Anda di halaman 1dari 21

CASE SCIENCE SESSION

Vertigo

Oleh :

Indah Nur Maulida 12100118009

Yulia Nova 12100118044

Adri Naufan 12100118147

Pranadya Chandradewi 12100118157

Alfan Padilah 12100118077

Preceptor :

Gunawan Day, dr., Sp.THT-KL., MARS

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL - IHSAN BANDUNG
2018
BASIC SCIENCE

I. Anatomi & Histologi Telinga

Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu external (luar), middle (tengah), internal (dalam).
Telinga luar dan telinga tengah sebagian besar berhubungan dengan transfer suara ke telinga
dalam mengandung banyak organ untuk keseimbangan (equilibrium) seperti untuk
mendengar. Membran tympani berfungsi memisahkan telinga luar dari telinga tengah.
Pharingotympanic tube berfungsi menghubungkan telinga tengah ke nasopharynx.

A. Bony Labyrin
Terdiri atas tiga bagian: vestibulum, kanalis semisirkularis, dan koklea. Ketiganya
merupakan rongga-rongga yang terletak di dalam substansia kompakta tulang, dan
dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilimfe.
B. Membrane Labyrin
Terletak di dalam bony labyrinthus, berisi endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe.
Membran Labyrin terdiri atas :

- Utriculus dan sakulus yang terdapat di dalam vestibulum osseus


- Tiga duktus semisirkularis yang terletak di dalam kanalis semisirkularis osseus
- Duktus koklearis yang terletak di dalam koklea.

Bony Labiryn berisi cairan perilimfa dan Membran Labiryn berisi cairan endolimfa.
Koklea merupakan saluran melingkar dengan panjang 35 mm, dibagi menjadi 3 saluran, yaitu
skala media, skala vestibuli, dan skala timpani.
Perilimfe terletak pada tulang labirin dan bagian luar dari membran labirin. Cairan ini
menyerupai cairan serebrospinal dan terhubung dengan ruang subaraknoid melalui saluran
sempit yang membuka ke arah tulang petrous temporal pada dinding anterior dari foramen
jugular. Perilimfe ini terutama dibentuk dari filtrasi jaringan vaskular pada ligamen spiral.
Fungsi perilimfe sebagai perantara gelombang yang berasal dari gerakan dari stapes.
Gelombang tersebut berjalan melewati perilimfe pada skala vestibuli dan skala timpani. Ini
berakibat pada gerakan dari membran basilar.
Endolimfe terletak dalam membran labirin dan mempunyai komposisi yang berbeda
dari perilimfe (mengandung komposisi ion potasium yang lebih banyak). Endolimfe
kemungkinan dihasilkan oleh stria vaskularis paada dinding dari duktus koklear dan sel pada
duktus semisirkularis. Dan kemungkinan diserap menuju duktus endolimfatikus. Gerakan
dari endolimfe menstimulasi makula dan krista ampulla. Ini menyebabkan stimulasi dari
nervus vestibularis.

Labirin vestibular memiliki 3 kanal semisirkularis, yaitu kanal lateral atau horizontal,
kanal superior atau anterior, dan kanal inferior atau posterior, semuanya mendeteksi
akselerasi angular. Pada ujung kanal terdapat daerah yang membesar, disebut ampula.
Ampula berisi krista ampularis dan kupula. Ujung kanal semisirkularis lateral yang bukan
ampula memasuki vestibulum secara posterolateral. Ujung kanal semisirkularis anterior dan
posterior yang bukan ampula bersatu membentuk krus komunis dan memasuki vestibulum
secara posteromedial.

Krista ampularis berbentuk pelana, melekat pada dinding ampula. Sel rambut terletak
pada permukaan krista. Serabut saraf ampularis berjalan dari pusat krista menuju dasar sel
rambut. Silia sel rambut menonjol dari permukaan krista ke kupula yang berbentuk kipas,
struktur gelatin berisi mukopolisakarida.

Utrikulus dan sakulus merupakan 2 sakus di labirin membran, berlokasi di vestibulum.


Organ reseptor mereka disebut makula. Makula terdiri dari sel rambut yang dikelilingi oleh
sel pendukung. Silia sel rambut melekat pada membran otolith gelatinosa. Pada bagian atas
membran gelatinosa terdapat lapisan kristal kalsium karbonat yang disebut otokonia. Makula
utrikulus terletak pada dasar utrikulus, di bidang kanal semisirkularis horizontal. Makula
sakulus terletak pada dinding anteromedial sakulus, prinsipnya di bidang vertikal. Oleh
karena itu, utrikulus sensitif pada akselerasi horizontal dan sakulus sensitif pada akselerasi
vertical.
II. Fisiologi Telinga
A. Fisiologi pendengaran

• Aurikula menangkap dan menghantarkan gelombang suara ke kanalis akustikus


eksterna.

• Gelombang suara menggetarkan membran timpani

• Getaran ditransmisikan ke malleus, incus, stapes

• Spates akan mendorong perilymph pada koklea kearah skala vestibuli

• Pergerakan oval window mendorong perilymph kearah skala vestibuli

• Gelombang tekanan ditransmisikan dari skala vestibuli ke skala timpani dan round
window, sehingga round window terdorong ke telinga tengah

• Gelombang tekanan juga menekan membran vestibular dan menimbulkan gelombang


tekanan di endolymph dalam ductus koklea

• Gelombang tekanan di endolymph akan menggetarkan membran basilar sehingga


menggerakkan sel rambut dari organ spiral melawan membran tectorial

• Penekukan atau defleksi sterosilia sel rambut menghasilkan potensial reseptor yang
memicu timbulnya impuls saraf

• Depolarisasi sel rambut

• Melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps

• Potensial aksi pada saraf auditorius

• Dilanjutkan ke nucleus auditorius di medula oblongata

• Berdekusesi di medulla

• Ke superior olivary nuclei di pons kedua sisi

• Ke inferior colliculus

• Ke medial geniculate nucleus di Thalamus

• Sampai ke korteks pendengaran (primary auditory area) di gyrus superior lobus


temporalis (Broadmann’s area, no 41-42).
B. Mekanisme Mendengar

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Mendengar diawali dengan
gelombang suara memasuki meatus acusticus externus setelah daun telinga (auricula)
memfokuskan gelombang suara secara direct dan reflected oleh bagian telinga seperti helix,
anti-tragus, dan tragus menuju lubang telinga. Gelombang suara berjalan sepanjang meatus
acusticus externus yang berfungsi sebagai pengarah gelombang suara ke membran timpani
dan penyaring partikel asing.

Membran timpani berperan sebagai resonator yang bergerak secara sinkron dengan
gelombang suara dan menggerakan tulang-tulang pendengaran. Tulang - tulang pendengaran
yang berosilasi secara sinkron dengan gerak membran timpani menyebabkan adanya
gelombang pada perilimfe koklea dengan frekuensi sama. Pada skala vestibuli dan skala
timpani, cairan perilimfe digetarkan dan mengakibatkan getaran membran basilaris yang
mengandung organ corti.

Dalam organ corti, sel rambut membangkitkan potensial reseptor pada saat sel rambut
tertekuk akibat gerakan cairan perilimfe dan endolimfe yang membuat membran basilaris
bergerak terhadap membran tektorial yang stationer. Organ corti memiliki kemampuan
diskriminasi nada yakni kemampuan untuk membedakan berbagai frekuensi gelombang suara
karena bentuk dan sifat membran basilaris yang menyempit pada ujung jendela dan lebar
pada helikotrema. Setiap daerah membran yang berbeda akan bergetar pada frekuensi yang
berbeda dengan ujung jendela oval memiliki getaran pada frekuensi tinggi dan pada ujung
helikotrema bergetar pada nada rendah. Berikut adalah gambaran membran basilaris berserta
frekuensi yang menggetarkannya.
Potensial aksi pada sel-sel rambut menuju saraf-saraf sensorik yang bergabung pada
ganglion corti yang masuk pada sisi dorsal dan ventral kokhlea nuklei di bagian superior
medulla. Impuls nuclei kokhlea terbagi menjadi 3 jalur, yang pertama dari dorsal nuclei
kokhlea menuju reticular system, dan yang kedua dari ventral nuclei kokhlea menuju
superior olives kemudian ke thalamus dan menuju korteks pada superior temporal gyrus.
Jalur ketiga ialah dari ventral nuclei kokhlea menuju trapezoid body menuju cerebellar
vermis dan inferior colliculus yang kemudian bersinaps ke thalamus dan menuju cortex
superior temporal gyrus pada Broadman.

C. Mekanisme Keseimbangan

Terdapat dua tipe equilibrium, yaitu:

1. Static equilibrium
Untuk mempertahankan posisi tubuh terutama kepala terhadap gaya gravitasi.
Pergerakan tubuh yang menstimulasi reseptor untuk static equilibrium meliputi
kemiringan kepala dan berhubungan dengan akselerasi dan deselarasi
2. Dinamic equilibrium
Mempertahankan posisi tubuh terutama kepala dalam respon terhadap akselerasi dan
deselerasi rotasi

Reseptor organ untuk equilibrium disebut vestibular apparatus meliputi otolithic organ
(sacule dan utricle) dan semicircular duct.

1. Otolithic organ saccule dan utricle


Dinding pada utriccle dan sacule terdapat daerah penebalan yang kecil disebut
macula. Macula ini merupakan reseptor untuk static eqilibrium, fungsinya
memberikan info sensorik pada posisi kepala dan terutama utk mempertahankan
postur dan keseimbangan
2. Semicircular duct
Berperan dalam keseimbangan dinamis. Terdiri atas 2 vertical duct (anterior dan
posterior) dan 1 horizontal (lateral). Posisi ini dapat mendeteksi adanya deselerasi dan
akselerasi rotasi. Bagian ampula (bagian duct yang terdilatasi) terdpat krista. Setiap
krista memiliki hair cell dan suporting cell. Dan dibungkus kupula ( masa gelatinus)

Vestibular Apparatus
Pada sacule dan utricle terdapat hair cells untuk menghasilkan cairan endolymph untuk
membantu penyampaian neurotransmitter.
CLINICAL SCIENCE

Vertigo

Definisi :

 Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang
berarti kondisi.
 Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” (vertigo, disekuilibrium tanpa vertigo,
presinkop, dan pusing psikofisiologis)
 Vertigo secara definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah
perasaan tau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya,
lingkungan sekitar kita rasakan berputar.
 Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala
seperti ini lebih jarang dirasakan. Kondisi ini merupakan gejala kunci yang
menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala
kelainan labirin.
 Namun, tidak jarang vertigo merupakan gejala dari gangguan sistemik lain Ini.

Epidemiologi :

 Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan sampai
dengan 56,4% pada populasi orang tua.
 Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo” yang disertai
dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).

Faktor Resiko :
• Kurangnya pergerakan aktif, sehingga saat mengalami perubahan posisi tiba2 akan
timbul sensasi vertigo
• Pengguna alcohol akut
• Pernah mengalami operasi otak atau pasca operasi mayor
• Gangguan visual
• Penggunaan kacamata baru atau salah
Klasifikasi :

• Vertigo terbagi 2 , vestibular dan non vestibular


• Vestibular : sentral dan perifer
• Non vestibular : somatosensory dan visual

Vertigo Vestibular

1. Vertigo sentral : vertigo yang di sebabkan oleh penyakit yang di sebabkan SSP
Etiologi :

- Gangguan hemoragik / iskemik pada otak kecil, nukleus vestibular dan koneksi
yang terjadi di batang otak
- Tumor pada SSP
- Infeksi
- Trauma
- Multiple sclerosis
Gejala :

- Pusing berputar
- Diplopia
- Sukar menelan
- Kelumpuhan otot wajah
- Kesadaran terganggu
- Hilang koordinasi
- Mual muntah

2. Vertigo perifer : vertigo yang terjadi karena adanya gangguan pada kanalis
semisirkular dan CN VIII
Etiologi :

- Otologik : ( BPPV, Neuritis vestibular, meniere disease, tumor kompresi CN VIII)


- Singkop ( hipotensi , aritmia , hipoglikemia
- Tidak terlokalisir : ( psikogenik , vertigo post trauma )
Gejala :

- Sensasi berputar
- Sensasi pergerakan
- Ataxia
- Gangguan pendengaran
- Mual
- Lelah

Vertigo Non Vestibular

Definisi :

Merupakan vertigo yang seringkali sulit di deskripsikan biasanya disertai dengan


keluhan pusing yang melayang, kehilangan keseimbangan, dan gelap mata

Faktor yang mempengaruhi :

- Kurangnya pergerakan aktif, sehingga saat mengalami perubahan posisi tiba2 akan
timbul sensasi vertigo
- Pengguna alcohol akut
- Pernah mengalami operasi otak atau pasca operasi mayor
Etiologi :

• Gangguan visual
- Penggunaan kacamata baru atau salah
- Timbulnya paresis otot extraokuler yang mendadak dengan diplopia
• Somatosensorik
- Neuropathy perifer atau myelopathy

Perbedaan gejala Vestibular dan non Vestibular


Pathogenesis

Patofisiologi

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)


Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul
respons yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit
berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari
sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan,
timbul reaksi dari susunan saraf otonom. (Gb.2). Jika pola gerakan yang baru tersebut
dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur
tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat)
yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi
sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan neurotransmisi dan
perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya
ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala
penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi
setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

Diagnosis

 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan fisik umum
 Pemeriksaan neurologis
1. Uji Romberg
2. Tandem gait
3. Uji Unterberg
4. Pastponting test
5. Uji babinsky-well
 Pemeriksaan khusus oto-neurology
1. Fungsi vestibuler
a. Uji dix halpiike
b. Tes kalori
c. Elektronistagmogram
2. Fungsi pendengaran
a. Tes garpu tala
b. Audiometri
 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI)
Management

Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai tujuan utama: (i)


mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki proses-proses kompensasi vestibuler, dan
(iii) mengurangi gejala-gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif.

Terapi non-farmakologi:

1. hindari factor pencetus dan perbaiki gaya hidup


 Makanan dan diet adekuat
 Mencegah minum alkohol dan merokok berlebih
 Mengurangi obat sedatif, ototoksik, dan opioid
 Memperbaiki posisi tidur dan saat bekerja
2. Vestibular exercise
 Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode
BrandDaroff.
 Pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali.
 Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing diulang
5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan
sore hari.

Terapi farmakologi :

Beberapa golongan obat yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di antaranya
adalah:

A. Anti kolinergic
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk penanganan vertigo, yang
paling banyak dipakai adalah skopolamin dan homatropin. Kedua preparat tersebut dapat
juga dikombinasikan dalam satu sediaan antivertigo.

B. Anti histamine
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan antivertigo yang
paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo,dan termasuk di antaranya adalah
difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan prometazin.

C. Histaminergic
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai antivertigo di beberapa
negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin sendiri merupakan prekrusor histamin.

D. Antidopaminergic
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual pada pasien
dengan gejala mirip-vertigo.

E. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di tempat khusus pada
reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler diperkirakan terjadi melalui
mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-obat sedatif, akan memengaruhi
kompensasi vestibuler. Efek farmakologis utama dari benzodiazepin adalah sedasi,
hipnosis, penurunan kecemasan, relaksasi otot, amnesia anterograd, serta antikonvulsan.
Beberapa obat golongan ini yang sering digunakan adalah lorazepam, diazepam, dan
klonazepam.

F. Antagonis Kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di dalam sistem
vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium intrasel. Penghambat kanal
kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler. Flunarizin dan sinarizin merupakan
penghambat kanal kalsium yang diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo.

Anda mungkin juga menyukai