Anda di halaman 1dari 7

.

Pembahasan

Analisa proksimat adalah salah satu metode analisa kimia untuk mengetahui kadar /
kandungan nutrisi yang terdapat dalam suatu bahan pakan. Pada praktikum kali ini kami
menggunakan sampel berupa feses kerbau tanpa perlakuan (R0) dan feses kerbau dengan perlakuan
pemberian rumput kumpai dan legume (R1, R2 dan R3). Berdasarkan hasil diatas dapat dijelaskan
bahwa:

a. Kadar Air dan Bahan Kering

Prinsip kerja kadar air yaitu menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan oven pada
suhu 100o – 105oC dalam jangka waktu tertentu (3-24 jam ) hingga sseluruh air yang terdapat dalam
bahan menguap atau penyusutan berat bahan tidak berubah lagi. Defano (2000) menyatakan ditiap
bahan pakan yang paling kering sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah
yang kecil.Bahan yang paling banyak mengadung kadar air adalah sampel R2 dengan nilai 0.54% dan
yang paling sedikit mengandung kadar air adalah R3 yaitu 0.04%. Sedangkan yang memiliki berat
kering paling besar adalah sampel R3 dengan nilai 99.96% dan yang paling kecil adalah R2 yaitu
99.46%. Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari suhu dan kelembaban dari
suatu wilayah ternak itu dipelihara. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis).

Perhitungan Kadar Air :   x 100 %

b. Kadar Abu

Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu 600°C selama 4-5 jam sehingga
seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik (C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi
gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang
terdapat dalam bahan. Dengan perkataan lain, abu merupakan total mineral dalam bahan.  

Perhitungan kadar abu :

Kadar Abu (%) =     x 100%

Karra(2007)menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400-600 derajat
Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan
dengan tanur disebut dengan abu(ash). Disini, sampel yang memiliki Kadar abu terbesar yaitu pada
R0 (2,173 %) dan kadar abu paling kecil yaitu pada R2 (1.773 %).
c. Lemak Kasar

Prinsip kerjanya yaitu Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan
pelaut lemak (ether) selama 3-8 jam. Ekstraksi menggunakan alat sokhlet. Beberapa pelarut yang
dapat digunakan adalah kloroform, heksana, dan aseton. Lemak yang terekstraksi (larut dalm
pelarut) terakumulasi dalam wadah pelarut (labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya
dengan cara dipanaskan dalam oven suhu 105°C. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak (titik
didih lemak lebih besar dari 105°C, sehingga tidak menguap dan tinggal di dalam wadah). Lemak
yang tinggal dalam wadah ditentukan beratnya.

Pada praktikum ini dilakukan dengan metode sokhlet yaitu dengan memasukkan sampel
kedalam alat sokhlet. Hal ini sesuai dengan (Soejono, 1990) yaitu Kandungan lemak suatu bahan
pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung
soxhlet.

Perhitungan kadar Lemak Kasar :   x 100 %

Kadar Lemak hasil perhitungan diatas dari yang terbesar yaitu R3 (11.43%), R0 (9,34%), R1
(9.33%) dan terkecil yaitu R2 (8.37%).  Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak
murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam
organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya
benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai
pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak,
sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).

d. Protein Kasar

Penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung, karena analisis ini didasarkan
pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan. Kandungan nitrogen yang diperoleh
dikalikan dengan angka 6,25 sebagai angka konversi menjadi nilai protein. Nilai 6,25 diperoleh dari
asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen (perbandingan protein : nitrogen =100 :16 =
6,25:1). Definisi tersebut menurut Cherney : 2000 merupakan asumsi bahwa rata – rat kandungan N
dalam bahan pakan adalah 16 gram per 100 gram protein

Penentuan nitrogen dalam analisis ini melalui tiga tahapan analisa kimia, yaitu:

1. Tahap Destruksi
Perubahan N-protein menjadi amonium sulfat ((NH 4)2SO4). Sampel dipanaskan dengan asam
sulfat (H2SO4) pekat dan katalisator yang akan memecah semua ikatan N dalam bahan pakan menjadi
amonium sulfat kecuali ikatan N=N, NO dan NO 2. CO2 dan H2O terus menguap. SO2 yang terbentuk
sebagai hasil reduksi dari sebagian asam sulfat juga menguap. Dalam reaksi ini digunakan katalisator
selenium/Hg/Cu. Destruksi dihentikan jika larutan berwarna hijau jernih.

Zat Organik + H2SO4            CO2 + H2O + (NH4)2SO4 + SO2

2. Tahap Destilasi

Setelah larutan menjadi hijau jernih, labu destruksi didinginkan kemudian larutan
dipindahkan ke labu destilasi dan diencerkan dengan aquades. Pengencer-an dilakukan untuk
mengurangi reaksi yang hebat jika larutan ditambah larutan alkali. Penambahan alkali (NaOH)
menyebabkan (NH4)2SO4 akan melepas-kan amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3 dan air
ditangkap oleh larutan H2SO4 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa
(NH4)2SO4 kembali. Peyulingan dihenti-kan bila semua N sudah tertangkap oleh asam sulfat dalam
labu erlenmeyer.

                                NH3 + H2SO4             (NH4)2SO4 + H2SO4            

3. Tahap Titrasi

Kelebihan H2SO4 yang tidak digunakan untuk menangkap N dititrasi dengan NaOH. Titrasi
dihentikan jika larutan berubah dari biru ke hijau.

Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena zat tersebut
merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.

Perhitungan kadar protein:   x 100 %

% Protein Kasar = kadar nitrogen x 6.25

Pada praktikum kali ini didapatkan % N dan % PK berturut – turut R0 (-1.316%, -8.2238%), R1
(-0.811%, -5.0669%), R2 (-1.089%, -6.8063%), R3 (0.312%, 1.9500%). Hasil ini terjadi kesalahan yaitu
pada saat membandingkan hasil titrasi dangan titer blanko tidak dilakukan secara bersamaan. Jika
kita lakukan secara bersamaan, otomatis cara yang kita gunakan adalah sama, sedangkan jika
dilakukan setelah atau sebelum membuat titrasi sampel, bisa memungkinkan adanya perberdaan
cara kita melakukan titrasi.  Hal ini mengakibatkan hasil yang didapatkan pun sangat jauh melenceng
dari yang seharusnya.
. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar
yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein,
kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein
16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990).  Menurut Siregar
(1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia,
sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.

e. Serat Kasar

Prinsip utama dari serat dalam pakan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan
pektin. Serat kasar adalah bagian dari pakan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan – bahan kimia
yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H 2SO4 1,25%) dan natrium
hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan makanan yang tidak
dapat dihidrolisis oleh enzim – enzim pencernaan. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa Serat kasar
adalah semua zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-
turut dimasak selama 30 menit. Kamal (1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha
untuk mengetahui kadar serat kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya
dilakukan secara kimiawi dengan metode mendell.

Perhitungan kadar serat kasar =   x 100 %

Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa adalah
komponen dinding sel tumbuhan yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik, sedangkan
hewan ruminasia dapat mencerna selulosa dan hemiselulosa karena adanya mikroba rumen.  Pada
praktikum kali ini didapatkan hasil kadar serak kasar R0 (27,60 %), R1 (27,05), R2 (31,75) dan R3
(32,19). Ini membuktikan bahwa dengan penambahan perlakuan yaitu ditambah hijauan rumput
kumpai dan legum pada sampel, maka semakin tinggi pula kadar serat kasar yang terkandung dalam
sampel tersebut.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Analisa proksimat adalah salah satu metode analisa kimia yang  sangat diperlukan utuk
diketahui karena analisa ini berguna untuk mengetahui kandungan bahan pakan yang terdapat pada
suatu bahan pakan.

Penentuan Kadar Air menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan oven dengan suhu
100°-105°C dalam jangka waktu tertentu. hingga seluruh air yang terdapat dalam bahan menguap
atau penyusutan berat bahan tidak berubah lagi. Penentuan kadar abu Membakar bahan dalam
tanur (furnace) dengan suhu 600°C selama 4-5 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk
senyawa organik (C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar
adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam bahan., abu
merupakan total mineral dalam bahan. Penetapan nilai protein kasar didasarkan pada penentuan
kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan dengan tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
Kadar lemak Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelaut lemak (ether)
selama 3-8 jam dengan alat sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat digunakan adalah kloroform,
heksana, dan aseton. Lemak yang terekstraksi (larut dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah
pelarut (labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dalam oven
suhu 105°C.

 Hasil kandungan feses kerbau tanpa perlakuan R0 yaitu: Ka 0.34%, abu 2,173%, Bk 99,66%,
Lk 9,34%, , Pk -8,22%, Sk 27,60. R1 : Ka 0,33%, abu 2,043%, Bk 99,67%, Lk 9,33%, , Pk -5,066%,   Sk
27,05%. R2: Ka 0,54%, abu 1,773%, Bk 99,46%, Lk 8,37%, Pk -6,806%, Sk 31,75%. R3: Ka 0,04%, abu
1,945%, Bk 99,96%, Lk 11,43%, Pk 1,950% dan Sk 32,19%.

B. Saran

Diharapkan praktikum ini kedepannya dilakukan dengan lebih teliti dan hati – hati karena
jika tidak dilakukan dengan teliti dan hati – hati maka akan terjadi kesalahan pada hasil analisa
proksimat yang dilakukan.

                                 
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion  of Official Analitic Chemist. Washington DC. USA.

Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam Given, D. I., I. Owen.,
R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. Wollingford: CABI Publishing :
281-300.

Danuarsa. 2006. “Analisis Proksimat dan Asam Lemak Pada Beberapa Komoditas Kacang-
kacangan”.  Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1

Defano. 2000 . Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas Peternakan Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.

Hafes. E. S. E.2000.  Metode Analisis Proksimat.  Jakarta  :  Erlangga.

Haris, L.E. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild Animal. Vol. 1 Utah State
University.  Logan. Utah.

Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak.  Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan
Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Karra , 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University.Yogyakarta.

Khairul. 2009 . Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Khalil. 1999. “Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan Lokal : Sudut
Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat Jenis, Daya Ambang, dan
Faktor Higroskopis”. Media Peternakan 22 (1) : 1 – 11.

Krishna G and S.K.  Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition Reseach. Vikas publising house PVT Ltd.
Sahibabad. India

Lu, C.H,R Blain, dkk. 1998. Physical and Chemical Characteristics of Malaysian Palm Kernel Lake ( PKC ). Proc
20th MSAP Conf. 27-28 Juli. Putra Jaya Malaysia.  

Mc Donald, P., RA. Edwards. JFG Greenhalgh, and CA. Morgan. 1995. Animal Nutrition Prentice Hall

Mahmudi, S.P dkk. 1997. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit CV. Amisco.: Jakarta.
NRC. 2001. Nutrient Requirements of Beef Cattle: Seventh Revised Edition: Update 2000. Subcommittee on
Beef Cattle Nutrition. Committee on Animal Nutrition. National Research Council.

Rahardjo,Tri S., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu Bahan Makanan
Ternak.  Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Siregar, S. B.,1994. Ransum Ternak Ruminansia, Penebar Swadaya, Jakarta

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan.  Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sudarmadji,S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Suparjo, P. 2010. “Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas Peternakan. Lokakarya Nasional
Tanaman Pakan Ternak.Susi .  2001. Analisis dengan Bahan  Kimia  2000.  Erlangga. Jakarta.

Sutardi, T. R. Dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum.  Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto

Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.

Tillman, A.D., dkk. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 

Wati, R. Sumarsono, dkk. 2012. “ Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Eceng Gondok sebagai Sumber Daya
Pakan di Perairan yang Mendapat Limbah Kototran Itik”. Animal Agriculture Journal Vol. 1 No. 1.

Winarno., 1997. Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai