ENDOMETRIOSIS
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Arvitamuriany T. Lubis, M. Ked(OG), Sp. OG
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang
berjudul “Endometriosis”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Dokter di
Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran
Universitas SumateraUtara.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
2.1. Definisi............................................................................................................3
2.5. Diagnosis.......................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan dari penulisan bahan referat ini adalah untuk menguraikan teori-teori
tentang endometriosis. Penyusunan penulisan laporan kasus ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
2.2. KLASIFIKASI
3
4
2.3. EPIDEMIOLOGI
23,8% dan pada tahun 1992 sampai 1993 meningkat menjadi 37,2%, terakhir pada
tahun 2002 berkisar 50% (6). Speroff menyebutkan prevalensi endometriosis
tanpa gejala diperkirakan sebesar 4% didapat pada perempuan yang menjalani
sterilisasi elektif, sedangkan data yang lain menyatakan berkisar 2−50% terjadi
pada perempuan asimtomatis didapatkan saat pemeriksaan laparoskopi,
tergantung pada kriteria diagnosis yang dipakai dan populasi yang dipelajari. Pada
remaja ditemukan berkisar 25−47% dengan keluhan nyeri panggul.3
Sampai saat ini etiologi endometriosis yang pasti belum jelas. Beberapa ahli
mencoba menerangkan kejadian endometriosis dengan berbagai teori, yakni teori
implantasi dan regurgitasi, metaplasia, hormonal, serta imunologik.2
Teori ini menyatakan bahwa endometriosis berasal dari sel ekstra uteri yang
secara abormal melakukan transdiferensiasi atau transformasi menjadi sel
endometriosis. Teori metaplasia celomic mempostulasikan bahwa endometriosis
berasal dari metaplasia sel-sel yang sudah terspesialisasi di lapisan mesotel di
peritoneum dan organ visera abdomen. Diduga hormon dan faktor imunologi yang
berperan menstimuli sel-sel peritoneum tersebut menjadi sel mirip endometrium.2
Teori metaplasia coelomic ini dapat menerangkan kejadian endometriosis
pada remaja putri prepubertas yang belum mendapat haid. Ternyata endometriosis
juga ditemukan pada fetus perempuan, keadaan ini diduga merupakan hasil defek
embriogenesis. Berdasarkan teori ini sel embrionik residu dari duktus Wolf dan
Mulleri tetap persisten dan karena pengaruh hormon estrogen menjadi berkembang
menjadi endometriosis. Teori metaplasia coelomic ini dapat menerangkan kejadian
endometriosis pada remaja bahkan selanjutnya berkembang menjadi endometriosis
stadium berat dan progresif.2
yang berubah menjadi endometrium. Menurut teori ini, perubahan tersebut terjadi
akibat iritasi dan infeksi atau pengaruh hormonal pada epitel coelom. Dari aspek
endokrin, hal ini bisa diterima karena epitel germinativum ovarium, endometrium,
dan peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama.2
kulit) dan berasal dari produksi jaringan endometriosis itu sendiri. Sumber utama
estradiol adalah androstenedion (A) yang berasal dari adrenal dan ovarium,
kemudian dikonversi menjadi estron (E1) dan selanjutnya menjadi estradiol (E2).
Telah terbukti terdapat peningkatan ekspresi enzim 17b hidroksisteroid
dehidrogenase tipe 1 di jaringan endometriosis yang mengkatalisis konversi dari E1
ke E2. Didapatkan bukti pula bahwa estradiol dan sitokin Interleukin (IL)-1b dan
Tumor Necrosis Factor (TNF)-a yang meningkat pada endometriosis akan
mengaktivasi enzim siklo-oksigenase-2 (COX-2) hingga akan meningkatkan
prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 ini adalah stimulator paling poten untuk aktivitas
aromatase di stroma jaringan endometriosis. Selain itu didapatkan perbedaan
aktivitas enzim 17b hidroksisteroid dehidrogenase (17b-HSD) antara di jaringan
endometrium eutopik (endometrium yang berada didalam kavum uteri) dan di
jaringan endometrium ektopik (endometriosis). Di jaringan endometrium eutopik
terdapat keseimbangan antara 17b-HSD tipe 1 dan tipe 2. Perlu diketahui sebagai
respons adanya hormon progesteron pada siklus normal endometrium, enzim 17β-
HSD tipe 2 akan melakukan inaktivasi estradiol dengan cara mengkonversi menjadi
estron yang lebih tidak poten.3
Selain itu salah satu konsep menarik pada patogenesis endometriosis adalah
sel endometriotik ektopik mempunyai kemampuan menghindar terhadap sistem
imunosurveilen tubuh. Hal ini diterangkan dengan adanya ICAM-1 (intercelluler
adhesion molecule-1) yang akan membangkitkan reseptor soluble dan akan
mengikat ligand leukosit serta berkompetisi dengan kemampuan leukosit
berpartisipasi pada interaksi sel-sel homotipik dan heterotipik. Pada beberapa
penelitian didapatkan ekspresi sICAM-1 mRNA dan protein yang meningkat pada
kultur sel endometriotik.3
11
2.5. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ada dijumpai faktor risiko dari
endometriosis. Gejala klinis dari endometriosis berikut ini biasanya memberikan
gambaran area yang melibatkan endometriosis6:
a) Dysmenorrhea
b) Perdarahan haid yang banyak (menorrhagia)
c) Nyeri pada pelvic
d) Nyeri pada abdomen bagian bawah
e) Dyspareunia
f) Dyschezia
g) Perasaan kembung (bloating), mual dan muntah
h) Dysuria
i) Subfertilitas
Karena kebanyakan nodul endometriosis dijumpai pada uterus, ovarum dan
peritoneum posterior, pasien biasanya dating dengan riwayat nyeri panggul yang
progresif. Tidak jarang juga dilaporkan adanya diare atau bahkan hematochezia
yang berhubungan dengan siklus menstruasi jika endometriosis melibatkan colon
rectosigmoid. Demikian juga dysuria, nyeri panggul/flank pain atau hematuria juga
dapat dijumpai bila melibatkan kandung kemih.
2. Pemeriksaan Fisik7
Pemeriksaan fisik pada endometriosis dimulai dengan melakukan inspeksi
pada vagina menggunakan spekulum, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
bimanual dan palpasi rektovagina. Pemeriksaan bimanual dapat menilai ukuran,
posisi dan mobilitas dari uterus. Pemeriksaan rektovagina diperlukan untuk
mempalpasi ligamentum sakrouterina dan septum rektovagina untuk mencari ada
atau tidaknya nodul endometriosis.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
12
endometriosis ialah:
• Ultrasonografi (USG)
Nodul endometriosis dalam USG tampak sebagai massa yang solid, hypoechoic
dan ireguler. Massa tersebut mungkin berisi fokus ekogenik atau ruang-ruang kistik
kecil yang sering menunjukkan sedikit aliran darah atau tidak ada sama sekali.8
• Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Untuk melihat sejauh mana endometriosis melibatkan organ-organ lain seperti
kandung kemih, rectum atau ureter.8
2.6. STAGING
13
a) Adenomiosis
b) Pelvic Inflammatory Disease
c) Kista Ovarium
d) Fibroma Uterus
e) PCOS
f) Fibromialgia
2.8. TATALAKSANA
kali sehari, Non Steroidal Anti Imflammatory Drugs (NSAID) seperti ibuprofen
400 mg tiga kali sehari, asam mefenamat 500 mg tiga kali sehari. Tramadol,
parasetamol dengan codein, GABA inhibitor seperti gabapentin.1
b. Kontrasepsi Oral
Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi dosis
rendah. Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6 – 12 bulan) merupakan
pilihan pertama yang sering dilakukan untuk menimbulkan kondisi kehamilan palsu
dengan timbulnya amenorea dan desidualisasi jaringan endometrium. Kombinasi
pil kontrasepsi apa pun dalam dosis rendah yang mengandung 30–35 µg
etinilestradiol yang digunakan secara terus-menerus bisa menjadi efektif terhadap
penanganan endometriosis. Tujuan pengobatan itu sendiri adalah induksi
amenorea, Dengan pemberian berlanjut selama 6 – 12 bulan. Membaiknya gejala
dismenorea dan nyeri panggul dirasakan oleh 60 – 95% pasien. Tingkat kambuh
pada tahun pertama terjadi sekitar 17 – 18%. Kontrasepsi oral merupakan
pengobatan dengan biaya lebih rendah dibandingkan dengan lainnya dan bisa
sangat membantu terhadap penanganan endometriosis jangka pendek, dengan
potensi keuntungan yang bisa dirasakan dalam jangka panjang.1,10
c. Progestin
Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan menyebabkan
desidualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan atrofi. Progestin
bisa di anggap sebagai pilihan utama terhadap penanganan endometriosis karena
efektif mengurangi rasa sakit seperti danazol, lebih murah tetapi mempunyai efek
samping lebih ringan daripada danazol. Hasil dari pengobatan telah dievaluasi
pada 3 – 6 bulan setelah terapi. Medroxyprogesterone Acetate (MPA) adalah hal
yang paling sering diteliti dan sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri.
Dimulai dengan dosis 30 mg per hari dan kemudian ditingkatkan sesuai dengan
respons klinis dan pola perdarahan. MPA 150 mg yang diberikan intramuskuler
setiap 3 bulan, juga efektif terhadap penanganan rasa nyeri pada endometriosis.
Pemberian suntikan progesterone depot seperti suntikan KB dapat membantu
15
STATUS PASIEN
DATA PRIBADI
Nama : Ny. S
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Perawat
Suku/Agama : Islam
Alamat : Dusun III Aman Damai
Tanggal Masuk : 28 Juli 2020
Ny. S, 32 thn, P0A0, Batak, Islam, D3, Perawat, menikah 1x, istri dari Tn. S, 37
thn, Batak, Islam, SMA, Wiraswasta, datang ke poli Obgin RSP USU Medan
tanggal 28-07-2020 dengan:
Keluhan Utama : Nyeri Perut Bawah
Telaah : Hal ini dialami pasien dalam 1 tahun terakhir, nyeri dirasa
semakin memberat dalam waktu 7 bulan terakhir. Nyeri bersifat hilang timbul,
nyeri dirasakan paling sakit saat haid. Riwayat keluar darah dari kemaluan
disangkal, riwayat haid memanjang disangkal, Riwayat keluar darah diluar siklus
haid disangkal, riwayat keputihan disangkal, riwayat perut dikusuk dan minum
jamu-jamuan disangkal, riwayat berdarah saat berhubungan seksual disangkal,
riwayat nyeri saat berhubungan seksual disangkal, pasien sebelumnya sudah
berobat ke SpOG dan didiagnosis dengan kista ovarium endometriosis kanan.
BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu : -
Riwayat Penggunaan Obat :-
Riwayat Haid : Menarche usia 15 tahun, teratur, siklus 28 hari,
lama 3-4 hari, volume 2-3 x ganti pembalut/hari, nyeri (+). Haid terakhir 5 Juli
2020.
18
19
Vital Signs
Anemis : (-)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dispnoe : (-)
Edema : (-)
BB : 60 kg
TB : 155 cm
TD : 120/80 mmHg
HR : 84x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7 ˚C
Status Generalisata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),refleks cahaya (+/+),
isokor, kanan = kiri
Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
21
USG TVS
22
Intrepretasi:
– Kantung kencing kosong
– UT RF BB ukuran 7,89cm x 4,36 cm
– Tampak gambaran kista unilokuler dengan ukuran 9,86 x 11,65 cm dengan
gambaran echo homogen seperti ground glass. Kesan berasal dari adneksa
kanan
– Ovarium kanan ukuran : 2,49 x 2,85 x 1,58 cm
23
Kimia Klinik
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 11,7 12,0-16,0
Hematokrit 36.50 38-44
Leukosit 10,26 4-11
Trombosit 551 150-440
Ureum 11,90 <50
Kreatinin 0.66 0,6-1,3
Na 138 135-155
K 4,02 3,5-5,0
Cl 100 96-106
HBsAg Non Reactive Non Reactive
HIV Non Reactive Non Reactive
Rapid Covid 19 Non Reactive Non Reactive
CA 125 >600 <35
Diagnosis
Kista Endometrium Kanan
Terapi
Asam mefenamat 500mg/8 jam (P.O)
Inj. Leuprolide asetat 3,75mg/bulan (I.M)
Rencana
Evaluasi terapi setelah 3 bulan
BAB IV
DISKUSI
Teori Pasien
Manifestasi Klinis
Endometriosis merupakan kelainan Pasien wanita berusia 32 tahun datang
ginekologi jinak yang sering diderita dengan keluhan nyeri perut bawah
oleh wanita usia reproduksi yang yang dialami dalam 1 tahun terakhir,
ditandai dengan adanya glandula dan nyeri dirasa semakin memberat dalam
stoma endometrium di luar letaknya waktu 7 bulan terakhir. Nyeri bersifat
yang normal. Gejala endometriosis hilang timbul, nyeri dirasakan paling
sangat tergantung pada letak sel-sel sakit saat haid.
endometrium. Keluhan yang paling
menonjol ialah nyeri pada panggul,
sehingga hampir 71-87% kasus di
diagnosis akibat keluhan nyeri kronis
hebat pada saat haid, dan hanya 38%
yang muncul akibat keluhan infertil.
Diagnosis
Gejala klinis dari endometriosis Pada pasien ditemui:
berikut ini biasanya memberikan •Nyeri abdomen bawah
gambaran area yang melibatkan •Dysmenorrhea
endometriosis: •Pada VT terasa massa kistik, dengan
• Dysmenorrhea permukaan rata, mobile (+), nyeri
• Perdarahan haid yang banyak tekan (-), dengan pole atas 3 jari
(menorrhagia) dibawah pusat dan pole bawah
setentang simfisis, kesan dari adneksa
24
25
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
29
dysmenorrhea that does not respond to a cyclic pill regimen. Fertil Steril.
2003;80(3):560- 563.
11. Tekin YB, Dilbaz B, Altinbas SK, Dilbaz S. Postoperative medical treatment of
chronic pelvic pain related to severe endometriosis: levonorgestrel-releasing
intrauterine system versus gonadotropin-releasing hormone analogue. Fertil
Steril. 2011;95(2):492-496.
12. Bedaiwy MA, Liu J. Long-term management of endometriosis: medical therapy
and treatment of infertility. Sexuality, Reproduction and Menopause.
2010;8(3):10-14.
13. Vercellini P, Somigliana E, Viganò P, Abbiati, A Barbara G, Crosignani G.
Endometriosis: current therapies and new pharmacological developments.
Drugs. 2009;69(6):649.
14. Zhao L, Wu H, Zhou X, Wang Q, Zhu W, Chen J. Effects of progressive
muscular relaxation training on anxiety, depression and quality of life of
endometriosis patients under gonadotrophinreleasing hormone agonist therapy.
Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2012;162(2):211-215.
15. Abushahin F, Goldman KN, Barbieri E, Milad M, Rademaker A, Bulun SE.
Aromatase inhibition for refractory endometriosis-related chronic pelvic pain.
Fertil Steril. 2011;96(4):939-942.
16. Bedaiwy MA, Barker NM. Evidence based surgical management of
endometriosis. Middle East Fertility Society Journal. 2012;17(57-60).