengan
sebagian tubuhnya dalam air dan sebagian lain lagi tersembul ke udara. Yang begini
disebut pleuston.

b. Mesoplankton

Mesoplankton yakni plankton yang hidup di lapisan tengah, pada kedalaman sekitar
100-400 m (jangan dikelirukan dengan ukuran plankton yang istilahnya sama). Pada
lapisan ini intensitas cahaya sudah sangat redup sampai gelap. Oleh sebab itu, di lapisan
ini fitoplankton, yang memerlukan sinar matahari untuk fotosintesis, umumnya sudah
tidak dijumpai. Lapisan ini dan lebih dalam didominasi oleh zooplankton. Beberapa
kopepod seperti Eucheuta marina tersebar secara vertikal sampai ke lapisan ini atau
lebih dalam. Dari kelompok eufausid juga banyak yang terdapat di lapisan ini, misalnya
Thysanopoda, Euphausia, Thysanoessa, Nematoscelis. Tetapi eufausid ini juga dapat
melakukan migrasi vertikal sampai ke lapisan di atasnya.

c. Hipoplankton

Hipoplankton adalah plankton yang hidupnya pada kedalaman lebih dari 400 m.
Termasuk dalam kelompok ini adalah batiplankton (bathyplankton) yang
hidup pada kedalaman > 600 m, dan abisoplankton (abyssoplankton) yang
hidup di lapisan yang paling dalam, sampai 3000 – 4000 m.

Sebagai contoh, dari kelompok eufausid, Bentheuphausia ambylops (Gambar 13)


dan Thysanopoda adalah jenis tipikal laut-dalam yang menghuni perairan pada kedalaman
lebih dari 1500 m. Kelompok kaetognat Eukrohnia hamata, dan Eukrohnia
bathypelagica (Gambar 13) termasuk yang hidup pada kedalaman lebih dari 1000 m.

Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F)
selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh
setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-
negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan
meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan
angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-
gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda.
Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan
kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun
tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari
lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain


seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2]
serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang
diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan
yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih
terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus
dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi
terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di
dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan
emisi gas-gas rumah kaca.
Pemanasan global
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Anomali suhu permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada
suhu rata-rata dari 1940 sampai 1980

Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F)
selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh
setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-
negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan
meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan
angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-
gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda.
Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan
kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun
tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari
lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain


seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2]
serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang
diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan
yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih
terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus
dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi
terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di
dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan
emisi gas-gas rumah kaca.

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Penyebab pemanasan global


o 1.1 Efek rumah kaca
o 1.2 Efek umpan balik
o 1.3 Variasi Matahari
• 2 Mengukur pemanasan global
• 3 Model iklim
• 4 Dampak pemanasan global
o 4.1 Iklim Mulai Tidak Stabil
o 4.2 Peningkatan permukaan laut
o 4.3 Suhu global cenderung meningkat
o 4.4 Gangguan ekologis
o 4.5 Dampak sosial dan politik
• 5 Perdebatan tentang pemanasan global
• 6 Pengendalian pemanasan global
o 6.1 Menghilangkan karbon
o 6.2 Persetujuan internasional
• 7 Lihat pula
• 8 Referensi

• 9 Pranala luar
Penyebab pemanasan global
Efek rumah kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi
tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba
permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini
berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air,
karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini
menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya
panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya
konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.

Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena
tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F),
bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah
kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan
pemanasan global.

Efek umpan balik

Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang
dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat
bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan
lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah
kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya
suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila
dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan
air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena
udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena
CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat
dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan
meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan
memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada
beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan
dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km
untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian,
umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan
dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke Empat.[3]

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh
es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan
yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya
akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit
bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal
ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi
suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost)
adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh
juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini
diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi
pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]

Variasi Matahari

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari

Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat
oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan
antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas
Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer.
Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak
akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan
lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi
mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas
gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun
1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah
diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University memperkirakan bahwa
Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama
periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya
mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan
berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka
juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah
dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan
meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar
pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa
mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu
tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
"keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap
pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak
ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui
variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]

Mengukur pemanasan global

Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa

Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah
komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi
tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International
Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.

Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer.


Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan
menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di
atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka
tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan
dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk
memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada
akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik
ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.

Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu
akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas
yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun
cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan
pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan.
Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan
Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun
terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi
setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.

Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat
Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh
aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi
peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara
tahun 1990 dan 2100.

IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah
lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang
telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun
atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.[15]

Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda
di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa
sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun
sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi,
manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.

Model iklim
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario
SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Model iklim global

Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer


berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya,
dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model
ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih
hangat.[16] Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca
di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.

Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan
pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki
penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan
yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun
aktivitas manusia.

Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan suhu global
hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim.
[17]
Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun
1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka
menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan
manusia.

Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan
berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario
Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model
menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan
umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES,
respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga
menunjukkan beberapa umpan balik positif.[18][19][20]

Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap
model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam
menyelesaikan masalah ini.[21] Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut
mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung
dari variasi Matahari.

Dampak pemanasan global


Para ilmuan menggunakan model komputer dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer
untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat
beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air
laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Iklim Mulai Tidak Stabil

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan
Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi.
Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju
ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian
yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih
panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan.
Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau
menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan
tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan
memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses
pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara
rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh
dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[22]. Badai akan menjadi
lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah
akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin
dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari
penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa
periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih
ekstrim.

Peningkatan permukaan laut


Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara
geologi.

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga
volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan
mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume
air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama
abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi)
pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan
100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah
Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat.
Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah
pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari
daerah pantai.

Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai.
Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika
Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang
sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

Suhu global cenderung meningkat

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak
makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian
Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah
hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di
beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack
(kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum
puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan
serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini
karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung
untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah
pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan
tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang
bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian
mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.

Dampak sosial dan politik

Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang


berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat
menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca
yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat
menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan
kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan
perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti:
diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.

Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air
(Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases).
Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru
untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa
spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten
terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan
bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan
perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate
change)yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau
panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)

Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi
pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil
emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-
penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru
kronis, dan lain-lain.

Perdebatan tentang pemanasan global


Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa
pengamat masih mempertanyakan apakah suhu benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui
perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat
prediksi tentang keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti
yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa
siklus alami dapat juga meningkatkan suhu. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa
pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan
yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya
yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada
pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-
an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh
model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model.
Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga
pertanyaan tersebut.

Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang
menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal
sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan
berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi
yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.

Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan
penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuan telah lama memprediksi hal ini tetapi
tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisa baru tentang suhu air yang
diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut
memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: suhu laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi
0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada suhu rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit
perubahan tetapi cukup berarti.[22]

Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di


troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut
benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan
Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas
masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan
tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara
jelas.

Pengendalian pemanasan global


Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-
langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah
pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang
timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa
depan.

Kerusakan yang parah dapat di atasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi
dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah
dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara,
seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga
koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara.
Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke
habitat yang lebih dingin.

Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau
komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan
karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

Menghilangkan karbon

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan
memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan
cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui
fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan
telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali
sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain,
seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini
adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya
gas rumah kaca.

Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan
(menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi
keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk
mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer.
Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, dimana karbon
dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke
aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.

Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil.
Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18.
Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak
bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia
sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak
langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas
melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila
dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi
nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun
kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas
karbon dioksida sama sekali.

Persetujuan internasional

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Protokol Kyoto

Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di


tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi
masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian
yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat
yang dikenal dengan Protokol Kyoto.

Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri


yang memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong
emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat
dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk
melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di
bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8
persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak
diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.

Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush
mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya
yang sangat besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang
tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak
berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55
persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil
dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini,
memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.

Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan
segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di
atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara
berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas
rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan
terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri
batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar
fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan
Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi.
Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88
milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan
uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.

Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh
walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida
terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor
lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi
targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.

Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler
untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti
yang wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para
negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang
sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara
lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan
lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan
biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini
diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat
tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat
1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya,
terutama mereka yang ada di Uni Eropa.

Lihat pula
• Gas rumah kaca
• Protokol Kyoto
• Globalisasi

Referensi
1. ^ a b c d "Summary for Policymakers" (PDF). Climate Change 2007: The Physical Science
Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate
Change. 5 Februari 2007. http://www.ipcc.ch/SPM2feb07.pdf. Diakses pada 2 Februari
2007.
2. ^ NASA: Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News, August
31, 2007.
3. ^ a b Soden, Brian J. (01-11-2005). "An Assessment of Climate Feedbacks in Coupled
Ocean-Atmosphere Models" (PDF). Journal of Climate 19 (14): 3354-3360.
http://www.gfdl.noaa.gov/reference/bibliography/2006/bjs0601.pdf. Diakses pada 21
April 2007. "Interestingly, the true feedback is consistently weaker than the constant
relative humidity value, implying a small but robust reduction in relative humidity in all
models on average" "clouds appear to provide a positive feedback in all models".
4. ^ Stocker, Thomas F. (20-01-2001). "7.5.2 Sea Ice". Climate Change 2001: The
Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate
Change. http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/295.htm. Diakses pada 11 Februari
2007.
5. ^ Buesseler, K.O., C.H. Lamborg, P.W. Boyd, P.J. Lam, T.W. Trull, R.R. Bidigare,
J.K.B. Bishop, K.L. Casciotti, F. Dehairs, M. Elskens, M. Honda, D.M. Karl, D.A.
Siegel, M.W. Silver, D.K. Steinberg, J. Valdes, B. Van Mooy, S. Wilson. (2007)
"Revisiting carbon flux through the ocean's twilight zone." Science 316: 567-570.
6. ^ Marsh, Nigel (November 2000). "Cosmic Rays, Clouds, and Climate" (PDF). Space
Science Reviews 94 (1-2): 215-230. doi:10.1023/A:1026723423896.
http://www.dsri.dk/~hsv/SSR_Paper.pdf. Diakses pada 17 April 2007.
7. ^ "Climate Change 2001:Working Group I: The Scientific Basis (Fig. 2.12)". 14 Februari
2011. http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/fig2-12.htm. Diakses pada 8 Mei 2007.
8. ^ Hegerl, Gabriele C. (07-05-2007). "Understanding and Attributing Climate Change"
(PDF). Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working
Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate
Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. pp. 690.
http://www.ipcc.ch/pdf/assessment-report/ar4/wg1/ar4-wg1-chapter9.pdf. Diakses pada
20 Mei 2007. "Recent estimates (Figure 9.9) indicate a relatively small combined effect
of natural forcings on the global mean temperature evolution of the seconds half of the
20th century, with a small net cooling from the combined effects of solar and volcanic
forcings"
9. ^ Ammann, Caspar (06-04-2007). "Solar influence on climate during the past
millennium: Results from ransient simulations with the NCAR Climate Simulation
Model". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of
America 104 (10): 3713-3718. http://www.pnas.org/cgi/reprint/104/10/3713. "However,
because of a lack of interactive ozone, the model cannot fully simulate features discussed
in (44)." "While the NH temperatures of the high-scaled experiment are often colder than
the lower bound from proxy data, the modeled decadal-scale NH surface temperature for
the medium-scaled case falls within the uncertainty range of the available temperature
reconstructions. The medium-scaled simulation also broadly reproduces the main features
seen in the proxy records." "Without anthropogenic forcing, the 20th century warming is
small. The simulations with only natural forcing components included yield an early 20th
century peak warming of ≈0.2 °C (≈1950 AD), which is reduced to about half by the end
of the century because of increased volcanism.".
10. ^ Scafetta, Nicola (09-03-2006). "Phenomenological solar contribution to the 1900-2000
global surface warming" (PDF). Geophysical Research Letters 33 (5).
doi:10.1029/2005GL025539. L05708.
http://www.fel.duke.edu/~scafetta/pdf/2005GL025539.pdf. Diakses pada 8 Mei 2007.
11. ^ Stott, Peter A. (03-12-2003). "Do Models Underestimate the Solar Contribution to
Recent Climate Change?". Journal of Climate 16 (24): 4079-4093. doi:10.1175/1520-
0442(2003)016%3C4079:DMUTSC%3E2.0.CO;2.
http://climate.envsci.rutgers.edu/pdf/StottEtAl.pdf. Diakses pada 16 April 2007.
12. ^ Foukal, Peter (14-09-2006). "Variations in solar luminosity and their effect on the
Earth's climate.". Nature.
http://www.nature.com/nature/journal/v443/n7108/abs/nature05072.html. Diakses pada
16 April 2007.
13. ^ "Changes in Solar Brightness Too Weak to Explain Global Warming". National Center
for Atmospheric Research. 14 September 2006.
http://www.ucar.edu/news/releases/2006/brightness.shtml#. Diakses pada 13 Juli 2007.
14. ^ Lockwood, Mike. "Recent oppositely directed trends in solar climate forcings and the
global mean surface air temperature". Proceedings of the Royal Society A.
doi:10.1098/rspa.2007.1880.
http://www.pubs.royalsoc.ac.uk/media/proceedings_a/rspa20071880.pdf. Diakses pada
21 Juli 2007. "Our results show that the observed rapid rise in global mean temperatures
seen after 1985 cannot be ascribed to solar variability, whichever of the mechanisms is
invoked and no matter how much the solar variation is amplified.".
15. ^ http://www.ipcc.ch/ipccreports/ar4-syr.htm
16. ^ Hansen, James (2000). "Climatic Change: Understanding Global Warming". One
World: The Health & Survival of the Human Species in the 21st Century. Health Press.
http://books.google.com/books?
id=sx6DFr8rbpIC&dq=robert+lanza&printsec=frontcover&source=web&ots=S7MXYzo
DqR&sig=jfUo33FtVZ3PSUS2fcc_EtawEnQ. Diakses pada 18 Agustus 2007.
17. ^ "Summary for Policymakers". Climate Change 2001: The Scientific Basis.
Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate
Change. Kesalahan: waktu tidak valid.
http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/007.htm. Diakses pada 28 April 2007.
18. ^ Torn, Margaret (26-05-2006). "Missing feedbacks, asymmetric uncertainties, and the
underestimation of future warming". Geophysical Research Letters 33 (10). L10703.
http://www.agu.org/pubs/crossref/2006/2005GL025540.shtml. Diakses pada 4 Maret
2007.
19. ^ Harte, John (30-10-2006). "Shifts in plant dominance control carbon-cycle responses to
experimental warming and widespread drought". Environmental Research Letters 1 (1).
014001. http://www.iop.org/EJ/article/1748-9326/1/1/014001/erl6_1_014001.html.
Diakses pada 2 Mei 2007.
20. ^ Scheffer, Marten (26-05-2006]]). "Positive feedback between global warming and
atmospheric CO2 concentration inferred from past climate change.". Geophysical
Research Letters 33. doi:10.1029/2005gl025044. http://www.pik-
potsdam.de/~victor/recent/scheffer_etal_T_CO2_GRL_in_press.pdf. Diakses pada 4 Mei
2007.
21. ^ Stocker, Thomas F. (20-01-2001). "7.2.2 Cloud Processes and Feedbacks". Climate
Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third
Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.
Intergovernmental Panel on Climate Change.
http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/271.htm. Diakses pada 4 Maret 2007.
22. ^ a b Hart, John. "Global Warming." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA:
Microsoft Corporation, 2005.

Pranala luar
• Global Warming Information from the Ocean & Climate Change Institute, Woods Hole
Oceanographic Institution
• Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
o [1] Draft of 4th IPCC Report 2007 (news story)
o IPCC Third Assessment Report dipublikasikan 2001
o Climate Change 2001: Working Group II: Impacts, Adaptation and Vulnerability
o A summary of the above IPCC report - oleh GreenFacts
• NASA's Global Hydrology and Climate Center
• Mauna Loa Observatory, Hawaii - Hasil pengukuran terakhir CO2
• Peta dan grafik pemanasan global dari Program Lingkunag PBB GRID-Arendal
• NOAA's Global Warming FAQ
• RealClimate - Blog para ilmuan tentang iklim
• National Center for Atmospheric Research - Penelitian NCAR tentang perubahan iklim
• Potsdam Institute for Climate Impact Research
• Pew Center on Global Climate Change — ilmu dasar
• NOAA ESRL Global Monitoring Division
• Global Warming Site, U.S. Environmental Protection Agency
• Final Report of U.S. Climate Change Science Program
• Melting lakes in Siberia emit greenhouse gas
• Danish National Space Centre: SKY Experiment
• Climate Change: Discovery of Global Warming
• IPCC report Climate Change 2007: The Physical Science Basis, Feb 2007
• Apa Kata PBB & Tokoh PBB Tentang Pemanasan Global: Solusi Terbaik Pemanasan
Global

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global"


Kategori: Atmosfer | Perubahan iklim | Masalah ekonomi

Peralatan pribadi

• Masuk log / buat akun

Ruang nama

• Halaman
• Pembicaraan

Varian

Tampilan

• Baca
• Lihat sumber
• Versi terdahulu

Tindakan

Cari

Navigasi

• Halaman Utama
• Perubahan terbaru
• Peristiwa terkini
• Halaman sembarang

Komunitas

• Warung Kopi
• Portal komunitas
• Bantuan
Wikipedia

• Tentang Wikipedia
• Pancapilar
• Kebijakan
• Menyumbang

Cetak/ekspor

• Buat buku
• Unduh sebagai PDF
• Versi cetak

Kotak peralatan

• Pranala balik
• Perubahan terkait
• Halaman istimewa
• Pranala permanen
• Kutip halaman ini

Bahasa lain

• Afrikaans
• Alemannisch
• Aragonés
• Ænglisc
• ‫العربية‬
• ‫مصرى‬
• Žemaitėška
• Беларуская
• Беларуская (тарашкевіца)
• Български
• বাংলা
• Brezhoneg
• Bosanski
• Català
• Cebuano
• Česky
• Cymraeg
• Dansk
• Deutsch
• Ελληνικά
• English
• Esperanto
• Español
• Eesti
• Euskara
• ‫فارسی‬
• Suomi
• Võro
• Français
• Furlan
• Gaeilge
• Gàidhlig
• Galego
• ‫עברית‬
• िहनदी
• Hrvatski
• Kreyòl ayisyen
• Magyar
• Հայերեն
• Interlingua
• Ido
• Íslenska
• Italiano
• 日本語
• Basa Jawa
• ქართული
• ಕನನಡ
• 한국어
• Latina
• Lietuvių
• Latviešu
• Македонски
• മലയാളം
• Монгол
• मराठी
• Bahasa Melayu
• မမမမမမမမမမ
• Nederlands
• Norsk (nynorsk)
• Norsk (bokmål)
• Occitan
• Polski
• ‫پنجابی‬
• Português
• Rumantsch
• Română
• Русский
• Саха тыла
• Srpskohrvatski / Српскохрватски
• සිංහල
• Simple English
• Slovenčina
• Slovenščina
• Shqip
• Српски / Srpski
• Basa Sunda
• Svenska
• Kiswahili
• தமிழ்
• తలుగు
• Тоҷикӣ
• ไทย
• Tagalog
• Türkçe
• Українська
• Tiếng Việt
• Winaray
• 吴语
• ‫יידיש‬
• 中文
• 文言
• Bân-lâm-gú
• 粵語

• Halaman ini terakhir diubah pada 08:30, 8 Februari 2011.


• Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan
tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

• Kebijakan privasi
• Tentang Wikipedia
• Penyangkalan

Anda mungkin juga menyukai