Anda di halaman 1dari 4

Nama : Tya Lolita Manik

NIM : 0303172146
Prodi / Sem : BKI-4 / Semester VII
Mata Kuliah : Konseling Islam

Struktur Kepribadian : Nafs Nabatiyyah

Secara etimologis, kata kepribadian berasal dari bahasa latin yaitu “persona”
yang berarti topeng yakni topeng yang digunakan actor dalam pertunjukan, dalam
pertunjukan tersebut actor menyembunyikan kepribadiannya yang asli dan
menampilkan diri sesuai dengan kepribadian topeng yang dipakai. Allport
mendefinisikan kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai system
psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kepribadian manusia sangat bermacam-macam mungkin sangat
banyaknya adengan banyaknya orang, segolongan ahli berusaha menggolong
golongkan manusia-manusia itu ke dalam tipe tipe tertentu, karena mereka
berpendapat karena cara itulah yang paling efektif untuk mengenal sesama manusia
dengan baik. Pada sisi lain sekelompok ahli berpendapat bahwa cara bekerja seperti
yang dikemukakan diatas tidak memenuhi tujuan psikologi kepribadian, yaitu
mengenal sesama manusia menurut apa adanya, menurut sifat-sifatnya yang khas,
karena dengan penggolongan ke dalam tipe-tipe itu orang justru menyembunyikan
kekhususan sifat-sifat seseeorang.
Struktur kepribadian merupakan suatu komponen yang mesti ada dalam setiap
pribadi, struktur inilah yang menentukan konsep kepribadian sebenarnya. Selanjutnya,
eksistensi struktur dalam kepribadian manusia memiliki ciri relatif stabil, menetap dan
abadi. Dan terakhir, kepribadian individu merupakan aktualisasi dari proses integrasi
sistem-sistem atau aspek-aspek struktur yang berbentuk.

Abdul Mujib (dengan mengutip pendapat al-Zarkaliy), Ami Zulfa Laili (sebagai
hasil elaborasinya terhadap pendapat al-Ghazali), sebagaimana juga Ahmad Marimba
menjelaskan bahwa struktur kepribadian manusia dipengaruhi oleh tiga unsur pokok,
yaitu:
1. Jasad/pisik, merupakan aspek biologis atau pisik manusia
2. Ruh/jiwa/psikis, merupakan aspek psikologis atau psikis manusia
3. Nafs/jasad dan jiwa (psikopisik), merupakan aspek psikopisik manusia yang
merupakan sinergi antara jasad dan ruh

Jasad sifatnya kasar dan indrawi atau empiris, naturnya buruk, asalnya dari tanah
bumi, dan kecenderungannya ingin mengejar kenikmatan duniawi atau material.
Sedangkan ruh sifatnya halus dan gaib, asalnya dari hembusan langsung dari Tuhan, dan
kecenderungannya mengejar kenikmatan non-materi. Kedua dimensi tersebut saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya, sinergi dari kedua dimensi itulah yang
menghasilkan nafs manusia. Nafs menjadi perantara antara jiwa rasional dengan badan.

Berdasarkan pemahaman tersebut, aspek-aspek diri manusia dibagi menjadi tiga


bagian, yaitu:

1. Aspek pisik yang disebut dengan struktur jismiyah dan jasadiyah


2. Aspek psikis yang disebut dengan struktur ruhaniyah
3. Aspek psikopisik yang disebut dengan struktur nafsaniyah

Istilah jiwa berasal dari bahasa arab adalah “Nafs( ”(‫ )النفس‬dalam bahasa Inggris:
soul/spirit. Menurut Ibnu Sina jiwa sama dengan Roh. Menurutnya jiwa adalah kesempurnaan
awal, karena dengannya organism menjadi sempurna sehingga menjadi manusia yang nyata.
Artinya jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh biologis. Sebab, tubuh sendiri
merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, lantaran ia bias dinamakan jiwa jika actual di dalam
tubuh dengan satu perilaku dari berbagai perilaku dengan mediasi organ-organ tertentu yang
berarti berbagai anggota tubuh yang melaksanakan berbagai fungsi psikologis. Namun
menurut aspek ilahiahnya, yakni secara hakiki, ia berada diatas atau terpisah dari tubuh.
Namun berkenaan dengan penjelasan kesempurnaan penafsiran Ibnu Sina berbeda dengan
Aristoteles. Ibnu Sina menafsirkan “Kesempurnaan” tidak dalam arti Shurah” seperti asumsi
Aristoteles sebagai unsur yang tidak dapat dipisahkan dari materi. Sebab jika jiwa diartikan
sebagai shurah, maka badan akan hancur dengan kematian. Menurut Ibnu Sina bias disepakati
semua kesempurnaan itu adalah shurah namun bukan berarti semua kesempurnaan bias
dianggap sebagai shurah. Ia beralasan tidak semua jiwa merupakan bentuk (shurah) bagi
badan, sebab jiwa rasional terpisah dari badan dan wujudnya tidak selalu terpatri dalam materi
badan. Dalam hal ini, Ia menganalogikan bahwa raja adalah kesempurnaan atau kelengkapan
negara, tetapi jelas bukan merupakan shurah dari negara. Jadi jiwa sebagai kesempurnaan
badan menurut Ibnu Sina, berbeda dengan jiwa sebagai shurah (form) menurut Aristoteles.
Dengan demikian, jiwa bukanlah seperti (berbentuk) badan. Akan tetapi ia adalah substansi
yang berdiri sendiri (jauhar qaimun bi dzatih) yang tidak memiliki bentuk.
Kata nafs dalam al-Qur’an mengandung berbagai makna seperti, “manusia sebagai
manusia sebagai makhluk hidup”, “hakikat sesuatu” dan juga bermakna “ Dzat Illahiyah yang
maha suci”. Dalam bahasa arab Nafs mempunyai banyak arti dan salah satunya adalah jiwa,
istilah Nafs merupakan totalitas jiwa manusia atau lawan dari jasmani, berkenaan dengan ini,
ada empat istilah yang berkenaan erat dengan istilah Nafs yakni : al-qalb, ar-roh, an-nafs, al-
aqll yang masing-masing mempunyai dua pengertian fisik dan psikis.
Nafs diciptakan Tuhan dalam keadaan sempurna sebagai perangkat dalam rohani
manusia, nafs diciptakan secara lengkap yang diilhamkan kepadanya kebaikan dan keburukan
agar ia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk dan manusia diberi kekuatan
untuk memilih antara keduanya. Al-qur’an memberikan apresiasi yang sangat besar bagi kajian
jiwa (nafs) manusia. Hal ini bisa dilihat ada sekitar 279 kali Al-qur’an menyebutkan kata jiwa
(nafs). Dalam Al-qur’an kata jiwa mengandung makna yang beragam (lafazh al-Musytaraq).

yaitu daya hewani yang Nafs ini bersifat dan berkarakter seperti layaknya
tumbuh-tumbuhan. Dimana tumbuhan hanya memiliki karakter untuk berkembang dan
meninggi naik ke atas, ia tidak memiliki naluri untuk berfikir dan mengembangkan
potensi dalam dirinya, melainkan ia hanya naik ke atas atau paling-paling ia hanya
mengembang ke samping, dan itulah manusia yang juga mempunyai kecenderungan
berkembang lebih tinggi dan bertambah besar dari segi postur tubuh.

Ibnu sina mendefinisikan jiwa tumbuh-tumbuhan sebagai kesempurnaan awal


bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari aspek melahirkan, tumbuh
dan makan. Jiwa tumbuh-tumbuhan memiliki tiga daya, yaitu :

a. Daya nutrisi (al-quwwah al-ghadziyah), yaitu daya yang berfungsi mengubah


makanan menjadi bentuk tubuh , dimana daya tersebut ada di dalamnya.
b. Daya penumbuh (al-quwwah al-munammiyah), yaitu daya yang melaksanakan
fungsi pertumbuhan, yaitu yang mengantarkan tubuh kepada kesempurnaan dan
perkembangann
c. Daya reproduksi / berkembang biak (al-muwallidah), yaitu daya yang
mengambil dari tubuh suatu bagian yang secara potensial sama, sehingga terjadi
proses penciptaan dan percampuran yang membuatnya sama secara nyata.

Anda mungkin juga menyukai