6 17 PB PDF
6 17 PB PDF
LAPORAN KASUS
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284
ABSTRAK
Latar Belakang: Meningoensefalitis merupakan dari rumah sakit dengan keadaan membaik tanpa
penyakit pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh menggunakan obat kejang rumatan.
berbagai patogen. Manifestasi klinis dapat berupa Diskusi: Penanganan status epileptikus harus
kejang yang sulit diatasi sehingga dapat menjadi status dilakukan dengan cepat dan tepat sesuai dengan
epileptikus refrakter. Status epileptikus refrakter algoritma tatalaksana kejang akut dan status
merupakan kegawatdaruratan di bidang epileptikus, sekalipun di daerah perifer dengan
neuropediatrik, sehingga setiap dokter yang bekerja di keterbatasan fasilitas. Setiap tenaga medis, khususnya
IGD perlu memahami dan menguasai penanganannya. dokter yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat, wajib
Kasus: Anak laki-laki berusia 1 tahun dengan menguasai tatalaksana awal pada kejang akut dan
meningoensefalitis disertai status epileptikus refrakter status epileptikus.
yang tidak membaik dengan pemberian terapi kejang Simpulan: Kejang, khususnya status epileptikus harus
lini pertama dan lini kedua. Kejang akhirnya berhasil mendapatkan penanganan yang cepat. Penyediaan
dihentikan dengan pemberian Midazolam yang obat-obatan antikonvulsan secara lengkap dari lini
merupakan terapi lini ketiga. Pasien tersebut keluar pertama sampai lini ketiga penting termasuk di rumah
sakit di daerah perifer.
ABSTRACT
Background: Meningoencephalitis is an infectious was discharged from the hospital with improved
disease involving central nervous system as a result of condition without any maintenance seizure medication.
multiple pathogens. Seizures are sometimes difficult to Objective: Treatment of status epilepticus must be
overcome thus may become refractory status carried out quickly and precisely in according to the
epilepticus. Status epilepticus is a neuropediatric algorithm for managing acute seizures and status
emergency, and ER doctors must understand and epilepticus, even in peripheral areas with limited
master the treatment. facilities. Emergency doctors must know the initial
Case: A 1-year-old boy with meningoencephalitis treatment of acute seizures and status epilepticus.
accompanied by refractory status epilepticus was not Conclusion: Seizures, especially status epilepticus,
successfully treated by first and second line seizure must be treated quickly. The availability of
therapies. Seizure was stopped after given Midazolam anticonvulsant drugs from the first to the third line is
which is the third line seizure therapies. The patient important, especially in remote hospitals.
Pada kasus ini, pasien sudah diberikan kemungkinan ekstravasasi yang menyebabkan
penanganan awal berupa pemberian oksigen, kerusakan jaringan (purple glove syndrome)
pemasangan jalur intravena, dan pemberian obat sehingga butuh pemantauan ketat selama
kejang lini pertama, yaitu diazepam IV sebanyak pemberiannya.10
2 kali. Namun, pasien tetap mengalami kejang Pada kasus ini, setelah pemberian obat kejang lini
sehingga diberikan terapi kejang lini kedua, yaitu kedua pun pasien masih tetap mengalami kejang.
fenitoin IV. Di Rumah Sakit Karitas, injeksi Oleh sebab itu, pasien diberikan obat kejang
fenitoin masih merupakan pilihan terapi lini kedua tambahan. Bila mengacu pada algoritma, maka
karena sediaannya yang intravena sehingga pilihan terapi selanjutnya adalah fenobarbital 20
respon lebih cepat dibandingkan sediaan mg/kgBB IV bolus. Namun, pada pasien ini tidak
fenobarbital yang intramuskular (tidak tersedia diberikan fenobarbital, melainkan langsung
obat fenobarbital IV). Pemberian obat fenitoin IV diberikan terapi kejang lini ketiga yaitu bolus
harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan midazolam 0,15 mg/kgBB IV. Hal ini disebabkan
ketentuannya. Fenitoin memiliki efek samping karena sediaan obat fenobarbital yang ada di RS
berupa hipotensi, aritmia, alergi, dan Karitas adalah hanya sediaan intramuskular.
ABSTRAK
Latar Belakang: Malaria serebral merupakan Hasil: Tiga penelitian kohort prospektif yang terdiri
komplikasi infeksi Plasmodium falciparum yang dapat dari 458 dinilai secara kritis. Gangguan neurologis
menyebabkan gangguan neurologis bagi penderitanya yang mungkin muncul adalah epilepsi (9-10%),
yang bertahan hidup. neurodisabilitas baru atau pemeriksaan neurologis
Tujuan: Untuk menentukan apakah retinopati dapat abnormal (7,2-23,1%), dan gangguan perilaku yang
menjadi penanda prognostik gangguan neurologis mengganggu (10,6%). Odds Ratio berkisar dari 31,8-
pada penderita malaria serebral yang bertahan hidup. 37,2.
Metode Penelitian: Pencarian terstruktur di beberapa Simpulan: Temuan tidak konsisten membuat
sumber data, termasuk Pubmed, Ebscohost, Ovid, dan retinopati masih dipertanyakan sebagai penanda
Proquest, untuk studi kohort. Studi prognosis yang prognostik dari gangguan neurologis pada malaria
dipilih telah melalui penilaian kritis berdasarkan studi serebral. Namun masih bisa menjadi penanda penting
prognosis Oxford CEEBM. di masa depan dengan penelitian yang ekstensif.
ABSTRACT
Introduction: Cerebral malaria is a complication of Results: Three prospective cohort study comprising of
Plasmodium falciparum infection which can lead to 458 subjects were critically appraised. Neurological
neurological disorder for the survivors. disorder which possibly appeared are epilepsy (9-
Aim: to establish whether retinopathy can be a 10%), new neurodisabilites or abnormal neurological
prognostic marker of neurological disorder in cerebral examination (7,2-23,1%), and disruptive behavioural
malaria survivors. disorder (10,6%). Odds ratio was ranged from 31,8-
Methods: We conducted structured search in several 37,2.
databases including Pubmed, Ebscohost, Ovid, and Conclusion: Inconsistent findings rendered retinopathy
Proquest, for cohort studies. Then, the selected questionable as a prognostic marker of neurological
prognosis studies underwent critical appraisal based on disorder in cerebral malaria. However, its reliability in
Oxford CEEBM prognosis study critical appraisal. the future is plausible with extensive studies.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat Perlu diketahui bahwa, retinopati malaria
disimpulkan bahwa pada salah satu data yang memiliki tiga komponen utama, dua yang pertama
kami dapatkan, terdapat hubungan antara adalah khas untuk malaria, yakni pemutihan
penemuan retinopati pada pasien dengan malaria retina, perubahan pembuluh darah, dan
serebral yang bertahan hidup, dimana pada perdarahan retina. Papilledema dapat timbul
penderitanya mempunyai risiko untuk mengalami bersamaan dengan salah satu atau semua dari tiga
gangguan neurologis, dibandingkan dengan gejala tersebut, namun papilledema tidak spesifik
kontrol. Dari salah satu hasil penelitian yang kami untuk malaria, bahkan papilledema sendiri juga
pilih ditemukan adanya kemungkinan, dimana tidak memiliki nilai diagnostik pada malaria
penemuan retinopati pada penderita malaria serebral. Retinopati pada malaria, paling mudah
serebral yang bertahan hidup, memiliki diketahui melalui pupil yang sepenuhnya
kemungkinan sekitar 31,2-37,8 kali untuk membesar, baik dengan menggunakan
mengalami kelainan neurologis. Dimana waktu pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun
observasi yang diperlukan, hingga munculnya tidak langsung.4
gejala neurologis, membutuhkan waktu paling Pada studi otopsi yang dilakukan di Malawi, pada
cepat 23 hari, dan paling lambat 524 hari, dengan anak-anak dengan malaria serebral sesuai dengan
rata-rata gangguan neurologis akan muncul kriteria World Health Organization (WHO), salah
dengan observasi selama 190 hari. Hal tersebut satu fitur klinis atau laboratorium yang dapat
juga menandakan bahwa adanya hubungan atau membedakan antara koma yang disebabkan
korelasi antara retinopati dengan gangguan malaria, maupun non malaria adalah kemunculan
neurologis pada penderita malaria serebral yang dari retinopati. Saat ini, retinopati malaria
bertahan hidup. merupakan indikator klinis yang paling sensitif
Pembahasan dan spesifik dari sekuestrasi serebral. Dan
Pada tinjauan sistematik sederhana yang kami retinopati ini juga ditemukan pada dua pertiga
lakukan, diperoleh satu penelitian yang anak-anak dengan malaria serebral. Atas dasar
menggambarkan hasil signifikan yang itulah, penilaian untuk retinopati malaria, dapat
menunjukkan hubungan retinopati dan gangguan memberikan informasi prognostik, serta
neurologis, tetapi tidak pada dua penelitian diagnostik.4,6
lainnya. Dimana hal ini menunjukkan bahwa Namun, pemeriksaan untuk menemukan adanya
penemuan retinopati pada pasien dengan malaria retinopati pada malaria serebral bukanlah tanpa
serebral tidak hanya dapat digunakan sebagai kekurangan. Terdapat kekurangan yang paling
salah satu indikator diagnostik, akan tetapi dapat signifikan, yakni berada pada tingkat klinisi,
juga digunakan sebagai salah satu indikator dimana kurangnya pelatihan, kurangnya
penanda prognostik gangguan neurologis pada pengalaman, dan kepercayaan diri untuk
penderita malaria serebral. melakukan tindakan funduskopi. Ada sedikit
perdebatan mengenai penggunaan pilihan
Gambar 2. Kemungkinan Mekanisme Kematian dan Gangguan Neuro-kognitif pada Malaria Serebral
dan Area untuk Intervensi
Pada gambar tersebut, dibagian awal Plasmodium disebabkan karena adanya herniasi transtentorial,
falciparum infected erythrocytes (IE) melekat kompresi batang otak, atau iskemia serebral luas,
pada pembuluh darah endotel, terserap dalam atau menyebabkan kerusakan saraf dengan
jumlah yang besar ke otak (A). Perubahan lokal konsekuensi adanya kerusakan neuro-kognitif.
dan sistemik menghasilkan disfungsi organ vital Parasit yang masih tersisa, juga dapat
yang signifikan yang menyebabkan gangguan menghasilkan racun secara lokal, dan
metabolik yang berat (B) yang dapat dengan cepat menyebabkan iskemia, atau mempengaruhi
mengakibatkan kematian kecuali adanya koreksi produksi dari produk-produk inflamasi seperti
yang mendesak (misalnya koreksi glukosa darah, sitokin yang menyebabkan kejang berulang, dan
dialisis, atau ventilasi) dimulai. Penyerapan IE kerusakan neuronal. Gangguan metabolik lebih
dalam pembuluh serebral meningkatkan volume sering terjadi pada orang dewasa ketika terjadi
serebral (C). yang bersamaan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan sementara
meningkatnya aliran darah otak, menimbulkan kejang merupakan hal yang umum terjadi pada
gejala kejang, anemia, dan hipertermia (D). anak-anak.5
Fungsi dari sawar darah otak berubah, sehingga Dari gambar tersebut, dapat dikatakan bahwa,
menyebabkan pembengkakan otak, dan membuat penemuan retinopati pada penderita malaria
tekanan intrakranial menjadi meningkat (E). Hal serebral yang masih bertahan hidup, dapat disertai
ini juga dapat menyebabkan kematian yang dengan adanya kelainan neurologis pada
Daftar Rujukan
1. World Health Organization. Malaria [Internet]. 4(12) 827-40.
WHO. 2018 [cited 19 Agustus 2018]. Available 6. Villaverde C, et al. Clinical comparison of
from : http://www.who.int/ith/ITH_chapter_7.pdf retinopathy-positive and retinopathy-negative
2. Elyazar IRF, Hay SI, Baird JK. Malaria cerebral malaria. Am J Trop Med Hyg. 2017; 96(5)
distribution, prevalence, drug resistance, and 1176-84.
control in Indonesia. Advances in Parasitology. 7. Birbeck GL, et al. Blantyre Malaria Project
2011; 74 41-175. Epilepsy Study (BMPES) of neurological
3. Shikani HJ, et al. Cerebral malaria. The American outcomes in retinopathy-positive paediatric
Journal of Pathology. 2012; 181(5) 1484-92. cerebral malaria survivors: a prospective cohort
4. Beare NA, et al. Redefining cerebral malaria by study. The Lancet Neurology. 2010; 9(12) 1173-
including malaria retinopathy. Future 81.
Microbiology. 2011; 6(3) 349-55. 8. Boivin MH, et al. Developmental outcomes in
5. Idro R, Jenkins NE, Newton C. Pathogenesis, Malawian children with retinopathy-positive
clinical features, and neurological outcomes of cerebral malaria. Tropical Medicine and
cerebral malaria. The Lancet Neurology. 2005; International Health. 2011; 16(3) 263-71.
SAWAR OTAK
IGN Ketut Budiarsa, Ni Made Susilawathi, Faldi Yaputra, I Putu Eka Widyadharma
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Sawar otak merupakan jembatan antara sirkulasi darah darah-araknoid. Tulisan ini akan membahas ketiga
dan otak. Mekanisme pertahanan yang mengatur jenis sawar otak, mekanisme sawar otak, maupun
pertukaran molekul-molekul dari darah menuju ke pengantaran obat-obat sangat penting dengan berfokus
otak. Terdapat tiga jenis sawar otak yaitu sawar darah- pada sawar darah-otak yang merupakan sawar otak
otak, sawar darah-cairan serebrospinal dan sawar terluas permukaannya di otak.
ABSTRACT
Brain barrier is a bridge between circulation and the paper, we will discuss these three types of brain barrier,
brain. It selected the molecular changes and focusing on the blood-brain barrier which is the
movements towards the brain. There are three types of broadest brain barrier. This paper aims to discuss
brain barrier, the blood-brain barrier, the cerebrospinal- further about the brain barriers which play an important
blood barrier, and the blood-arachnoid barrier. In this role in physiological relationships and drug delivery.
pembuangan metabolisme, dan memediasi signal Dalam penelusuran lebih dalam, diketahui bahwa
kelenjar endokrin. Struktur vaskular dibentuk oleh ada 3 sawar otak3,4, yaitu:
beberapa segmen, arteri, arteriol, kapiler, venula, 1. Sawar darah otak
dan vena yang struktur penyusunnya berbeda- 2. Sawar darah-cairan serebrospinal, pada
beda.1,2Jaringan Otak juga membutuhkan suplai epitel pleksus koroideus
nutrisi untuk dapat menjalankan fungsinya dalam 3. Sawar darah-epitel araknoid, memisahkan
transmisi signal kimiawi dan elektrik. Fungsi otak darah dan cairan serebrospinal
diatur oleh homeostasis ion disekitar sinaps, yang Namun dalam sawar darah-cairan serebrospinal
merupakan elemen utama transmisi signal antar dan sawar darah-epitel araknoid ternyata tidak
neuron. Pengantaran material diatur oleh sawar memiliki permukaan yang luas dibandingkan
khusus baik secara anatomi maupun fisiologi, dengan sawar darah-otak. Oleh karena itu banyak
yang disebut sawar otak. Sawar otak ini sangat penelitian yang hanya berfokus pada sawar darah-
ketat dalam ngatur perpindahan material dari otak saja karena menjadi target utama untuk
darah menuju struktur otak.3 Percobaan pertama penghantaran obat ke jaringan otak.3
untuk membuktikan adanya sawar darah-otak dan
Daftar Rujukan
1. Yamazaki Y, Kanekiyo T. Blood-brain barrier Physiology of the Blood–Brain Barrier. Dalam:
dysfunction and the pathogenesis of Alzheimer’s Nanotechnology Methods for Neurological
disease. International journal of molecular Diseases and Brain Tumors. Elsevier; 2017. hlm.
sciences. 2017;18(9):1965. 3–13.
2. Nau R, Sörgel F, Eiffert H. Penetration of Drugs 4. Abbott NJ, Rönnbäck L, Hansson E. Astrocyte–
through the Blood-Cerebrospinal Fluid/Blood- endothelial interactions at the blood–brain barrier.
Brain Barrier for Treatment of Central Nervous Nature reviews neuroscience. 2006;7(1):41.
System Infections. Clinical Microbiology 5. Ueno M, Chiba Y, Murakami R, Matsumoto K,
Reviews. 1 Oktober 2010;23(4):858–83. Kawauchi M, Fujihara R. Blood–brain barrier and
3. Gürsoy-Özdemir Y, Tas YC. Anatomy and blood–cerebrospinal fluid barrier in normal and
ABSTRAK
Empat juta lebih pasien datang dengan keluhan yang diperiksa dengan gesekan tangan, dikatakan bisa
dizziness maupun vertigo. 5 % pasien yang datang meyingkirkan kemungkinan dari stroke lebih akurat
dengan keluhan dizziness dan vertigo ternyata bahkan dari MRI. 4 sindrom pada pasien dengan
memiliki penyakit stroke. 90% Transient ischemic keluhan intermiten atau kontinu dizziness, dapat
attack (TIA) pada sirkulasi posterior memilki keluhan dibagi menjadi triggered episodic vestibular syndrome
vertigo yang biasanya dihiraukan oleh petugas medis. (t-EVS), spontaneous EVS (s-EVS), traumatik/toksik
HINTS PLUS (head impulse, tipe nistagmus, skew acute vestibular syndrome (t-AVS), spontaneous AVS
deviation) ditambah keluhan hilang nya pendengaran (s-AVS).
ABSTRACT
More than 4 million patients present with dizziness or is said to eliminate the possibility of more accurate
vertigo. 5% of patients who come with complaints of stroke even from MRI. 4 syndrome in patients with
dizziness and vertigo actually have a stroke. 90% intermittent complaints or continuous dizziness, can be
Transient ischemic attack (TIA) in the posterior divided into triggered episodic vestibular syndrome (t-
circulation has complaints of vertigo which is usually EVS), spontaneous EVS (s-EVS), traumatic / toxic
ignored by medical personnel. HINTS PLUS (head acute vestibular syndrome (t-AVS), spontaneous AVS
impulse, type of nystagmus, skew deviation) plus (s-AVS).
complaints of hearing loss examined by hand friction,
Tabel 1. Sebab vaskular pada pasien dengan keluhan dizziness atau vertigo
Sindrom TIA Stroke iskemik Stroke hemoragik
t-EVS (singkat, Sindrom arteri Sentral paroksisimal Sentral paroksisimal
berulang) vertebralis rotational vertigo berasal dari vertigo berasal dari
stroke iskemik pada perdarahan pada daerah
daerah dekat dengan dekat dengan ventrikel
ventrikel 4 4
s-EVS (<24 jam) PICA-isolated vertigo; Stroke iskemik dengan Perdarahan
AICA Vertigo +/- gejala yang sesaat subaraknoid
tinitus atau hilang menyerupai TIA
pendengaran
t-AVS Sindrom trauma, Sindrom trauma, Traumatik hemoragik
diseksi arteri Diseksi arteri (subdural,
vertebralis vertebralis subarachnoid)
s-AVS - PICA-isolated vertigo; Perdarahan serebelar
AICA Vertigo +/- dengan ukuran yang
tinitus atau hilang kecil sampai sedang
pendengaran
t-EVS= triggered episodic vestibular syndrome; s-EVS= spontaneous episodic vestibular syndrome; t-AVS=
traumatic/toxic acute vestibular syndrome; s-AVS= spontaneous acute vestibular syndrome; TIA= transient
ischemic attack; AICA= anterior inferior cerebellar artery; PICA= posterior inferior cerebellar artery
Timing, Triggers dan Targeted Examination vestibular syndrome (t-EVS), spontaneous EVS
Sebuah akronim berbahasa inggris TiTraTE yang (s-EVS), traumatic/toxic acute vestibular
merupakan singkatan dari timing, triggers dan syndrome (t-AVS), spontaneous AVS (s-AVS).
targeted examination. Timing (waktu) melihat Kebanyakan pasien TIA datang dengan keluhan s-
aspek dari onset, durasi dan evolusi dari gangguan EVS dan kebanyakan pasien dengan stroke dan
keseimbangan. Triggers (faktor pencetus) fokus perdarahan datang dengan s-AVS (dengan
pada aksi, gerakan atau situasi yang beberapa pengecualian). Pada tabel 1
memprovokasi dari keluhan gangguan menggambarkan akibat dizziness atau vertigo
keseimbangan pada pasien dengan gejala yang pada kasus vaskular sedangkan pada gambar 1 dan
intermitent. Pada kasus akut, berdasarkan waktu gambar 2 menggambarkan pembagian keluhan
dan faktor pencetus memunculkan 4 dizziness kedalam 4 kategori.
kemungkinan sindrom pada pasien yang datang ke Episodic Vestibular Syndrome
ruang emergensi dengan keluhan intermiten atau Secara defisini dikatakan sebagai sebuah sindrom
kontinu dizziness, yaitu triggered episodic klinis dengan vertigo transient, dizziness dan
Gejala penyerta auditorik hanya Hati hati kelaina auditorik pada Lateral pontine dan stroke pada
pada kasus perifer kasus vaskular telinga dalam seringkali
menyebabkan tinitus dan hilang
pendengaran. 6, 7
Diagnosa migren vestibular ketika Dibutuhkan karakteristik nyeri Mendadak, berat, dan nyeri yang
pasien dengan nyeri kepala kepala dan gejala yang menyertai terus menerus pada kepala atau
disertai dizziness leher mengindikasikan aneurisma,
diseksi atau kelainan patologi
vaskular , fotofobia merupakan
8
Pasien usia muda lebih sering Jangan terlalu fokus pada umur Diseksi arteri vertebralis sangat
terjadi migren dibandingkan dan faktor resiko vaskular. meyerupai migren , pasien usia 11
CT scan diperlukan untuk Perdarahan otak sangat jarang Hanya 2.2% pasien ICH dengan
menyingkirkan perdarahan dengan keluhan dizziness atau dizzines atau vertigo dan hanya
serebelar pada pasien dengan vertigo yang benign 0.2% datang dengan isolated
isolated dizziness atau vertigo dizziness. 13
akut
CT scan kepala akan berguna CT scan kepala mempunyai Walaupun data retrospektif
untuk melihat stroke pada fosa limitasi terutama untuk menunjukan CT scan cukup
posterior mengevaluasi fosa posterior sensitif (42%) tetapi data 14
Hasil normal pada MRI-DWI Bahkan MRI-DWI juga memiliki MRI-DWI pada 24 jam pertama
menyingkirkan stroke pada limitasi. nprmal pada 15 sampai 20% pada
posterior fossa infark fosa poterior. MRI DWI 15
Riwayat
Pemeriksaan
Penyakit dan
Waktu Pencetus dan
Pemeriksaan
Tatalaksana
Terarah
Dengan Pencetus
Dix Hallpike (-) Penelusuran Medis
Tanda Vital untuk Hipotensi
Ortostatik(+) Ortostatik
Riwayat Penyakit
Tindak lanjut atau
Spontan Tipikal lainnya
rujukan lain jika perlu
(vasovagal, panik)
Riwayat barotrauma
Konsul otologi untuk
atau trauma akibat
fistula perilimfe
ledakan
Traumatik/ Toksik
Penelusuran neurologis
HINTS sentral atau tuli
(stroke > Wernicke
Spontan atau ataksia
atau ensefalitis)
Tanpa nistagmus
(gerakan ekstra okular Penelusuran medis +/-
normal, tanpa ataksia penelusuran neurologis
ekstremitas/ trunkus)
Pemeriksaan HINTS
Neuroimajing
Waktu munculnya 'plus'
gejala membantu menentukan
membedakan antara keputusan penanganan
Membedakan antara suspek stroke dengan dan disposisi pasien
vertigo transient dengan neuritis vestibular
vertigo akut, persistent
atau dizziness
Definite Stroke CT untuk mengeksklusi
kandidat prosedur lisis perdarahan sebelum
(dini dan disertai tanda prosedur lisis; MRI
neurologis) sesudahnya
Daftar Rujukan
1. Saber Tehrani AS, Kattah JC, Kerber KA, sensitive than early MRI diffusion-weighted
Gold DR, Zee DS, Urrutia VC and Newman- imaging. Stroke. 2009;40:3504-10.
Toker DE. Diagnosing Stroke in Acute 10. Martin-Schild S, Albright KC, Tanksley J,
Dizziness and Vertigo: Pitfalls and Pearls. Pandav V, Jones EB, Grotta JC and Savitz SI.
Stroke. 2018;49:788-795. Zero on the NIHSS does not equal the absence
2. Thursiana C and Dewati E. Pedoman of stroke. Ann Emerg Med. 2011;57:42-5.
Tatalaksana Vertigo. 2017;1. 11. Gottesman RF, Sharma P, Robinson KA,
3. Aninditha.T. Buku Ajar Neurologi. 2017. Arnan M, Tsui M, Ladha K and Newman-
4. Ertl L, Morhard D, Deckert-Schmitz M, Linn Toker DE. Clinical characteristics of
J and Schulte-Altedorneburg G. Focal symptomatic vertebral artery dissection: a
subarachnoid haemorrhage mimicking systematic review. Neurologist. 2012;18:245-
transient ischaemic attack--do we really need 54.
MRI in the acute stage? BMC Neurol. 12. Newman-Toker DE, Moy E, Valente E,
2014;14:80. Coffey R and Hines AL. Missed diagnosis of
5. Lee H, Sohn SI, Cho YW, Lee SR, Ahn BH, stroke in the emergency department: a cross-
Park BR and Baloh RW. Cerebellar infarction sectional analysis of a large population-based
presenting isolated vertigo: frequency and sample. Diagnosis (Berl). 2014;1:155-166.
vascular topographical patterns. Neurology. 13. Kerber KA, Burke JF, Brown DL, Meurer WJ,
2006;67:1178-83. Smith MA, Lisabeth LD, Morgenstern LB and
6. Newman-Toker DE, Kerber KA, Hsieh YH, Zahuranec DB. Does intracerebral
Pula JH, Omron R, Saber Tehrani AS, haemorrhage mimic benign dizziness
Mantokoudis G, Hanley DF, Zee DS and presentations? A population based study.
Kattah JC. HINTS outperforms ABCD2 to Emerg Med J. 2012;29:43-6.
screen for stroke in acute continuous vertigo 14. Lawhn-Heath C, Buckle C, Christoforidis G
and dizziness. Acad Emerg Med. and Straus C. Utility of head CT in the
2013;20:986-96. evaluation of vertigo/dizziness in the
7. Ozono Y, Kitahara T, Fukushima M, Michiba emergency department. Emerg Radiol.
T, Imai R, Tomiyama Y, Nishiike S, Inohara 2013;20:45-9.
H and Morita H. Differential diagnosis of 15. Newman-Toker DE, Della Santina CC and
vertigo and dizziness in the emergency Blitz AM. Vertigo and hearing loss. Handb
department. Acta Otolaryngol. 2014;134:140- Clin Neurol. 2016;136:905-21.
5. 16. Axer H, Grassel D, Bramer D, Fitzek S, Kaiser
8. Newman-Toker DE. Symptoms and signs of WA, Witte OW and Fitzek C. Time course of
neuro-otologic disorders. Continuum diffusion imaging in acute brainstem infarcts.
(Minneap Minn). 2012;18:1016-40. J Magn Reson Imaging. 2007;26:905-12.
9. Kattah JC, Talkad AV, Wang DZ, Hsieh YH 17. Masdeu JC and Gonzalez RG. Neuroimaging.
and Newman-Toker DE. HINTS to diagnose Part 1. Handbook of clinical neurology
stroke in the acute vestibular syndrome: three- Volume 135. 2016:1 online resource.
step bedside oculomotor examination more
ABSTRAK
Stroke merupakan salah satu penyakit penyebab dipergunakan untuk berbagai penyakit yang belum
kematian tertinggi di Indonesia, namun hingga saat ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan modern,
belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan termasuk untuk kondisi stroke. Tulisan ini
penyakit stroke. Masih sedikit fokus penelitian mengangkat tema terapi sel punca sebagai terapi
mengenai pengobatan guna menyembuhkan kondisi penyakit stroke iskemik.
stroke. Terapi dengan sel punca telah banyak
ABSTRACT
Stroke is one of the highest causes of death in cells has been widely used for various diseases that
Indonesia, but until now there is no treatment that can cannot be cured with modern medicines, including for
cure stroke. There is still little research focus on stroke conditions. This paper raises the theme of stem
treatment to cure stroke conditions. Therapy with stem cell therapy as a therapy for ischemic stroke.
ABSTRAK
Latar Belakang: Transient visual loss adalah penglihatan kedua mata pasien saat di rumah sakit
hilangnya tajam penglihatan mendadak, parsial adalah 4/60. Pemeriksaan segmen anterior dan
maupun komplit pada satu atau kedua mata, terjadi posterior kedua mata dalam batas normal. Dilakukan
kurang dari 24 jam. Decompression sickness terjadi terapi oksigen hiperbarik. Tajam penglihatan kedua
apabila gelembung gas (bubble) terbentuk saat tubuh mata pasien membaik menjadi 6/6 setelah terapi.
mengalami penurunan tekanan ambient secara Diskusi: transient bilateral visual loss dengan iskemia
mendadak pada pembuluh darah, sistem oksipital post free diving dicurigai disebabkan
muskuloskeletal, atau jaringan tubuh lainnya. Bubble sumbatan intravaskular oleh bubble yang terbentuk
intravaskular dapat mengakibatkan obstruksi vaskular, pada decompression sickness. Terapi oksigen
menghambat aliran darah dan menyebabkan iskemia. hiperbarik merupakan terapi pilihan pada semua kasus
Iskemia pada daerah oksipital menyebabkan transient dengan riwayat terpapar lingkungan hiperbarik atau
bilateral visual loss. kondisi unpressurized high-altitude.
Kasus: Pasien laki-laki 23 tahun dengan penglihatan Simpulan: Pencegahan bubble dalam tubuh adalah
kabur mendadak setelah menyelam ± 5 meter selama dengan menghindari faktor risiko terbentuknya bubble
1 menit. Pasien menarik napas dalam dan cepat dan mematuhi cara naik ke permukaan (ascending)
beberapa kali sebelum melakukan free diving. Tajam yang benar setelah penyelaman.
ABSTRACT
Background: Transient visual loss is a sudden onset, 4/60. Anterior and posterior segment of both eyes
partial or complete, monocular or binocular visual loss were within normal limit. Visual acuity in both eyes
which lasts less than 24 hours. Decompression were 6/6 after hyperbaric therapy.
sickness is caused by bubbles in blood or tissue as Discussion: Transient bilateral visual loss was caused
sequelae of suddenly reduced ambient pressure on the by gas bubbles that inhibits the blood flow. Hyperbaric
dissolved inert gases. Intravascular bubble will cause oxygen therapy is the treatment of choice in all
vascular obstruction, inhibits blood flow and causing painless transient visual loss, with any recent exposure
ischemia. Occipital ischemia will cause a transient to a hyperbaric environment or unpressurized high-
bilateral visual loss. altitude condition.
Case: A 23 years old man with sudden visual loss Conclusion: Preventing bubble formation is to avoid
while ascending after diving within five meters in the risk factor and obey the ascending rule of diving.
depth for one-minute duration. Both visual acuity were
Daftar Rujukan
1. American Academy Ophthalmology. 2014. The 15th 2015
patient with transient visual loss. In: AAO Staff 10. Gopwani J, Margolin E. 2014. Transient visual
(eds). Neuroophthalmology. BCSC Section 11. San obscuration clues to localization. Ophthalmology
Fransisco: AAO; p. 161-172 rounds;10(8)
2. Sandhya N. 2010. Transient visual loss. Kerala 11. Carlston CB, Mathias RA, Shilling CW. 2012.
journal of ophthalmology 22(2); 167-73 Immediate evaluation of the diving casualty. In:
3. Gopwani J, Margolin E. 2014. Transient visual Kent MB (ed). The physician’s guide to diving
obscuration clues to localization. Ophthalmology medicine. New York: Springer; p. 273-80
rounds;10(8) 12. Thackham JA, McElwain DLS, Long RJ. 2007. The
4. Verma R. 2012. A case of decompression illness use of hyperbaric oxygen therapy to treat chronic
during saturation diving. MJAFI (68); 185-6 wounds: a review. Wound Repair Reg (16): 321–
5. Vann RD, Bulter FK, Mitchell SJ, et al. 2010. 330
Decompression Illness. Lancet (377); 153-64 13. McDonagh M, Carson S, Ash J, et al. 2003.
6. Butler FK, Hagan C, Muprhy-Lavoie H. 2008. Hyperbaric Oxygen Therapy for Brain Injury,
Hyperbaric oxigen therapy and the eye. UHM Cerebral Palsy, and Stroke. In: Evidence
35(5); 327-81 Report/Technology Assessment (85). Rockville,
7. Moon RE. 1998. Assessment of patient with MD: Agency for Healthcare Research and Quality.
decompression illness. South Pasific Underwater 14. Brown JG. 2000. Hyperbaric oxygen therapy: Its
Medicine Society Journal 28 (1); 23-8 use and appropriateness. In: OEI Regional VI
8. Quan L, Culver BH, Fielding RR. 2010. Hypoxia- Report. USA: Office of Inspector General,
Induced loss of consciousness in multiple Department of Health and Human Services
synchronized swimmers during a Workout. 15. Antonelli C, Franchi F, Marta MED, et al. 2009.
International Journal of Aquatic Research and Guiding principles in choosing a therapeutic table
Education (4); 379-389 for DCI hyperbaric therapy. Minerva Anestesiol
9. Taylor L. 2002. Shallow water blackout. Available (75); 151-61
at: www.nzunderwater.org.nz. Accessed on May,
ABSTRAK
Latar belakang: Hiperglikemia terjadi pada 20-50% Hasil Penelitian: Uji korelasi Spearman kadar GDP
pasien stroke iskemik akut, berdampak buruk dan nilai NIHSS awal tidak bermakna (p=0.344).
terhadap luaran klinis. Kadar gula darah puasa (GDP) Hasil serupa (p=0.504) didapatkan untuk hubungan
merupakan indikator praktis untuk menilai GDP dengan nilai NIHSS pulang. Analisis Chi-square
hiperglikemia. menunjukkan kemaknaan (p=0.03) antara GDP
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar GDP dengan NIHSS awal (perbedaan proporsi >30%). Uji
dengan nilai National Institute Health Stroke Scale Mann-Whitney hasil delta NIHSS awal dan akhir tidak
(NIHSS) stroke iskemik akut di RSUP Dr Sardjito bemakna (p=0.243) untuk NIHSS awal dan akhir
Yogyakarta. (p=0.173). Uji perbedaan GDP dengan NIHSS
Metode Penelitian: Penelitian potong lintang pada 50 menunjukkan nilai p=0,044.
pasien, Januari-Mei 2018. Kadar GDP pasien diambil Simpulan: Terdapat hubungan kadar gula darah puasa
saat rawat inap dan skor NIHSS dihitung saat awal dan dengan skor NIHSS rawat inap, terkait luaran buruk.
akhir perawatan.
Kata Kunci: GDP, NIHSS, stroke iskemik akut, gula darah puasa
ABSTRACT
Background: Hyperglycemia occurs in 20-50% in Results: Spearman Correlation of FBG and NIHSS on
acute ischemic stroke (AIS) patients which worsens admission and discharge showed insignificant results
ischemic stroke outcome. Fasting blood glucose (FBG) (p=0.344 and 0.504, respectively). Chi-square
is a practical to assess one’s hyperglycemic state. displayed a significant correlation (p=0.03) between
Objective: To investigate the association between FBG FBG and NIHSS at admission (proportion difference
and National Institute Health Stroke Scale (NIHSS) in >30%). Mann-Whitney test failed to show significant
AIS patients hospitalized at RSUP Dr Sardjito result (p=0.243) for NIHSS at admission and discharge
Yogyakarta. (p=0.173). Mean difference analysis between FBG
Methods: This was a cross-sectional study involving 50 level with NIHSS admission shows p-value=0.044.
participants admitted between January to May 2018. Conclusion: There is correlation FBG and NIHSS
FBG was taken during hospital admission, along with score, indicating worse outcome.
NIHSS, and re-evaluated when at discharge.
Analisis perbandingan skor total NIHSS NIHSS saat masuk ≥5 dan <5 (p= 0,505 (p>0,05).
berdasarkan kategori kadar GDP (normal dan Namun, pada uji perbedaan nilai GDP dengan
tidak normal) menggunakan analisis uji Mann- skor NIHSS saat masuk ≥7 dan <7,
Whitney. Hasil analisis tidak adanya perbedaan mengindikasikan bahwa secara rerata, nilai GDP
skor NIHSS pada kedua kelompok GDP baik pada pada kelompok NIHSS masuk ≥7 (Ranking
saat masuk (p=0,243; p>0,05) maupun saat keluar rerata=32,5; n=13) secara signifikan lebih besar
rumah sakit (p=0,173; p>0,05). Hal serupa dibandingkan dengan kelompok NIHSS masuk <7
didapatkan pada uji Mann-Whitney dengan (Ranking rerata=23,04, n=37), U=149,5; z=-
perbedaan nilai GDP kelompok dengan skor 2,014, p=0,044).
Tabel 2. Hasil analisis bivariate kategorik NIHSS Masuk, Keluar dan perbaikan NIHSS
GDP <126 GDP 126 Nilai p
NIHSS Masuk
• Stroke Ringan (%) 22 (66,7) 11 (33,3) 0,300 *
• Stroke sedang + Stroke berat + Stroke sangat berat (%) 8 (4,1) 9 (52,9)
• NIHSS < 7 (%) 26 (70,3) 11 (29,7) 0,03*
• NIHSS ≥7 (%) 4 (30,8) 9 (69,2)
NIHSS Keluar
• Stroke ringan (%) 24 (68,6) 11 (31,4) 0,042**
• Stroke sedang + Stroke berat + Stroke sangat berat (%) 2 (25) 6 (75)
• NIHSS < 7 (%) 24 (66,7) 12 (33,3) 0,093**
• NIHSS ≥7 (%) 2 (28,6) 5 (71,4)
Delta NIHSS
• Ada perbaikan NIHSS (%) 23 (60,5) 15 (39,5) 0,410**
• Tidak ada perbaikan NIHSS (%) 0 (0) 1 (100)
Keterangan: *Analisis dengan chi-square, **Analisis dengan Fisher exact, NIHSS = The National Institutes of
Health Stroke Scale, GDP = Gula darah puasa
Uji korelasi menggunakan uji spearman antara juga menunjukkan hasil analisis yang tidak
kadar GDP dan nilai NIHSS masuk menunjukkan bermakna dimana p=0,504 (>0,05), disertai
hasil analisis yang tidak berbeda bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah yaitu
dimana p=0,344 (>0,05), disertai dengan kekuatan 0,105.
korelasi sangat lemah yaitu 0,137. Sedangkan Pembahasan
untuk uji korelasi menggunakan Spearman antara Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan
kadar gula darah puasa dengan nilai NIHSS keluar kadar glukosa terhadap insiden stroke. Pasien
Daftar Rujukan
1. Global Health Estimates. Geneva: World Health 1990;47(11):1174-1177
Organization; 2012. Available from: 8. Shah R, Vyas C, Vora J. NIHSS Score : A handy
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_dis tool to predict vascular occlusion inacute ischemic
ease/en/ stroke. NHL Journal of Medical
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Risiko Sciences.2014;3(2):18–22
Utama Penyakit Tidak Menular Disebabkan 9. Darmawan A, Tugasworo D, Gde T, & Pemayun,
Rokok. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik D. Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Krotis
Indonesia. 2013. Interna pada Penderita Pasca Stroke Iskemik.
3. Owolabi MO, Akarolo-Anthony S, Akinyemi R, et Media Medika,2011;45:1–7
al. The burden of stroke in Africa: a glance at the 10. Badrul M, Rasyid H, Rosita R. Relationship
present and a glimpse into the future. Cardiovasc Between the Random Blood Glucose Levels
J Afr. 2015;26(2):27–38. During Admission at Emergency Room With
4. Stroke Association. Stroke Statistics (Online). Clinical Output in Acute Ischemic Stroke Patients.
http://www.stroke.org.uk/resource- sheet/stroke- MNJ. 2015;1(2):52-60
statistics 11. Adams HP, Jr, Bendixen BH, Kappelle LJ, et al.
5. O’Donnell MJ, Xavier D, Liu L, et al. Risk factors Baseline NIH Stroke Scale score strongly predicts
for ischaemic and intracerebral haemorrhagic outcome after stroke: A report of the Trial of Org
stroke in 22 countries (the INTERSTROKE 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST).
study): a case-control study. Lancet. Neurology. 1999;24:35–41
2010;376:112–23. 12. Degraba TJ, Hallenbeck JM, Pettigrew KD, et al.
6. Nardi K, Milia P, Eusebi P, et al. Predictive value Progression in acute stroke: value of the initial
of admission blood glucose level on short-term NIH stroke scale score on patient stratification in
mortality in acute cerebral ischemia. Journal of future trials. Stroke. 1999;30(6): 1208-1212
Diabetes and Its Complications. 2012;26(2):70– 13. Askim T, Bernhardt J, Churilov L, Indredavil B.
76 The Scandinavian Stroke Scale is Equally as Good
7. Woo J, Lam CW, Kay R, et al. The influence of as the National Institutes of Health Stroke Scale in
hyperglycemia and diabetes mellitus on Identifying 3-Month Outcome. J Rehabil Med.
immediate and 3-month morbidity and mortality 2016;46:909-912
after acute stroke. Arch neurol.