Anda di halaman 1dari 40

Callosum Neurology, Volume 2, Nomor 1: 1-7, 2019

LAPORAN KASUS
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

LAPORAN KASUS: PENANGANAN


STATUS EPILEPTIKUS REFRAKTER
PADA ANAK DENGAN
MENINGOENSEFALITIS DI RUMAH SAKIT TIPE D
Fabian J Junaidi, Saphira Evani
RS Karitas, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur

Diterima 08 Oktober 2018 DOI:10.29342/cnj.v2i1.46


Disetujui 09 Februari 2019
Publikasi 18 Maret 2019 Korespondensi: fab0w@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Meningoensefalitis merupakan dari rumah sakit dengan keadaan membaik tanpa
penyakit pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh menggunakan obat kejang rumatan.
berbagai patogen. Manifestasi klinis dapat berupa Diskusi: Penanganan status epileptikus harus
kejang yang sulit diatasi sehingga dapat menjadi status dilakukan dengan cepat dan tepat sesuai dengan
epileptikus refrakter. Status epileptikus refrakter algoritma tatalaksana kejang akut dan status
merupakan kegawatdaruratan di bidang epileptikus, sekalipun di daerah perifer dengan
neuropediatrik, sehingga setiap dokter yang bekerja di keterbatasan fasilitas. Setiap tenaga medis, khususnya
IGD perlu memahami dan menguasai penanganannya. dokter yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat, wajib
Kasus: Anak laki-laki berusia 1 tahun dengan menguasai tatalaksana awal pada kejang akut dan
meningoensefalitis disertai status epileptikus refrakter status epileptikus.
yang tidak membaik dengan pemberian terapi kejang Simpulan: Kejang, khususnya status epileptikus harus
lini pertama dan lini kedua. Kejang akhirnya berhasil mendapatkan penanganan yang cepat. Penyediaan
dihentikan dengan pemberian Midazolam yang obat-obatan antikonvulsan secara lengkap dari lini
merupakan terapi lini ketiga. Pasien tersebut keluar pertama sampai lini ketiga penting termasuk di rumah
sakit di daerah perifer.

Kata Kunci: Neuropediatrik, meningoensefalitis, status epileptikus refrakter

ABSTRACT

Background: Meningoencephalitis is an infectious was discharged from the hospital with improved
disease involving central nervous system as a result of condition without any maintenance seizure medication.
multiple pathogens. Seizures are sometimes difficult to Objective: Treatment of status epilepticus must be
overcome thus may become refractory status carried out quickly and precisely in according to the
epilepticus. Status epilepticus is a neuropediatric algorithm for managing acute seizures and status
emergency, and ER doctors must understand and epilepticus, even in peripheral areas with limited
master the treatment. facilities. Emergency doctors must know the initial
Case: A 1-year-old boy with meningoencephalitis treatment of acute seizures and status epilepticus.
accompanied by refractory status epilepticus was not Conclusion: Seizures, especially status epilepticus,
successfully treated by first and second line seizure must be treated quickly. The availability of
therapies. Seizure was stopped after given Midazolam anticonvulsant drugs from the first to the third line is
which is the third line seizure therapies. The patient important, especially in remote hospitals.

Keywords: Neuropediatrics, meningoencephalitis, refractory status epilepticus

1 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Junaidi dan Evani 2019 LAPORAN KASUS
Latar Belakang epileptikus pada anak dikerjakan dan pemberian
Meningitis merupakan penyakit peradangan pada terapi disesuaikan dengan pemeriksaan yang ada.
selaput otak, sedangkan ensefalitis adalah Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk
penyakit peradangan pada otak. Dalam beberapa memberikan gambaran mengenai
kasus kedua penyakit ini dapat terjadi bersamaan penatalaksanaan status epileptikus refrakter di
yang dikenal dengan nama meningoensefalitis. rumah sakit tipe D di perifer dengan keterbatasan
Meningoensefalitis merupakan penyakit yang pemeriksaan penunjang serta ruang perawatan
menyerang sistem saraf pusat yang dapat intensif.
disebabkan oleh virus, bakteri, tuberkulosis, Ilustrasi Kasus
ataupun jamur. Penyakit ini dapat mengenai siapa Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 5 bulan,
saja, terutama mereka yang memiliki daya tahan dirujuk dari puskesmas dengan keluhan utama
tubuh yang kurang, misalnya anak-anak, penurunan kesadaran sejak lebih kurang 1 jam
penderita malnutrisi, lansia, dan orang-orang sebelumnya. Pasien mengalami kejang kelojotan
dengan penyakit yang menurunkan sistem imun satu badan di rumah selama > 30 menit sampai di
tubuh (immunocompromised). Gejala yang puskesmas masih kejang, setelah kejang pasien
dialami oleh pasien yang menderita tidak sadar. Pasien memiliki riwayat demam
meningoensefalitis, antara lain: gangguan selama 2 hari, muntah sebanyak 2 kali 1 hari
kesadaran, demam, sakit kepala, kejang, dan sebelum dibawa ke puskesmas. Ada riwayat batuk
perubahan perilaku, serta dengan atau tanpa pilek dan buang air besar cair. Riwayat kejang
defisit neurologi fokal.1 Kejang yang terjadi sebelumnya disangkal. Riwayat kejang anggota
terkadang sulit diatasi sehingga dapat menjadi keluarga lainnya disangkal. Riwayat trauma
status epileptikus. Status epileptikus merupakan kepala disangkal. Riwayat kontak dengan pasien
salah satu kegawatdaruratan neuropediatrik yang tuberkulosis disangkal. Riwayat kelahiran pasien
sering terjadi. Status epileptikus ditandai dengan lahir di rumah dibantu oleh dukun beranak. Saat
kejang yang berlangsung terus menerus selama ≥ datang ke IGD Rumah Sakit Karitas, keadaan
30 menit atau kejang berulang tanpa disertai umum pasien tampak sakit berat dengan
pulihnya kesadaran diantara kejang tersebut.2 kesadaran E2M4V2. Suhu tubuh 37,9 oC, laju
Penanganan status epileptikus bertujuan untuk napas 50 kali/menit, denyut nadi 80 -112
memperkecil kerusakan saraf dan menurunkan kali/menit, saturasi oksigen 99%. Berat badan
morbiditas. Penanganan awal kejang adalah pasien 9,6 kg dan panjang badan 78 cm.
dengan pemberian antikonvulsan lini pertama Pemeriksaan fisik yang bermakna pupil isokor 4/4
yakni golongan benzodiazepin (diazepam). Jika mm dengan refleks cahaya langsung lambat, mata
kejang terus berlanjut, dapat diberikan obat lini deviasi ke kanan. Pemeriksaan auskultasi rhonki
kedua berupa fenitoin atau fenobarbital. Bila positif pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan
kejang tetap berlanjut setelah pemberian kedua rangsang meningeal didapatkan kaku kuduk
obat ini, maka dapat kita sebut sebagai status positif, Brudzinski I positif, dan Kernig positif.
epileptikus refrakter. Kejang pada status Refleks patologis negatif. Pemeriksaan fisik lain
epileptikus refrakter tidak memberikan respon dalam batas normal. Hasil pemeriksaan
dengan pemberian antikonvulsan lini pertama dan laboratorium darah Hemoglobin 10,3 g/dL,
kedua yang adekuat.3 Pilihan terapi untuk status Leukosit 38.700 /mm3 (Granulosit 81,3%,
epileptikus refrakter adalah pemberian Limfosit 15,2%, Monosit 2,7%), Trombosit
Midazolam bolus dan infus atau anestesi umum. 545.000/mm3, Hematokrit 31,3%, Gula Darah
Status epileptikus refrakter meningkatkan angka Sewaktu 124 mg/dL, Pemeriksaan Malaria
kematian dan defisit neurologi yang dialami (mikroskopik) negatif. Pemeriksaan elektrolit,
pasien di kemudian hari. Pada suatu penelitian, 11 pungsi lumbal, CT (Computed Tomography)-scan
dari 27 anak yang dirawat dengan status tidak dapat dilakukan di RS Karitas. Berdasarkan
epileptikus di Ege University Hospital didiagnosis pemeriksaan tersebut pasien didiagnosis dengan
kemudian dengan meningoensefalitis.4 status epileptikus suspek meningoensefalitis,
Pada kesempatan ini penulis melaporkan sebuah sepsis, dan bronkopneumonia.
kasus status epileptikus refrakter pada pasien anak Di IGD pasien sempat kejang fokal sisi kiri tubuh,
dengan meningoensefalitis. Penanganan sesuai diberikan penanganan berupa injeksi Diazepam 5
algoritme rekomendasi penalataksanaan status mg IV bolus sebanyak 2 kali selang 5 menit.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 2


LAPORAN KASUS Junaidi dan Evani 2019
Setelah pemberian Diazepam pasien sempat panjang termasuk kematian neuron, cedera
berhenti kejang selama 15 menit, tanpa adanya neuron, gangguan sistem konduksi saraf,
pemulihan kesadaran. Kemudian pasien kembali tergantung dari tipe dan durasi kejang yang
mengalami kejang fokal sisi kiri tubuh berlanjut terjadi.5
menjadi kejang generalisata sehingga pasien Status epileptikus terkadang dapat sulit diatasi dan
diberikan loading fenitoin 180 mg IV (20 menjadi berkepanjangan walaupun dengan
mg/kgBB) dan selang 12 jam kemudian diberikan pemberian obat anti kejang, inilah yang dikenal
maintenance fenitoin 2 x 30 mg IV (6 dengan sebutan status epileptikus refrakter. Status
mg/kgBB/hari). Penangangan lain yang diberikan epileptikus refrakter dapat diartikan sebagai status
pada pasien adalah pemberian O2 via kanula epileptikus yang tetap berlanjut walaupun telah
hidung sebanyak 2 lpm, pemasangan IVFD D51/4 diberikan terapi benzodiazepin dan satu jenis obat
NS 750 mL/24 jam (~30 tpm mikro), posisi head antiepilepsi (misalnya: fenitoin).6 Dengan
up 30o, pemasangan NGT dan kateter urin, injeksi demikian, dapat disimpulkan bahwa status
Ceftriaxone 1 x 1 gram IV, injeksi Paracetamol 4 epileptikus refrakter adalah status epileptikus
x 120 mg IV, injeksi Ranitidine 2 x 15 mg IV, yang tidak membaik dengan pemberian terapi
injeksi Dexamethasone 3 x 2 mg IV, loading kejang lini pertama dan kedua.
Mannitol 20% 50 mL IV, selang 8 jam kemudian Pada sebuah studi retrospektif pada 46 pasien
maintenance 3 x 20 mL IV, pasien dipuasakan. berusia 8 bulan sampai 16 tahun, dua puluh pasien
Pada hari perawatan pertama di ruang rawat inap, (43,4%) mengalami status epileptikus refrakter.
saat mau memberikan injeksi fenitoin pasien Jenis kejang yang dialami berupa kejang fokal
mengalami kejang fokal sisi kanan tubuh, setelah (23,9%), kejang generalisata (34,8%), kejang
pemberian injeksi fenitoin kejang masih berlanjut. fokal-generalisata (41,3%). Dari 20 pasien status
Pasien kemudian diberikan bolus midazolam 1,5 epileptikus refrakter tersebut, 6 di antaranya
mg IV (150 mcg/kgBB) yang dilanjutkan dengan meninggal, 14 orang berkembang menjadi
maintenance infus midazolam 1 mg/ jam (100 epilepsi dan/atau mengalami defisit neurologis.
mcg/kgBB/jam). Infus Midazolam dinaikkan Semua pasien yang pulang dari rumah sakit
menjadi 1,5 mg/ jam (150 mcg/kgBB/jam) baru diberikan obat antiepilepsi rumatan.7
setelah itu kejang berhenti. Pemberian infus Pada pasien ini ditemukan beberapa masalah,
midazolam dilanjutkan bersama dengan antara lain penurunan kesadaran, status
maintenance injeksi fenitoin. Dosis infus epileptikus refrakter, demam, dan sesak napas.
midazolam tertinggi yang diberikan adalah 2 mg/ Dari anamnesis, pemeriksaaan fisik, dan
jam (200 mcg/kg/jam) yang dipertahankan selama pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya
24 jam bebas kejang. Pada hari ketiga perawatan, tanda dan gejala infeksi pada pasien ini. Infeksi
infus midazolam diturunkan dosisnya bertahap tersebut mengenai sistem saraf pusat dan sistem
dan dipertahankan di kecepatan 1 mg/ jam. Pada pernapasan. Infeksi pada sistem saraf pusat yang
hari perawatan kelima, setelah 2x24 jam pasien dimaksud berupa meningoensefalitis (ditandai
bebas kejang, kesadaran pasien sudah perbaikan, dengan demam dan rangsang meningeal yang
maka infus midazolam dihentikan. Injeksi fenitoin positif). Kejadian status epileptikus pada pasien
dihentikan pada hari perawatan ketujuh. dengan meningoensefalitis cukup banyak terjadi.
Pemeriksaan fisik bermakna pada hari terakhir Selain mengobati infeksi pada sistem saraf pusat
perawatan adalah tremor positif dan pasien belum dan sistem pernapasan, terapi juga difokuskan
mampu duduk sendiri (harus ditopang). Pasien pada status epileptikus yang dapat mengancam
dirawat selama 14 hari di ruang perawatan anak, nyawa secara langsung.
kemudian dipulangkan tanpa pemberian obat Semakin lama durasi kejang pada status
antikonvulsan rumatan. epileptikus maka prognosisnya akan semakin
Pembahasan buruk dan menjadi lebih tidak responsif terhadap
Status epileptikus merupakan kondisi yang timbul terapi akibat internalisasi reseptor GABA.8 Oleh
akibat gagalnya mekanisme terminasi kejang atau karena itu, tujuan terapi pada status epileptikus
dari mekanisme awal iniasi kejang yang abnormal adalah menghentikan kejang secepatnya untuk
yang menghasilkan suatu kejang yang mengurangi kemungkinan cedera neurologis lebih
berkepanjangan. Status epileptikus merupakan lanjut dan kematian. Ada beberapa hal yang harus
kondisi yang dapat menimbulkan dampak jangka dipantau sebelum pemberian obat kejang, di

3 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Junaidi dan Evani 2019 LAPORAN KASUS
antaranya adalah pemantauan ABCDE (airway, diberikan terapi kejang lini kedua (fenitoin IV,
breathing, circulation, disability, neurologic fenobarbital IV). Bila setelah pemberian terapi
exam), tanda-tanda vital, lamanya kejang, kejang lini kedua masih belum ada perubahan,
oksigenasi, rekam jantung, tersedianya akses maka dapat diulang pemberian terapi kejang lini
intravena, pemeriksaan darah yang meliputi kedua atau diberikan terapi kejang lini ketiga yang
elektrolit, hematologi, dan toksikologi. Saat merupakan dosis anestesi dari obat-obat antara
kejang muncul pasien dapat segera diberikan lain: thiopental, midazolam, pentobarbital, dan
terapi kejang lini pertama dengan menggunakan propofol. Pada saat pemberian obat kejang lini
obat golongan benzodiazepin (diazepam IV, ketiga ini, dianjurkan untuk melakukan
lorazepam IV, midazolam IM) sebagai terapi pemantauan dengan menggunakan EEG
inisial. Apabila setelah pemberian lini pertama (elektroensefalografi) secara kontinu.9
kejang secara adekuat tidak berhenti, maka dapat

Gambar 1. Algoritme Rekomendasi Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus

Pada kasus ini, pasien sudah diberikan kemungkinan ekstravasasi yang menyebabkan
penanganan awal berupa pemberian oksigen, kerusakan jaringan (purple glove syndrome)
pemasangan jalur intravena, dan pemberian obat sehingga butuh pemantauan ketat selama
kejang lini pertama, yaitu diazepam IV sebanyak pemberiannya.10
2 kali. Namun, pasien tetap mengalami kejang Pada kasus ini, setelah pemberian obat kejang lini
sehingga diberikan terapi kejang lini kedua, yaitu kedua pun pasien masih tetap mengalami kejang.
fenitoin IV. Di Rumah Sakit Karitas, injeksi Oleh sebab itu, pasien diberikan obat kejang
fenitoin masih merupakan pilihan terapi lini kedua tambahan. Bila mengacu pada algoritma, maka
karena sediaannya yang intravena sehingga pilihan terapi selanjutnya adalah fenobarbital 20
respon lebih cepat dibandingkan sediaan mg/kgBB IV bolus. Namun, pada pasien ini tidak
fenobarbital yang intramuskular (tidak tersedia diberikan fenobarbital, melainkan langsung
obat fenobarbital IV). Pemberian obat fenitoin IV diberikan terapi kejang lini ketiga yaitu bolus
harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan midazolam 0,15 mg/kgBB IV. Hal ini disebabkan
ketentuannya. Fenitoin memiliki efek samping karena sediaan obat fenobarbital yang ada di RS
berupa hipotensi, aritmia, alergi, dan Karitas adalah hanya sediaan intramuskular.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 4


LAPORAN KASUS Junaidi dan Evani 2019
Selain itu, pada suatu penelitian menunjukkan diturunkan perlahan (tappering off) hingga
bahwa hanya 5% kasus status epileptikus yang akhirnya pemberian Midazolam rumatan
berespons dengan pemberian fenobarbital setelah dihentikan. Setelah penghentian pemberian
sebelumnya gagal dengan terapi benzodiazepin midazolam tidak ditemukan kejang lagi pada
dan fenitoin.6 pasien tersebut.
Midazolam merupakan salah satu terapi kejang Pada kasus status epileptikus disertai demam,
lini ketiga dan digunakan ketika pemberian obat- dimana pungsi lumbal tidak dapat dilakukan,
obatan kejang lini pertama dan kedua tidak maka kecurigaan meningoensefalitis akibat
berhasil menghentikan kejang. Kelebihan bakteri meningkat. Pasien dapat diberikan terapi
midazolam adalah kerjanya cepat dan mudah antibiotik dengan dosis adekuat selama 10-14
dititrasi. Sedangkan kekurangan dari obat ini hari.12 Pengobatan meningoensefalitis pada kasus
adalah sifat takifilaksis setelah penggunaan 24-48 ini diberikan secara empiris karena keterbatasan
jam, sehingga perlu peningkatan dosis obat yang pemeriksaan untuk menunjang diagnosis
kemudian menyebabkan terjadinya akumulasi meningoensefalitis seperti pungsi lumbal dan CT-
dosis obat yang akan memperlambat kembalinya scan. Dengan berdasarkan klinis pasien dan
kesadaran pasien.6 Seringkali pemberian pemeriksaan laboratorium yang ada, maka
midazolam secara bolus sebagai terapi kejang lini pengobatan ditujukan untuk meningoensefalitis
ketiga dengan dosis untuk menghentikan kejang bakterial menggunakan antibiotik golongan
akan menimbulkan depresi napas sehingga pada sefalosporin yakni Ceftriaxone dengan dosis 100
pasien perlu dilakukan intubasi dan pemakaian mg/kgBB/hari selama 14 hari. Berdasarkan data
alat bantu pernapasan.11 Oleh sebab itu, epidemiologi etiologi terbanyak
penggunaan obat kejang lini ketiga ini harus meningoensefalitis bakterial pada anak adalah
dilakukan secara hati-hati dan dengan Haemophilus influenzae tipe B, Neisseria
pemantauan yang ketat karena memiliki beberapa meningitidis, dan Streptococcus pneumoniae.13
efek samping yang bila tidak digunakan secara Fokus infeksi pada pasien ini diduga dari paru
bijak justru dapat membahayakan nyawa pasien. (bronkopneumonia), kemungkinan fokus infeksi
Setelah pemberian obat kejang lini ketiga, lain pada pasien meningoensefalitis bakterial
sebaiknya dilakukan pemantauan ketat pada adalah infeksi sinus paranasal, otitis media,
pasien dan pasien dipindahkan ke ruang trauma kepala atau operasi yang menimbulkan
perawatan intensif. Akan tetapi, karena hubungan antara ruang subarakhnoid dengan
keterbatasan sumber daya yang ada di RS Karitas, lingkungan luar.14
Sumba Barat Daya, dan belum tersedianya ruang Pasien pada laporan kasus ini juga diberikan terapi
perawatan intensif (ICU) yang sanggup osmotik berupa Mannitol. Mannitol diberikan bila
memantau kondisi pasien dengan ketat, pasien ada kecurigaan edema serebri atau peningkatan
terpaksa dirawat di ruang perawatan biasa. tekanan intrakranial yang ditandai dengan
Namun, pemberian obat kejang lini ketiga penurunanan kesadaran dan dilatasi pupil
tersebut tetap diberikan dengan alasan demi unilateral atau bilateral yang tidak reaktif terhadap
keselamatan pasien dan dengan tujuan rangsangan cahaya. Pada pasien diberikan
menghentikan kejang yang refrakter setelah Mannitol dengan dosis awal 1 g/kgBB IV. Selain
pemberian obat kejang lini pertama dan kedua. Mannitol pilihan terapi osmotik yang dapat
Pemberian midazolam berhasil menghentikan diberikan pada pasien meningoensefalitis adalah
kejang yang dialami pasien tersebut. Kemudian hipertonik salin, sorbitol, dan glycerol. Pada
selanjutnya diberikan midazolam dengan dosis pemberian terapi osmotik harus dilakukan
rumatan untuk mencegah kejang berulang monitoring terhadap keseimbangan elektrolit dan
dikombinasi dengan injeksi Fenitoin. Selama output urine, bila terdapat gangguan pada kedua
perawatan pasien sempat mengalami kejang hal tersebut, terapi harus dihentikan.15 Terapi
berulang beberapa kali, tetapi kejang berhasil adjuvan kortikosteroid (deksametason) juga
dihentikan dengan menaikkan dosis Midazolam diberikan pada pasien kasus ini. Kortikosteroid
rumatan. Setelah perawatan selama beberapa hari memiliki efek melemahkan proses inflamasi
didapatkan penurunan frekuensi dan durasi kejang intrakranial dengan tujuan menurunkan edema
hingga didapatkan kondisi bebas kejang dalam 24 serebri, kejadian sekuel neurologis dan mortalitas
jam. Kemudian dosis rumatan midazolam pasien. Pada sebuah systematic review

5 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Junaidi dan Evani 2019 LAPORAN KASUS
kortikosteroid memiliki efek protektif untuk epilepsi dapat baru muncul bertahun-tahun
mencegah sekuel neurologis dan kehilangan kemudian (5-20 tahun).18 Namun, pada daerah
fungsi pendengaran yang berat pada pasien perifer, ketidaktersediaan obat, biaya kontrol/
meningitis bakterial akut.16 Sebuah penelitian sambung obat yang tidak ditanggung oleh jaminan
meta-analisis menunjukkan bahwa pemberian kesehatan daerah setempat, dan kendala
kortikosteroid hanya memberikan angka transportasi membuat kejadian epilepsi pasca
mortalitas yang sedikit lebih rendah dan secara meningoensefalitis sulit didiagnosis dan
statistik tidak signifikan dengan kelompok yang ditangani.
diberikan plasebo. Namun pemberian Simpulan
kortikosteroid tidak menimbulkan efek samping Status epileptikus merupakan kondisi yang
yang berat sehingga pemberiannya sebagai mengancam nyawa. Status epileptikus seringkali
adjuvan pada kasus meningoensefalitis dapat tidak dapat diatasi dengan pengobatan kejang lini
dipertimbangkan.17 pertama. Oleh karena itu, penyediaan obat kejang
Setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit lini kedua ataupun ketiga sangat penting terutama
Karitas selama 14 hari, pasien pada kasus ini pada daerah-daerah perifer dimana ketersediaan
akhirnya diperbolehkan keluar dari rumah sakit obat terbatas. Status epileptikus yang terlambat
dengan keadaan membaik tanpa diberikan obat diketahui dan tidak ditangani lebih awal dapat
kejang rumatan dengan beberapa pertimbangan. berlanjut menjadi status epileptikus refrakter yang
Pasien mengingoensefalitis yang mengalami kemudian bisa mengakibatkan kecacatan bahkan
kejang akan berisiko 22 kali lipat lebih tinggi kematian pada penderitanya.
untuk menjadi epilepsi di kemudian hari. Gejala
Daftar Rujukan
1. Pourmand R. Practicing Neurology What You American Epilepsy Society. Epilepsy Currents
Need to Know What You Need to Do. Second 2016;16: 48-61.
Edition. New Jersey: Humana Press; 2008:85-90. 10. Grover EH, Nazzal Y, Hirsch LJ. Treatment of
2. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, et al. Convulsive Status Epilepticus. Curr Treat Options
Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus. Neurol 2016;18(3):11.
Jakarta: IDAI; 2016. 11. Bolon M, Boulieu R, Flamens C, et al. Sedation
3. Barzegar M, Mahdavi M, Behbehani AG, Tabrizi induced by midazolam in intensive care:
A. Refractory Convulsive Status Epilepticus in pharmacologic and pharmacokinetic aspects. Ann
Children: Etiology, Associated Risk Factors and Fr Anesth Reanim 2002;21:478-492.
Outcome. Iran J Child Neurol 2015;9(4):24-31. 12. Chin RFM, Neville BGR, Scott RC. Meningitis is
4. Saz EU, Karapinar B, Ozcetin M, et al. Convulsive a common cause of convulsive status epilepticus
status epilepticus in children: Etiology, treatment with fever. Arch Dis Child 2005;90:66-69.
protocol, and outcome. Seizure 2011;20:115-118. 13. van de Beek D, Cabellos C, Dzupova O, Esposito
5. Trinka E, Cock H, Hesdorffer D, et al. A definition S, Klein M, Kloek AT, et al. ESCMID guideline:
and classification of status epilepticus – Report of diagnosis and treatment of acute bacterial
the ILAE Task Force on Classification of Status meningitis. Clin Microbiol Infect. 2016;22:S37-
Epilepticus. Epilepsia 2015;56:1515-1523. S62.
6. Singh SP, Agarwal S, Faulkner M. Refractory 14. Runde TJ, Hafner JW. Bacterial meningitis.
status epilepticus. Ann Indian Acad Neurol https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470351
2014;17(1):S32-S36. 15. Wall ECB, Adjukieweicz KMB, Bergman H,
7. Jainn JL, Kuang LL, Huei SW, et al. Analysis of Heyderman RS, Garner P. Osmotic therapies
status epilepticus related presumed encephalitis in added to antibiotics for acute bacterial meningitis.
children. Europian Journal of Paediatric Cochrane Database of Systematic Reviews.
Neurology 2008;12(1):32-37. 2018;2:CD008806.
8. Niquet J, Baldwin R, Suchomelova L, et al. 16. Brouwer MC, McIntyre P, Prasad K, van de Beek
Benzodiazepine-refractory status epilepticus: D. Corticosteroids for acute bacterial meningitis
pathophysiology and principles treatment. Ann (review). Cochrane Database of Systematic
NY Acad Sci 2016;1378:166-173. Reviews. 2015;9CD0004405.
9. Glauser Tracy, Shinnar Shlomo, Gloss David, et 17. Shao M, Xu P, Liu J, Liu W, Wu X. The role of
al. Evidence-Based Guideline: Treatment of adjunctive dexamethasone in the treatment of
Convulsive Status Epilepticus in Children and bacterial meningitis: an updated systematic meta-
Adults: Report of the Guideline Committee of the analysis. Patient Prefer Adherence. 2016;10:1243-
1249.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 6


LAPORAN KASUS Junaidi dan Evani 2019
18. Michael BD, Solomon T. Seizures and
encephalitis: Clinical features, management, and
potential pathophysiologic mechanisms. Epilepsia
2012;54(4):63-71.

7 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 2, Nomor 1: 8-13, 2019
TINJAUAN PUSTAKA
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

RETINOPATI SEBAGAI PENANDA


PROGNOSTIK GANGGUAN
NEUROLOGIS PADA PENDERITA MALARIA SEREBRAL YANG
BERTAHAN HIDUP: SEBUAH TINJAUAN SISTEMATIK MINI
Indra Febryan Gosal, Adam Prabata
Rumah Sakit Permata Depok, Jawa Barat, Indonesia

Diterima 22 Oktober 2018 DOI: 10.29342/cnj.v2i1.49


Disetujui 14 Maret 2019
Publikasi 18 Maret 2019 Korespondensi: indra_gosal@yahoo.co.id

ABSTRAK

Latar Belakang: Malaria serebral merupakan Hasil: Tiga penelitian kohort prospektif yang terdiri
komplikasi infeksi Plasmodium falciparum yang dapat dari 458 dinilai secara kritis. Gangguan neurologis
menyebabkan gangguan neurologis bagi penderitanya yang mungkin muncul adalah epilepsi (9-10%),
yang bertahan hidup. neurodisabilitas baru atau pemeriksaan neurologis
Tujuan: Untuk menentukan apakah retinopati dapat abnormal (7,2-23,1%), dan gangguan perilaku yang
menjadi penanda prognostik gangguan neurologis mengganggu (10,6%). Odds Ratio berkisar dari 31,8-
pada penderita malaria serebral yang bertahan hidup. 37,2.
Metode Penelitian: Pencarian terstruktur di beberapa Simpulan: Temuan tidak konsisten membuat
sumber data, termasuk Pubmed, Ebscohost, Ovid, dan retinopati masih dipertanyakan sebagai penanda
Proquest, untuk studi kohort. Studi prognosis yang prognostik dari gangguan neurologis pada malaria
dipilih telah melalui penilaian kritis berdasarkan studi serebral. Namun masih bisa menjadi penanda penting
prognosis Oxford CEEBM. di masa depan dengan penelitian yang ekstensif.

Kata Kunci: Retinopati, Malaria Serebral, Gangguan Neurologis

ABSTRACT

Introduction: Cerebral malaria is a complication of Results: Three prospective cohort study comprising of
Plasmodium falciparum infection which can lead to 458 subjects were critically appraised. Neurological
neurological disorder for the survivors. disorder which possibly appeared are epilepsy (9-
Aim: to establish whether retinopathy can be a 10%), new neurodisabilites or abnormal neurological
prognostic marker of neurological disorder in cerebral examination (7,2-23,1%), and disruptive behavioural
malaria survivors. disorder (10,6%). Odds ratio was ranged from 31,8-
Methods: We conducted structured search in several 37,2.
databases including Pubmed, Ebscohost, Ovid, and Conclusion: Inconsistent findings rendered retinopathy
Proquest, for cohort studies. Then, the selected questionable as a prognostic marker of neurological
prognosis studies underwent critical appraisal based on disorder in cerebral malaria. However, its reliability in
Oxford CEEBM prognosis study critical appraisal. the future is plausible with extensive studies.

Keywords: Retinopathy, Cerebral Malaria, Neurological Disorde

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 8


ARTIKEL ASLI Gosal dan Prabata 2019
Latar Belakang salah satu indikator diagnostik, studi terbaru
Malaria merupakan penyakit yang umum dan menunjukkan bahwa penemuan retinopati pada
mengancam nyawa di beberapa area tropis dan kasus malaria serebral juga menunjukkan bahwa
subtropis. Terdapat lebih dari 100 negara dan penderitanya lebih mungkin untuk menderita
wilayah dimana di dalamnya terdapat risiko berbagai macam gangguan neurologis.
penularan malaria, dan negara tersebut juga Metode
dikunjungi oleh lebih dari 125 juta pengunjung Kami melakukan pencarian terstruktur di
mancanegara setiap tahunnya.1 Indonesia sebagai beberapa sumber data, termasuk Pubmed,
salah satu negara tropis, tidak luput dari salah satu Ebscohost, Ovid, dan Proquest, untuk studi kohort
negara dengan angka penderita malaria yang tentang topik ini. Kemudian, studi prognosis yang
cukup tinggi. Diantara seluruh spesies dipilih telah melalui penilaian kritis berdasarkan
Plasmodium, Plasmodium falciparum merupakan penilaian kritis studi prognosis Oxford Clinical
spesies Plasmodium yang paling umum Epidemiology and Evidence-Based Medicine
ditemukan di Indonesia. Beberapa data yang telah (CEEBM).
dikumpulkan di Indonesia, mengungkapkan Dimana proses pencarian data, diawali dengan
bahwa infeksi Plasmodium falciparum dan menggunakan kata kunci berupa retinopati,
Plasmodium vivax sering terjadi secara malaria serebral dan gangguan neurologis, dalam
bersamaan. Dari 2366 lokasi survei, keberadaan bahasa Inggris pada sumber data yang kami
kedua spesies ini dikonfirmasi di 1606 lokasi gunakan. Kemudian, pada tahap selanjutnya, kami
(68%), dengan Plasmodium falciparum sebagai membatasi ketentuan pencarian data yang
penyebab paling dominan.2 diperlukan pada masing-masing sumber data,
Infeksi dari Plasmodium falciparum ini, dapat dimana pada seluruh sumber data yang kami
menimbulkan manifetasi kelainan neurologis gunakan, kami membatasi data yang kami cari
yang mematikan dan berpotensi fatal, yakni dengan ketentuan data yang dipublikasikan
malaria serebral. Plasmodium falciparum selama 10 tahun terakhir, studi harus dilakukan
merupakan agen penyebab utama dari malaria pada manusia, berbahasa Inggris, dan juga data
serebral pada manusia, dan bertanggung jawab berbentuk artikel atau jurnal.
terhadap kematian 1 juta anak di daerah Afrika Dari pencarian terhadap empat sumber data yang
Sub-Sahara setiap tahunnya.3 Untuk mendiagnosis kami gunakan, diperoleh total artikel atau jurnal
kasus malaria serebral, bukanlah perkara yang sebanyak 1625 artikel atau jurnal, dimana setelah
mudah, dikarenakan banyaknya karakteristik melalui proses penyaringan judul abstrak yang
yang tidak spesifik dari penyakit ini. Selama 30 sesuai dengan topik yang kami bahas, diperoleh
tahun terakhir, retinopati menjadi salah satu 13 judul artikel atau jurnal. Setelah itu, dari 13
indikator diagnostik pada anak-anak, maupun judul tersebut, kami lakukan kembali penyaringan
orang dewasa dengan malaria serebral, karena tahap kedua, dimana diperoleh 3 judul artikel atau
keparahannya berkolerasi dengan penandaan jurnal yang dapat kami gunakan. Setelah itu, kami
serebrovaskuler Plasmodium falciparum Red lakukan pencarian untuk memastikan
Blood Cell (PfRBC), serta membantu ketersediaan naskah lengkap dari 3 judul artikel
membedakan koma akibat malaria serebral, atau jurnal tersebut. Setelah diperoleh naskah
dengan koma non-malaria. Gambaran umum lengkap dari 3 judul artikel atau jurnal tersebut,
retinopati, yang meliputi pemutihan retina, kami membaca naskah lengkapnya, dan kemudian
perdarahan, dan perubahan yang disebabkan oleh kami gunakan dalam pembuatan tinjauan
abnormalitas pada warna pembuluh darah, sistematik sederhana. Berikut gambar diagram
kemungkinan hasil dalam bagian dari obstruksi dari hasil pencarian yang telah kami lakukan dari
mekanik karena sekuestrasi dari PfRBC dan sumber data yang sudah disebut di atas.
perfusi yang berkurang.3-6 Selain berfungsi sebagai

9 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Gosal dan Prabata 2019 ARTIKEL ASLI

Gambar 1. Diagram Hasil Pencarian dari Sumber Data


Hasil atau pemeriksaan neurologis abnormal (7,2-
Dari proses pencarian data, diperoleh 3 judul 23,1%), dan gangguan perilaku yang mengganggu
artikel atau jurnal yang dapat digunakan sebagai (10,6%). Odds Ratio berkisar dari 31,2-37,8.
data dalam pembuatan tinjauan sistematik Berikut kami sertakan tabel yang menunjukan
sederhana kami. Tiga penelitian kohort prospektif gangguan neurologis yang dapat ditemukan pada
yang terdiri dari 458 subjek yang memenuhi penderita malaria serebral yang bertahan hidup
semua kriteria inklusi, dinilai secara kritis. (Tabel 1).
Gangguan neurologis yang mungkin muncul
adalah epilepsi (9-10%), neurodisabilitas baru

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 10


ARTIKEL ASLI Gosal dan Prabata 2019
Tabel 1. Gangguan Neurologis pada Penderita Malaria Serebral yang Bertahan Hidup

Total Gangguan Neurologis Waktu Observasi Odds Ratio Nilai p


Subjek (%) (Median (Jarak)) (95%CI)

Birbeck et 121 • Epilepsi (9%) • 309 hari (111-524 • Undefined • p<0,000


al
7
• Neurodisabilitas hari) • 31,2 (4,1- 1
baru (23,1%) • 111 hari (23-228 240,1) • p<0,000
• Gangguan perilaku hari) • 37,8 (8,8- 1
yang mengganggu • 150 hari (83-228 161,8) • -
(10,6%) hari)
Boivin et 83 • Epilepsi (10%) - - -
al
8

Villaverde 254 • Pemeriksaan - - • p=0,224


et al6
neurologis yang
abnormal (7,2 %)

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat Perlu diketahui bahwa, retinopati malaria
disimpulkan bahwa pada salah satu data yang memiliki tiga komponen utama, dua yang pertama
kami dapatkan, terdapat hubungan antara adalah khas untuk malaria, yakni pemutihan
penemuan retinopati pada pasien dengan malaria retina, perubahan pembuluh darah, dan
serebral yang bertahan hidup, dimana pada perdarahan retina. Papilledema dapat timbul
penderitanya mempunyai risiko untuk mengalami bersamaan dengan salah satu atau semua dari tiga
gangguan neurologis, dibandingkan dengan gejala tersebut, namun papilledema tidak spesifik
kontrol. Dari salah satu hasil penelitian yang kami untuk malaria, bahkan papilledema sendiri juga
pilih ditemukan adanya kemungkinan, dimana tidak memiliki nilai diagnostik pada malaria
penemuan retinopati pada penderita malaria serebral. Retinopati pada malaria, paling mudah
serebral yang bertahan hidup, memiliki diketahui melalui pupil yang sepenuhnya
kemungkinan sekitar 31,2-37,8 kali untuk membesar, baik dengan menggunakan
mengalami kelainan neurologis. Dimana waktu pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun
observasi yang diperlukan, hingga munculnya tidak langsung.4
gejala neurologis, membutuhkan waktu paling Pada studi otopsi yang dilakukan di Malawi, pada
cepat 23 hari, dan paling lambat 524 hari, dengan anak-anak dengan malaria serebral sesuai dengan
rata-rata gangguan neurologis akan muncul kriteria World Health Organization (WHO), salah
dengan observasi selama 190 hari. Hal tersebut satu fitur klinis atau laboratorium yang dapat
juga menandakan bahwa adanya hubungan atau membedakan antara koma yang disebabkan
korelasi antara retinopati dengan gangguan malaria, maupun non malaria adalah kemunculan
neurologis pada penderita malaria serebral yang dari retinopati. Saat ini, retinopati malaria
bertahan hidup. merupakan indikator klinis yang paling sensitif
Pembahasan dan spesifik dari sekuestrasi serebral. Dan
Pada tinjauan sistematik sederhana yang kami retinopati ini juga ditemukan pada dua pertiga
lakukan, diperoleh satu penelitian yang anak-anak dengan malaria serebral. Atas dasar
menggambarkan hasil signifikan yang itulah, penilaian untuk retinopati malaria, dapat
menunjukkan hubungan retinopati dan gangguan memberikan informasi prognostik, serta
neurologis, tetapi tidak pada dua penelitian diagnostik.4,6
lainnya. Dimana hal ini menunjukkan bahwa Namun, pemeriksaan untuk menemukan adanya
penemuan retinopati pada pasien dengan malaria retinopati pada malaria serebral bukanlah tanpa
serebral tidak hanya dapat digunakan sebagai kekurangan. Terdapat kekurangan yang paling
salah satu indikator diagnostik, akan tetapi dapat signifikan, yakni berada pada tingkat klinisi,
juga digunakan sebagai salah satu indikator dimana kurangnya pelatihan, kurangnya
penanda prognostik gangguan neurologis pada pengalaman, dan kepercayaan diri untuk
penderita malaria serebral. melakukan tindakan funduskopi. Ada sedikit
perdebatan mengenai penggunaan pilihan

11 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Gosal dan Prabata 2019 ARTIKEL ASLI
oftalmoskopi langsung maupun tidak langsung maka pemeriksaan oftalmoskopi langsung
untuk menemukan retinopati pada pasien, dimana menyeluruh, akan mencukupi untuk
pada oftalmoskopi tidak langsung tergolong mengidentifikasi sekitar 90% retinopati pada
mahal, dan membutuhkan lebih banyak waktu malaria serebral, tentunya dengan kondisi pupil
untuk menguasainya, namun disamping itu, harus dilatasi sepenuhnya, serta membutuhkan
oftalmoskopi tidak langsung memiliki kelebihan latihan dalam aplikasinya.4
dalam menampilkan bidang pandang yang lebih Tentunya penemuan retinopati pada malaria
luas dengan proyeksi dua dimensi, lebih cepat serebral dapat menjadi indikator diagnostik, serta
serta lebih dapat diandalkan daripada berpotensi digunakan sebagai indikator
oftalmoskopi langsung. Namun bila biaya dan prognostik. Gambar 2 dapat menjelaskan adanya
ketersediaan dari oftalmoskopi tidak langsung hubungan antara retinopati dengan kelainan
merupakan rintangan yang tidak dapat diatasi, neurologis pada pasien malaria serebral.5

Gambar 2. Kemungkinan Mekanisme Kematian dan Gangguan Neuro-kognitif pada Malaria Serebral
dan Area untuk Intervensi
Pada gambar tersebut, dibagian awal Plasmodium disebabkan karena adanya herniasi transtentorial,
falciparum infected erythrocytes (IE) melekat kompresi batang otak, atau iskemia serebral luas,
pada pembuluh darah endotel, terserap dalam atau menyebabkan kerusakan saraf dengan
jumlah yang besar ke otak (A). Perubahan lokal konsekuensi adanya kerusakan neuro-kognitif.
dan sistemik menghasilkan disfungsi organ vital Parasit yang masih tersisa, juga dapat
yang signifikan yang menyebabkan gangguan menghasilkan racun secara lokal, dan
metabolik yang berat (B) yang dapat dengan cepat menyebabkan iskemia, atau mempengaruhi
mengakibatkan kematian kecuali adanya koreksi produksi dari produk-produk inflamasi seperti
yang mendesak (misalnya koreksi glukosa darah, sitokin yang menyebabkan kejang berulang, dan
dialisis, atau ventilasi) dimulai. Penyerapan IE kerusakan neuronal. Gangguan metabolik lebih
dalam pembuluh serebral meningkatkan volume sering terjadi pada orang dewasa ketika terjadi
serebral (C). yang bersamaan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan sementara
meningkatnya aliran darah otak, menimbulkan kejang merupakan hal yang umum terjadi pada
gejala kejang, anemia, dan hipertermia (D). anak-anak.5
Fungsi dari sawar darah otak berubah, sehingga Dari gambar tersebut, dapat dikatakan bahwa,
menyebabkan pembengkakan otak, dan membuat penemuan retinopati pada penderita malaria
tekanan intrakranial menjadi meningkat (E). Hal serebral yang masih bertahan hidup, dapat disertai
ini juga dapat menyebabkan kematian yang dengan adanya kelainan neurologis pada

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 12


ARTIKEL ASLI Gosal dan Prabata 2019
penderitanya, hal ini disebabkan karena adanya Maka dari itu, penemuan retinopati pada kasus
proses infeksi dari Plasmodium falciparum di malaria serebral, yang sejak tahun 1993 diketahui
dalam otak penderitanya, dan kemudian dari studi pada anak-anak di Malawi, tetap
menyebabkan perubahan fisiologis dari fungsi memerlukan penelitian lebih lanjut, terkait dengan
otak, seperti adanya peningkatan tekanan penemuan retinopati sebagai penanda prognostik
intrakranial, pembengkakan otak, kemudian pada penderita malaria serebral yang bertahan
adanya produk-produk inflamasi seperti sitokin, hidup.7-8 Perbedaan antara hasil tersebut mungkin
yang menyebabkan timbulnya berbagai kelainan dihasilkan dari perbedaan lokasi, subjek total, dan
neurologis pada penderitanya. metode untuk menilai gangguan neurologis.
Berbagai kelainan neurologis pada pasien dengan Simpulan
malaria serebral yang dapat muncul antara lain Retinopati merupakan salah satu pemeriksaan
adalah epilepsi, neurodisabilitas baru, dan juga yang dapat digunakan untuk menegakkan
gangguan perilaku yang mengganggu. Dari hasil diagnosis dari malaria serebral. Namun, temuan
penemuan tersebut, menunjukkan bahwa yang tidak konsisten dalam penelitian yang kami
retinopati dengan malaria serebral menjadi faktor pilih membuat retinopati masih dapat
risiko untuk beberapa kelainan neurologis yang dipertanyakan sebagai penanda prognostik dari
merugikan, termasuk epilepsi, gangguan perilaku gangguan neurologis pada malaria serebral. Hal
yang mengganggu, dan neurodiasbilitas yang tersebut masih bisa menjadi penanda penting di
dicirikan dengan gangguan motorik, sensorik, masa depan dengan penelitian yang luas dan lebih
atau defisiensi bahasa. Kemudian sebagian besar baik di masa depan.
gejala sisa, kemunculannya tertunda, dan tidak
jelas pada saat keluar dari rumah sakit. Laporan tinjauan sistematik mini ini diajukan
Penyerapan parasit otak, juga merupakan ciri khas dalam sesi ilmiah presentasi poster pada Bali
malaria serebral, dan satu-satunya metode yang Neurology Update 6th yang diselenggarakan oleh
tersedia untuk mengonfirmasi penyerapan di Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
susunan saraf pusat, memerlukan analisa dari cabang Denpasar, bekerja sama dengan Fakultas
jaringan otak. Namun demikian, sulit untuk Kedokteran Universitas Udayana, dan Rumah
mengetahui bagaimana perwakilan populasi anak- Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tanggal 6-9
anak dengan retinopati-positif malaria serebral September 2018 di Sanur, Bali.
adalah semua anak-anak dengan malaria serebral.

Daftar Rujukan
1. World Health Organization. Malaria [Internet]. 4(12) 827-40.
WHO. 2018 [cited 19 Agustus 2018]. Available 6. Villaverde C, et al. Clinical comparison of
from : http://www.who.int/ith/ITH_chapter_7.pdf retinopathy-positive and retinopathy-negative
2. Elyazar IRF, Hay SI, Baird JK. Malaria cerebral malaria. Am J Trop Med Hyg. 2017; 96(5)
distribution, prevalence, drug resistance, and 1176-84.
control in Indonesia. Advances in Parasitology. 7. Birbeck GL, et al. Blantyre Malaria Project
2011; 74 41-175. Epilepsy Study (BMPES) of neurological
3. Shikani HJ, et al. Cerebral malaria. The American outcomes in retinopathy-positive paediatric
Journal of Pathology. 2012; 181(5) 1484-92. cerebral malaria survivors: a prospective cohort
4. Beare NA, et al. Redefining cerebral malaria by study. The Lancet Neurology. 2010; 9(12) 1173-
including malaria retinopathy. Future 81.
Microbiology. 2011; 6(3) 349-55. 8. Boivin MH, et al. Developmental outcomes in
5. Idro R, Jenkins NE, Newton C. Pathogenesis, Malawian children with retinopathy-positive
clinical features, and neurological outcomes of cerebral malaria. Tropical Medicine and
cerebral malaria. The Lancet Neurology. 2005; International Health. 2011; 16(3) 263-71.

13 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 2, Nomor 1:14-18, 2019
TINJAUAN PUSTAKA
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

SAWAR OTAK

IGN Ketut Budiarsa, Ni Made Susilawathi, Faldi Yaputra, I Putu Eka Widyadharma
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Diterima 07 Februari 2019 DOI: 10.29342/cnj.v2i1.54


Disetujui 25 Februari 2019
Publikasi 18 Maret 2019 Korespondensi: faldiyap@gmail.com

ABSTRAK

Sawar otak merupakan jembatan antara sirkulasi darah darah-araknoid. Tulisan ini akan membahas ketiga
dan otak. Mekanisme pertahanan yang mengatur jenis sawar otak, mekanisme sawar otak, maupun
pertukaran molekul-molekul dari darah menuju ke pengantaran obat-obat sangat penting dengan berfokus
otak. Terdapat tiga jenis sawar otak yaitu sawar darah- pada sawar darah-otak yang merupakan sawar otak
otak, sawar darah-cairan serebrospinal dan sawar terluas permukaannya di otak.

Kata Kunci: sawar otak, sawar darah otak, neurovaskular

ABSTRACT

Brain barrier is a bridge between circulation and the paper, we will discuss these three types of brain barrier,
brain. It selected the molecular changes and focusing on the blood-brain barrier which is the
movements towards the brain. There are three types of broadest brain barrier. This paper aims to discuss
brain barrier, the blood-brain barrier, the cerebrospinal- further about the brain barriers which play an important
blood barrier, and the blood-arachnoid barrier. In this role in physiological relationships and drug delivery.

Keywords: brain barrier, blood-brain barrier, neurovascular

Latar Belakang sawar darah-cairan serebrospinal dilakukan


Pembuluh darah adalah komponen penting dalam pertama kali oleh Paul Ehrlich pada akhir abad ke
sistem sirkulasi yang mampu menghantarkan 19. Dia menyuntikkan zat pewarna ke dalam
darah ke seluruh tubuh untuk menjaga fungsi darah pada hewan coba dan menyadari zat
homeostasis organ dan jaringan. Mengatur pewarna menyebar ke seluruh organ, kecuali otak.
pengantaran oksigen dan nutrisi, mengangkut sisa 1,2

pembuangan metabolisme, dan memediasi signal Dalam penelusuran lebih dalam, diketahui bahwa
kelenjar endokrin. Struktur vaskular dibentuk oleh ada 3 sawar otak3,4, yaitu:
beberapa segmen, arteri, arteriol, kapiler, venula, 1. Sawar darah otak
dan vena yang struktur penyusunnya berbeda- 2. Sawar darah-cairan serebrospinal, pada
beda.1,2Jaringan Otak juga membutuhkan suplai epitel pleksus koroideus
nutrisi untuk dapat menjalankan fungsinya dalam 3. Sawar darah-epitel araknoid, memisahkan
transmisi signal kimiawi dan elektrik. Fungsi otak darah dan cairan serebrospinal
diatur oleh homeostasis ion disekitar sinaps, yang Namun dalam sawar darah-cairan serebrospinal
merupakan elemen utama transmisi signal antar dan sawar darah-epitel araknoid ternyata tidak
neuron. Pengantaran material diatur oleh sawar memiliki permukaan yang luas dibandingkan
khusus baik secara anatomi maupun fisiologi, dengan sawar darah-otak. Oleh karena itu banyak
yang disebut sawar otak. Sawar otak ini sangat penelitian yang hanya berfokus pada sawar darah-
ketat dalam ngatur perpindahan material dari otak saja karena menjadi target utama untuk
darah menuju struktur otak.3 Percobaan pertama penghantaran obat ke jaringan otak.3
untuk membuktikan adanya sawar darah-otak dan

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 14


Budiarsa dkk 2019 TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan Sel Mural
Sawar Darah-Otak Sel mural adalah sel yang menyelubungi
Pada pembuluh kapiler otak, sel endotel pembuluh darah yang seluruhnya menyelimuti sel
membentuk struktur penghalang, di mana bagian endotel mikrovaskular. Perisit adalah sel yang
permukaan luar dilapisi oleh membran basal yang berada pada permukaan abluminal mikrovaskular
terbentuk dari matriks ekstraseluler. Kapiler dan melekat pada membran basal. Terdapat
endotel ini dikelilingi oleh perisit, perpanjangan kesulitan dalam mempelajari perisit karena tidak
kaki astrosit, sel neuron, yang membentuk unit adanya biomarker spesifik yang diekspresi oleh
vaskularneurovaskular.1,4,5 Sawar darah otak terdiri perisit, akibatnya perisit sering membingungkan
dari selapis endotel tanpa fenestrasi dan vesikel dengan sel lain yang terdapat di permukaan
sitoplasma. Struktur penghalang pada endotel ini mikrovaskular. Perisit memiliki perpanjangan
mengontrol integritas sawar darah-otak, melalui membran sel menyelubungi permukaan abluminal
transporter yang memediasi influks dan efluks endotel yang memiliki protein kontraktil,
molekul spesifik pada sawar darah-otak.4 Selain sehingga mampu berkontraksi untuk mengatur
sel endotel, struktur lain pembentuk diameter kapiler. Walaupun membran perisit
neurovaskular unit ini seperti membran basal dan memanjang menyelubungi seluruh dinding
sel lainnya juga ikut berperan penting dalam endotel, namun badan sel tidak menyentuh sel
mempertahankan fungsi sawar darah-otak. Luas endotel, tapi dipisahkan oleh membran basal
permukaan sel endotel pembentuk sawar darah- tempat mereka melekat.7,9
otak mencapai 150-200cm2/g jaringan otak.6 Membran Basal
Unit Neurovaskular Membran basal adalah bagian penting dalam
Selama perkembangan otak, kapiler struktur sawar darah-otak. Mengelilingi sel
berdiferensiasi menjadi sawar darah-otak. endotel dan perisit. Sel endotel, perisit, dan
Permeabilitas sawar darah-otak dikendalikan oleh membran basal berkontribusi dalam pembentukan
sifat biokimia endotel pembuluh darah lapisan ekstraseluler membran basal. Protein
mikrovaskular. Struktur biologis mikrovaskular struktural (kolagen dan elastin), protein khusus
otak merupakan hasil interaksi sel-sel endotel (fibronektin dan laminin) dan proteoglikan.
dengan membran basal dan sel glia (mikroglia dan Membran basal juga mencakup matriks reseptor
astrosit), neuron dan perisit perivaskular. adhesi, yang disebut cell adhesion molecule
Keseluruhan struktur ini termasuk dalam unit (CAM), termasuk protein pemberi signal, yang
neurovaskular.4,7 membentuk matriks yang kompleks. Molekul ini
Sel Endotel diekspresikan pada sel vaskular, neuron, dan sel
Sel endotel berasal dari sel epitel selapis gepeng glia yang penting dalam menjaga fungsi sawar
yang membentuk dinding pembuluh darah. darah-otak.
Diameter arteri besar dan vena dapat terbentuk Neuron
dari lusinan sel endotel, sedangkan kapiler yang Neuron dapat meregulasi fungsi sawar darah-otak
paling kecil terbentuk oleh selapis sel endotel. Sel sebagai respon terhadap kebutuhan metabolik
endotel akan melengkung untuk membentuk dengan menginduksi enzim-enzim khusus
lumen pembuluh darah. Sel endotel sistem saraf terhadap endotel sawar-otak. Endotel dan
pusat memilik sifat yang unik dibandingkan prosesus astrosit yang secara langsung
dengan sel endotel di jaringan lain yaitu memiliki dipersyarafi oleh neuron noradrenergik,
sifat mengatur ketat transportasi ion dan molekul serotonergik, kolinergik, dan GABA.7
antara darah dan otak. Sel endotel sistem saraf Mikroglia
pusat memiliki tight junction (TJ) dan adherence Mikroglia berperan sangat penting dalam
junction (AJ), yang mengatur transportasi mengatur respon imun di sistem saraf pusat. Ada
paraseluler. Sel endotel sistem saraf pusat diikat 2 bentuk mikroglia: istirahat dan aktif. Saat
satu sama lain dengan tight junction (TJ), yang istirahat, sel ini memiliki badan yang kecil dan
membentuk pertahanan paraseluler yang kokoh panjang dan prosesus yang halus; sedangkan saat
terhadap molekul-molekul dan ion-ion. TJ bekerja teraktifasi, mikroglia berada dalam bentuk yang
dengan meningkatkan adhesi antar sel endotel siap untuk fagositosis.7
pada bagian apikal membran sel.8

15 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


TINJAUAN PUSTAKA Budiarsa dkk 2019
Fisiologi Sawar Darah-Otak Transfer pasif atau difusi. Difusi pasif pada sawar
Seluruh sawar otak termasuk sawar darah-otak, darah-otak melalui difusi hidrofilik paraseluler
sawar darah-carian serebrospinal, dan sawar atau difusi lipofilik paraseluler. Kebanyakan
darah-araknoid berperan sebagai penghalang faktor penting penentu difusi adalah kelarutan
fisik, metabolik dan imunologik. Sifatnya dinamis dalam lemak, jumlah ikatan hidrogen, dan berat
sesuai respon terhadap signal-signal baik dari molekul. Secara umum ada 5 syarat yang dapat
darah maupun dari otak. Tight junction yang menentukan transportasi aktif dapat terjadi
berada di dinding antar sel menghalangi proses menuju jaringan otak. Obat-obat lipofilik lebih
difusi terhadap zat-zat yang bersifat polar melalui kecil dari 400-600 Da dapat melewati endotel
celah interseluler (jalur paraseluler). Sawar ini secara bebas, molekul yang memiliki ikatan
mampu ditembus oleh O2 dan CO2 dan molekul hidrogen <10 dapat masuk ke otak melalui rute
gas lainnya seperti helium, xenon, N2 dan banyak transeluler. Basa yang membawa ion positif lebih
gas anestetik lainnya. Sifat permeabel terhadap mudah untuk menembus darah-otak karena sifat
xenon dapat membantu pencitraan high resolution alamiah kation. Adanya TJ dan AJ adalah
magnetic resonance menjadi lebih jelas. Larutan penyebab utama adanya tahanan pada sawar
larut lemak dapat melewati sawar otak secara darah-otak.3
difusi. Pada prinsipnya, sawar darah-otak juga Mediasi protin karier. Adanya TJ sebagai molekul
mampu dilewati oleh air, namun terdapat adhesi, membatasi difusi paraseluler lebih ketat,
penghalang pada bagian apikal dan basal sehingga glukosa dan asam amino tidak dapat
membran yang bersama dengan ektoenzim dan lewat. Transporter yang terletak di sel endotel
endoenzim mengatur hanya molekul terlarut yang menjadi solusi untuk hal ini. Terdapat beberapa
dapat berdifusi dan sisanya akan diefluks.10 protein di sel endotel yang membantu molekul
Molekul besar (peptida dan protein) dengan peran tertentu seperti glukosa, asam amino, asam
tertentu pada sistem saraf pusat masuk ke dalam monokarboksilat, hormon, asam lemak,
otak dengan regulasi tertentu secara transitosis nukleotida, anion organik, amin, kolin, dan
adsorptif dan mediasi reseptor (ART dan RMT). vitamin. Salah satu yang telah banyak dipelajari
Peptide yang lebih kecil dapat melewati sawar adalah GLUT 1, yang membantu transportasi
darah-otak secara endositosis atau mekanisme glukosa dari sirkulasi darah ke otak. Selain untuk
RMT. Hampir 98% molekul tidak ditransportasi transportasi glukosa, GLUT1 juga penting untuk
secara bebas melewati sawar darah-otak. Sawar otak dapat berfungsi normal. Jika terjadi
darah-otak juga mengatur masuknya leukosit dan defisiensi GLUT1 pada manusia dapat
sistem imun yang berfungsi untuk imunitas sistem mengakibatkan kejang infantile dan retardasi
saraf pusat. Migrasi leukosit termasuk kompleks mental, dan penelitian juga menunjukkan GLUT1
yaitu adhesi molekul pada permukaan leukosit sangat penting untuk integritas sawar darah-otak
dan sel endotel vaksular. Perlekatan leukosit dan transportasi glukosa di otak.3,10 Konsentrasi
dimediasi oleh integrins VLA-4 dan adhesi glukosa, terutama keadaan hipoglikemia
molekul seperti ICAM-1, VCAM -1 dan PECAM- menginduksi upregulation GLUT1, sedangkan
1, yang berkontribusi dalam adhesi, dan migrasi keadaan hiperglikemia tidak memicu efek
leukosit di sistem saraf pusat.10 apapun.10
Transportasi melewati sawar darah-otak Contoh lain protein karier adalah LAT1 untuk
Transfer molekul pada sawar darah-otak sangat asam amino yang besar. Beberapa obat yang
penting dalam mengatur fungsi otak, berbeda menyerupai asam amino menggunakan jalur ini
dengan sel endotel di perifer, sel endotel memiliki untuk mencapai jaringan otak. Walupun
kapasitas transitosis yang terbatas (transportasi mekanisme protein karier ini merupakan jalur
dengan mediasi vesikel), yang menjadi pembatas yang paling baik untuk penghantarn obat ke otak,
dalam transportasi molekul ke otak. Ada 4 sifat ikatan dengan protein spesifik dan ikatan
mekanisme transportasi molekul ke otak secara kinetiknya, menjadi batasan pada jalur ini.3
fisiologis3: Transporter efluks dengan ikatan ATP. Selain
1. Transfer pasif atau difusi sistem protein karier, ada juga sistem efluks aktif
2. Mediasi protein karier pada sawar darah-otak, yang paling penting
3. Transporter efluks dengan ikatan ATP adalah P-glycoprotein (Pgps), multidrug
4. Sistem transportasi untuk makromolekul resistance–associated proteins (MRPs), dan breast

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 16


Budiarsa dkk 2019 TINJAUAN PUSTAKA
cancer resistance protein (BCRP). Ekpresi Pgps pada sel endotelnya yang memungkinkan
sangat tinggi pada pasien dengan tumor dan perpindahan molekul-molekul di darah ke cairan
epilepsi, yang membatasi obat-obatan ke jaringan serebrospinal.5,11 Oleh karena itu, sel epitel pleksus
otak yang dikarenakan tidak cukupnya koroideus yang diikat oleh tight junctions
konsentrasi obat pada ruang ekstraseluler karena berperan penting dalam menjaga integritas
efluks obat-obatan kembali ke sirkulasi. pertahanan sawar darah-cairan serebrospinal.11
Sebaliknya penghambatan transporter ini akan Ada penelitian terakhir yang melaporkan bahwa
meningkatkan penetrasi obat yang ditargetkan ke jembatan penghubung antar sel ependimal yang
otak.3 melapisi ventrikel otak, terbuka.5
Transport makromolekul. Molekul besar seperti Pleksus koroid terdapat pada sepanjang ventrikel
hormon pertumbuhan dan protein lainnya empat dekat dengan dasar otak dan pada ventrikel
menggunakan jalur pinositosis dan transitotis lateral. Fungsi pleksus koroid adalah membentuk
melewati sel endotel untuk mencapai otak. cairan serebrospinal dan mengatur konsentrasi
Pinositosis adalah endosistosis, molekul akan molekul dalam cairan serebrospinal dengan
diambil dan melewati membran sel endotel. Ada beberapa mekanisme transportasi.11 Cairan
3 jenis endositosis: fluid-phase endocytosis, ekstraseluler lainnya, cairan interstitial, berasal
adsorptive endocytosis (AMT), dan receptor- dari sekresi pada endotel sawar-darah otak. Cairan
mediated endocytosis (RMT). Muatan negatif interstisial ini juga berperan dalam pembentukan
pada permukaan sel endotel akan berinteraksi cairan serebrospinal sekitar 10-60%. Sekresinya
dengan muatan positif pada protein atau molekul dipicu oleh perbedaan gradien ion dan osmotik
di darah, sehingga terjadi mekanisme AMT. oleh pompa Na+/K+ yang terdapat pada
Contoh molekul yang menggunakan transportasi permukaan luminal endotel sawar darah-otak dan
ini adalah albumin. Transitosis adalah jalur pada bagian apikal epitel pleksus koroid,
transportasi yang khusus. Fungsi utama transitosis mengakibatkan aliran cairan.6
adalh transfer molekul berukuran besar dari apikal Sawar darah-araknoid
atau lumen sel endotel ke sisi abluminal sel Sawar darah-araknoid merupakan sawar ketiga
endotel menggunakan membran-bound vesicle.3,8,10 yang terdiri dari epitel avaskular, melapisi dura,
Sawar Darah-Cairan Serobrospinal dan menutupi seluruh sistem saraf pusat. Sawar
Serupa dengan sawar darah-otak struktur dari darah-araknoid ini juga membentuk lapisan
sawar darah-cairan serebrospinal juga terdiri atas penghalang, namun karena area permukaannya
selapis endotel yang membentuk pleksus sempit dan avaskular, kemampuannya sebagai
koroideus, yang memisahkan molekul-molekul di sawar otak sering diabaikan dalam pertukaran
darah dengan cairan serebrospinal. Kapiler darah ke sistem saraf pusat.6
pleksus koroideus ini memiliki diameter (50µm) Simpulan
yang lebih lebar dibandingkan dengan Sawar otak dibentuk oleh 3 struktur, yaitu sawar
mikrovaskular (8µm). Permukaan sel endotelnya darah-otak, sawar darah-araknoid, dan sawar
meningkat karena adanya mikrovili.11 Permukaan darah-cairan serebrospinal. Namun, struktur yang
sel epitel pleksus koroid pembentuk sawar darah- terpenting adalah sawar darah-otak yang
cairan serebrospinal merupakan sawar kedua permukaannya paling luas dan sebagai target
terluas setelah sawar darah-otak.6 Namun, sawar dalam pengobatan terhadap kelainan struktur
darah-cairan serebrospinal ini memiliki fenestrasi otak.

Daftar Rujukan
1. Yamazaki Y, Kanekiyo T. Blood-brain barrier Physiology of the Blood–Brain Barrier. Dalam:
dysfunction and the pathogenesis of Alzheimer’s Nanotechnology Methods for Neurological
disease. International journal of molecular Diseases and Brain Tumors. Elsevier; 2017. hlm.
sciences. 2017;18(9):1965. 3–13.
2. Nau R, Sörgel F, Eiffert H. Penetration of Drugs 4. Abbott NJ, Rönnbäck L, Hansson E. Astrocyte–
through the Blood-Cerebrospinal Fluid/Blood- endothelial interactions at the blood–brain barrier.
Brain Barrier for Treatment of Central Nervous Nature reviews neuroscience. 2006;7(1):41.
System Infections. Clinical Microbiology 5. Ueno M, Chiba Y, Murakami R, Matsumoto K,
Reviews. 1 Oktober 2010;23(4):858–83. Kawauchi M, Fujihara R. Blood–brain barrier and
3. Gürsoy-Özdemir Y, Tas YC. Anatomy and blood–cerebrospinal fluid barrier in normal and

17 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


TINJAUAN PUSTAKA Budiarsa dkk 2019
pathological conditions. Brain tumor pathology. 9. Mills SJ, Cowin AJ, Kaur P. Pericytes,
2016;33(2):89–96. mesenchymal stem cells and the wound healing
6. Abbott NJ, Patabendige AA, Dolman DE, Yusof process. Cells. 2013;2(3):621–634.
SR, Begley DJ. Structure and function of the 10. Serlin Y, Shelef I, Knyazer B, Friedman A.
blood–brain barrier. Neurobiology of disease. Anatomy and physiology of the blood–brain
2010;37(1):13–25. barrier. Dalam: Seminars in cell & developmental
7. Cardoso FL, Brites D, Brito MA. Looking at the biology. Elsevier; 2015. hlm. 2–6.
blood–brain barrier: molecular anatomy and 11. Adam R, Kim KS, Schroten H. Role of the blood-
possible investigation approaches. Brain research brain barrier and blood-CSF barrier in the
reviews. 2010;64(2):328–363. pathogenesis of bacterial meningitis. Dalam:
8. Daneman R, Prat A. The blood–brain barrier. Cold Pediatric Infectious Diseases Revisited. Springer;
Spring Harbor perspectives in biology. 2007. hlm. 199–237.
2015;7(1):a020412.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 18


Callosum Neurology, Volume 2, Nomor 1: 19-27, 2019
TINJAUAN PUSTAKA
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

DIZZINESS DAN VERTIGO DENGAN


KETERKAITAN SISTEM
VERTEBROBASILER
Ida Bagus Kusuma Putra, Felix Adrian
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Indonesia

Diterima 22 Februari 2019 DOI: 10.29342/cnj.v2i1.56


Disetujui 23 Februari 2019
Publikasi 18 Maret 2019 Korespondensi: felixad1985@gmail.com

ABSTRAK

Empat juta lebih pasien datang dengan keluhan yang diperiksa dengan gesekan tangan, dikatakan bisa
dizziness maupun vertigo. 5 % pasien yang datang meyingkirkan kemungkinan dari stroke lebih akurat
dengan keluhan dizziness dan vertigo ternyata bahkan dari MRI. 4 sindrom pada pasien dengan
memiliki penyakit stroke. 90% Transient ischemic keluhan intermiten atau kontinu dizziness, dapat
attack (TIA) pada sirkulasi posterior memilki keluhan dibagi menjadi triggered episodic vestibular syndrome
vertigo yang biasanya dihiraukan oleh petugas medis. (t-EVS), spontaneous EVS (s-EVS), traumatik/toksik
HINTS PLUS (head impulse, tipe nistagmus, skew acute vestibular syndrome (t-AVS), spontaneous AVS
deviation) ditambah keluhan hilang nya pendengaran (s-AVS).

Kata Kunci: vertigo, pusing, HINTS, vertrobrobasiler

ABSTRACT

More than 4 million patients present with dizziness or is said to eliminate the possibility of more accurate
vertigo. 5% of patients who come with complaints of stroke even from MRI. 4 syndrome in patients with
dizziness and vertigo actually have a stroke. 90% intermittent complaints or continuous dizziness, can be
Transient ischemic attack (TIA) in the posterior divided into triggered episodic vestibular syndrome (t-
circulation has complaints of vertigo which is usually EVS), spontaneous EVS (s-EVS), traumatic / toxic
ignored by medical personnel. HINTS PLUS (head acute vestibular syndrome (t-AVS), spontaneous AVS
impulse, type of nystagmus, skew deviation) plus (s-AVS).
complaints of hearing loss examined by hand friction,

Keywords: vertigo, dizziness, HINTS, vertebrobasilar

Latar Belakang dengan diagnosa stroke dalam 7 hari setelah


Keluhan gangguan keseimbangan dan vertigo dipulangkan dari IGD. 90% Transient Ischemic
merupakan keluhan umum yang membuat pasien attack (TIA) pada sirkulasi posterior memiliki
datang untuk berobat. Sekitar 4.4 juta pasien keluhan vertigo yang biasanya dihiraukan oleh
datang dengan keluhan dizziness maupun vertigo. petugas medis.
Sekitar 5 % pasien yang datang dengan keluhan CT scan memiliki sensitivitas yang rendah (7-
gangguan keseimbangan dan vertigo disebabkan 16%) dalam menegakan diagnosa stroke iskemik
oleh stroke. Salah diagnosis pada pasien dengann akut, khususnya pada fosa posterior. MRI dengan
stroke dengan keluhan gangguan keseimbangan diffusion-weighted imaging (DWI) gagal men-
terjadi sekitar 10%, terutama pada usia muda (<50 diagnosa stroke pada 15-20% pasien dengan akut
tahun) dan perempuan. Dari sebuah register infark fosa posterior dengan awitan kurang dari 48
berbasis populasi di Amerika Serikat pasien jam setelah awitan. Walaupun dari data tersebut
datang dengan keluhan gangguan keseimbangan yang terlewat dengan MRI-DWI adalah stroke
memiliki resiko 50 kali lipat masuk ke rumah sakit yang sangat kecil (diameter <1 cm), tetapi kecil

19 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Putra dan Adrian 2019 TINJAUAN PUSTAKA
bukan berarti tidak berbahaya, karena 50% dari dari sistem vestibular,propioseptif dan visual.
pasien tersebut mempunyai stenosis arteri besar Impuls dari ketiga sistem ini akan mengalami
atau diseksi, yang akan meningkatkan resiko proses integrasi dan modulasi di batang otak,
stroke berulang. serebelum dan serebral. Sistem arteri
Sebuah studi mengatakan bahwa stroke serebelar vertebrobasiler memberikan perfusi menuju
yang telat di diagnosa akan mempunyai angkat medula oblongata, serebelum, pons,
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Data mesensefalon, talamus dan korteks oksipital.
menunjukkan sekitar 15000 sampai 25000 kasus Oklusi pada sistem pembuluh darah besar didalam
mengalami suatu morbiditas yang disebabkan sistem ini biasanya akan berakibat pada disabilitas
kareana misdiagnosa pada saat penerimaan pasien dan kematian. Gangguan pada sistem yang
diawal. Hal ini menunjukkan sampai saat ini cara berperan pada sistem keseimbangan ini akan
kita menegakan diagnosa masih belum optimal. 1 menimbulkan gangguan keseimbangan Secara
Definisi definisi, gangguan keseimbangan/dizzeness
Keseimbangan adalah kemampuan untuk merupakan suatu gangguan sensasi atau
mempertahankan orientasi tubuh dengan kerusakan orientasi spasial tanpa distorsi sensasi
lingkuangan sekitarnya. Keseimbangan pada gangguan gerak dan vertigo sebagai sensasi gerak
manusia diatur oleh input yang bersifat kontinu ketika tidak ada sensasi gerak yang muncul.1-3

Tabel 1. Sebab vaskular pada pasien dengan keluhan dizziness atau vertigo
Sindrom TIA Stroke iskemik Stroke hemoragik
t-EVS (singkat, Sindrom arteri Sentral paroksisimal Sentral paroksisimal
berulang) vertebralis rotational vertigo berasal dari vertigo berasal dari
stroke iskemik pada perdarahan pada daerah
daerah dekat dengan dekat dengan ventrikel
ventrikel 4 4
s-EVS (<24 jam) PICA-isolated vertigo; Stroke iskemik dengan Perdarahan
AICA Vertigo +/- gejala yang sesaat subaraknoid
tinitus atau hilang menyerupai TIA
pendengaran
t-AVS Sindrom trauma, Sindrom trauma, Traumatik hemoragik
diseksi arteri Diseksi arteri (subdural,
vertebralis vertebralis subarachnoid)
s-AVS - PICA-isolated vertigo; Perdarahan serebelar
AICA Vertigo +/- dengan ukuran yang
tinitus atau hilang kecil sampai sedang
pendengaran
t-EVS= triggered episodic vestibular syndrome; s-EVS= spontaneous episodic vestibular syndrome; t-AVS=
traumatic/toxic acute vestibular syndrome; s-AVS= spontaneous acute vestibular syndrome; TIA= transient
ischemic attack; AICA= anterior inferior cerebellar artery; PICA= posterior inferior cerebellar artery

Timing, Triggers dan Targeted Examination vestibular syndrome (t-EVS), spontaneous EVS
Sebuah akronim berbahasa inggris TiTraTE yang (s-EVS), traumatic/toxic acute vestibular
merupakan singkatan dari timing, triggers dan syndrome (t-AVS), spontaneous AVS (s-AVS).
targeted examination. Timing (waktu) melihat Kebanyakan pasien TIA datang dengan keluhan s-
aspek dari onset, durasi dan evolusi dari gangguan EVS dan kebanyakan pasien dengan stroke dan
keseimbangan. Triggers (faktor pencetus) fokus perdarahan datang dengan s-AVS (dengan
pada aksi, gerakan atau situasi yang beberapa pengecualian). Pada tabel 1
memprovokasi dari keluhan gangguan menggambarkan akibat dizziness atau vertigo
keseimbangan pada pasien dengan gejala yang pada kasus vaskular sedangkan pada gambar 1 dan
intermitent. Pada kasus akut, berdasarkan waktu gambar 2 menggambarkan pembagian keluhan
dan faktor pencetus memunculkan 4 dizziness kedalam 4 kategori.
kemungkinan sindrom pada pasien yang datang ke Episodic Vestibular Syndrome
ruang emergensi dengan keluhan intermiten atau Secara defisini dikatakan sebagai sebuah sindrom
kontinu dizziness, yaitu triggered episodic klinis dengan vertigo transient, dizziness dan

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 20


TINJAUAN PUSTAKA Putra dan Adrian 2019
ketidak seimbangan yang bertahan dari detik dimana akan menyebabkan keluhan vertigo dan
sampai beberapa jam, dan terkadang sampai nistagmus ketika posisi kepala menoleh ke arah
beberapa hari, dan yang terkadang disertai dengan yang terganggu. Keluhan ini bahkan akan muncul
gejala gangguan sistem vestibular (nausea, pada saat pasien berderi tegak, sehingga tidak sulit
nistagmus, dan jatuh mendadak).1 membedakan dengan sentral paroksisimal
Triggered Episodic Vestibular Syndrome positional vertigo.1
Pada triggered episodik vestibular syndrome, Spontaneous Episodic Vestibular Syndrome
keluhan biasanya berlangsung dalam hitungan Mayoritas pasien dengan keluhan s-EVS
detik sampai menit. Dengan faktor pencetus mengalami keluhan yang bertahan dalam
paling sering disebabkan oleh pergerakan kepala hitungan menit sampai jam. Biasanya disertai
atau perubahan posisi tubuh (berdiri dari posisi dengan faktor predisposisi seperti dehidrasi,
duduk maupun terlentang). Klinisi harus bisa kurang tidur, atau makanan terteru, dan faktor
membedakan apakah ini merupakan suatu yang pencetus yang belum tentu yang bersifat
dipicu atau meruapakan suatu eksaserbasi. Karena langsung. Keluhan seringkali sudah menghilang
suatu pergerakan kepala akan mengeksersebasi ketika pasien dilakukan pemeriksanan dan
suatu keluhan pusing yang disebabkan oleh evaluasi lebih banyak berdasarkan dari anamnesis
masalah vestibular, baik itu merukan suatu yang dengan pasien. Bila gejala masih bertahan pada
benign maupun suatu yang berbahaya, sentral saat dilakuakan pemeriksaan, pemeriksaan mata
maupun perifer, akut maupun kronik. seperti pada s-AVS bisa untuk membedakan
Pada ruang emergensi, keluhan benign apakah suatu proses sentral atau perifer.1
paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan Penyakit meniere biasanya contoh pada kasus s-
keluhan ke 2 terbanyak setelah hipotensi EVS, walaupun yang paling sering terjadi adalah
ortostatik pada kasus t-EVS. Diagnosis BPPV di vestibular migren. Sebab lain yang benign seperti
konfirmasi dengan tes reposisi kanalis yang vasovagal presyncope dan serangan panik.
spesifik dan juga dengan mengevaluasi nistagmus Sedangkan sebab yang serius, pada
yang sesuai dengan kanalis yang terkait. Posterior serebrovaskular biaanya disebabkan oleh TIA
kanal BPPV merupakan yang paling sering. vertebrobasiler, kardiorespiratori biasanya
Posterior BPPV biasanya menghasilkan transient, disebabkan oleh aritmia jantung, dan pada kasus
kresendo-dekresendo upbeat torsional nistagmus endokrin paling sering disebabkan oleh karena
yang bertahan kurang dari 1 menit. BPPV pada hipoglikemia. Aritmia harus tetap dipikirkan
kanalis horizontal merupakan kedua yang walaupun keluhan pasien hanya pusing berputar.
terbanyak. Gejala berupa transient horizontal Walaupun sangat jarang, pasien dengan
nistagmus yang berlangsung kurang dari 90 detik. perdarahan subaraknoid bisa datang dengan
Pasien dengan atipikal nistagmus berupa keluhan s-EVS.1
persistent positional downbeat atau horizontal Beberapa studi menunjukan bahwa keluhan
nistagmus, tidak ada latensi, biasanya disebut pusing, gangguang keseimbangan dan vertigo
dengan sentral paroksisimal positional vertigo. merupakan keluhan premonitori pada kasus
Sentral paroksisimal vertigo biasanya disebabkan verterbobasiler TIA. Keluhan ini mendahului
oleh sebab sentral yang benign, biasanya beberapa hari sebelum stroke fosa posterior.
disebabkan oleh karena intoksikasi alkohol atau Ketika keluhan TIA pada gangguan pembuluh
vestibular migren, tetapi bisa juga disebabkan darah anterior inferior serebelar arteri yang
oleh lesi struktural pada posterior fossa. memberikan cabang pada arteri labirintin, pasien
Secara keseluruhan t-EVS sangat jarang akan mengeluhkan vertigo dengan gejala auditori
disebabkan oleh karena penyakit serebrovaskular, berupa tuli sensorineural unilateral dan nistagmus
tetapi ada 2 sebab vaskular yang harus dipikirkan tipe perifer yang disebabkan karena iskemia pada
yaitu stroke yang kecil atau perdarahan dekat labirintin. Keluhan tersebut menyerupai keluhan
ventrikel 4 yang sering kali menyebabkan sentral pasien dengan Meniere. Keluhan pusing dan
paroksisimal vertigo. Sebab lain yang juga cukup gangguan keseimbangan bisa juga disebabkan
jarang adalah rotational verterbal artery oleh karena diseksi arteri vertebralis, yang
syndrome, yang disebabkan rotasi leher yang biasanya mengenai pasien yang berusia lebih
hebat ke arah lateral akan mengakibatkan oklusi muda yang disebabkan, karena cedera minor pada
mekanik pada satu atau kedua vertebral arteri

21 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Putra dan Adrian 2019 TINJAUAN PUSTAKA
leher, olah raga angkat berat, postur kepala bila melakukan pergerakan kepala. Keluhan
abnormal, manipulasi ciropraktik.1 eksaserbasi tersebuh harus dibedakan dengan
Acute Vestibular Syndrome pergerakan kepala yang memang betul
AVS diartikan sebagai sebuah sindrom klinis menyebabkan pusing. Untuk membedakannya
dengan onset yang akut, vertigo kontinu, pusing pasien dengan t-EVS tidak megalami keluhan
atau gangguan keseimbangan yang bertahan sampai melakukan pergerakan kepala kesalah satu
dalam hitungan hari sampai minggu dan sisi yang terganggu. Sedangkan pada AVS pusing
umumnya merupakan gejala yang baru, disertai timbul baik pada istirahat dan memburuk dengan
dengan disfungsi sistem vestibular (muntah, perubahan posisi kepala.1 Ada 10 pitfal dan pearls
nistagmus dan ketidak stabilan postur). Penting pada pasien dengan akut dizziness atau vertigo
untuk mengetahui apaan pasien dengan gejala yang akan dijabarkan pada tabel 2.
AVS mengalami perburukan kondisi (ekserbasi)
Tabel 2. Sepuluh kesulitan dan pedoman dari keluhan vertigo dan dizziness
Kesulitan Pedoman Keterangan
True Vertigo selalu melibatkan Fokus pada waktu dan faktor Gangguan serebrovaskular
gangguan telinga tengah pencetus daripada tipe vertigo seringkali dengan simptom true
vertigo.5

Gejala penyerta auditorik hanya Hati hati kelaina auditorik pada Lateral pontine dan stroke pada
pada kasus perifer kasus vaskular telinga dalam seringkali
menyebabkan tinitus dan hilang
pendengaran. 6, 7

Diagnosa migren vestibular ketika Dibutuhkan karakteristik nyeri Mendadak, berat, dan nyeri yang
pasien dengan nyeri kepala kepala dan gejala yang menyertai terus menerus pada kepala atau
disertai dizziness leher mengindikasikan aneurisma,
diseksi atau kelainan patologi
vaskular , fotofobia merupakan
8

clue yang mengarah ke migren.


Isolated vertigo bukanlah Beberapa definisi dari TIA tidak Isolated vertigo adalah gejala
merupakan gejala TIA mengenal transient yang paling sering mendahului
vertebrobasiler neurological stroke pada gangguan
simptom (termasuk isolated vertebrobasiler. Sangat jarang di
vertigo) sebagai TIA diagnosa dengan gangguan
vaskular
Vertigo atau dizziness pada stroke Fokus pada pemeriksaan Kurang dari 20% pasien stroke
akan disertai dengan gejala mata.;VOR dengan head impulse yang datang dengan AVS
ataksia tungkai atau defisit lokal tes, nistagmus dan eye alignment mempunyai defisit neurologi
lainnya fokal . NIHSS skor 0 didapatkan
9

pada stroke sirkulasi posterior 10

Pasien usia muda lebih sering Jangan terlalu fokus pada umur Diseksi arteri vertebralis sangat
terjadi migren dibandingkan dan faktor resiko vaskular. meyerupai migren , pasien usia 11

stroke Pikirkan diseksi arteri vertebralis 18-44 dikatatakan 7 kali lebih


pada pasien usia muda sering misdiagnosa dibandingkan
pasien usia diatas 75 tahun. 12

CT scan diperlukan untuk Perdarahan otak sangat jarang Hanya 2.2% pasien ICH dengan
menyingkirkan perdarahan dengan keluhan dizziness atau dizzines atau vertigo dan hanya
serebelar pada pasien dengan vertigo yang benign 0.2% datang dengan isolated
isolated dizziness atau vertigo dizziness. 13

akut
CT scan kepala akan berguna CT scan kepala mempunyai Walaupun data retrospektif
untuk melihat stroke pada fosa limitasi terutama untuk menunjukan CT scan cukup
posterior mengevaluasi fosa posterior sensitif (42%) tetapi data 14

prospektif sensitifitas CT scan


hanya 16%. 7

Hasil normal pada MRI-DWI Bahkan MRI-DWI juga memiliki MRI-DWI pada 24 jam pertama
menyingkirkan stroke pada limitasi. nprmal pada 15 sampai 20% pada
posterior fossa infark fosa poterior. MRI DWI 15

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 22


TINJAUAN PUSTAKA Putra dan Adrian 2019
sensitif pada stroke batang otak
pada 72 jam sampai 100 jam
paska infark. Stroke labirintin
16

tidak dapat terlihat


Diperparah dengan pergerakan Harus dibedakan trigger faktor Dizziness dan vertigo akut
kepala menunjukan kelainan dengan faktor eksaserbasi biasanya akan mengalami
perifer eksaserbasi dengan pergerakan
kepala baik tipe sentral maupun
perifer.
8

Traumatic/Toxic AVS pemeriksaan keluhan masih dirasakan). HINTS


Pada pasien dengan t-AVS, sebab paling sering tidak bisa dipakai pada pasien dengan sindrom
adalah trauma kepala atau toksikasi obat. Obat yang lain, khususnya t-EVS karena pemeriksaan
seperti antikonvulsan atau aminoglikosid. head impulse yang normal bisa menyebabkan
Kerancunan karbon monoksida juga harus kesalahan mendiagnosa stroke pada pasien yang
dipikirkan. Kebanyakan pasien mengalami secara umum merupakan pasien dengan BPPV
keluhan hanya 1 kali dengan serangan yang akut, Pasien dengan perdarahan serebelar sangat jarang
dan membaik secara gradual dalam beberapa hari datang hanya dengan keluhan dizziness atau tanpa
atau minggu ketika eksposur nya sudah tidak ada. defisit neurologi yang jelas (contoh disarteria) dan
Yang penting pada kasus serebrovaskular pada t- hanya sekitar 5% pasien dengan gangguan
AVS pada pasien dengan keluhan yang tumpang serebrovaskular datang dengan gambaran s-AVS
tindih, seperti pasien dengan kerusakan pada merupakan perdarahan, sisanya merupakan stroke
labirintin karena trauma kepala atau intoksikasi iskemik. Bila pasien dengan gambaran isolated
alkohol dengan riwayat jatuh akan menutupi dizziness tidak dianjurkan melakukan
kelainan yang sebenarnya seperti diseksi arteri pemeriksaan dengan CT scan kepala tanpa
vertebralis yang menyebabkan infark serebelar. kontras, hal ini dikarena CT Scan kepala sensitif
Spontaneous AVS untuk membedakan strok perdarahan dan strok
Pasien dengan s-AVS penting untuk dievaluasi sumbatan tetapi untuk mengevaluasi akut iskemia
pemeriksaan mata, karena bisa membedakan fosa posterior pada pasien dengan keluhan
apakah ini lesi perifer atau lesi sentral. Kejadian isolated dizziness.1
paling sering pada s-AVS adalah neuritis Neuroimajing
vestibularis. Sekitar 10 sampai 20% pasien Secara ideal pasien dengan keluhan dizziness
dengan s-AVS mengalami stroke (khususnya yang akut membutuhkan pencitraan. MRI lebih
stroke pada batang otak maupun pada serebelum diutamakan dibandingkan dengan CT scan pada
yang mengenai sekitar 95% pasien dengan s- mayoritas kasus. Kecuali bila kita sangat
AVS). Sering kali serangan stroke muncul setelah memerlukan untuk mengeksklusi kemungkinan
serangan pusing yang berlangsung selama perdarahan sebelum tindakan trombolisis atau
beberapa minggu sampai berapa bulan untuk mengetahui diseksi arteri vertebralis
sebelumnya, yang menggambarkan gejala menggunakan CT angiografi.17 Waktu yang tepat
premonitori dari TIA. Sebab yang lain dari s-AVS untuk melakukan tindakan MRI juga sangat
adalah defisiensi thiamin dan juga ensefalitis penting, karena resiko false negatif pada 48 jam
listeria. pertama. Pada beberapa kasus penting untuk
Pemeriksaan HINTS (head impulse, tipe melakukan MRI ulangan bila hasil HINTS tes
nistagmus, skew deviation) ditambah keluhan mencurigakan kearah proses sentral tetapi hasil
hilang nya pendengaran yang dipemeriksa dengan MRI tidak menunjukan suatu yang signifikan.1
gesekan tangan, dikatakan bisa menyingkirkan Pada gambar 3 dan 4 diberikan gambaran dalam
kemungkinan dari stroke lebih akurat bahkan dari memilih tindakan yang tepat bila menemukan
MRI. pasien dengan vertigo untuk mempermudah
Pemeriksaan HINTS ini bisa dilakukan pada melakukan diagnosa.
pasien dengan s-AVS dan s-EVS (bila pada

23 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Putra dan Adrian 2019 TINJAUAN PUSTAKA

Riwayat
Pemeriksaan
Penyakit dan
Waktu Pencetus dan
Pemeriksaan
Tatalaksana
Terarah

Dix Hallpike (+) Reposisi Kanalit


Nistagmus tipikal untuk BPPV

Dix Hallpike (+) MRI otak untuk lesi


Nistagmus atipikal fosa posterior (CPPV)

Dengan Pencetus
Dix Hallpike (-) Penelusuran Medis
Tanda Vital untuk Hipotensi
Ortostatik(+) Ortostatik

Dix Hallpike (-) Konsultasi/ rujuk


EPISODIC Tanda Vital Neuro-otologi jika
VESTIBULAR Ortostatik (-) tidak terkait RVAS
SYNDROME
Riwayat Migrain Sedatif vestibular,
Tipikal atau Ménière rujuk ke Neuro-
ABCD2 ≤ 3 otologi

Riwayat Penyakit
Tindak lanjut atau
Spontan Tipikal lainnya
rujukan lain jika perlu
(vasovagal, panik)

Riwayat Penyakit Penelusuran


Atipikal atau terhadap TIA, aritmia,
IM, emboli paru,
ABCD2 > 3 hipoglikemia, CO

Gambar 1. Episodic Vestibular Syndrome (EVS)1


Keterangan:
BPPV: Benign Paroxysmal Positional Vertigo; CPPV: Central Paroxysmal Positional Vertigo; RVAS: Rotational
Vertebral Artery Syndrome; TIA: Transient Ischemic Attack; IM: Infark Miokard; CO: Carbon Monoxide

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 24


TINJAUAN PUSTAKA Putra dan Adrian 2019

CT/CTA untuk deteksi


Riwayat trauma kepala fraktur tulang
atau whiplash tengkorak, diseksi
arteri vertebral

Riwayat barotrauma
Konsul otologi untuk
atau trauma akibat
fistula perilimfe
ledakan
Traumatik/ Toksik

Riwayat paparan toksin Pemeriksaan medis


(CO, lain-lain) atau terapi jika perlu

Riwayat pengobatan Penyesuaian dosis atau


Acute Vestibular (OAE, gentamisin) detoksifikasi jika perlu
Syndrome
HINTS perifer Sedatif vestibular,
rehabilitasi dini, tindak
tanpa ketulian lanjut

Penelusuran neurologis
HINTS sentral atau tuli
(stroke > Wernicke
Spontan atau ataksia
atau ensefalitis)

Tanpa nistagmus
(gerakan ekstra okular Penelusuran medis +/-
normal, tanpa ataksia penelusuran neurologis
ekstremitas/ trunkus)

Gambar 2. Acute vestibular syndrome (AVS) 1

25 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Putra dan Adrian 2019 TINJAUAN PUSTAKA

Waktu munculnya Pemeriksaan Dix Neuroimajing


gejala Hallpike
membantu menentukan
Membedakan antara vertigo Membedakan antara keputusan penanganan
transient dengan vertigo BPPV dengan CPPV dan disposisi pasien
akut, persistent atau (termasuk TIA atau
dizziness stroke ringan)

Probable TIA penelusuran TIA: admisi atau


gejala motorik dan gejala pemeriksaan rawat jalan
neurologis lain yang jelas dengan MRI/MRA

terdapat faktor resiko stroke


atau tidak adanya diagnosa
alternatif: MRA>CTA dan
admisi
Vertigo Possible TIA
Hanya ditemukan vertigo spontan,
Transient tidak ada tanda-tanda dalam
pemeriksaan diagnosa alternatif dengan
tidak adanya faktor resiko
stroke: MRA>CTA dan
disposisi

Bukan TIA / Stroke


Penanganan lalu pasien
BPPV (t-EVS, nistagmus dipulangkan
posisional tipikal)

Gambar 3. Tatalaksana vertigo pada pasien dengan keluhan transien vertigo 1

Pemeriksaan HINTS
Neuroimajing
Waktu munculnya 'plus'
gejala membantu menentukan
membedakan antara keputusan penanganan
Membedakan antara suspek stroke dengan dan disposisi pasien
vertigo transient dengan neuritis vestibular
vertigo akut, persistent
atau dizziness
Definite Stroke CT untuk mengeksklusi
kandidat prosedur lisis perdarahan sebelum
(dini dan disertai tanda prosedur lisis; MRI
neurologis) sesudahnya

<48 jam setelah onset:


observasi atau admisi.
pertimbangkan delayed
Probable Stroke MRI
Vertigo Akut tidak layak dilakukan prosedur
lisis (onset lama atau tidak ada
tanda neurologis) >48 jam setelah onset:
MRI di Unit Gawat
Darurat untuk menentukan
disposisi

Bukan stroke Peananganan lalu pasien


dipulangkan (atau admisi
neuritis vestibular (HINTS untuk rehabilitasi balans
'plus' negatif) cairan +/-)

Gambar 4. Tatalaksana pada pasien dengan vertigo akut1


kontinu dizziness, yaitu triggered episodic
Simpulan
vestibular syndrome (t-EVS), spontaneous EVS
Secara umum pada kasus akut, berdasarkan waktu
(s-EVS), traumatik/toksik acute vestibular
dan faktor pencetus memunculkan 4
syndrome (t-AVS), spontaneous AVS (s-AVS).
kemungkinan sindrom pada pasien yang datang ke
Kebanyakan pasien TIA datang dengan keluhan s-
ruang emergensi dengan keluhan intermiten atau

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 26


TINJAUAN PUSTAKA Putra dan Adrian 2019
EVS dan kebanyakan pasien dengan strok dan Secara ideal pasien dengan keluhan dizziness
perdarahan datang dengan s-AVS (dengan yang akut membutuhkan pencitraan. MRI lebih
beberapa pengecualian). diutamakan dibandingkan dengan CT scan pada
Untuk membedakan apakah suatu keluhan mayoritas kasus. Kecuali bila kita sangat
dizziness atau vertigo penting untuk dilakukan memerlukan untuk mengeksklusi kemungkinan
pemeriksaan HINTS PLUS (head impulse, tipe perdarahan sebelum tindakan trombolisis atau
nistagmus, skew deviation) ditambah keluhan untuk mengetahui diseksi arteri vertebralis
hilangnya pendengaran yang diperiksa dengan menggunakan CT angiografi. MRI DWI sensitif
gesekan tangan, dikatakan bisa menyingkirkan pada strok batang otak pada 72 jam sampai 100
kemungkinan dari strok lebih akurat bahkan dari jam paska infark.
MRI.

Daftar Rujukan
1. Saber Tehrani AS, Kattah JC, Kerber KA, sensitive than early MRI diffusion-weighted
Gold DR, Zee DS, Urrutia VC and Newman- imaging. Stroke. 2009;40:3504-10.
Toker DE. Diagnosing Stroke in Acute 10. Martin-Schild S, Albright KC, Tanksley J,
Dizziness and Vertigo: Pitfalls and Pearls. Pandav V, Jones EB, Grotta JC and Savitz SI.
Stroke. 2018;49:788-795. Zero on the NIHSS does not equal the absence
2. Thursiana C and Dewati E. Pedoman of stroke. Ann Emerg Med. 2011;57:42-5.
Tatalaksana Vertigo. 2017;1. 11. Gottesman RF, Sharma P, Robinson KA,
3. Aninditha.T. Buku Ajar Neurologi. 2017. Arnan M, Tsui M, Ladha K and Newman-
4. Ertl L, Morhard D, Deckert-Schmitz M, Linn Toker DE. Clinical characteristics of
J and Schulte-Altedorneburg G. Focal symptomatic vertebral artery dissection: a
subarachnoid haemorrhage mimicking systematic review. Neurologist. 2012;18:245-
transient ischaemic attack--do we really need 54.
MRI in the acute stage? BMC Neurol. 12. Newman-Toker DE, Moy E, Valente E,
2014;14:80. Coffey R and Hines AL. Missed diagnosis of
5. Lee H, Sohn SI, Cho YW, Lee SR, Ahn BH, stroke in the emergency department: a cross-
Park BR and Baloh RW. Cerebellar infarction sectional analysis of a large population-based
presenting isolated vertigo: frequency and sample. Diagnosis (Berl). 2014;1:155-166.
vascular topographical patterns. Neurology. 13. Kerber KA, Burke JF, Brown DL, Meurer WJ,
2006;67:1178-83. Smith MA, Lisabeth LD, Morgenstern LB and
6. Newman-Toker DE, Kerber KA, Hsieh YH, Zahuranec DB. Does intracerebral
Pula JH, Omron R, Saber Tehrani AS, haemorrhage mimic benign dizziness
Mantokoudis G, Hanley DF, Zee DS and presentations? A population based study.
Kattah JC. HINTS outperforms ABCD2 to Emerg Med J. 2012;29:43-6.
screen for stroke in acute continuous vertigo 14. Lawhn-Heath C, Buckle C, Christoforidis G
and dizziness. Acad Emerg Med. and Straus C. Utility of head CT in the
2013;20:986-96. evaluation of vertigo/dizziness in the
7. Ozono Y, Kitahara T, Fukushima M, Michiba emergency department. Emerg Radiol.
T, Imai R, Tomiyama Y, Nishiike S, Inohara 2013;20:45-9.
H and Morita H. Differential diagnosis of 15. Newman-Toker DE, Della Santina CC and
vertigo and dizziness in the emergency Blitz AM. Vertigo and hearing loss. Handb
department. Acta Otolaryngol. 2014;134:140- Clin Neurol. 2016;136:905-21.
5. 16. Axer H, Grassel D, Bramer D, Fitzek S, Kaiser
8. Newman-Toker DE. Symptoms and signs of WA, Witte OW and Fitzek C. Time course of
neuro-otologic disorders. Continuum diffusion imaging in acute brainstem infarcts.
(Minneap Minn). 2012;18:1016-40. J Magn Reson Imaging. 2007;26:905-12.
9. Kattah JC, Talkad AV, Wang DZ, Hsieh YH 17. Masdeu JC and Gonzalez RG. Neuroimaging.
and Newman-Toker DE. HINTS to diagnose Part 1. Handbook of clinical neurology
stroke in the acute vestibular syndrome: three- Volume 135. 2016:1 online resource.
step bedside oculomotor examination more

27 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 2, Nomor 1:28-31, 2019
TINJAUAN PUSTAKA
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

TERAPI SEL PUNCA NEURAL PADA


STROKE ISKEMIK
Ida Bagus Kusuma Putra, Rindha Dwi Sihanto, I Putu Eka Widyadharma
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Diterima 02 Februari 2019 DOI: 10.29342/cnj.v2i1.53


Disetujui 20 Februari 2019
Publikasi 18 Maret 2019 Korespondensi: rindhasihanto@gmail.com

ABSTRAK

Stroke merupakan salah satu penyakit penyebab dipergunakan untuk berbagai penyakit yang belum
kematian tertinggi di Indonesia, namun hingga saat ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan modern,
belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan termasuk untuk kondisi stroke. Tulisan ini
penyakit stroke. Masih sedikit fokus penelitian mengangkat tema terapi sel punca sebagai terapi
mengenai pengobatan guna menyembuhkan kondisi penyakit stroke iskemik.
stroke. Terapi dengan sel punca telah banyak

Kata Kunci: sel punca, stroke iskemik, stroke

ABSTRACT

Stroke is one of the highest causes of death in cells has been widely used for various diseases that
Indonesia, but until now there is no treatment that can cannot be cured with modern medicines, including for
cure stroke. There is still little research focus on stroke conditions. This paper raises the theme of stem
treatment to cure stroke conditions. Therapy with stem cell therapy as a therapy for ischemic stroke.

Keywords: stem cell, ischemic stroke, stroke

Latar Belakang sel neuron baru yang kemudian dapat


Sekitar 85% kasus stroke disebabkan oleh stroke menumbuhkan aksonnya menuju lokasi yang
iskemik atau infark parenkim otak. Stroke infark tepat di otak. Terapi alternatif dengan sel punca
pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran neural diharapkan dapat memulihkan disabilitas
darah ke otak. Penurunan aliran darah yang pada penyandang stroke.4
semakin parah dapat menyebabkan kematian Pembahasan
jaringan otak. Sampai sekarang ini stroke belum Sel Punca
dapat disembuhkan walaupun dengan Sel punca yang saat ini sering digunakan untuk
menggunakan berbagai macam pengobatan.1 penelitian biomedik ialah sel punca embrional.
Terapi stroke dengan sel punca makin Sel punca adalah sel yang belum berdiferensiasi,
berkembang.2Steinberg dan rekan-rekannya dari namun dapat berproliferasi dan berdiferensiasi
Universitas Stanford (2008) melakukan penelitian menjadi lebih dari satu jenis sel (pluripoten atau
dengan menggunakan sel punca embrional untuk multipoten). Sel punca memiliki dua sifat unik.
memulihkan tikus yang terkena stroke.3 Dengan Sifat pertama adalah kapasitas mereka untuk
pemberian terapi sel punca neural, sel-sel neuron memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri.
yang rusak pada tikus yang terkena stroke dapat Sel punca dapat membuat replika sel yang persis
tergantikan dengan sel neuron baru oleh karena sel sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.
punca merupakan sel yang belum dewasa dan Kemampuan kedua adalah berdiferensiasi
mampu berdiferensisasi menjadi berbagai jenis menjadi sel lain. Sel punca mampu berkembang
sel sesuai dengan letak sel tersebut di dalam menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel
tubuh. Kultur sel punca dapat menghasilkan sel- saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 28


TINJAUAN PUSTAKA Putra dkk 2019
pankreas, dan sel lainnya. Dengan potensi menjadi jenis sel dewasa dengan karakteristik
demikian, sel punca dipandang lebih bernilai morfologik dan fungsi tertentu. Asal yang pasti
untuk digunakan dalam transplantasi sel dari sel punca dewasa belum jelas diketahui; oleh
dibandingkan sel jenis lain dalam tubuh manusia. 2 karena itu beberapa peneliti mengajukan hipotesis
Sel punca embrional bahwa sel punca yang dicegah untuk
Kehidupan setiap manusia di mulai dari proses berdiferensiasi ini disebarkan dengan mekanisme
fertilisasi antara spermatozoa dan oosit di ampula tertentu yang belum diketahui selama periode
tuba falopi, yang selanjutnya menghasilkan perkembangan fetal.3
sebuah sel yaitu zigot. Pada zigot, materi genetik Sel punca dewasa harus berpotensi klonogenik
yang tersimpan di dalamnya merupakan kesatuan (clonogenic), artinya harus mampu menghasilkan
dari spermatozoa dan oosit. Sel zigot aktif sekumpulan turunan sel yang identik secara
membelah dan menghasilkan sel-sel blastomer genetik, yang kemudian berkembang menjadi
dalam jumlah yang berlipat ganda (2,4, dan semua sel yang tepat sesuai dengan jaringan di
seterusnya). Dengan demikian, pada hari ke-3 tempat sel tersebut berada. Meskipun masih dapat
sampai ke-4 pasca fertilisasi, blastomer yang berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel,
terbentuk telah berjumlah delapan sel.2 Setelah diperkirakan sel punca dewasa telah berkurang
mencapai tahapan ini, embrio akan mulai kemampuan diferensiasinya dan telah menjadi
mengalami kompaksi dan disebut morula, yang lebih spesifik untuk berdiferensiasi menjadi sel
ditandai oleh adanya ikatan antar blastomer yang tertentu yang kesemuanya berkontribusi untuk
cukup kuat. Seiring dengan terjadinya hal itu, sel- regenerasi jaringan lokal. Sebagai contoh yaitu
sel di dalam embrio akan terus membelah hingga gastrointestinal crypt cells di sistem pencernaan,
berjumlah 32 sel. Pada tahap selanjutnya, natrium oval cells di dalam hati, pneumocytes tipe II di
dipompakan dari dalam ke luar sel, yang dalam paru-paru, dan berbagai subset sel punca di
menyebabkan keseimbangan di dalam zona dalam sum-sum tulang, darah tepi, otak, korda
pelusida berubah sehingga air dapat masuk ke spinalis, pulpa gigi, pembuluh darah, otot rangka,
dalamnya. Peristiwa ini terus berlangsung sampai epitel kulit, kornea, retina, dan pankreas.5
terbentuknya rongga blastokel. Setelah rangkaian Aplikasi Sel Punca Neural dalam Pengobatan
proses ini terjadi, embrio dikatakan telah Stroke
mencapai tahap blastosis. Sel-sel dalam tahapan Jenis terapi sel punca: endogen dan eksogen
ini telah kehilangan sifat totipotensi/ pluripoten, Terapi sel punca dengan transplantasi sel punca
karena telah terjadi diferensiasi yang pertama kali, dewasa merupakan strategi yang menjanjikan
yaitu perubahan blastomer menjadi inner cell dalam penatalaksanaan stroke. Penelitian
mass (massa sel dalam) dan sel trofoblas. Inner preklinis menunjukkan hasil yang baik pada
cell mass merupakan sel-sel punca embrional aplikasi sel punca yang berasal dari berbagai
yang nantinya akan berdiferensiasi membentuk jaringan termasuk otak, sumsum tulang, tali pusat,
seluruh jenis sel tubuh, sedangkan sel trofoblas dan jaringan adiposa. Pada gangguan neurologis,
bertanggung jawab pada proses pembentukan tujuan terapi sel punca adalah menggantikan,
plasenta.2 memperbaiki, ataupun meningkatkan fungsi
Sel punca dewasa biologis sel neuron yang rusak untuk memulihkan
Sel punca dewasa ialah sel-sel punca yang fungsi otak. Sirkuit neuron fungsional dapat
terdapat di semua organ tubuh terutama sum-sum dipulihkan melalui penggantian neuron yang
tulang, dan berfungsi melakukan regenerasi untuk rusak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel-
mengatasi dan memperbaiki berbagai kerusakan sel neuron baru dapat dihasilkan dari transplantasi
jaringan yang dapat berakibat nekrosis sel. Sel sel punca. Otak dewasa dapat menghasilkan sel-
punca dewasa dapat diambil dari fetus (fetal stem sel neuron baru sebagai respon terhadap
cells), sum-sum tulang (bone marrow stem cells), kerusakan sel, sehingga memberi harapan bagi
dan darah perifer atau tali pusat (umbilical cord pasien stroke.6,7
blood stem cells). Sel punca dewasa memiliki Terapi sel punca pada stroke dapat dikategorikan
setidaknya dua sifat khusus. Pertama, sel-sel ini sebagai jenis endogen dan eksogen. Terapi sel
mampu membuat salinan sel yang identik dengan punca endogen memanfaatkan populasi sel punca
dirinya sendiri untuk periode waktu yang lama. dewasa yang secara fisiologis berada di sistem
Kedua, sel punca dewasa mampu berdiferensiasi saraf. Pada tipe eksogen, sel punca dewasa atau

29 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Putra dkk 2019 TINJAUAN PUSTAKA
sel prekursor diberikan melalui injeksi lokal atau ideal untuk transplantasi oleh karena bersifat
sistemik setelah melalui proses pemurnian. pluripoten. Penelitian yang menggunakan sel
Sejumlah kecil sel punca dewasa telah dapat punca embrionik yang belum berdiferensiasi
diperoleh dari sum-sum tulang dan darah tali risiko terbentuknya keganasan (teratoma) ketika
pusat. Mengenai ekspansi transplantasi secara in ditransplantasikan ke dalam otak. Penggunaan
vitro masih memerlukan penelitian lebih lanjut. neural progenitor cell (NPC) yang dihasilkan dari
Terapi sel punca neural eksogen mampu sel punca embrionik tikus dapat berdiferensiasi
merekonstruksi sirkuit neuron yang rusak. Sel-sel menjadi sel-sel neuron dan glia (termasuk
ini akan memberikan efek neuroprotektif dengan oligodendroglia) secara in vitro. Oleh karena itu,
mengeluarkan faktor neurotropik yang untuk menghindari terjadinya pembentukan
mempertahankan perlangsungan hidup sel teratoma, sel punca embrionik didiferensiasikan
neuron, baik secara intrinsik, atau setelah dahulu sebelum dilakukan transplantasi. Aplikasi
pemberian transgenik terapeutik. Sel punca NPC yang diturunkan dari sel punca embrionik
multipoten dapat diisolasi dari sistem saraf pusat ditransplantasikan di otak tikus yang mengalami
tikus dewasa dan dikultur in vitro atau pada iskemi setelah reperfusi yaitu ke dalam area
jaringan otak manusia dewasa. Transplantasi iskemik dan menempati sekitar 27% luas belahan
autologus merupakan terapi yang potensial untuk otak iskemik ternyata mengekspresikan saraf
stroke.4 penanda dewasa seperti β-III tubulin empat
Jenis sel punca yang diteliti minggu setelah transplantasi. Selain itu banyak sel
Tujuan utama dari pemeriksaan awal yaitu punca embrionik dicangkokan berasal dari sel
menilai risiko keselamatan dari identitas sel, punca neural dapat bertahan dalam inti daerah
metode isolasi, dan prosedur ekspansinya. Setelah yang infark sampai 12 minggu.
didapatkan hasil penilaiannya, maka perbaikan Saat melakukan transplantasi sel punca neural
fungsional dari otak menjadi tujuan target dari pada stroke
terapi sel punca. Meskipun beberapa penelitian Belum ada kesepakatan kapan saat yang paling
menunjukkan beberapa jenis sel yang diinjeksikan tepat untuk memulai transplantasi sel punca
ke otak setelah stroke dapat mengubah sel donor neural pasca stroke. Cedera iskemik pada stroke
menjadi sel otak, namun penelitian sel-sel donor merupakan proses progresif dan kematian sel-sel
lebih ke arah memberikan perlindungan dan neuron masih dapat terus berlangsung sampai
merangsang mekanisme endogen.8 Saat beberapa minggu setelah stroke. Penundaan
diinjeksikan pada otak tikus yang iskemik, sel transplantasi selama berminggu-minggu akan
progenitor neural manusia akan bermigrasi ke berisiko memunculkan jaringan ikat yang
daerah infark dan mengekspresikan neuroblas dan mempengaruhi keberhasilan terapi. Saat terbaik
penanda neuronal imatur, seperti doublecortin dan untuk melakukan transplantasi juga tergantung
beta-tubulin. Hal ini akan memperbaiki perilaku pada kemajuan pemulihan setelah stroke. Secara
tikus dan mengecilkan ukuran infark.9 Pemberian umum luaran klinis pasca terapi sel punca
sel punca non-neural juga dapat membantu terapi memberi hasil akhir yang berbeda-beda pada
sel punca neural. Peneliti lainnya juga setiap pasien.3
mengemukakan bahwa transplantasi sel punca
pada otak tikus pasca iskemi dapat menginduksi Simpulan
pemulihan fungsional secara bermakna. Manfaat Salah satu pengobatan alternatif yang kelak
pemberian sel punca non-neural antara lain mampu memulihkan pasien stroke serta
memodulasi peradangan, menunjang menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
angiogenesis, neurogenesis, remielinisasi, kasus stroke yaitu terapi sel punca neuronal.
plastisitas aksonal, serta memberikan efek tropik Transplantasi sel punca pada gangguan neurologis
dan neuroproteksi.4 termasuk stroke bertujuan untuk menggantikan
Sel punca embrionik berpotensi berdiferensiasi atau memperbaiki fungsi biologis dari sel neuron
dalam tubuh manusia dewasa dan berproliferasi yang rusak agar dapat mempertahankan atau
secara in vitro. Secara teoritis, sel punca memulihkan fungsi otak.
embrionik dianggap sebagai sel-sel induk yang

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 30


TINJAUAN PUSTAKA Putra dkk 2019
Daftar Rujukan
1. Misbach J. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, Vemuganti R. The potential of neural stem cells to
manajemen. Badan Penerbit FKUI Jkt. 2011; repair stroke-induced brain damage. Acta
2. Wood KJ, Issa F, Hester J. Understanding stem cell Neuropathol (Berl). 2009;117(5):469.
immunogenicity in therapeutic applications. Trends 7. Andres RH, Choi R, Steinberg GK, Guzman R.
Immunol. 2016;37(1):5–16. Potential of adult neural stem cells in stroke
3. Tangkuman VF, Ngantung DJ, Mawuntu A. Terapi therapy. 2008;
Sel Punca Neural Pada Penyandang Stroke. J 8. Ding D-C, Shyu W-C, Lin S-Z, Li H. Current
BIOMEDIK. 2013;5(1). concepts in adult stem cell therapy for stroke. Curr
4. Boese AC, Le Q-SE, Pham D, Hamblin MH, Lee J- Med Chem. 2006;13(29):3565–3574.
P. Neural stem cell therapy for subacute and chronic 9. Zhang R, Zhang Z, Wang L, Wang Y, Gousev A,
ischemic stroke. Stem Cell Res Ther. Zhang L, dkk. Activated neural stem cells
2018;9(1):154. contribute to stroke-induced neurogenesis and
5. Turksen K. Adult and Embryonic Stem Cells. neuroblast migration toward the infarct boundary in
Springer Science & Business Media; 2012. adult rats. J Cereb Blood Flow Metab.
6. Liu YP, Lang BT, Baskaya MK, Dempsey RJ, 2004;24(4):441–448.

31 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 2, Nomor 1: 32-36, 2019
LAPORAN KASUS
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

TRANSIENT BILATERAL VISUAL


LOSS PADA PASIEN DENGAN
DECOMPRESSION SICKNESS TIPE II
Ida Ayu Sri Indrayani1, Yenita Khatania Ardjaja2, Anak Agung Mas Putrawati Triningrat2,
Anita Devi3
1
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Indonesia
2
Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Indonesia
3
Hyperbaric Center, RSUP Sanglah, Denpasar

Diterima 25 Maret 2019 DOI: 10.29342/cnj.v2i1.60


Disetujui 25 Maret 2019
Publikasi 3 April 2019 Korespondensi: indrayanidayusri@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Transient visual loss adalah penglihatan kedua mata pasien saat di rumah sakit
hilangnya tajam penglihatan mendadak, parsial adalah 4/60. Pemeriksaan segmen anterior dan
maupun komplit pada satu atau kedua mata, terjadi posterior kedua mata dalam batas normal. Dilakukan
kurang dari 24 jam. Decompression sickness terjadi terapi oksigen hiperbarik. Tajam penglihatan kedua
apabila gelembung gas (bubble) terbentuk saat tubuh mata pasien membaik menjadi 6/6 setelah terapi.
mengalami penurunan tekanan ambient secara Diskusi: transient bilateral visual loss dengan iskemia
mendadak pada pembuluh darah, sistem oksipital post free diving dicurigai disebabkan
muskuloskeletal, atau jaringan tubuh lainnya. Bubble sumbatan intravaskular oleh bubble yang terbentuk
intravaskular dapat mengakibatkan obstruksi vaskular, pada decompression sickness. Terapi oksigen
menghambat aliran darah dan menyebabkan iskemia. hiperbarik merupakan terapi pilihan pada semua kasus
Iskemia pada daerah oksipital menyebabkan transient dengan riwayat terpapar lingkungan hiperbarik atau
bilateral visual loss. kondisi unpressurized high-altitude.
Kasus: Pasien laki-laki 23 tahun dengan penglihatan Simpulan: Pencegahan bubble dalam tubuh adalah
kabur mendadak setelah menyelam ± 5 meter selama dengan menghindari faktor risiko terbentuknya bubble
1 menit. Pasien menarik napas dalam dan cepat dan mematuhi cara naik ke permukaan (ascending)
beberapa kali sebelum melakukan free diving. Tajam yang benar setelah penyelaman.

Kata Kunci: Buta mendadak sementara, decompression sickness, penyelam

ABSTRACT

Background: Transient visual loss is a sudden onset, 4/60. Anterior and posterior segment of both eyes
partial or complete, monocular or binocular visual loss were within normal limit. Visual acuity in both eyes
which lasts less than 24 hours. Decompression were 6/6 after hyperbaric therapy.
sickness is caused by bubbles in blood or tissue as Discussion: Transient bilateral visual loss was caused
sequelae of suddenly reduced ambient pressure on the by gas bubbles that inhibits the blood flow. Hyperbaric
dissolved inert gases. Intravascular bubble will cause oxygen therapy is the treatment of choice in all
vascular obstruction, inhibits blood flow and causing painless transient visual loss, with any recent exposure
ischemia. Occipital ischemia will cause a transient to a hyperbaric environment or unpressurized high-
bilateral visual loss. altitude condition.
Case: A 23 years old man with sudden visual loss Conclusion: Preventing bubble formation is to avoid
while ascending after diving within five meters in the risk factor and obey the ascending rule of diving.
depth for one-minute duration. Both visual acuity were

Keywords: transient visual loss, decompression sickness, diver

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 32


LAPORAN KASUS Indrayani dkk 2019
Latar Belakang dikatakan seperti berdenyut. Riwayat penggunaan
Transient visual loss adalah hilangnya tajam kacamata, trauma, kelemahan atau kesemutan
penglihatan mendadak baik parsial maupun separuh tubuh, suara pelo, pusing berputar, sesak
komplit pada satu atau kedua mata yang terjadi nafas, dan gangguan buang air disangkal. Pasien
kurang dari 24 jam.1 Transient visual loss dapat mengatakan sedang flu saat melakukan diving.
disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata Pasien bekerja sebagai snorkeling guide selama
atau visual pathway yang bersifat sementara, atau dua tahun. Pasien memiliki kebiasaan menarik
adanya lesi pada komponen retinokortikal dari napas cepat dan dalam beberapa kali sebelum
visual pathway. Transient visual loss dapat terjadi melakukan free diving.
pada satu mata (monocular) atau kedua mata Pemeriksaan dari neurologi mendapatkan visus
(binocular). Transient bilateral visual loss mata kanan dan kiri (ODS) 4/60. Diagnosis dari
disebabkan oleh lesi di chiasma, postchiasma, bagian neurologi adalah Sudden blindness et
atau bilateral prechiasma.2,3 Penyebab transient causa decompression sickness type II + cephalgia
bilateral visual loss yang paling sering adalah yang berkaitan dengan trauma kepala lainnya
migren, massa di daerah occipital, iskemia daerah (barotrauma). Pemeriksaan darah lengkap
occipital, dan occipital seizure.1 menunjukkan dalam batas normal. Pasien
Decompression sickness terjadi apabila diberikan rehidrasi dengan NaCl 0,9%, steroid,
gelembung gas (bubble) yang terbentuk pada saat gastroprotektan, analgetik, neuroprotektor.
tubuh mengalami penurunan tekanan ambient Pemeriksaan dari bagian mata mendapatkan visus
secara mendadak pada pembuluh darah pada mata kanan dan kiri (ODS) 4/60 dengan
(intravaskular), sistem muskuloskeletal, atau pinhole not improve (NI). Gerak bola mata kanan
jaringan tubuh lainnya menimbulkan suatu gejala. dan kiri baik ke segala arah. Pemeriksaan segmen
Bubble di intravaskular dapat mengakibatkan anterior ODS didapatkan dalam batas normal,
obstruksi vaskular, menghambat aliran darah dan relative afferent pupillary defect (RAPD) negatif
menyebabkan iskemia.4,5 Iskemia pada daerah dan segmen posterior dalam batas normal.
occipital akan menyebabkan terjadinya transient Tekanan intraokuli didapatkan pada OD 12
bilateral visual loss.1 mmHg dan OS 14 mmHg. Pasien didiagnosis
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi yang dengan ODS sudden visual loss. Pencitraan CT-
menggunakan oksigen dengan menyediakan scan dan rontgen thoraks dalam batas normal.
lingkungan bertekanan dimana pasien menghirup Pemeriksaan fundus tidak ditemukan kelainan
oksigen 100% secara intermiten. Terapi oksigen (Gambar 1). Pemeriksaan lapangan pandang mata
hiperbarik harus dilakukan pada semua pasien kanan dan kiri tidak ada kelainan (Gambar 2 dan
dengan keluhan hilangnya tajam penglihatan 3).
dengan riwayat terpapar lingkungan hiperbarik
atau kondisi unpressurized high-altitude. Semua
pasien setelah dilakukan terapi oksigen hiperbarik
harus dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis
mata.6
Laporan Kasus
Pasien laki-laki berusia 23 tahun pertama kali
datang pada tanggal 10 April 2014 ke UGD RSUP
Sanglah ke bagian neurologi dengan keluhan Gambar 1. Foto fundus mata kanan dan kiri
penglihatan kabur yang terjadi mendadak kurang Bagian neurologi mengkonsulkan pasien ke
lebih satu jam sebelum datang ke rumah sakit. bagian hiperbarik. Pasien didiagnosis shallow
Penglihatan kabur dikeluhkan setelah pasien naik water blackout dengan diagnosis banding
ke permukaan dari kegiatan menyelam sedalam decompression illness. Dilakukan satu kali terapi
kurang lebih lima meter selama 1 menit. oksigen hiperbarik dengan pemberian oksigen
Penglihatan kabur dikatakan hingga pasien hanya 100% pada kedalaman 18 meter (2.8 ATA)
dapat melihat gerakan benda bergoyang. Pasien selama 120 menit.
saat itu menyelam dan naik ke permukaan dengan Pemeriksaan di poli mata setelah dilakukan terapi
cepat. Keluhan penglihatan kabur setelah itu oksigen hiperbarik didapatkan visus ODS 6/6,
disertai dengan nyeri kepala. Nyeri kepala segmen anterior dan posterior dalam batas normal.

33 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Indrayani dkk 2019 LAPORAN KASUS
Pemeriksaan Ishihara dan Farnsworth 15D ODS Diskusi
normal. Pemeriksaan sensitivitas kontras ODS Decompression sickness terjadi apabila
adalah 1.65. Pasien didiagnosis dengan ODS gelembung gas yang terbentuk pada saat tubuh
transient bilateral visual loss. Pasien diijinkan mengalami penurunan tekanan ambient secara
pulang dan rencana kontrol satu minggu tetapi mendadak pada pembuluh darah, sistem
pasien tidak datang. muskuloskeletal, atau jaringan tubuh lainnya
menimbulkan suatu gejala. Faktor risiko
terjadinya decompression sickness antara lain
kedalaman dan durasi menyelam, usia tua, kadar
lemak dalam tubuh yang tinggi, olahraga sebelum
melakukan diving, suhu dingin, kondisi tubuh
yang tidak sehat, riwayat minum minuman
beralkohol dan kecepatan naik ke permukaan. 4,5
Pasien mengatakan sedang flu saat melakukan
diving, kondisi air saat menyelam adalah dingin,
dan pasien naik ke permukaan dengan cepat. Hal
tersebut meningkatkan risiko terjadinya
decompression sickness.
Bubble yang terbentuk dalam tubuh terjadi karena
kecepatan penurunan tekanan ambient secara
mendadak melebihi kecepatan pembuangan inert
gas dari jaringan. Bubble pada decompression
sickness memiliki efek mekanik, embolik, dan
Gambar 2. Pemeriksaan lapang pandang mata kanan biokimia dengan manifestasi klinis bervariasi
menunjukkan tidak ada defek. mulai dari ringan hingga fatal. Manifestasi klinis
pada decompression sickness dapat disebabkan
Diagnosis dari bagian neurologi adalah sudden oleh efek langsung bubble di ekstravaskular yang
blindness et causa decompression sickness type II dapat menyebabkan nyeri, atau obstruksi vaskular
dengan diagnosis banding shallow water blackout. yang menyebabkan gejala tergantung lokasi
Pasien diijinkan pulang dari bagian neurologi dan penyumbatan oleh bubble. Kerusakan endotel
direncanakan untuk kontrol dalam satu minggu. yang disebabkan oleh bubble intravaskular dapat
menyebabkan kebocoran kaliper, ekstravasasi
plasma, dan hemokonsentrasi.5 Pada pasien ini
didapatkan nyeri kepala dan penurunan tajam
penglihatan dicurigai karena efek dari bubble di
intravaskular yang menyebabkan obstruksi
sehingga suplai darah ke daerah occipital
berkurang dan menyebabkan terjadinya iskemia
di daerah oksipital.
Decompression sickness terbagi menjadi dua tipe.
Tipe satu (I) terbatas pada kulit, muskuloskeletal,
dan sistem limfatik. Tipe dua (II) meliputi sistem
saraf, jantung, dan paru.4,5 Gangguan visual adalah
gejala yang paling sering dikeluhkan pada
neurological decompression sickness. Lima dari
16 pasien dengan decompression sickness
mengalami penurunan tajam penglihatan. 7 Gejala
neurologi akut pada semua pasien dengan riwayat
menyelam harus dicurigai sebagai decompression
sickness.6 Pada kasus ini pasien mengalami gejala
Gambar 3. Pemeriksaan lapang pandang mata kiri
hilangnya tajam penglihatan dan nyeri kepala
menunjukkan tidak ada defek.
setelah melakukan kegiatan menyelam

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 34


LAPORAN KASUS Indrayani dkk 2019
menunjukkan gejala neurologi sehingga Transient bilateral visual loss terjadi pada kedua
didiagnosis dengan decompression sickness tipe mata dalam waktu kurang dari 24 jam.1 Pada kasus
II. ini, pasien mengatakan hanya bisa melihat
Diagnosis decompression sickness ditegakkan lambaian tangan sesaat setelah naik ke permukaan
secara klinis dengan anamnesis yang akurat. air, dapat melihat hitungan jari dalam jarak empat
Diagnosis decompression sickness dapat meter saat tiba di rumah sakit, dan menjadi 6/6
dipastikan apabila gejala yang dialami pasien setelah mendapat terapi rekompresi dalam waktu
membaik setelah dilakukan terapi rekompresi. 7 kurang dari 24 jam.
Pasien menunjukkan perbaikan tajam penglihatan Transient bilateral visual loss disebabkan oleh lesi
setelah dilakukan terapi rekompresi sehingga di chiasma, postchiasma, atau bilateral
diagnosis decompression sickness dapat prechiasma. Penyebab transient bilateral visual
ditegakkan. loss yang paling sering adalah migraine, massa di
Shallow water blackout merupakan diagnosis daerah oksipital, iskemia daerah oksipital, dan
banding dari decompression sickness. occipital seizure.1,10 Iskemia otak di daerah
Terminologi shallow water blackout biasanya occipital diyakini sebagai penyebab transient
digunakan untuk mendeskripsikan hilangnya bilateral visual loss yang terjadi pada kasus ini.
kesadaran akibat tidak adekuatnya asupan oksigen Pemberian steroid diindikasikan pada pasien
ke otak pada saat menahan napas di dalam air dengan decompression sickness berat apabila
sedalam lima meter atau kurang.8,9 Dari anamnesis terapi rekompresi tidak dapat dilakukan segera.
didapatkan pasien menyelam sedalam kurang Steroid dapat menstabilkan endotel vaskular dan
lebih lima meter selama satu menit dan memiliki efek antiedema.7 Pada pasien ini
mengalami “blackout” dan dari anamnesis diberikan steroid oleh bagian neurologi atas dasar
didapatkan pasien melakukan hiperventilasi diagnosis decompression sickness tipe II dan pada
sebelum free diving sehingga shallow water kasus ini tidak dapat dilakukan terapi rekompresi
blackout menjadi diagnosis banding pada kasus segera dengan terapi oksigen hiperbarik.
ini. Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi
Pada penyelaman, hiperventilasi dapat berarti pemaparan oksigen 100% secara intermiten pada
bernafas secara cepat dan dalam melebihi tekanan lebih dari satu atmosphere absolute
kebutuhan untuk beraktifitas. Para penyelam (ATA).12 Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek
melakukan hiperventilasi secara tidak sadar pada fisiologik dan mekanik dengan cara menginduksi
kondisi stres yang tinggi dengan riwayat penyakit peningkatan tekanan dan hiperoksia.13
sebelumnya dan secara sadar dilakukan oleh free Terapi oksigen hiperbarik bekerja dengan cara
diver untuk memperpanjang waktu menahan meningkatkan konsentrasi dissolved oxigen di
napas. Shallow water blakcout dapat disebabkan darah dan meningkatkan perfusi, merangsang
oleh banyak faktor. Hiperventilasi adalah salah pembentukan matriks kolagen, mengganti gas
satu penyebab terjadinya hipoksia pada orang inert pada aliran darah dengan oksigen dan
yang menahan napas di dalam air.8 Dari anamnesis dimetabolisme, dan bekerja sebagai bakterisidal.
didapatkan pasien menarik napas dalam sebelum Setiap terapi dilaksanakan antara 60 hingga 120
menyelam dengan tujuan untuk mengambil menit.14 Terapi oksigen hiperbarik juga memiliki
oksigen lebih banyak agar dapat lebih lama beberapa keuntungan yaitu meningkatkan
bertahan di dalam air. oksigenasi jaringan, mengurangi edema pada
Sebelum melakukan free diving, para penyelam central nervous system, dan menghambat
melakukan hiperventilasi sehingga menyebabkan akumulasi leukosit pada endotel pembuluh
terjadinya penurunan CO2 dalam tubuh. darah.15 Pada kasus ini terapi oksigen hiperbarik
Rendahnya kadar CO2 yang abnormal akan dilakukan untuk meningkatkan perfusi dan
memberikan tambahan waktu untuk menyelam oksigenasi ke otak terutama daerah occipital,
sebelum kadar CO2 cukup tinggi untuk mengganti gas inert pada aliran darah dengan
memberikan suatu stimulus dalam menarik napas. oksigen, dan menghambat akumulasi leukosit
Selama proses menyelam, O2 terus terpakai dan pada endotel pembuluh darah.
mencapai kadar yang sangat rendah yang dapat Indikasi dilakukannya terapi oksigen hiperbarik
menyebabkan terjadinya hipoksia.9 adalah hilangnya tajam penglihatan yang terjadi
dalam 24 jam, tajam penglihatan dengan pinhole

35 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Indrayani dkk 2019 LAPORAN KASUS
atau setelah dikoreksi tetap 20/200 atau lebih diberikan terapi oksigen hiperbarik sesuai dengan
buruk, usia lebih dari 40 tahun, penurunan tajam protokol pada US Navy Table 5 (Royal Navy
penglihatan tanpa disertai rasa nyeri, tidak Table 61), yaitu pasien diberikan oksigen 100%
terdapat riwayat floaters atau kilatan cahaya selama total waktu 120 menit dimulai pada
sebelum tajam penglihatan menurun, dan tidak kedalaman 18 meter (2,8 ATA) dan perlahan-
terdapat riwayat operasi atau trauma pada mata. lahan naik ke permukaan. Setelah satu kali terapi,
Terapi oksigen hiperbarik harus dilakukan apabila gejala yang dialami pasien hilang dan tajam
keluhan hilangnya tajam penglihatan penglihatan membaik menjadi 6/6.
berhubungan dengan riwayat terpapar lingkungan Simpulan
hiperbarik atau kondisi unpressurized high- Kasus transient bilateral visual loss pada pasien
altitude. Semua pasien setelah dilakukan terapi post free diving dapat disebabkan oleh iskemia
oksigen hiperbarik harus dilakukan evaluasi oleh daerah occipital yang dapat terjadi karena oklusi
dokter spesialis mata.6 Pasien pada kasus ini vaskular oleh bubble yang terbentuk pada
mengalami penurunan tajam penglihatan segera decompression sickness. Mencegah terbentuknya
setelah menyelam selama satu menit pada bubble dalam tubuh adalah dengan menghindari
kedalaman lima meter. Hal tersebut merupakan faktor risiko terbentuknya bubble dan mematuhi
indikasi dilakukan terapi oksigen hiperbarik pada cara naik ke permukaan (ascending) yang benar
pasien ini. setelah diving. Terapi oksigen hiperbarik
Terapi rekompresi terdiri dari beberapa tabel. merupakan terapi pilihan pada pasien dengan pada
Terapi inisial dimulai pada kedalaman 18 meter pasien dengan riwayat terpapar lingkungan
(tekanan 2.8 ATA). Oksigen sebanyak 100% hiperbarik atau kondisi unpressurized high-
dapat diberikan tanpa menyebabkan toksisitas altitude.
pada tekanan 2.8 ATA.15 Pada kasus ini, pasien

Daftar Rujukan
1. American Academy Ophthalmology. 2014. The 15th 2015
patient with transient visual loss. In: AAO Staff 10. Gopwani J, Margolin E. 2014. Transient visual
(eds). Neuroophthalmology. BCSC Section 11. San obscuration clues to localization. Ophthalmology
Fransisco: AAO; p. 161-172 rounds;10(8)
2. Sandhya N. 2010. Transient visual loss. Kerala 11. Carlston CB, Mathias RA, Shilling CW. 2012.
journal of ophthalmology 22(2); 167-73 Immediate evaluation of the diving casualty. In:
3. Gopwani J, Margolin E. 2014. Transient visual Kent MB (ed). The physician’s guide to diving
obscuration clues to localization. Ophthalmology medicine. New York: Springer; p. 273-80
rounds;10(8) 12. Thackham JA, McElwain DLS, Long RJ. 2007. The
4. Verma R. 2012. A case of decompression illness use of hyperbaric oxygen therapy to treat chronic
during saturation diving. MJAFI (68); 185-6 wounds: a review. Wound Repair Reg (16): 321–
5. Vann RD, Bulter FK, Mitchell SJ, et al. 2010. 330
Decompression Illness. Lancet (377); 153-64 13. McDonagh M, Carson S, Ash J, et al. 2003.
6. Butler FK, Hagan C, Muprhy-Lavoie H. 2008. Hyperbaric Oxygen Therapy for Brain Injury,
Hyperbaric oxigen therapy and the eye. UHM Cerebral Palsy, and Stroke. In: Evidence
35(5); 327-81 Report/Technology Assessment (85). Rockville,
7. Moon RE. 1998. Assessment of patient with MD: Agency for Healthcare Research and Quality.
decompression illness. South Pasific Underwater 14. Brown JG. 2000. Hyperbaric oxygen therapy: Its
Medicine Society Journal 28 (1); 23-8 use and appropriateness. In: OEI Regional VI
8. Quan L, Culver BH, Fielding RR. 2010. Hypoxia- Report. USA: Office of Inspector General,
Induced loss of consciousness in multiple Department of Health and Human Services
synchronized swimmers during a Workout. 15. Antonelli C, Franchi F, Marta MED, et al. 2009.
International Journal of Aquatic Research and Guiding principles in choosing a therapeutic table
Education (4); 379-389 for DCI hyperbaric therapy. Minerva Anestesiol
9. Taylor L. 2002. Shallow water blackout. Available (75); 151-61
at: www.nzunderwater.org.nz. Accessed on May,

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 36


ARTIKEL ASLI Callosum Neurology, Volume 2, Nomor 1: 37-40, 2019
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH


PUASA SAAT TERJADINYA STROKE
DENGAN NIH STROKE SCALE PADA PASIEN STROKE ISKEMIK
AKUT DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA
Hermawan Hanjaya1, Paryono2, Ismail Setyopranoto2, Cempaka Thursina2, Sekar Satiti2
1
Asisten Departemen Neurologi RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dan Dokter Internsip di RS POLRI
Bhayangkara Yogyakarta
2
Staf Pengajar Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
Universitas Gajah Mada / RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Diterima 06 Oktober 2018 DOI: 10.29342/cnj.v2i1.43


Disetujui 25 Maret 2019
Publikasi 04 April 2019 Korespondensi: hermawanhanjaya@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang: Hiperglikemia terjadi pada 20-50% Hasil Penelitian: Uji korelasi Spearman kadar GDP
pasien stroke iskemik akut, berdampak buruk dan nilai NIHSS awal tidak bermakna (p=0.344).
terhadap luaran klinis. Kadar gula darah puasa (GDP) Hasil serupa (p=0.504) didapatkan untuk hubungan
merupakan indikator praktis untuk menilai GDP dengan nilai NIHSS pulang. Analisis Chi-square
hiperglikemia. menunjukkan kemaknaan (p=0.03) antara GDP
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar GDP dengan NIHSS awal (perbedaan proporsi >30%). Uji
dengan nilai National Institute Health Stroke Scale Mann-Whitney hasil delta NIHSS awal dan akhir tidak
(NIHSS) stroke iskemik akut di RSUP Dr Sardjito bemakna (p=0.243) untuk NIHSS awal dan akhir
Yogyakarta. (p=0.173). Uji perbedaan GDP dengan NIHSS
Metode Penelitian: Penelitian potong lintang pada 50 menunjukkan nilai p=0,044.
pasien, Januari-Mei 2018. Kadar GDP pasien diambil Simpulan: Terdapat hubungan kadar gula darah puasa
saat rawat inap dan skor NIHSS dihitung saat awal dan dengan skor NIHSS rawat inap, terkait luaran buruk.
akhir perawatan.

Kata Kunci: GDP, NIHSS, stroke iskemik akut, gula darah puasa

ABSTRACT

Background: Hyperglycemia occurs in 20-50% in Results: Spearman Correlation of FBG and NIHSS on
acute ischemic stroke (AIS) patients which worsens admission and discharge showed insignificant results
ischemic stroke outcome. Fasting blood glucose (FBG) (p=0.344 and 0.504, respectively). Chi-square
is a practical to assess one’s hyperglycemic state. displayed a significant correlation (p=0.03) between
Objective: To investigate the association between FBG FBG and NIHSS at admission (proportion difference
and National Institute Health Stroke Scale (NIHSS) in >30%). Mann-Whitney test failed to show significant
AIS patients hospitalized at RSUP Dr Sardjito result (p=0.243) for NIHSS at admission and discharge
Yogyakarta. (p=0.173). Mean difference analysis between FBG
Methods: This was a cross-sectional study involving 50 level with NIHSS admission shows p-value=0.044.
participants admitted between January to May 2018. Conclusion: There is correlation FBG and NIHSS
FBG was taken during hospital admission, along with score, indicating worse outcome.
NIHSS, and re-evaluated when at discharge.

Keywords: FBG, NIHSS, acute ischemic stroke, fasting blood glucose

37 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Hanjaya dkk 2019 ARTIKEL ASLI
Latar Belakang luaran NIHSS hingga saat ini masih memiliki
Stroke adalah salah satu penyebab disabilitias dan beberapa derajat keparahan dimana yang sering
mortalitas yang menjadi ancaman di seluruh digunakan adalah luaran dimana skor <5 yaitu
dunia. Bahkan, menurut data badan kesehatan ringan, 5-14 yaitu sedang, 5-25 yaitu berat, dan
dunia (WHO), stroke adalah penyakit tertinggi >25 yaitu sangat berat.11 Sedangkan luaran dengan
kedua yang menyebabkan kematian, dan nilai cut-off 7 diperkirakan sebagai cut-off yang
menduduki peringkat ketiga sebagai penyakit penting untuk memprediksi tingkat keparahan
yang menyebabkan kecacatan.1 Data riset pasien.12,13
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan
menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab antara kadar glukosa darah puasa saat serangan
kematian utama pada semua umur dengan kejadian stroke atau saat admisi, dengan hasil
persentase 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal luaran NIHSS.
di Indonesia, 1 orang diantaranya karena stroke. 2 Metode Penelitian
Stroke, merupakan proses kematian dari sel otak Penelitian ini merupakan penelitian observasional
yang dikarenakan suplai oksigen yang kurang ke dengan menggunakan stroke registry pasien
otak. Suplai oksigen tersebut berkurang stroke iskemik akut yang dirawat di Rumah Sakit
dikarenakan adanya sumbatan atau pembuluh Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta
darah yang pecah.3 yang memenuhi kriteria penelitian. Kriteria
Sebanyak 75% dari kejadian stroke iskemik inklusi penelitian ini adalah pasien dengan
disebabkan oleh stroke trombosis, yaitu sumbatan diagnosa stroke iskemik akut dengan pemeriksaan
pada pembuluh darah arteri serebral karena proses CT scan dan menjalani rawat inap di RSUP dr.
aterosklerosis, dan 25% lainnya merupakan stroke Sardjito. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah
emboli, yaitu terjadi sumbatan arteri serebral oleh riwayat stroke sebelumnya, gagal hati, gagal
bekuan darah yang lepas dari tempat lain di ginjal, dan data di stroke registry tidak lengkap.
sirkulasi.4 Faktor risiko dari penyakit stroke Populasi penelitian ini adalah pasien stroke
memiliki kesamaan dengan penyakit jantung iskemik akut yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito
koroner, dan strategi prevensi dari penyakit Yogyakarta pada bulan Januari sampai Mei
tersebut ditargetkan ke arah faktor risiko yang 2018.Seluruh sampel diperiksa laboratorium
dapat diubah, yaitu hipertensi, dislipidemia dan kadar gula darah puasa saat masuk dan derajat
diabetes. Risiko lain yang dikaitkan dengan faktor keparahan stroke dinilai menggunakan NIHSS
gaya hidup juga berpengaruh dengan stroke, ketika awal masuk dan pemeriksaan NIHSS
seperti rokok, aktivitas fisik yang rendah, dan diulang saat pasien keluar dari rumah sakit.
konsumsi makanan yang tidak sehat.5 Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson,
Kadar gula yang tinggi atau hiperglikemia Chi-square, dan T-test dengan menggunakan
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada aplikasi pengolah data. Uji normalitas data
pasien stroke, dan dikaitkan dengan angka menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk.
survival yang lebih rendah. Dan beberapa studi Hasil Penelitian
menunjukan adanya kenaikan tingkat mortalitas Sejumlah 50 sampel penelitian, terdapat sejumlah
pada pasien stroke disertai hiperglikemia.6 Bahkan 20 pasien dengan kadar gula darah puasa (GDP)
ada studi yang mengatakan pasien stroke iskemik ≥126, dan 30 pasien dengan kadar GDP <126.
akut dengan kadar konsentrasi glukosa yang Kedua kelompok memiliki persebaran untuk
setara akan memiliki luaran yang setara, dengan jumlah laki laki dan perempuan yang sama yaitu
atau tanpa adanya riwayat diabetes.7 60% untuk laki laki dan 40% perempuan. Selain
Salah satu skala penilaian yang digunakan untuk itu, ditemukan bahwa riwayat hipertensi pada
mengukur defisit neurologis penderita stroke sampel juga merata, 80% dari tiap grup memiliki
adalah National Institutes of Health Stroke Scale riwayat hipertensi. Hasil pengukuran kadar GDP
(NIHSS). Instrumen NIHSS adalah alat ukur ≥126 dikaitkan dengan riwayat diabetes yang
kuantitatif yang digunakan untuk mengukur lebih tinggi. Tercatat 15 orang (75%)
derajat kecacatan stroke dan reliable untuk mengalaminya dan hanya 10 orang (33,3%) yang
memprediksi luaran stroke jangka panjang.8 Skala memiliki kadar GDP <126.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 38


ARTIKEL ASLI Hanjaya dkk 2019
Tabel 1. Data demografis pasien didasarkan pada kadar gula darah puasa(GDP)
Variabel GDP <126 GDS ≥126
N (%) Rerata ± SD N (%) Rerata ±SD
Umur 63,65(10,63) 62,35(8,52)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 18(60) 12(60)
Perempuan 12(40) 8(40)
Riwayat HT
Ya 24(80) 16(80)
Tidak 6(20) 4(20)
Riwayat DM
Ya 10(33.3) 15(75)
Tidak 20(66.7) 5(25)
Riwayat Kolesterol
Ya
Tidak 7(23.3) 4(20)
23(76.7) 16(80)
NIHSS awal 3.50(3.30) 5.12(4.70)
NIHSS akhir 2.04(3.32) 3.88(4.02)

Analisis perbandingan skor total NIHSS NIHSS saat masuk ≥5 dan <5 (p= 0,505 (p>0,05).
berdasarkan kategori kadar GDP (normal dan Namun, pada uji perbedaan nilai GDP dengan
tidak normal) menggunakan analisis uji Mann- skor NIHSS saat masuk ≥7 dan <7,
Whitney. Hasil analisis tidak adanya perbedaan mengindikasikan bahwa secara rerata, nilai GDP
skor NIHSS pada kedua kelompok GDP baik pada pada kelompok NIHSS masuk ≥7 (Ranking
saat masuk (p=0,243; p>0,05) maupun saat keluar rerata=32,5; n=13) secara signifikan lebih besar
rumah sakit (p=0,173; p>0,05). Hal serupa dibandingkan dengan kelompok NIHSS masuk <7
didapatkan pada uji Mann-Whitney dengan (Ranking rerata=23,04, n=37), U=149,5; z=-
perbedaan nilai GDP kelompok dengan skor 2,014, p=0,044).
Tabel 2. Hasil analisis bivariate kategorik NIHSS Masuk, Keluar dan perbaikan NIHSS
GDP <126 GDP 126 Nilai p
NIHSS Masuk
• Stroke Ringan (%) 22 (66,7) 11 (33,3) 0,300 *
• Stroke sedang + Stroke berat + Stroke sangat berat (%) 8 (4,1) 9 (52,9)
• NIHSS < 7 (%) 26 (70,3) 11 (29,7) 0,03*
• NIHSS ≥7 (%) 4 (30,8) 9 (69,2)
NIHSS Keluar
• Stroke ringan (%) 24 (68,6) 11 (31,4) 0,042**
• Stroke sedang + Stroke berat + Stroke sangat berat (%) 2 (25) 6 (75)
• NIHSS < 7 (%) 24 (66,7) 12 (33,3) 0,093**
• NIHSS ≥7 (%) 2 (28,6) 5 (71,4)
Delta NIHSS
• Ada perbaikan NIHSS (%) 23 (60,5) 15 (39,5) 0,410**
• Tidak ada perbaikan NIHSS (%) 0 (0) 1 (100)
Keterangan: *Analisis dengan chi-square, **Analisis dengan Fisher exact, NIHSS = The National Institutes of
Health Stroke Scale, GDP = Gula darah puasa

Uji korelasi menggunakan uji spearman antara juga menunjukkan hasil analisis yang tidak
kadar GDP dan nilai NIHSS masuk menunjukkan bermakna dimana p=0,504 (>0,05), disertai
hasil analisis yang tidak berbeda bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah yaitu
dimana p=0,344 (>0,05), disertai dengan kekuatan 0,105.
korelasi sangat lemah yaitu 0,137. Sedangkan Pembahasan
untuk uji korelasi menggunakan Spearman antara Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan
kadar gula darah puasa dengan nilai NIHSS keluar kadar glukosa terhadap insiden stroke. Pasien

39 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Hanjaya dkk 2019 ARTIKEL ASLI
dengan kadar glukosa darah yang tinggi, dapat sehingga meningkatkan pembentukan radikal
meningkatkan risiko terkena stroke dua kali lipat bebas, mengganggu transduksi sinyal intraseluler
dibandingkan pasien dengan kontrol glukosa dan aktivasi dari endonuklease. Hal ini akan
darah yang baik. Hiperglikemia akan berdampak menimbulkan kerusakan yang lebih luas pada
buruk terhadap luaran klinis penderita karena jaringan otak. Ketiga, hiperglikemi akan
dapat menyebabkan gangguan fungsi imun, lebih merangsang dikeluarkannya asam amino tertentu,
rentan terkena infeksi, perburukan sistem terutama glutamat, yang berperanan penting
kardiovaskuler, trombosis, peningkatan inflamasi, dalam mengaktivasi reseptor glutamat post-
disfungsi endotel, stres oksidatif, dan kerusakan sinaptik, terutama reseptor NMDA (N-methyl-D-
otak.9 Pemeriksaan kadar glukosa darah aspartate).10 Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
merupakan pemeriksaan yang perlu dilakukan disimpulkan bahwa belum cukup bukti kadar
karena gangguan neurologis dapat sebagai GDP dapat digunakan sebagai prediktor yang baik
manifestasi klinis dari kondisi hipoglikemia atau untuk menentukan luaran klinis pasien stroke
hiperglikemia. Hiperglikemia dapat terjadi baik iskemik fase akut. Diperlukan indikator
pada penderita stroke yang memiliki riwayat pemeriksaan lain yang lebih baik dalam
diabetes mellitus maupun yang tidak. Kadar memprediksi luaran klinis pasien stroke iskemik
glukosa darah yang tinggi mempengaruhi tingkat pada fase akut.
keparahan luaran pasien stroke iskemik melalui Simpulan
beberapa cara. Pertama, hiperglikemia akan Terdapat hubungan antara kadar gula darah puasa
menyebabkan perubahan sawar darah otak, edema dengan angka NIHSS masuk dengan cut-off 7
serebri, dan kelainan perdarahan. Kedua, keadaan serta nilai luaran NIHSS yang lebih buruk.
hiperglikemia akan memperparah keadaan
asidosis karena adanya penimbunan asam laktat,

Daftar Rujukan
1. Global Health Estimates. Geneva: World Health 1990;47(11):1174-1177
Organization; 2012. Available from: 8. Shah R, Vyas C, Vora J. NIHSS Score : A handy
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_dis tool to predict vascular occlusion inacute ischemic
ease/en/ stroke. NHL Journal of Medical
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Risiko Sciences.2014;3(2):18–22
Utama Penyakit Tidak Menular Disebabkan 9. Darmawan A, Tugasworo D, Gde T, & Pemayun,
Rokok. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik D. Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Krotis
Indonesia. 2013. Interna pada Penderita Pasca Stroke Iskemik.
3. Owolabi MO, Akarolo-Anthony S, Akinyemi R, et Media Medika,2011;45:1–7
al. The burden of stroke in Africa: a glance at the 10. Badrul M, Rasyid H, Rosita R. Relationship
present and a glimpse into the future. Cardiovasc Between the Random Blood Glucose Levels
J Afr. 2015;26(2):27–38. During Admission at Emergency Room With
4. Stroke Association. Stroke Statistics (Online). Clinical Output in Acute Ischemic Stroke Patients.
http://www.stroke.org.uk/resource- sheet/stroke- MNJ. 2015;1(2):52-60
statistics 11. Adams HP, Jr, Bendixen BH, Kappelle LJ, et al.
5. O’Donnell MJ, Xavier D, Liu L, et al. Risk factors Baseline NIH Stroke Scale score strongly predicts
for ischaemic and intracerebral haemorrhagic outcome after stroke: A report of the Trial of Org
stroke in 22 countries (the INTERSTROKE 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST).
study): a case-control study. Lancet. Neurology. 1999;24:35–41
2010;376:112–23. 12. Degraba TJ, Hallenbeck JM, Pettigrew KD, et al.
6. Nardi K, Milia P, Eusebi P, et al. Predictive value Progression in acute stroke: value of the initial
of admission blood glucose level on short-term NIH stroke scale score on patient stratification in
mortality in acute cerebral ischemia. Journal of future trials. Stroke. 1999;30(6): 1208-1212
Diabetes and Its Complications. 2012;26(2):70– 13. Askim T, Bernhardt J, Churilov L, Indredavil B.
76 The Scandinavian Stroke Scale is Equally as Good
7. Woo J, Lam CW, Kay R, et al. The influence of as the National Institutes of Health Stroke Scale in
hyperglycemia and diabetes mellitus on Identifying 3-Month Outcome. J Rehabil Med.
immediate and 3-month morbidity and mortality 2016;46:909-912
after acute stroke. Arch neurol.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 40

Anda mungkin juga menyukai