Anda di halaman 1dari 4

Sofa Sopiani

Xll Mipa 2

PETA KONSEP DEMOKRASI LIBERAL

PENGERTIAN DEMOKRASI LIBERAL

Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang menganut kebebasan
individu.

Secara konstitusional, ini dapat diartikan sebagai hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam
demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan
pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan
agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum
dalam konstitusi.

Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial
seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah
demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang
demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi
partisipasi.

Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat,
Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika Serikat, India, Prancis)
atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang
menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya
dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Prancis).

CIRI CIRI DEMOKRASI LIBERAL

Adapun ciri-ciri dari demokrasi liberal ini antara lain sebagai berikut:

- Memberikan kebebasan pada individu seutuhnya.

- Pada demokrasi ini, pemerintahan dipegang partai pemenang, adapun partai kalah akan menjadi pihak
oposisi.

- Kepala Negara atau presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, misalnya di Amerika Serikat.

- Sistem pemerintahan dituangkan dalam konstitusi.

- Keputusan didasarkan pada mayoritas termasuk dalam pengambilan suara yang dilakukan secara
voting.

- Kekuatan serta kekuasaan atas Negara difokuskan pada parlemen.

- Mempunyai perwakilan dari rakyat-rakyat di dalam Negara, ini sekaligus membatasi kekuatan dari
penguasa.

KABINET-KABINET YANG PERNAH MEMERINTAH

1. Kabinet Natsir

Kabinet Natsir memerintah dari tanggal 6 September 1950 sampai dengan 20 Maret 1951, hanya selama
enam bulan. Inti dari kabinet ini adalah Masyumi, dan berbentuk kabinet koalisi. Kabinet Natsir berfokus
pada penggiatan usaha menuju keamanan negara dan konsolidasi politik. Tugas selanjutnya adalah
melakukan penyempurnaan Angkatan Perang dan meninjau kembali penyerahan Irian Barat. Namun
ternyata perundingan dengan Belanda pada 4 Desember 1950 tidak menghasilkan apa-apa. Hubungan
kabinet dan parlemen memanas berujung pada Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden pada
21 Maret 1951.
2. Kabinet Sukiman

Kabinet Sukiman berjalan dari April 1951-April 1952, kabinet ini dipimpin oleh dr. Sukiman
Wirjosandjojo (Masyumi) dan Suwirjo (PNI), koalisi dalam kabinet diharapkan bisa memunculkan
kestabilan politik. Ditambah lagi satu tugas yaitu mempercepat persiapan pemilihan umum pertama
Indonesia. Penyebab utama kejatuhan Kabinet Sukiman adalah penandatanganan perjanjian Mutual
Security Act (MSA) antara Menlu RI Ahmad Subardjo dan Dubes AS Merle Cochran. Sehingga oleh
parlemen dianggap mencoreng politik luar negeri bebas-aktif. Sukiman meletakkan mandatnya pada 23
Februari 1952.

3. Kabinet Wilopo

Kabinet Wilopo memerintah pada April 1952-Juli 1953. Wilopo yang berasal dari PNI Menyusun kabinet
yang berisi dari banyak partai, dengan harapan dapat memunculkan stabilitas politik. Kabinet ini
dihadapkan dengan permasalahan ekonomi yang memburuk karena tidak seimbangnya ekspor-impor
serta defisit anggaran negara. Kejatuhan kabinet ini diakibatkan oleh beberapa peristiwa, seperti
Peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa Tanjung Morawa. Wilopo yang diguncang oleh mosi tidak
percaya dari Sarekat Tani Indonesia dan PNI Sumatera Utara, terpaksa meletakkan jabatannya.

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I

Kabinet Ali I berjalan dari Juli 1953-Agustus 1955. Ali Sastroamidjojo sendiri berasal dari golongan NU.
Kabinet ini bertugas untuk melakukan persiapan akhir dari pemilu yang akan dilaksanakan pada
pertengahan tahun 1955. Kabinet Ali I berhasil melaksanakan Konferensi Asia Afrika yang dilaksanakan
di Bandung pada April 1955. Kabinet ini diguncang oleh konflik internal, antara lain penarikan menteri-
menteri dari golongan NU dan konflik antara Menhan Iwa Kusumasumantri dengan pimpinan TNI AD.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap

Burhanuddin Harahap diminta oleh Wakil Presiden Hatta untuk membentuk kabinet. Kabinet ini berjalan
dari Agustus 1955-Maret 1956. Tugas utama dari kabinet ini adalah memastikan Pemilu 1955 berjalan
dengan baik. Terdapat 100 partai mengajukan diri untuk DPR, dan 82 partai untuk konstituante,
ditambah lagi 86 organisasi dan perseorangan yang ikut serta dalam pemilu. Tugas kabinet Burhanuddin
dianggap selesai dengan terlaksananya pemilu yang akan membentuk kabinet baru.

6. Kabinet Ali Sastroamidjojo II

Ali Sastroamidjojo kembali ditunjuk presiden untuk membentuk kabinet. Kabinet ini beranggotakan
wakil-wakil dari PNI, Masyumi, dan NU. Namun tokoh-tokoh ketiga partai menolak memasukkan PKI.
Kabinet ini bertugas untuk membentuk Rencana Lima Tahun, mempercepat otonomi daerah dan
penunjukkan DPRD, serta sekali lagi mengusahakan percepatan penyerahan Irian Barat. Pada masa ini
presiden menandatangani UU Pembatalan KMB pada 3 Mei 1956. Kebijakan ini memunculkan
kebingungan peralihan modal Belanda, yang berujung pada penjualan kepada kelompok Cina karena
parlemen menolak nasionalisasi aset.
7. Kabinet Djuanda

Kabinet Djuanda adalah kabinet terakhir pada masa demokrasi liberal, berjalan dari Maret 1957 sampai
dengan Juli 1959. Kabinet ini memiliki tugas yang serupa, yaitu perjuangan Irian Barat, melanjutkan
pembatalan KMB, dan perbaikan keadaan negara. Kabinet ini dibentuk bersamaan dengan
memuncaknya pergolakan di berbagai daerah. Kabinet ini bubar karena Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai selesainya masa demokrasi liberal.

Kebijakan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal

Sumitro berpendapat bahwa kunci menumbuhkan ekonomi nasional adalah memunculkan kelas
pengusaha. Gerakan Benteng (1950-1953) dijalankan untuk memberikan kredit ringan pada 700
perusahaan Indonesia, namun tidak efektif karena sering disalahgunakan. Permasalahan utama ekonomi
masa ini adalah defisit anggaran negara akibat penerimaan yang kecil. Ekspor sempat meledak pada
masa Perang Korea pada tahun 1950, namun kembali menurun pada 1951. Jumlah uang yang beredar
tidak terkontrol, dan biaya hidup yang terus meningkat juga masalah utama di masyarakat. Presentase
defisit terus meningkat, pada 1950 mencapai 20%, sedangkan pada 1960 mencapai 100%. Ekonomi pada
masa ini sangat carut-marut dan terus berlangsung sampai dengan tahun 1965.

Kebijakan Politik pada Masa Demokrasi Liberal

1. Konferensi Asia-Afrika

Konferensi Asia Afrika merupakan lanjutan dari Konferensi Colombo pada April 1954. Kegiatan ini
dilaksanakan sebagai lanjutan pertemuan antara pimpinan negara Asia-Afrika untuk mengupayakan
kedamaian. Konferensi ini memunculkan relasi dan kekuatan baru antar negara baru, serta membuat
Indonesia memperoleh dukungan dalam merebut Irian Barat, serta persetujuan dwikewarganegaraan
dengan RRC.

2. Pemilu 1955

Pemilu ini adalah pertama kalinya dilaksanakan sejak Indonesia merdeka 1955. Kegiatan ini perlu
dilaksanakan dalam rangka memperoleh legitimasi sebagai penyelenggara negara demokrasi. Pemilu
Konstituante dilaksanakan pada 15 Desember, dan Pemilu DPR pada 22 Desember. Hasilnya adalah PNI,
Masyumi, NU, dan PKI sebagai pemenang pemilu dan menghasilkan Kabinet Ali Sastroamidjojo II.

3. Politik Luar Negeri Bebas-Aktif

Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas-aktif di tengah ketegangan dunia antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet. Sikap ini ditunjukkan dalam keikutsertaan Indonesia dalam Gerakan Non-Blok serta
memprakarsai Konferensi Asia-Afrika sebagai bentuk penghimpunan kekuatan yang tidak memihak serta
dapat berhubungan dengan semua negara yang menjunjung tinggi kedamaian dunia.

Anda mungkin juga menyukai