Anda di halaman 1dari 16

RDS

(respiratory distress syndrome)

Disusun Oleh
Nama : Yuniar Rizka
Nim : PO.71.24.2.16.039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kepada tuhan YME, karena atas berkat dan
rahmatnya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan tujuan penulisan ini
adalah Untuk mengetahui pengertian respiratory distress syndrome (RDS) dan untuk
melengkapi salah satu tugas Praktik Kebidanan Komperehensif (PK 3)Dalam
penulisan ini saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Maka
dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih, semoga dengan penulisan
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah ilmu pengetahuan.

Palembang, 8 November 2019

                                                                   
                         
 Penyusun        

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG..............................................................................................1
1.2. TUJUAN PENULISAN................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
2.1. DEFINISI......................................................................................................................3
2.2. ETIOLOGI....................................................................................................................3
2.3. PATOFISIOLOGI.........................................................................................................4
2.4. PENCEGAHAN RDS...................................................................................................5
2.5. MANIFESTASI KLINIS..............................................................................................5
2.6 PERAN BIDAN TERHADAP RDS..............................................................................6
2.7 KLASIFIKASI GANGGUAN NAFAS.........................................................................7
2.8 PENUNJANG / DIAGNOSTIK.....................................................................................9
2.9 PENATALAKSANAAN.............................................................................................10
2.10 KOMPLIKASI PENYAKIT......................................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih
panjangdaripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja
aktif,sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada
keadaansakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering
adalahtakipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh
berbagaikelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat
terjadisejak bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik. 2013)RDS (Respiratory Distress
Syndrome) atau disebut juga Hyaline membranedisease merupakan hasil dari ketidak
maturan dari paru-paru dimana terjadigangguan pertukaran gas. Berdasarkan
perkiraan 30 % dari kematian neonatusdiakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang
dihasilkannya (Behrman, 2004didalam Leifer 2011).Pada penyakit ini, terjadi karena
kekurangan pembentukan atau pengeluaransurfaktan sebuah kimiawi paru-paru.
Surfaktan merupakan suatu campuranlipoprotein aktif dengan permukaan yang
melapisi alveoli dan mencegah alveolikolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak,
2013).Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60
x/menit) , pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grun
ting(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain,
seperti:hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
hiperkabia,dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2013).Secara
tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutinantenatal steroid dan
postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, diUSA 1,72% dari kelahiran
bayi hidupperiode 2002-1987. Sedangkan jaman modernsekarang ini dari pelayanan
NICU turun menjadi 1%.Di negara berkembangtermasuk Indonesia belum ada
laporan tentang kejadianRDS.Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga
Hyaline MembraneDisease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi 2 surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang. Manifestasidari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerusakan sel danselanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli
sehinggamenghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan
dankematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS).

1
Sekitar5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat
501-1500gram (lemons et al,2001).Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi
dan berat badan danmenurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman
2000). Saat iniRDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi
surfaktandiperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai
faktor penyebab terjadinya RDS.Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu
kemajuan di bidangkedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan
tekanan ventilatordan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari
uji
cobaklinik penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,2003), surfaktan dari cairan am
nionmanusia ( Merrit,2002), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine
(Enhoring,2003)dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat
diberikansebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada
bayiyang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan

1.2. TUJUAN PENULISAN


1.2.1. Tujuan Umum
Dapat menerapkan asuhan kebidana anak yang aman dan efektif pada bayi
baru lahir yang beresiko tinggi (High Risk Newborn).
1.2.2. Tujuan Khusus
a.       Mengetahui kebutuhan dan masalah kebidanan bayi baru lahir yang beresiko tinggi.
b.      Mengetahui diagnosa kebidanan pada bayi baru lahir yang beresiko tinggi.
c.       Mengetahui cara menyusun rencana kebidanan pada bayi baru lahir yang beresiko
tinggi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan
sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang
menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya
gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis,
kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat
otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory
distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang
terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan
sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah
Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan
RDS (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan
surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005).

2.2. ETIOLOGI
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru
yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang
dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami
sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan
bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan
penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH),

2.3. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga
daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara
dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type
II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini.
 Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan
epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks
fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk
dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan
mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah
komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).

2.4. PENCEGAHAN RDS


Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah
tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
 Mencegah kelahiran < bulan (premature).
 Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
 Management yang tepat.
 Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
 Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
 Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
 Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh :
Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml)
Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml
dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn
monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan
diturunkan atau obat dihentikan
 Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12
jam untuk 4 x pemberian)
 Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio lesitin/spingomielin :
> 2 dinyatakan mature lung function)

2.5. MANIFESTASI KLINIS


Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam
alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan
takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada,
dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan
foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat
sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak
retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung )
sehingga jantung tak dapat dilihat.
Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0 1 2
Frekuensi < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Nafas
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap


walaupun diberi O2

Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk


Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop Dapat didengar
tanpa alat bantu

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe


Skor < 4 gangguan pernafasan ringan
Skor 4 – 6 gangguan pernafasan sedang
Skor > 7 Ancaman gagal nafas
 (pemeriksaan gas darah harus dilakukan)

2.6 PERAN BIDAN TERHADAP RDS


Setiap bayi dengan gangguan pernafasan memerlukan penangan secara umum
berupa:
1.      Pemberian oksigen dengan aliran sedang.
2.      Bila frekuensi pernafasan kurang dari 30 kali per menit, harus diobservasi ketat.
Bila kurang dari 20 kali per menit setiap saat resusitasi bayi dengan menggunakan
balon sungkup (Alat Balon-Sungkup Alat kantong-sungkup terdiri atas sebuah
kantong yang terhubungkan dengan sebuah sungkup).
3.      Bila apnu :
 Stimulasi  bayi untuk bernafas dengan menggosok-gosok punggung bayi selama
10 detik.
 Bila belum mulai bernafas resusitasi bayi dengan menggunakan balon dan
sungkup.
4.      Indikasi penggunaan balon dan sungkup adalah apnu atau megap-megap, frekuensi
jantung kurang dari 100 kali per menit dan sianosis sentral persisten walaupun diberi 
aliran oksigen bebas  100%. Periksa kadar glukosa darah bila kurang dari 45 g/dl,
segera terapi sebagai hipoglikemi.
5.      Bila didapatkan tanda-tanda lainya misalnya: kesulitan minum, BBLR, tada-tanda
kejang, sepsis dan lain-lain, usahakan menentukan penyebab gangguan nafas ini
sambil meneruskan pemberian oksigennya.

2.7 KLASIFIKASI GANGGUAN NAFAS


Frekuensi nafas Merintih saat ekspirasi Klasifikasi
(Pernafasan/menit) Retraksi dinding dada
60-90 - Ringan
60-90 + Sedang
>90 - Sedang
>90 + Berat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan


kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut:
a.       Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa
kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
b.      Gangguan nafas sedang
            Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.
Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler <> 39˚C
 Air ketuban bercampur mekonium
 Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
 Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis. Jika suhu normal,
teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut
diatas. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah
2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis. Bila bayi mulai menunjukan
tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa
lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak
ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
c.       Gangguan nafas berat
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam
pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk
kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk
di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan
ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
 Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa
juga berbentuk surfaktan buatan ).

2.8 PENUNJANG / DIAGNOSTIK

1.      Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar.
2.      Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3.      Data laboratorium
4.      Profil paru,
 untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1
atau lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat
saat usia gestasi 35 mingguTingkat phosphatydylinosito
 Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
 Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak.
2.9 PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1.      Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2.      Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3.      Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4.      Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5.      Mencegah hipotermia.
6.      Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
a.       Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
  Pantau selalu tanda vital
  Jaga kepatenan jalan nafas
  Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b.      Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
c.       Bila terjadi kejang potong kejang
d.      Segera periksa kadar gula darah
e.       Pemberian nutrisi adekuat

2.10 KOMPLIKASI PENYAKIT


2.10.1 Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1.      kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan
RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2.      Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan
invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3.      Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada
bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2.10.2 Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1.      Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2.      Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan
adanya infeksi.
BAB III

PENUTUP

 
3.1. Kesimpulan

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada


sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).

3.2. Saran

Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dansaran
sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

 Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.

Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.


http://www.scribd.com/doc/50783794/AKB-INDONESIA
Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai