Anda di halaman 1dari 24

Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31 - 40 p-ISSN 2252-9721

LPPM
Jurnal Sekolah Tinggi
Farmasetis VolumeIlmu Kesehatan
9 No Kendal
1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmue-ISSN 2549-8126
Kesehatan Kendal

STANDARDISASI SIMPLISIA DAUN CIPLUKAN


Ardi Wijanarko*, Santi Perawati, Lili Andriani
Program Studi Farmasi, STIKES Harapan Ibu, Jl. tarmizi kadir No.71, Pakuan Baru, Kec. Jambi Sel., Kota
Jambi, Jambi, Indonesia 36122
*ardiw0101@gmail.com

ABSTRAK
Daun ciplukan Physalis angulata L. Sering dimanfaatkan masyarakat dikarenakan memiliki banyak
manfaat sebagai obat tradisional sehingga perlu dilakukan standardisasi untuk mendapatkan simplisia
yang baik. Penetapan parameter standar simplisia daun ciplukan yang meliputi parameter non spesifik
dan parameter spesifik yang diambil dari daerah Jambi dengan keadaan tanah tempat tumbuh hitam
berpasir dan didaerah Riau dengan keadaan tanah tempat tumbuh liat hitam. Organoleptik bentuk
serbuk, bau aromatik/khas, rasa pahit, tetapi memiliki perbedaan warna yaitu sampel Jambi hijau
kecoklatan, sampel Riau hijau tua kecoklatan. Kadar senyawa larut air, sampel Jambi 20,65% dan
Riau 22,01%,kadar senyawa larut etanol, sampel Jambi 19,42% dan sampel Riau 19%. Simplisia daun
ciplukan sampel Jambi dan Riau mengandung senyawa alkaloid, steroid, flavonoid dan saponin. Kadar
air sampel Jambi 9,12% dan Riau 9,24%. Susut pengeringan sampel Jambi 9,38% dan Riau 9,76%.
Kadar abu total sampel Jambi 13,5% dan Riau 13,6% . Kadar abu tidak larut asam sampel Jambi 2%
dan Riau 2,1%. Cemaran logam timbal (Pb) sampel Jambi 0,0530 mg/g dan Riau 0,07795 mg/g. Jadi
uji parameter spesifik dan non spesifik simplisia sampel daerah Jambi dan Riau memenuhi standar
farmakope Herbal Indonesia, tetapi dalam uji cemaran logam timbale belum memenuhi standar yang
telah ditetapkan.

Kata kunci : ciplukan; simplisia; standardisasi

STANDARDISASI SIMPLISIA DAUN CIPLUKAN

ABSTRACT
Leaves ciplukan Physalis angulata L. is often utilized by people because it has many benefits as a
traditional medicine standardization that needs to be done to get a good simplicia. Penetapkan
standard parameters ciplukan leaf botanicals that include non-specific parameters and specific
parameters taken from the Jambi to circumstances where grown black sandy soil and Riau area with
clay soil conditions to grow black spot. Organoleptic form of powder, aromatic odor / typical, bitter
taste, but memiliiki sample the color difference is a brownish green Jambi, Riau sample brownish-
green. Levels of water-soluble compounds, sample Jambi Riau 20.65% and 22.01%, solute ethanol,
19.42% of samples Jambi and Riau sample of 19%. Simplicia leaves Jambi and Riau ciplukan samples
containing alkaloids, steroids, flavonoids and saponins. The water content of the sample Jambi Riau
9.12% and 9.24%.Sample drying shrinkage Jambi Riau 9.38% and 9.76%.The ash content of 13.5% of
the total sample Jambi and Riau 13.6%. Acid insoluble ash content samples Riau Jambi 2% and 2.1%.
Metal contamination of lead (Pb) samples Jambi 0.0530 mg / g and Riau 0.07795 mg / g. So the test-
specific and non-specific parameters simplisia sample Jambi and Riau region meet Indonesian Herbal
Pharmacopoeia standards.

Keywords: ciplukan; crude; standardization

PENDAHULUAN
Tanaman obat merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Di dunia
farmasi itu sendiri, tanaman obat dimanfaatkan sebagai bahan baku dari obat tradisional
maupun bahan baku dari obat modern (Salim, 2017). Salah satu tanaman obat tradisional yang
biasa digunakan untuk pengobatan tradisional adalah Ciplukan (Physalis angulataL.). Setelah
dilakukan penelitian tanaman ini terbukti memiliki daya antihiperglikemi, antibakteri,
antivirus, imunostimulan, imunosupresan, antiinflamasi, antioksidan serta analgesic (Rengifo
& Vargas-arana, 2013). Ekstrak etanol herba Ciplukan melalui metode maserasi yang

31
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dianalisis menggunakan metode kromatografi lapis tipis didapatkan senyawa alkaloid,


flavonoid, steroid, dan saponin (Nurfiana & Sari, 2018).Secara empiris, masyarakat Indonesia
memanfaatkan sebagai obat tradisional sebagai obat tradisional yang dikenal cukup luas
seperti di daerah Sulawesi tengah, suku Dondo memanfaatkan daun ciplukan untuk mengobati
penyakit asma dan sakit perut (Ibrahim et al, 2015).

Tanaman Ciplukan memiliki banyak sekali manfaat, oleh karena itu untuk mendapatkan
simplisia yang berkualitas maka diperlukan adanya penetapan parameter standardisasi
simplisia agar dapat memberikan efek teraupetik yang baik. Standardisasi merupakan
serangkaian parameter prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur
terkait paradigm kefarmasian, yaitu memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi),
termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian pada umumnya.

Pada proses pembuatan obat tradisional, simplisia yang digunakan sebagai bahan baku harus
memenuhi persyaratan mutu, seperti parameter spesifik maupun non spesifik. Salah satufaktor
yang mempengaruhi mutu suatu simplisia adalah tempat tumbuh asal, berarti factor luar dari
tanaman tersebut, yaitu lingkungan (tanah) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi
(cuaca, temperature, cahaya) dan materi (air, senyawaorganik dan anorganik) dan akan
dilakukan pengambilan tanaman di dua tempat yang berbeda, berdasarkan perbedaan tanah
tempat tumbuh tanaman tersebut. Standardisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku
yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut (Purnomo,
2018). Oleh karena itu tujuan dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan parameter spesifik
dan non spesifik standardisasi dari daun ciplukan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan sehingga dapat diketahui apakah simplisia tersebut memiliki mutu, aman, khasiat
untuk tujuan kesehatan.

METODE
Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu spektrofotometer searapan atom (SSA/AAS), maserator,
timbangan analitik, oven, desikator, krus silikat, cawan penguap, tabung reaksi, pisau,
blender, erlenmeyer, pipet ukur, kertas saring bebas abu, cover glass, objek gelas, gelas ukur,
beaker gelas, corong, batang pengaduk, labu ukur, krus porselin, sikat tabung, penjepit
tabung,pipet tetes, rak tabung, spatel, kertas label, kertas perkamen, hotplat, lampu spiritus,
botol penimbang ayakan mesh 60, tanur.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu daun ciplukan, Air, Asam klorida,Ammonia, HgCl2,
Kalium Iodida, bismuth subnitrat, Asam Sulfat, Etanol, Larutan Besi (III) klorida, Eter,
Magnesium, amil alkohol, Natrium hidroksida, Gelatin, NaCl, HNO3, HCIO4,Kloral hidrat,
Kloroform.

PembuatanSimplisia
Daun Ciplukan dibedakan berdasarkan lingkungan tempat tumbuh yang diambil dari Jambi,
Riau serta dilakukan determinasi diherbarium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut
Teknologi Bandung. Daun ciplukan segar dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran
atau bahan asing lainnya dari daun ciplukan tersebut, selanjutnya dicuci dengan air mengalir
menggunakan air bersih, kemudian ditiriskan supaya sisa air cucian terbuang setelah itu
dilakukan perajangan agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat, pengeringan
dilakukan dengan menggunakan oven dengan suhu 500C sampai kering. Daun ciplukan yang
telah kering selanjutnya dibuat serbuk untuk dilakukan penelitian menggunakan blender agar

32
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

lebih mempermudah pembentukan serbuk, kemudian diayak dengan ayakan mesh 60 (Rivai et
al, 2010) (Muthoharoh & Zainab, 2015).

Prosedur Kerja
Parameter Spesifik
UJi Fitokimia
1. Identifikasi Alkaloid
Ditimbang 0,5 g simplisia tambahkan 5 mL asam klorida 10%, dikocok lalu ditambahkan 5
mL larutan ammonia 10%. Diekstraksi dengan 10 mL kloroform dan diuapkan. Residu sisa
penguapan ditambah 1,5 mL asam klorida 2%, dibagi menjadi 2 tabung. Tabung pertama
ditambah 3 tetes pereaksi Mayer, terbentuknya endapan putih kekuningan menunjukkan
adanya alkaloid. Tabung kedua ditambah 3 tetes pereaksi Dragendorff, terbentuknya
endapan merah bata menunjukkan adanya alkaloid (Harborne, 1997)
2. Identifikasi Steroid
Ditimbang 0,5 g simplisia diekstraksi dengan 10 mL eter. Sebanyak 0,5 mL larutan diuji
dengan peraksi Lieberman Burchard, Terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan
adanya steroid (Harborne, 1997).
3. Identifikasi Triterpenoid
Ditimbang 0,5 g simplisia diekstraksi dengan 10 mL eter. Sebanyak 0,5 mL larutan diuji
dengan peraksi Lieberman Burchard, Terbentuknya warna ungu menunjukkan adanya
triterpenoid (Harborne, 1997).
4. Identifikasi Flavonoid
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan diatas penangas air,
lalu dimasukkan kedalam tabung dan ditambahkan 100 mg serbuk magnesium lalu
tambakhkan 1 mL asam klorida pekat dan 3 mL amil alkohol, dikocok kuat biarkan
memisah, warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alcohol menunjukkan adanya
flavonoid (Harborne, 1997),
5. Identifikasi Saponin
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan diatas penangas air,
lalu dimasukkan kedalam tabung dikocok vertical selama 10 detik, makaakan terbentuk
busa stabil, dibiarkan selama 10 menit, tambahkan 1 tetes asam klorida 1%, jika busa tidak
hilang maka menunjukkan adanya saponin (Harborne, 1997).
6. Identifikasi Kuinon
Ditimbang 0,5 g simplisia dilarutkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan diatas penangas air,
lalu dimasukkan kedalam tabung tambahkan beberapa tetes natrium hidroksida1N, adanya
filtrate warna merah menunjukkan adanya kuinon(Harborne, 1996).
7. Identifikasi Polifenol
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan diatas penangas air,
lalu dimasukkan kedalam tabung tambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%,
terbentuknya filtrate warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya polifenol
(Harborne, 1996).
8. Identifikasi Tanin
Ditimbang 1 g simplisia ditambah NaCl 10% sebanyak 5 tetes lalu disaring kemudian
ditambah 1% gelatin dan 10 % NaCl, terbentuk endapan putih menunjukkan adanya
kandungan tannin pada simplisia (Dian Arista & Tukiran, 2017).

Pemeriksaaan Makroskopis
Tujuan uji makroskopik untuk menentukan cirikhas simplisia dengan pengamatan secara
langsung berdasarkan bentuk simplisia serta ciri-ciri daun ciplukan (Supomo Junaid, 2016).
.

33
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Pemeriksaan Organoleptis
Penetapan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk fisik dari simplisia daun
ciplukan yang bertujuan sebagai pengenalan awal menggunakan panca indra dengan
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa (Utami et al., 2016).

Pemeriksaan kadar sari larut air


Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan 100 mL kloroform P (2,5 mL
kloroform dalam 1000 mL aquadest) selama 24 jam menggunakan labu bersumbat sambil
sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian didiamkan selama 18 jam. Di saring
cepat, 20 mL filtrate diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata (yang telah ditara) di atas
penangas air hingga kering, sisa dipanaskan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Kadar
dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara(Supomo Junaid,
2016).

Keterangan :
a = Berat krus + sari
b = Berat krus kosong
c = Berat simplisia

Penetapan kadar sari larut dalam etanol


Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan 100 mL etanol 95% selama 24 jam
menggunakan labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian
didiamkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20 mL filtrate
diuapkan dalam cawan berdasar rata (yang telah ditara) di atas penangas air hingga kering,
dipanaskan sisa pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Kadar dalam persen dihitung terhadap
bahan yang telah dikeringkan diudara(Supomo Junaid, 2016).

Keterangan :
a = Berat krus + sari
b = Berat krus kosong
c = Berat simplisia

Parameter Non Spesifik


Kadar Air
Pada metode penentuan kadar air ini menggunakan metode gravimetrik, dengan prinsip
penguapan air yang terdapat pada sampel dengan suhu 105ºC. Panaskan krus porselen selama
30 menit kemudian dinginkan pada desikator dan ditimbang, selanjutnya timbang sampel
sebanyak 1 g lalu masukkan kedalam krus porselen.dikeringkan selama 5 jam dengan suhu
105ºC lalu ditimbang kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan ditimbang kembali pada
jarak 1 jam sampai didapatkan perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari
0,25 % (DepKes RI, 2000).

Keterangan :
a = Krus + sampel
b = Krus + Sampelkonstan
c = Berat sampel

34
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Susut Pengeringan
Sejumlah 1 g simplisia ditimbang dengan seksama dalam botol penimbang bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan dengan suhu 105ºC selama 30 menit dan dinginkan pada
desikator. Sebelum ditimbang simplisia diratakan dalam botol penimbang dengan
menggoyangkan botol penimbang hingga rata. Kemudian dimasukkan kedalam oven, buka
tutup botol penimbang dan biarkan tutup botol penimbang didalam oven. Panaskan dengan
suhu 105ºC selama 1 jam, kemudian timbang dan ulangi pemanasan sampai beratnya konstan
(DepKes RI, 2000).

Keterangan :
a = Berat krus + sampel
b = Berat krus + sampel konstan
c = Berat sampel

Penetapan kadar abu total


Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 3 g kemudian masukkan kedalam krus porselen yang
telah dipijarkan dan di timbang, Krus di pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, pijaran
dilakukan pada suhu 600o C, selama 3 jam lalu didinginkan dan ditimbang hingga diperoleh
bobot tetap. (Mayasari et al, 2018).

Keterangan :
a = Berat krus + Abu
b = Berat krus kosong
c = Berat simplisia

Penetapan kadar abu tidak larut asam


Abu yang didapatkan dari uji penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 mL asam sulfat
selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring menggunakan kertas
saring bebas abu, cuci dengan air panas, kemudian pijarkan sampai didapatkan bobot konstan.
Hitung kadar abu yang tidak larut dengan asam dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara (Supomo Junaid, 2016).

Keterangan :
a = Berat krus + Abu
b = Berat krus kosong
c = Berat simplisia

Uji Logam Timbal (Pb)


Sampel yang berbentuk serbuk kering dilakukan penimbangan sebanyak 1 g. lalu tambahkan
5 mL HNO3 dan 0,5 mL HCIO4, kocok-kocok dan biarkan semalam. Panaskan pada hotplate
dengan suhu 100 ºC, setelah uap kuning habis suhu dinaikkan hingga 200ºC. Destruksi
diakhiri bila telah keluar uap putih dan cairan (ekstrakcair) yang berwarna keabu-abuan dalam
labu tersisa sekitar 0,5 mL.dinginkan dan encerkan dengan H20 serta volume ditetapkan
menjadi 50 mL. kocok hingga homogen, biarkan semalam atau disaring dengan kertas saring
W-41 agar didapatkan ekstrak jernih. Sampel siap diukur dengan Spektrofotometer Serapan

35
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Atom (SSA) menggunakan nyala udara asetilen dengan panjang gelombang 217 nm. (Basam,
Rusilowati, & Ridlo, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Parameter Spesifik
Tabel 1.
Hasil uji fitokimia simplisia daun ciplukan
Asal Sampel
Pengujian Pereaksi
Jambi Riau
Mayer + +
Alkaloid
Dragendorff + +
Steroid + +
Terpenoid - -
Flavonoid + +
Saponin + +
Kuinon - -
Tanin - -
Polifenol - -

Tabel 2.
Hasil uji makroskopis simplisia daun ciplukan
Asal sampel
Simplisia Daun
Jambi Riau
Jenis Daun Tunggal Dauntunggal
Pertulangan Menyirip Menyirip
Pinggiran Bergerigi tidak teratur Bergerigi tidak teratur
Ujung Meruncing Meruncing
Warna Hijau kecoklatan Hijau tua kecoklatan

Tabel 3.
Hasil uji organoleptis simplisia daun ciplukan
Asal Sampel
Organoleptis
Jambi Riau
Bentuk Serbuk Serbuk
Bau Aromatik/Khas Aromatik/Khas
Rasa Pahit Pahit
Warna Hijau kecoklatan Hijau tua kecoklatan

Tabel 4.
Hasil uji kadar sari pada pelarut tertentu
Kadar %
Sampel Persyaratan FHI
Jambi Riau
Sari Larut Air 20,65 22,01 >8,1 %
Sari Larut Etanol 19,42 19 >2,8 %

36
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

2, Parameter Non Spesifik


Tabel 5.
Hasil uji Parameter Non Spesifik Simplisia daun ciplukan
Kadar %
Sampel Persyaratan FHI
Jambi Riau
Susut Pengeringan 9,38 9,76 < 10
Kadar Air 9,12 9,24 < 10
Kadar Abu Total 13,5 13,6 < 14
Kadar Abu Tidak Larut Asam 2 2,1 < 2,4

Tabel 6.
Hasil uji cemaran logam timbal (Pb) simplisia daun ciplukan
Kadar (mg/g)
Sampel Persyaratan BPOM 2014
Jambi Riau
Cemaran logam timbal (Pb) 0,0530 0,07795 < 10 mg/kg (0,01 mg/g)

Standardisasi adalah suatu proses penjaminan produk akhir (obat) harus memenuhi
persyaratan tertentu, agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan
terlebih dahulu. Untuk menjamin mutu, aman dan khasiat dari simplisia tanaman obat, perlu
dilakukan penetapan standar mutu spesifik dan non spesifik agar nantinya simplisia terstandar
dapat digunakan sebagai obat yang mengandung kadar senyawa aktif, konstan dan dapat
dipertanggung jawabkan.

Penetapan standar spesifik, salah satunya uji kandungan fitokimia, setelah dilakukan
penelitian didapatkan hasil bahwa simplisia daun ciplukan memiliki banyak kandungan
senyawa kimia seperti senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid, dari jurnal penelitian
herba ciplukan juga mengandung kandungan senyawa kimia yang sama yaitu alkaloid,
flavonoid, saponin, dan steroid. (Nurfiana & Sari, 2018).

Kemudian dilakukan uji organoleptik, pengujian dilakukan dengan menggunakan pancaindra


yang bertujuan untuk mengetahui bentuk, warna, rasa dan bau dari simplisia tersebut. Hal ini
bertujuan sebagai pengenalan awal. Menurut standar SNI 03-3836-2012 warna simplisia
normal yaitu hijau kecoklatan, yang diakibatkan proses pengeringan menyebabkan warna
hijau klorofil pada daun teroksidasi menjadi coklat. Hasil dari warna daun ciplukan (Physalis
angulata L.) telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Bau yang didapatkan dari
simplisia normal yaitu bau khas .Sedangkan hasil yang didapatkan dari simplisia daun
ciplukan juga beraroma aromatis sehingga sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
03-3836-2012. Rasa simplisia daun ciplukan pahit yang diakibatkan adanya Alkaloid pada
daun ciplukan (Physalis angulata L.).

Secara makroskopis daun ciplukan (Physalis angulata L.) yang diperoleh dari dua daerah
yang berbeda yaitu Jambi dan Riau memiliki kesamaan yaitu merupakan daun tunggal, tulang
daun menyirip, pinggir daun bergerigi tidak teratur, dan ujung daun meruncing, tetapi
memiliki perbedaan dalam hal warna daun, daun yang diperoleh dari daerah Jambi berwarna
hijau kecoklatan sedangkan daun yang diperoleh dari daerah Riau berwarna hijau tua
kecoklatan. Kemudian dilakukan uji kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol yang
bertujuan untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang terekstraksi dalam pelarut simplisia
dan mengetahui pelarut yang sesuai untuk proses ekstraksi. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa simplisia daun ciplukan (Physalis angulata L) memenuhi syarat sari larut dalam air

37
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

>8,1% dan kadar sari larut air >2,8% hal ini menunjukkan bahwa simplisia daun ciplukan
(Physalis angulata L.) telah sesuai dengan standar dari Farmakope Herbal Indonesia.

Penetapan standar non spesifik salah satunya yaitu adalah susut pengeringan, yang bertujuan
untuk memberikan batas maksimal senyawa yang hilang pada proses pengeringan simplisia
daun ciplukan diperoleh hasil susut pengeringan dari kedua sampel yang digunakan telah
memenuhi standar persyaratan Farmakope Herbal Indonesia tidak lebih dari 10%. Uji kadar
air yang menentukan besarnya kandungan air pada simplisia yang dapat mempengaruhi
kualitas simplisia yaitu dapat mempermudah pertumbuhan mikroba jamur yang dapat
menurunkan aktivitas biologis dari simplisia. Hasil dari dari kedua daerah menunjukkan
bahwa hasil uji kadar air simplisia daun ciplukan (Physalis angulata L.) telah memenuhi
standar dari Farmakope Herbal Indonesia yaitu dimana kadar air yang sesuai tidak lebih dari
10%.

Uji kadar abu total simplisia daun ciplukan menunjukkan hasil yang berbeda dari kedua
provinsi ini, di karenakan adanya perbedaan kadar mineral di kedua provinsi. Kandungan
mineral yang dimaksud berasal dari faktor internal maupun eksternal (cemaran). Kandungan
abu ialah hasil sisa pembakaran suatu bahan organik dan mineral yang terdapat pada
simplisia. Setelah dilakukan pengujian kadar abu simplisia daun ciplukan didapatkan bahwa
kadar abu simplisia daun ciplukan telah sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia yaitu
tidak lebih dari 14%. Setelah itu dilakukan uji kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui
kandungan pasir, silica, lumpur. Selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan tanah tempat
tumbuh dengan kandungan senyawa tersebut cukup tinggi, proses pencucian, pengeringan,
maupun penyimpanan juga dapat mempengaruhi besar kecilnya kadar zat anorganik tersebut.
Hasil kadar abu dari kedua daerah tersebut telah memenuhi standar dari Farmakope Herbal
Indonesia yaitu kurang dari 2,4%.

Uji penetapan kadar logam (Pb) simplisia daun ciplukan yang didapatkan dari Provinsi Riau
dan Provinsi Jambi yang mengandung kadar timbal yang lebih tinggi di bandingkan dengan
persyaratan BPOM nomor 12 tahun 2014 mengenai persyaratan mutu obat tradisional yaitu 10
mg/kg (0,01 mg/g) Hal ini dapat terjadi dikarenakan sampel tumbuh dekat dengan pemukiman
masyarakat karena penyebab dari cemaran logam Pb berasal dari cemaran asap kendaraan
bermotor dengan bahan bakar bensin dan penggunaan pestisida berlebih.

SIMPULAN
Simplisia dari dua provinsi yang berbeda ini yaitu Provinsi Jambi dan Provinsi Riau
menunjukkan bahwa simplisia daun ciplukan (Physalis angulata L.) yang telah dilakukan uji
pemeriksaan spesifik sari larut air sampel Jambi: 20,65% dan Riau 22,01% tidak boleh kurang
dari standar simplisia yang baik yaitu>8,1%, uji sari larut etanol sampel Jambi: 19,42% dan
Riau 19% tidak boleh kurang dari standar simplisia yang baik yaitu >2,8%. Sedangkan uji
pemeriksaan non spesifik yaitu kadar air sampel Jambi: 9,12% dan Riau 9,24% tidak
melewati batas aman simplisia yang baik yaitu<10%, susut pengeringan sampel Jambi: 9,38%
dan Riau 9,76% tidak melewati batas aman simplisia yang baik yaitu <10%, kadar abu total
sampel Jambi: 13,5% dan Riau 13,6% tidak melewati batas aman simplisia yang
baikyaitu<14%, kadar abu tidak larut asam sampel Jambi: 2% dan Riau 2,1% tidak melewati
batas aman simplisia yang baik yaitu <2,4% berdasarkan standar simplisia yang baik menurut
Farmakope Herbal Indonesia, tetapi untuk uji logam timbale tidak memenuhi persyaratan
simplisia yang baik, dikarenakan ditemukannya cemaran logam timbal (Pb) Jambi 0,0530
mg/g dan Riau 0,07795 mg/g melawati standar simplisia yaitu 0,01mg/g menurut persyaratan
BPOM 2014 .

38
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

DAFTAR PUSTAKA
Basam, F., Rusilowati, A., & Ridlo, S. (2016). Pancasakti Science Education Journal.
Formulasi Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix D.C.) Sebagai Sediaan
Aromaterapi, 7(1), 1–8.

Depkes Ri. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat (Departemen
Kesehatan, Ed.). Jakarta.

Dian Arista & Tukiran, 2017. (2017). Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Kulit Batang
Tumbuhan Klampok Watu ( Syzygium Litorale ) Phytochemical Screening On Methanol
Ekstrak From Steam Bark Klampok Watu ( Syzygium Litorale ) Dian Arista Setiabudi *
And Tukiran Departement Of Chemistry , F. 6(3).

Harborne, 1996. (2017). Analisis Fitokimia Metabolit Sekunder Ekstrak Daun Dan Buah
Solanum Blumei Nees Ex Blume Lokal Secondary Metabolites Phytochemical Analysis
Of Leaves And Fruit Extract Solanum Blumei Nees Ex Blume Local. 9(1), 244–248.

Ibrahim Et Al, 2015. (2015). A B S T R A C T. 1(October), 92–98.

Mayasari Et Al, 2018. (2018). Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Daun Jeruk
Lemon ( Citrus Limon ( L .) Burm . F .). Klorofil, 2(1), 7–13.

Muthoharoh & Zainab, 2015. (2015). Penapisan Fitokimia , Penetapan Kadar Naftokuinon
Total , Dan Aktivitas Antifungi Fraksi Tidak Larut Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun
Pacar Kuku ( Lawsonia Inermis L .) Terhadap Candida Albicans Atcc 10231
Phytochemical Screening , Determination Of Naphtoq.

Nurfiana, G., & Sari, F. (2018). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Herba Ciplukan (
Physalis Angulata ) Terhadap Dpph ( 1 , 1-Difenil-2-Pikrilhidrazil ). 1, 98–103.

Purnomo, M. (2018). The 8 Th University Research Colloquium 2018 Universitas


Muhammadiyah Purwokerto Slow Deep Breathing Terhadap Perubahan Tekanan
Darah The 8 Th University Research Colloquium 2018 Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. 2, 129–135.

Rengifo, E., & Vargas-Arana, G. (2013). Physalis Angulata L . ( Bolsa Mullaca ): A Review
Of Its Traditional Uses , Chemistry And Pharmacology Physalis Angulata L . ( Bolsa
Mullaca ): A Review Of Its Traditional Uses , Chemistry And Pharmacology. (February
2015).

Rivai, Et Al 2010. (2010). Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Perolehan Ekstraktif ,


Kadar Senyawa Fenolat Dan Aktivitas Antioksidan Dari Daun Dewa ( Gynura
Pseudochina ( L .) Dc .) Effects Of Drying Methods In Gaining Of Extractive , Phenolic
Content And Antioxidant Activity In Gy. 15(1), 26–33.

Salim, Z. (2017). Info Komoditi Tanaman Obat (Z. Salim & Munadi Emawati, Eds.). Jakarta.

Supomo Junaid, R. S. Dan R. (2016). ( Callicarpa Longifolia Lamk . ) Characterization And


Leaves Phytochemical Screening Kerehau ( Callicarpa Longifolia Lamk .). Jurnal
Kimia Mulawarman, 13.

Utami, Y. P., Taebe, B., Tinggi, S., Farmasi, I., Perintis, J., Km, K., & Makassar, D. (2016).

39
Jurnal Farmasetis Volume 9 No 1, Mei 2020, Hal 31-40 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Standardisasi Parameter Spesifik Dan Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Murbei (
Morus Alba L .) Asal Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan. 1(2), 48–52.

40
Nama : Yusril Izzamaulana
NIM : 199517
Kelas : 2B
Makul : Teori Farmakognosi

RINGKASAN JURNAL ILMIAH

Judul Jurnal Standarisasi Simplisia Daun Ciplukan


Nama Jurnal Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur (Polhasains),, Hal.20-25
: Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Peneliti/Penulis Ardi Wijanarko*, Santi Perawati, Lili Andriani
Keywords Ciplukan, simplisia, standarisasi

Judul Jurnal Standarisasi Simplisia Daun Ciplukan


Pendahuluan/ Salah satu tanaman obat tradisional yang biasa digunakan untuk
Latar Belakang pengobatan tradisional adalah Ciplukan (Physalis angulata L.).
Setelah dilakukan penelitian tanaman ini terbukti memiliki daya
antihiperglikemi, antibakteri, antivirus, imunostimulan,
imunosupresan, antiinflamasi, antioksidan serta analgesic (Rengifo &
Vargas-arana, 2013). Ekstrak etanol herba Ciplukan melalui metode
maserasi yang dianalisis menggunakan metode kromatografi lapis tipis
didapatkan senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, dan saponin
(Nurfiana & Sari, 2018). Secara empiris, masyarakat Indonesia
memanfaatkan sebagai obat tradisional sebagai obat tradisional yang
dikenal cukup luas seperti di daerah Sulawesi tengah, suku Dondo
memanfaatkan daun ciplukan untuk mengobati penyakit asma dan
sakit perut (Ibrahim et al, 2015).
Tanaman Ciplukan memiliki banyak sekali manfaat, oleh karena
itu untuk mendapatkan simplisia yang berkualitas maka diperlukan
adanya penetapan parameter standardisasisimplisia agar dapat
memberikan efek teraupetik yang baik. Pada proses pembuatan obat
tradisional, simplisia yang digunakan sebagai bahan baku harus
memenuhi persyaratan mutu, seperti parameter spesifik maupun non
spesifik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu suatu simplisia adalah
tempat tumbuh asal, berarti faktor luar dari tanaman tersebut, yaitu
lingkungan (tanah) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi
(cuaca, temperature, cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan
anorganik) dan akan dilakukan pengambilan tanaman di dua tempat
yang berbeda, berdasarkan perbedaan tanah tempat tumbuh tanaman
tersebut. Oleh karena itu tujuan dilakukan penelitian ini untuk
mendapatkan parameter spesifik dan non spesifik standardisasi dari
daun ciplukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan sehingga
dapat diketahui apakah simplisia tersebut memiliki mutu, aman,
khasiat untuk tujuan kesehatan.
Klasifikasi dan Klasifikasi Tanaman Ciplukan
Morfologi Tanaman Kingdom Plantae
Divisi Spermatophyta
Kelas Dicotyledonnae
Ordo Solanales
Famili Solanaceae
Genus Physalis
Spesies Physalis angulate L.

Morfologi Tanaman Ciplukan


Physalis angulata L. adalah spesies dari Solanaceae, memiliki
buah yang dapat dimakan di beberapa negara wilayah tropis dan
subtropis di dunia sebagai pohon obat dan buah (Hermin, U.,
Nawangsih. et al., 2016).
Banyak tumbuh bercabang di semak yang secara tahunan dan bisa
tumbuh mencapai 1,0 m. Bunganya berbentuk lonceng, namun bentuk
yang paling khas adalah kelopak yang berbuah membesar untuk
menutupi buah dan menggantung ke bawah seperti lentera. Setiap buah
memiliki bentuk seperti mutiara berwarna.
Daunnya tunggal, bertangkai, bagian bawah tersebar, kondisi
daun yang atas berpasangan, helaian berbentuk bulat telur-bulat
memanjang-lanset dengan ujung runcing, ujung tidak sama (runcing-
tumpul-membulat-meruncing), bertepi rata atau bergelombang-
bergigi, 5-15 x 2,5-10,5 cm.
Bunga tunggal, di ujung daun, simetris dan banyak, tangkai bunga
tegak dengan ujung yang menunduk, ramping, lembayung, 8-23 mm,
kemudian tumbuh sampai 3 cm. Kelopak berbentuk genta, 5 cuping
runcing, hijau dengan rusuk yang lembayung. Mahkota berbentuk
lonceng lebar, tinggi 6-10 mm, kuning terang dengan noda-noda coklat
atau kuning coklat, tiap noda terdapat kelompokan rambut-rambut
pendek yang berbentuk V. Tangkai benang sarinya kuning pucat,
kepala sari seluruhnya berwarna biru muda. Putik gundul, kepala putik
berbentuk tombol, bakal buah 2 daun buah, banyak bakal biji. Buah
Physalis angulata L. berbentuk telur, panjangnya sampai 14 mm, hijau
sampai kuning jika masak, berurat lembayung, memiliki kelopak buah
(Agrawal, R.P. et al., 2006).
Manfaat dan Bagian Manfaat dari daun tanaman ini adalah sebagai antioksidan, anti
Tanaman yang inflamasi, menurunkan kolesterol, membantu proses regenerasi dan
Digunakan perbaikan sel tubuh, menurunkan gula darah, meningkatkan imunitas
tubuh, anti-kanker, dan menjaga kesehatan hati dan ginjal. Setelah
dilakukan penelitian tanaman ciplukan (Physalis angulate L.) terbukti
memiliki daya antihiperglikemi, antibakteri, antivirus, imunostimulan,
imunosupresan, antiinflamasi, antioksidan serta analgesic (Rengifo &
Vargas-arana, 2013). Ekstrak etanol herba Ciplukan melalui metode
maserasi yang dianalisis menggunakan metode kromatografi lapis tipis
didapatkan senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, dan saponin
(Nurfiana & Sari, 2018).
Bagian tanaman yang dimanfaatkan berdasarkan jurnal ini adalah
bagian daunnya. Daun ciplukan ini mengandung saponin, flavonoid,
polifenol, fisalin, asam sitrun, asam malat, alkaloid, tannin,
kriptoxantin, hingga terdapat vitamin C.
Cara Standarisasi Parameter Spesifik
Beserta Hasil dan a. Uji Fitokimia
Persyaratan Tiap 1. Identifikasi Alkaloid
Pemeriksaan
Simplisia Daun Ciplukan
(Sudah dilampirkan
langsung bersama - Ditimbang 0,5 g simplisia
- Ditambahkan 5 ml asam klorida 10%, dikocok lalu
prosedur kerjanya) ditambahkan 5 ml larutan ammonia 10%
- Diekstraksi dengan dengan 10 ml kloroform dan
diuapkan
- Ditambahkan 1,5 ml asam klorida 2% pada residu
sisa penguapan, dan dibagi menjadi 2 tabung
- Ditambah 3 tetes pereaksi Mayer pada tabung
pertama (terbentuk endapan putih kekuningan
menunjukkan adanya alkaloid)
- Ditambah 3 tetes pereaksi Dragendorff (terbentuknya
endapan merah bata menunjukkan adanya alkaloid)

Hasil Percobaan : Positif Alkaloid

2. Identifikasi Steroid

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang 0,5 g simplisia


- Diekstraksi dengan 10 ml eter
- Diuji larutan sebanyak 0,5 ml dengan peraksi
Lieberman Burchard (terbentuknya warna biru atau
hijau menunjukkan adanya steroid)

Hasil Percobaan : Positif Steroid


3. Identifikasi Triterpenoid

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang 0,5 g simplisia


- Diekstraksi dengan 10 ml eter
- Diuji larutan sebanyak 0,5 ml dengan peraksi
Lieberman Burchard (terbentuknya warna ungu
menunjukkan adanya triterpenoid)

Hasil Percobaan : Negatif Triterpenoid

4. Identifikasi Flavonoid

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang 0,5 g simplisia


- Dilarutkan dalam 2,5 ml air dan diletakkan di atas
penangas air
- Dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 100
mg serbuk magnesium dan ditambahkan 1 ml asam
klorida pekat dan 3 ml amil alkohol
- Dikocok kuat dan dibiarkan memisah (warna merah,
kuning, jingga pada lapisan amil alkohol
menunjukkan adanya flavonoid)

Hasil Percobaan : Positif Flavonoid

5. Identifikasi Saponin

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang 0,5 g simplisia


- Dilarutkan dalam 2,5 ml air dan diletakkan di atas
penangas air
- Dimasukkan ke dalam tabung dan dikocok vertical
selama 10 detik maka akan terbentuk busa stabil
- Dibiarkan selama 10 menit, ditambahkan 1 tetes asam
klorida 1% (jika busa tidak hilang maka
menunjukkan adanya saponin)

Hasil Percobaan : Positif Saponin


6. Identifikasi Kuinon

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang 0,5 g simplisia


- Dilarutkan dalam 2,5 ml air dan diletakkan di atas
penangas air
- Dimasukkan ke dalam tabung
- Ditambahkan beberapa tetes natrium hidroksida 1 N
(adanya filtrat warna merah menunjukkan adanya
kuinon)

Hasil Percobaan : Negatif Kuinon


7. Identifikasi Polifenol

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang 0,5 g simplisia


- Dilarutkan dalam 2,5 ml air dan diletakkan di atas
penangas air
- Dimasukkan ke dalam tabung
- Ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida
1% (terbentuk filtrat warna biru tua atau hijau
kehitaman menunjukkan adanya polifenol)

Hasil Percobaan : Negatif Polifenol

8. Identifikasi Tanin

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang 1 g simplisia dan ditambahkan NaCl 10%


sebanyak 5 tetes, lalu disaring
- Ditambahkan 1% gelatin dan 10% NaCl (terbentuk
endapan putih menunjukkan adanya kandungan
tannin)

Hasil Percobaan : Negatif Tanin

b. Pemeriksaan Makroskopis

Simplisia Daun Ciplukan


- Dilakukan pengamatan secara langsung
berdasarkan bentuk simplisia serta ciri-ciri daun
ciplukan
Hasil Percobaan : Sesuai Dengan Daun Ciplukan Sebenarnya

c. Pemeriksaan Organoleptis

Simplisia Daun Ciplukan

- Diamati bentuk fisik dari simplisia daun ciplukan


dengan cara :
1. Dilihat bentuk simplisia daun ciplukan
2. Dilihat warna simplisia daun ciplukam
3. Dicium bau simplisia daun ciplukan
4. Dirasakan rasa dari simplisia daun ciplukan

Hasil Percobaan : 1.Serbuk, 2.Hijau Coklatan, 3.Khas, 4.Pahit

d. Pemeriksaan Kadar Sari Larut Air

Simplisia Daun Ciplukan

- Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan


100 ml kloroform selama 24 jam menggunakan labu
bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam
pertama
- Didiamkan selama 18 jam dan disaring cepat
- Diuapkan 20 ml filtrat dalam cawan dangkal berdasar
rata di atas penangas air hingga kering
- Dipanaskan sisa pada suhu 105 derajat celcius hingga
bobot tetap
- Dihitung kadar dalam persen terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara (Syarat FHI = > 8,1%)
Kadar sari larut air = a-b/c x 100%
Ket :
a adalah berat krus + sari
b adalah berat krus kosong
c adalah berat simplisia

Hasil Percobaan : > 8,1%


e. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Simplisia Daun Ciplukan

- Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan


100 ml etanol 95% selama 24 jam menggunakan labu
bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam
pertama
- Didiamkan selama 18 jam dan disaring cepat
- Diuapkan 20 ml filtrat dalam cawan dangkal berdasar
rata di atas penangas air hingga kering
- Dipanaskan sisa pada suhu 105 derajat celcius hingga
bobot tetap
- Dihitung kadar dalam persen terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara (Syarat FHI = > 2,8%)
Kadar sari larut etanol = a-b/c x 100%
Ket :
a adalah berat krus + sari
b adalah berat krus kosong
c adalah berat simplisia

Hasil Percobaan : > 2,8%

Parameter Non Spesifik


a. Kadar Air

Simplisia Daun Ciplukan

- Dipanaskan krus porselen selama 30 menit, lalu


didinginkan pada desikator dan ditimbang
- Ditimbang sampel sebanyak 1 g, lalu dimasukkan ke
dalam krus porselen, dan dikeringkan selama 5 jam
dengan suhu 105 derajat celcius, lalu ditimbang lagi
- Dilanjutkan proses pengeringan dan ditimbang
kembali pada jarak 1 jam sampai didapatkan
perbedaan antara 2 penimbangan berturut tidak lebih
dari 0,25% (Syarat FHI = < 10%)
Kadar air = a-b/c x 100%
Ket :
a adalah krus + sampel
b adalah krus + sampel konstan
c adalah berat sampel
Hasil Percobaan : < 10%

b. Susut Pengeringan

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang 1 g simplisia dengan seksama dalam botol


penimbang bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan dengan suhu 105 derajat celcius selama
30 menit dan didinginkan pada desikator
- Diratakan simplisia yang sebelum ditimbang dalam
botol penimbnag dengan menggoyangkan botol
penimbang hingga rata
- Dimasukkan ke dalam oven, dibuka tutup botol
penimbang dan dibiarkan tutup botol penimbang di
dalam oven.
- Dipanaskan dengan suhu 105 derajat celcius selama
1 jam, lalu ditimbang dan diulangi pemanasan sampai
beratnya konstan (Syarat FHI = < 10%)
Susut pengeringan = a-b/c x 100%
Ket :
a adalah berat krus + sampel
b adalah berat krus + sampel konstan
c adalah berat sampel

Hasil Percobaan : < 10%

c. Penetapan Kadar Abu Total

Simplisia Daun Ciplukan

- Ditimbang serbuk simplisia 3 g, dimasukkan dalam


krus porselen yang telah dipijarkan dan ditimbang
- Dipijarkan krus secara perlahan pada suhu 600
derajat celcius hingga arang habis selama 3 jam. Lalu
dinginkan, ditimbang hingga diperoleh bobot tetap
(Syarat FHI = < 14%)
Kadar abu = a-b/c x 100%
Ket :
a adalah berat krus + abu
b adalah berat krus kosong
c adalah berat simplisia
Hasil Percobaan : < 14%

d. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Simplisia Daun Ciplukan

- Dididihkan abu yang didapatkan dari uji penetapan


kadar abu total dengan 25 ml asam sulfat selama 5
menit, dan dikumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam
- Disaring menggunakan kertas saring bebas abu dan
dicuci dengan air panas, lalu dipijarkan sampai
didapatkan bobot konstan
- Dihitung kadar abu yang tidak larut dengan asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (Syarat FHI = < 2,4%)
Kadar abu tidak larut asam = a-b/c x 100%
Ket :
a adalah berat krus + abu
b adalah berat krus kosong
c adalah berat simplisia

Hasil Percobaan : < 2,4%

e. Uji Logam Timbal (Pb)

Simplisia Daun Ciplukan

- Dilakukan penimbangan 1 g untuk sampel yang


berbentuk serbuk kering, lalu ditambahkan 5 ml
HNO3 dan 0,5 ml HClO4, dikocok dan dibiarkan
semalam.
- Dipanaskan pada hotplate dengan suhu 100 derajat
celcius
- Dinaikkan suhu hingga 200 derajat celcius setelah
uap kuning habis
- Dilakukan dekstruksi diakhir bila telah keluar uap
putih dan cairan yang berwarna keabu-abuan dalam
labu tersisa sekitar 0,5 ml, lalu didinginkan dan
diencerkan dengan H2O serta volume ditetapkan
menjadi 50 ml
- Dikocok hingga homogen dan dibiarkan semalam
atau disaring dengan kertas saring W-41 agar
didapatkan ekstrak jernih lalu diukur sampel dengan
spektrofotometer serapan atom (SSA) menggunakan
nyala udara asetilen dengan panjang gelombang 217
nm (Syarat FHI = < 0,01 mg/g)

Hasil Percobaan : < 0,01 mg/g

Pembahasan :
Penetapan standar spesifik, salah satunya uji kandungan
fitokimia, setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil bahwa
simplisia daun ciplukan memiliki banyak kandungan senyawa kimia
seperti senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid, dari jurnal
penelitian herba ciplukan juga mengandung kandungan senyawa kimia
yang sama yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid. (Nurfiana &
Sari, 2018).
Setelah itu dilakukan uji organoleptik, pengujian dilakukan
dengan menggunakan pancaindra yang bertujuan untuk mengetahui
bentuk, warna, rasa dan bau dari simplisia tersebut. Hal ini bertujuan
sebagai pengenalan awal. Menurut standar SNI 03-3836-2012 warna
simplisia normal yaitu hijau kecoklatan, yang diakibatkan proses
pengeringan menyebabkan warna hijau klorofil pada daun teroksidasi
menjadi coklat. Hasil dari warna daun ciplukan (Physalis angulata L.)
telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Bau yang didapatkan
dari simplisia normal yaitu bau khas .Sedangkan hasil yang didapatkan
dari simplisia daun ciplukan juga beraroma aromatis sehingga sudah
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 03-3836-2012. Rasa
simplisia daun ciplukan pahit yang diakibatkan adanya Alkaloid pada
daun ciplukan (Physalis angulata L.).
Secara makroskopis daun ciplukan (Physalis angulata L.) yang
diperoleh dari dua daerah yang berbeda yaitu Jambi dan Riau memiliki
kesamaan yaitu merupakan daun tunggal, tulang daun menyirip,
pinggir daun bergerigi tidak teratur, dan ujung daun meruncing, tetapi
memiliki perbedaan dalam hal warna daun, daun yang diperoleh dari
daerah Jambi berwarna hijau kecoklatan sedangkan daun yang
diperoleh dari daerah Riau berwarna hijau tua kecoklatan. Kemudian
dilakukan uji kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol yang
bertujuan untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang terekstraksi
dalam pelarut simplisia dan mengetahui pelarut yang sesuai untuk
proses ekstraksi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa simplisia
daun ciplukan (Physalis angulata L) memenuhi syarat sari larut dalam
air >8,1% dan kadar sari larut air >2,8% hal ini menunjukkan bahwa
simplisia daun ciplukan (Physalis angulata L.) telah sesuai dengan
standar dari Farmakope Herbal Indonesia.
Penetapan standar non spesifik salah satunya yaitu adalah susut
pengeringan, yang bertujuan untuk memberikan batas maksimal
senyawa yang hilang pada proses pengeringan simplisia daun ciplukan
diperoleh hasil susut pengeringan dari kedua sampel yang digunakan
telah memenuhi standar persyaratan Farmakope Herbal Indonesia
tidak lebih dari 10%.
Uji kadar air yang menentukan besarnya kandungan air pada
simplisia yang dapat mempengaruhi kualitas simplisia yaitu dapat
mempermudah pertumbuhan mikroba jamur yang dapat menurunkan
aktivitas biologis dari simplisia. Hasil dari dari kedua daerah
menunjukkan bahwa hasil uji kadar air simplisia daun ciplukan
(Physalis angulata L.) telah memenuhi standar dari Farmakope Herbal
Indonesia yaitu dimana kadar air yang sesuai tidak lebih dari 10%.
Uji kadar abu total simplisia daun ciplukan menunjukkan hasil
yang berbeda dari kedua provinsi ini, di karenakan adanya perbedaan
kadar mineral di kedua provinsi. Kandungan mineral yang dimaksud
berasal dari faktor internal maupun eksternal (cemaran). Kandungan
abu ialah hasil sisa pembakaran suatu bahan organik dan mineral yang
terdapat pada simplisia. Setelah dilakukan pengujian kadar abu
simplisia daun ciplukan didapatkan bahwa kadar abu simplisia daun
ciplukan telah sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia yaitu tidak
lebih dari 14%. Setelah itu dilakukan uji kadar abu tidak larut asam
untuk mengetahui kandungan pasir, silica, lumpur. Selain itu juga
dipengaruhi oleh keadaan tanah tempat tumbuh dengan kandungan
senyawa tersebut cukup tinggi, proses pencucian, pengeringan,
maupun penyimpanan juga dapat mempengaruhi besar kecilnya kadar
zat anorganik tersebut. Hasil kadar abu dari kedua daerah tersebut telah
memenuhi standar dari Farmakope Herbal Indonesia yaitu kurang dari
2,4%.
Uji penetapan kadar logam (Pb) simplisia daun ciplukan yang
didapatkan dari Provinsi Riau dan Provinsi Jambi yang mengandung
kadar timbal yang lebih tinggi di bandingkan dengan persyaratan
BPOM nomor 12 tahun 2014 mengenai persyaratan mutu obat
tradisional yaitu 10 mg/kg (0,01 mg/g) Hal ini dapat terjadi
dikarenakan sampel tumbuh dekat dengan pemukiman masyarakat
karena penyebab dari cemaran logam Pb berasal dari cemaran asap
kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin dan penggunaan
pestisida berlebih.
Daftar Pustaka Hadiyanti, Nugraheni., Pardono, dan Supriyadi. 2018. Kerapatan dan
Sifat Morfologi Ciplukan (Physalis angulata L.) Di Gunung
Kelud, Jawa Timur. Program Studi Agronomi, Program
Pascasarjana, UNS : Surakarta diakses pada tanggal 12 Desember
2020
Hastuti, D., Suranto Setyono, P. 2009. Variasi Morfologi Tanaman
Ciplukan (Physalis angulata L.). Nusantara Bioscience 1 : 76 –
83 diakses pada tanggal 12 Desember 2020
Tjitrosoepomo, G. 1985. Morfologi Tumbuhan. Jogjakarta (ID) : Gadjah
Mada University Press diakses pada tanggal 12 Desember 2020
Wijanarko, Ardi., Santi Perawati, dan Lili Andriani. 2020.
Standarisasi Simplisia Daun Ciplukan. Vol. 9 (1) : 31 – 40.
Program Studi Farmasi, STIKKES Harapan Ibu : Jambi diakses
pada tanggal 12 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai