Anda di halaman 1dari 15

Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

KESADARAN HUKUM SEBAGAI ASPEK DASAR POLITIK HUKUM LEGISLASI:


SUATU TINJAUAN FILSAFAT

HN
(Legal Awareness as Basis of Legal Policy on Legislation: a Philosophical Overview)

Wenda Hartanto
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Riau

BP
Jl.Jend.Sudirman No.233 Pekanbaru
Email : wendahartanto@yahoo.com

Naskah diterima: 14 Oktober 2015; revisi: 27 November 2015; disetujui: 2 Desember 2015

ing
Abstrak
Manusia seperti entitas lainnya, juga bereksistensi. Namun, eksistensi manusia berbeda karena memiliki kesadaran.
Sedangkan hukum memiliki tujuan yang mulia yaitu untuk membentuk masyarakat berada dalam tatanan hukum dan
berperan sebagai sarana rekayasa sosial demi kemajuan. Namun kesadaran hukum sebagai suatu entitas yang tunggal
dibenturkan pada masyarakat plural dengan pandangan-pandangan yang majemuk. Suatu kumpulan individu yang
ind
majemuk juga memunculkan kaidah hukum jika disepakati dapat dianggap memiliki aspek moralitas dan kesadaran hukum
oleh suatu golongan, tetapi tidak demikian oleh golongan yang lain. Dalam keadaan yang semacam itu, menjadi sangat
penting untuk mengetahui bagaimana terjadinya proses relasi antara kesadaran hukum dan politik hukum dalam proses
legislasi, serta bagaimana konsep ideal untuk mengakomodir kesadaran hukum masyarakat dalam proses legislasi. Dengan
menggunakan metode penelitian hukum normatif bisa dilihat bahwa proses legislasi merupakan aktualisasi politik hukum
yang berdasarkan kesadaran hukum masyarakat untuk mencapai tujuan dan melindungi kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Indonesia sebagai negara bangsa yang majemuk memerlukan suatu sistem hukum modern yang mampu
V
mengantisipasi serta mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin akan timbul. Nilai-nilai Pancasila hadir untuk
mengakomodir dimensi kepentingan politik, ekonomi, sosial dan politik manusia sebagai subjek didalam bernegara.
Kata Kunci: kesadaran hukum, politik legislasi, Pancasila
hts

Abstract
Humans like other entities, also exist. However, human existence is different because it has consciousness. While the law
has a noble purpose which is to establish a community within the legal system and to serve as tools of social engineering
for progression. However, legal awareness as a single entity collides with a plural society with diverse views. A group of
ec

diverse individuals make some law ,which is agreed by some group, can be considered to have morality aspects and legal
awareness by that groups, but not by the other groups. In such circumstances, it becomes very important to understand the
process of the relationship between legal awareness and legal policy in the legislation process, and what the ideal concept
to accommodate the public legal awareness in the legislation process. By using the normative legal research method, it
lR

can be seen that the legislation process is an actualization of legal policy which is based on public legal awareness which
aims to protect public needs and interests. Indonesia as a plural nation state require a modern legal system which is able
to anticipate and overcome every problems that may arise. Pancasila Values exists here to accommodate the dimensions
of political, economic, and social interests of human being as the subject of state.
Keywords: legal awareness , legislation policy, Pancasila
na
Jur

Kesadaran Hukum sebagai Aspek Dasar Politik Hukum Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat (Wenda Hartanto) 469
Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

A. Pendahuluan Hukum dan segala aturan adalah struktur


virtual atau struktur yang tak kelihatan sebagai

HN
Pengetahuan manusia bersifat paradoks.
penyokong hidup manusia tadi. Melihat sifat
Dikatakan demikian karena kedua jenis
dasar individu manusia tadi, masyarakat yang
pengetahuan yaitu prapengetahuan (yang
mendasarkan pada hukum yang minimal itu
implisit dan kabur, namun tak terbatas dan
biasanya bersifat statis. Pada umumnya manusia
ekshautif) dan pengetahuan (yang bersifat

BP
itu bersifat malas dan enggan sakit, kemajuan
eksplisitasi terang, namun terbatas) tidak
sosial tidak bisa terjadi secara spontan. Hukum
pernah terpisahkan yang implisit dan eksplisit,
lalu bisa berperan sebagai rekayasa sosial demi
yang mutlak dan relatif serta ilahi dan
kemajuan itu. Dalam hal ini kesadaran hukum
manusiawi tak pernah terlepas satu dengan
menjadi pengikat atau bahasa bersama sebagai

ing
yang lainnya. Pertanyaan tentang apakah
trust system maupun sebagai cita-cita.
manusia merupakan pertanyaan yang tiada
Hukum pada awalnya berfungsi untuk
henti-hentinya digarap oleh para filsuf, salah
mengatur tingkah laku manusia dan
satunya Jean-Paul Sartre. Sartre melihat
mempertahankan pola-pola kebiasaan yang
manusia berada dalam konflik eksistensial
antara Ada dan Tiada. Sartre adalah seorang
ind sudah ada dalam masyarakat, tetapi dalam
perkembangannya hukum berfungsi sebagai
filsuf eksistensialis Perancis. Eksistensialisme
sarana untuk mencapai tujuan. Hukum
merupakan filsafat yang bergulat dalam perkara
dimanapun akan tumbuh dari cara hidup,
eksistensialis, khususnya eksistensi manusia.
pandangan hidup dan kebutuhan hidup
V
Sartre menyatakan bahwa eksistensi tersebut
masyarakatnya, sehingga hukum akan tumbuh
mendahului esensi. Menurut Sartre, manusia
dan berkembang bersama masyarakatnya, Hal
hts

lebih tinggi derajatnya dari pada entitas lainnya,


ini sebagaimana diajarkan Rescoe Pound, bahwa
karena manusia tidak memiliki kodrat yang
hukum itu adalah lembaga kemasyarakatan
sudah ditentukan sebelumnya. Manusia seperti
untuk memenuhi kebutuhan sosial2. Garis
entitas lainnya, juga bereksistensi. Namun,
penyeimbang akan semakin tersajikan didalam
eksistensi manusia berbeda karena memiliki
ec

kehidupan jika manusia tersebut dapat


kesadaran1.
merelasikan nilai didalam pola pikirnya yang
Hukum memiliki tujuan yang mulia yaitu
diejawantahkan kedalam pola tindaknya, jadi
untuk membentuk masyarakat beradadalam
lR

titik tekan untuk kesadaran hukum ini adalah


tatanan hukum. Pengandaian paling pokok
kesinergisan antara pola pikir dan pola tindak
terkait pentingnya kesadaran hukum untuk
manusia.
manusia adalah bahwa manusia adalah
Melalui filosofi rasionalisme dan empirisme,
makhluk yang tak cukup diri. Hal ini berbeda
na

masyarakat dipahami sebagai kesatuan dari


dengan binatang. Situasi ketidak-cukupan ini
individu-individu terpisah yang membangun
mendorong manusia menciptakan struktur
ikatan pribadi sebelum munculnya masyarakat
eksternal supaya bisa hidup dengan lebih baik.
Jur


1
Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), hlm. 162.

2
Sebagaimana dikutip Sunarjati Hartono, Capita Selecta Perbandingan Hukum (Bandung: Alumni, 1968), hlm. 58.

470 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 469-483


Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

itu sendiri. Pencarian akan analisis rasional ketidaktertiban antar anggota dalam masyarakat.
mengenai masyarakat dimulai dengan fenomena Hal ini mengingatkan pada eksponen mazhab

HN
tunggal yang bisa diamati yang dijumpai dalam sejarah Von Savigny juga mengatakan hukum
sejarah dan kehidupan sosial. Dengan kata tidak dibuat oleh negara, melainkan ditemukan
lain pandangan mekanistik dan atomistic di dalam masyarakat itu sendiri. Konsekuensi
mempengaruhi cara memahami hubungan logis yang harus diterima sebagai negara hukum

BP
politik dan sosial3. Berdasarkan hubungan adalah setiap kebijakan publik (public policy)
ini, kesadaran sebagai suatu nilai diandaikan selalu berkait dengan perundang-undangan.
eksis dan seharusnya tercermin dalam hukum. Hukum sebagai perangkat kaidah sosial yang
Tetapi menjadi persoalan, kesadaran hukum salah satu tugasnya menciptakan pergaulan
sebagai suatu entitas yang tunggal dibenturkan hidup damai, dalam penegakannya kerap kali

ing
pada masyarakat plural dengan pandangan- juga mesti memperhatikan pertimbangan-
pandangan yang majemuk. Suatu kumpulan pertimbangan etis yang dapat dijadikan sebagai
individu yang majemuk juga memunculkan patokan agar tidak terjadi konflik ketika terjadi
kaidah hukum jika disepakati dapat dianggap ind benturan-benturan penerapan beberapa
memiliki aspek moralitas dan kesadaran hukum perangkat hukum (aturan).
oleh suatu golongan, tetapi tidak demikian oleh Persoalan pembentukan hukum dan
golongan yang lain. Apakah dengan demikian penerapan hukum di masyarakat ditentukan
kesadaran hukum sejatinya bukanlah entitas oleh hubungan yang saling terikat antara
yang tunggal, tetapi justru suatu ide yang kesadaran hukum dan politik hukum. Kesadaran
V
relatif? Jika demikian tentunya merupakan hukum sebenarnya merupakan kesadaran akan
suatu kesia-siaan untuk mendiskusikan antara nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia,
hts

kesadaran hukum dalam pembentukan norma tentang hukum yang ada atau tentang hukum
hukum. Oleh karena itu dibutuhkan teori yang yang diharapkan ada. yang ditekankan adalah
menawarkan metode untuk memecahkan nilai-nilai tentang fungsi hukum dan suatu
kebuntuan tersebut dengan adanya pencapaian penilaian (menurut) hukum terhadap kejadian-
ec

kesepahaman terhadap nilai-nilai yang kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang
universal. bersangkutan. Kalau dilihat sejarahnya bahwa
Manusia dalam kehidupan sehari-hari hukum ada karena manusia, rumusan fungsional
lR

hampir di segala bidang diatur oleh hukum akan tampak lebih originalitas setidaknya secara
kemudian hukum dikristalisasi dalam bentuk kronologis, dibanding rumusan secara esensial.
peraturan perundang-undangan yang pada Selain itu, ada kaitan yang saling mengandaikan
dasarnya lebih merupakan tata aturan hubungan antara hukum dan masyarakat. Hukum adalah
na

hukum antara individu dengan negara atau keniscayaan (conditio sine qua non) bagi
antar individu dan apabila ditelisik lebih dalam, masyarakat. Apalagi di zaman modern ini,
gagasan pembentukan peraturan perundang- tidak ada masyarakat tanpa hukum. Sebaliknya
Jur

undang bermula ketika ada konflik atau muncul pula, hukum tidak ada tanpa masyarakat,

3
George Ritzer dan Barry Smart, Hand Book Teori Sosial, (Jakarta: Nusamedia,2012), hlm. 25.

Kesadaran Hukum sebagai Aspek Dasar Politik Hukum Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat (Wenda Hartanto) 471
Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

karena hukum bersifat relasional. Seorang tujuan Negara tersebut, maka faktor politik
manusia yang hidup sendirian di suatu pulau hukum juga akan sangat menentukan. Peranan

HN
tidak perlu hukum. Kaitan erat antara hukum politik hukum dalam konteks sosio-antropoligis
dengan masyarakat ini bisa menjadi garis memegang peranan yang strategis. Melalui
bawah dari pentingnya dimensi fungsional atau kacamata politik hukum, hukum yang dibentuk
instrumental hukum. Dengan kata lain, hukum pun setidaknya akan menghasilkan faktor-

BP
tidak mempunyai tujuan pada dirinya sendiri. faktor dan implikasi yang bersifat dualisme atau
Tujuan hukum diisi oleh masyarakat pembuatnya bernilai positif dan negatif dalam pembentukan,
berdasarkan konfigurasi politik yang terjadi penerapan, dan keberlakuannya terhadap
ditengah kondisi dan keadaan yang dipengaruhi kepentingan masyarakat banyak sebagai respon
oleh berbagai faktor. Tentu saja, isi tujuan itu dari kesadaran hukum masyarakat.

ing
juga tergantung pada pemahaman diri dan Dalam pergeseran analisis nantinya kelihatan
kesadaran hukum masyarakat itu sendiri untuk adanya momentum gerak pergeseran dari
merealisasikannya menjadi sebuah kebijakan yang semula menurut sudut pandang teoritis-
hukum yang berdasarkan kesadaran hukum analogis kepada penilaian praktis-aksiologis.
komunal. Krabbe mengatakan bahwa sumber
ind Filsafat sebagai sebuah ilmu yang mengkaji
segala hukum adalah kesadaran hukum4. hakekat, secara ontologis tidak lagi menjadi
Politik hukum merupakan legal policy atau tujuan tersendiri atau berakhir di titik kajian
garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang seperti itu, tetapi supaya selanjutnya hasil kajian
akan diberlakukan baik dengan pem­ buatan ontologis itu dapat juga dimanfaatkan secara
V
hukum atau norma baru maupun dengan peng­ epistemologis sebagai alat atau sarana untuk
gantian hukum lama, dalam rangka menca­pai meneruskan lalu merekayasa suatu strategi untuk
hts

tujuan negara. Dengan demikian, politik hukum hari depan. Itu berarti adanya perkembangan
merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang baru pada kebutuhan akan pengkajian nilai-
akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang nilai yang hidup dalam kehidupan masyarakat
hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak dengan cara pandang strategis dan futuristik,
ec

diberlakukan yang kese­ muanya dimaksudkan perkembangan nilai-nilai kesadaran hukum dan
untuk mencapai tuju­an negara seperti yang politik hukum harus dievaluasi. Ini berarti bahwa
tercantum di dalam Pembukaan UUD 19455. manusia dan kita sebagai bangsa bernegara
lR

Merupakan suatu keharusan bagi suatu negara dalam rangka pengelolaan kehidupan bangsa,
tatkala merumuskan suatu peraturan perundang- harus mempersoalkan masih sah berlakunya
undangannya senantiasa memperhatikan pada nilai kesadaran hukum yang kini eksis, lalu
aspek tujuan negara (national interests). Selain mengadakan evaluasi dan mengangkat hasilnya
na

kesadaran hukum masyarakat sebagai landasan menjadi policy atau kebijakan secara proaktif,
ideal dalam proses pembentukan peraturan untuk menyambut masa depan yang serba
perundang-undanganuntuk dapat mencapai ketidakpastian.
Jur


4
Sebagaimana dikutip Singkeru Rukka, “Kearifan Lokal Dan Kesadaran Hukum”, Jurnal Al-Risalah, Volume 13
Nomor 1 Mei (2013): 174.

5
Mahfud, M.D, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 20.

472 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 469-483


Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

Peraturan perundang-undangan sebagai Dalam keadaan yang semacam itu, norma


suatu cara pembuatan hukum secara sadar yang mengatur ragam pola aktivitas apakah

HN
dengan sengaja dianggap sebagai suatu aktivitas kompatibel dan punya semangat yang sama
yang tidak wajar, sehingga sesungguhnya tidak antara kesadaran hukum dan politik hukum
lebih hanya memberikan pengesahan dan tersebut tentu jika ditelusuri asal-usul,
legiltimasi saja terhadap norma-norma yang di hubungan sebab akibat, dalam kerangka

BP
bentuk secara informal oleh pergaulan hidup pemikiran pembentukan dan implikasi sebuah
itu sendiri6. Oleh karena itu terbentuknya norma menjadi fokus tulisan ini yaitu melihat
institusi perwakilan individu yang formal, bagaimana terjadinya proses relasi antara
seperti kecenderungan menyatunya pola kesadaran hukum dan politik hukum dalam
kehidupan dalam satu kepentingan yang serupa proses legislasi, bagaimana konsep ideal untuk

ing
sebagaimana penyatuan visi dan misi dari seluruh mengakomodir kesadaran hukum masyarakat
kesadaran hukum individu yang berbeda. Setiap dalam proses legislasi tersebut serta peran
kesadaran akan suatu nilai dan norma yang filsafat hukum di dalam politik hukum dalam
berkembang didalam masyarakat diharapkan ind pembentukan hukum untuk memenuhi
dapat menjadi pedoman atau acuan bagaimana kebutuhan masyarakat.
tingkahlaku seharusnya atau seharusnya
dilakukan. Ketika nilai atau norma akan dipatuhi B. Metode penelitian
tanpa disadari atau seperti terpaut dengan Berdasarkan permasalahan dan latar
kebiasaan atau suatu refleksi yang bersyarat
V
belakang di atas maka metode yang digunakan
dalam tiap-tiap kelompok terdapat susunan adalah Penelitian hukum normatif7 yang
dan proses sosial yang berkorelasi sesuai
hts

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka


dengan kaedah-kaedah norma itu. Individu atau atau data sekunder Dalam model penelitian
kelompok akan didorong kearah persesuaian, hukum ini terdapat konsep-konsep: konsistensi,
akan tetapi dorongan tersebut dapat berubah deduktif, analisis, apriori, konkritisasi,
menjadi paksaan sehingga kepatuhan akan interpretasi dan data kualitatif melalui library
ec

sebuah kesepakatan tereduksi oleh pengaruh research. Target penelitian model ini adalah
perubahan kepentingan, kebutuhan, dan mendeskripsikan obyek sehingga disebut
kebiasaan di dalam proses sosial kehidupan penelitian deskriptif.
lR

masyarakat, akhirnya pengaruh itu berubah


menjadi pelaksanaan kekuasaan yang mutlak
dan kesadaran menjadi perbuatan yang tidak
disadari hampir tanpa refleksi.
na

6
Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, (Bandung: Angkasa, 1980 ) hlm.112. Bandingkan dengan pandangan
Soetandyo yang mengatakan bahwa old societies untuk masyarakat/komunitas lokal dan hukum lokal sebelum
Jur

menuju nation state, dalam Soeandyo Wignyosoebroto, Hukum, paradigm, Dan Dinamika Masalahnya-Masalah
Pluralisme Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Elsam, 2002), hlm. 301.
7
Penelitian yang  dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat
terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Lebih jauh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif  Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 13–14.

Kesadaran Hukum sebagai Aspek Dasar Politik Hukum Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat (Wenda Hartanto) 473
Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

C. Pembahasan dapat secara sempurna menjadi selain dari


pada keberadaannya.

HN
1. Relasi Antara Kesadaran Hukum dan
Politik Legislasi Menimbang dari kriteria di atas maka
manusia satu-satunya makhluk yang dibimbing
Martin Heidegger8 mengklasifikasikan
oleh suatu pengetahuan yang samar tentang
eksistensialisme beberapa bagian, antara
‘ada’. Manusia adalah ada yang unik, keunikan
lain: Pertama, Eksistentialisme menekankan

BP
yang membedakannya dengan benda-benda
kesadaran “ada” (being)9, dan eksistensi.
dan membuatnya mampu mempersoalkan ‘ada‘.
Nilai kehidupan nampak melalui pengakuan
Karena manusia bukan benda maka Heidegger
terhadap individual, yakni “I (aku)” dan bukan
memilih istilah dasein untuk menunjukkan
“It”. Kedua, Eksistentialisme percaya bahwa tak
‘ada’ manusia. Pemikiran Heidegger berporos

ing
ada pengetahuan yang terpisah dari subyek
pada suatu distingsi yang disebut pembedaan
yang mengetahui. Kita mengalami kebenaran
ontologi, yakni antara sein (ada) dan seinde
dalam diri kita sendiri. Kebenaran tidak dapat
(mengada)10. Fenomena pemikiran di atas
dicapai secara abstrak. Ketiga, kebenaran itu
menunjukkan kepada kita bahwa manusia,
subyektif, Ketiga, alam tidak menyediakan
aturan moral. Prinsip-prinsip moral dikontruksi
ind eksistensi manusia berbeda dengan yang bukan
manusia di alam semesta dikarenakan adanya
oleh manusia dalam konteks bertanggungjawab
kesadaran yang ada pada manusia.
atas perbuatan mereka dan perbuatan
Menurut teori fusion of forizons dan
selainnya; Keempat, perbuatan individu tidak
hermeneutical circle dari Gadamer11, dalam
V
dapat diprediksi; Kelima, individu mempunyai
menafsirkan sebuah teks, seseorang harus
kebebasan kehendak secara sempurna; Keenam,
selalu berusaha memperbarui prapemahaman
hts

individu tak dapat membantu melainkan


relevansinya dengan teori ―penggabungan
sekedar membuat pilihan; dan Ketujuh, individu
ec

8
Peter A. Angeles, A Dictionary of Philisophy, (London: Harper & Row Publishers, 1981), hlm. 88.
9
F. Budi Hardiman, Heidegger dan Mistik Keseharian; Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit (Jakarta: KPG
Kepustakan Populer Gramedia, 2003), hlm. 31-45.
10
Mengada atau seinde hanya berlaku pada benda-benda yang bukan manusia yang jikalau dipandang pada
lR

dirinya sendiri artinya: terpisah dari segala yang lain, hanya berdiri sendiri. Manusia sebenarnya juga berdiri
sendiri, namun manusia dapat menanyakan ada karena memiliki hubungan dengan ada-nya. Tidak seperti
mengada-mengada lain yang tidak sadar akan ada-nya. Hubungan dengan adanya itu yang disebut eksistensi.
Eksistensi manusia atau dasein berbeda dengan benda-benda. Benda-benda tidak bisa mengambil jarak
dengan keberadaannya, sedangkan manusia dapat mengambil jarak dan mempersoalkan. Menurut Heidegger,
na

Dasein adalah benda-benda mengada dalam sang dunia (being-in-the-world) yang ditegaskan Heidegger di sini
merupakan suatu ―fenomena kesatuan‖ (unitary phenomenon). Artinya, ―ada‖ dasein dan dunia tidak terpisah
dan berhadapan satu sama lain. Heidegger, Being and Time…, 78. Sedangkan dalam buku lain arti kata sein dan
seinde di artikan dengan ―berada‖ untuk sein dan ―yang ber berada‖ untuk seinde. Lihat Harun Hadiwijono, Sari
Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 150.
Jur

11
Menurut Gadamer, human sciences selalu berusaha mendekati teks dari suatu posisi yang dijaga berjarak dari
teks itu sendiri, yang disebut alienation, yang menghapuskan ikatan-ikatan yang sebelumnya telah dimiliki
oleh interpreter dengan objek yang sedang diinterpretasikan. Menurut Gadamer, jarak tersebut dapat diatasi
dan ikatan-ikatan tersebut dapat dibangun kembali (re-fusion) melalui mediasi kesadaran akan efek historis
(consciousness of the effects of history). Lebih jauh lihat W. Poespoprodjo, Interpretasi—Beberapa Catatan
Pendekatan Filosofisnya (Bandung: Remadja Karya, 1987), hlm. 93-118.

474 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 469-483


Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

atau asimilasi horison (fusion of horizons)12. waktu dan selalu mengikut sertakan pelakunya
Teori ini menganggap bahwa proses penafsiran (subjek dan objek tindakan) serta mempunyai

HN
seseorang dipengaruhi oleh dua horison, tujuan tertentu15.
yakni horison makna teks dan horison makna Dalam kerangka perasaan senasib dan
pembaca. Kedua horison ini selalu hadir dalam sepenanggungan di dalam perjuangan bangsa,
setiap proses pemahaman dan penafsiran13. bahkan haruslah lebih didominankan bagaimana

BP
Teori ini memaknai kesadaran manusia sebagai visi dan misi yang diwujudkan secara sadar
satu kesatuan antara subjek dan objek yang bersama-sama sebagai satu kelompok komu­
saling berkaitan diantara jarak dan ikatan objek nitas bangsa, dapat dibangun dengan mencer­
kesadaran manusia di dalam pemahaman minkan kepribadian dan identitas nasional,
tentang eksistensi kesadaran manusia. yakni kepribadian Pancasila. Di sini personifikasi

ing
Perwujudan sikap yang memiliki kesadaran bangsa dapat didefinisikan sebagai ”kualitas
selaras dan saling harmonis dengan tindakan perilaku kolektif kebangsaan yang unik, ba­
yang diambil baik dalam pemahaman ontologis ik yang tercermin dalam kesadaran, pema­
dan tindakan dalam arti sebenarnya. ind haman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan
Paul Ricoeur menyebutkan bahwa tindakan bernegara dari hasil olah pikir, olah hati, olah
selalu memiliki serangkaian makna yang dapat rasa dan karsa, serta olah raga seseorang dalam
dimengerti oleh pelaku tindakan tersebut kelompok kehidupan berbangsa.
maupun oleh orang lain yang terkait dengan Politik Hukum merupakan aktivitas untuk
kejadian tindakan. Karakter tindakan seperti menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan
V
ini disebutkan Ricoeur dengan karakter yang cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai
dapat dibaca sebagai padanan dari tindakan tujuan hukum dalam masyarakat dengan cara
hts

yang bermakna (Max Webber).14 Artinya, suatu mene­liti perubahan-perubahan mana yang
tindakan menjadi dapat dibaca dan dipahami per­lu diadakan terhadap hukum yang ada agar
oleh yang lainnya karena tindakan tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru di dalam
selalu meninggalkan jejak dan menjadi inskripsi kehidupan masyarakat. Dalam proses dan
ec

sosial. Ini karena tindakan terjadi dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan
lR

12
Ide dasar yang disampaikan oleh Gadamer adalah bahwa pendekatan kita terhadap sebuah fenomena
historis (karya seni, karya sastra, teks, dan lain-lain) telah ditentukan lebih dulu oleh pemahaman awal (pre-
understandings) dari interpreter-interpreter sebelumnya. Jadi, dengan melepaskan ikatan-ikatan kita sendiri
terhadap objek, dan menggantinya dengan hasil interpretasi dari para interpreter sebelumnya, maka kita telah
na

berada pada suatu jaringan interpretasi (interpretational lineage). Dan melalui kesadaran akan efek historis ini,
dua titik yang semula terpisah, yaitu subjek dan objek, menjadi tersatukan menyeluruh. Proses ini oleh Gadamer
dinamakan fusi horizon (fusion of horizons). Ibid.
13
A. Khozin Afandi, Langkah Praktis merancang Proposal,(Surabaya: Pustakamas, 2011), hlm. 216-220.
14
Bagi Weber tindakan yang bermakna merupakan tindakan sesorang yang mempunyai pengaruh bagi individu
Jur

lain dalam interaksi sosial. Menurut Weber, tindakan adalah memahami pikiran dan perasaan-perasaan para
pelaku sosial. Untuk itu, kemudian Weber membedakan tindakan sosial dengan tingkah laku pada umumnya
lihat Max Weber. Economy and Society (Los angeles: Universty of California Press, 1956), hlm. 1375-1380.
15
Paul Ricoeur, From Teks to Action edited by John B. Thomson (Cambridge: Cambridge University Press, 1982),
77-78. Lihat juga, Suhermanto Ja‘far, Islam, Ideologi dan Kesadaran Sosial: Sebuah Refleksi Teologi Kontekstual
(Surabaya: eLKAF, 2002), hlm. 61-82.

Kesadaran Hukum sebagai Aspek Dasar Politik Hukum Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat (Wenda Hartanto) 475
Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

sebagian masyarakat Indonesia masih banyak menyelesaikan masalah bahkan seringkali


menim­bulkan perdebatan, diperbincangankan menimbulkan masalah baru sehingga revisi

HN
oleh masyarakat, komunitas paguyuban undang-undang tentang tindak pidana korupsi
tertentu, kalangan mahasiswa dan akademisi tersebut sampai sekarang masih dalam pro-
serta pertanyaan-pertanyaan yang mendalam, kontra yang belum memilki kesimpulan.
da­lam hal ini peraturan perundang-undangan Dengan adanya interaksi antara kesadaran

BP
salah satunya adalah rencana revisi undang- hukum dan pembentukan hukum dalam
undang tentang tindak pidana korupsi dikalangan kerangka tersebut maka kesadaran atau rasa-
penggiat anti korupsi menyadari bahwa revisi hukum yang hidup adalah sumber satu-satunya
belum diperlukan karena undang-undang dari pada hukum belum tercermin dari hukum
tersebut sudah efektif untuk memberantas yang dijelmakan melalui peraturan perundang-

ing
korupsi dari sisi yuridis formal, sedangkan pihak undangan yang kemudian H.Krabbe mengatakan
legislatif meminta agar revisi terhadap undang- dalam karangannya “De Modern Staat” dari
undang tentang tindak pidana korupsi dilakukan semua hukum itu entah hukum undang-undang,
untuk melakukan penguatan dan kontrol hukum kebiasaan, hukum yang tidak tertulis,
kelembagaan KPK dalam melakukan proses
ind kesadaran hukum itulah yang merupakan basis
hukum tentang penyelidikan dan penindakan dari pada hukum16. Didalam relasi politik hukum
hingga penuntutan tidak melanggar hukum dan kesadaran hukum masyarakat yang demikian
yang berlaku. Di kalangan akademisi, organisasi didalam proses pembentukan hukum seperti hal
masyarakat maupun aktivis anti korupsi, rencana diatas terdapat kesadaran hukum masyarakat
V
revisi undang undang ini banyak menim­ yang acapkali menjadi pertimbangan politis
bulkan perdebatan permasalahan dan tidak bagi sebagian pihak yang tidak dapat diabaikan
hts

dapat dite­rima, buktinya masyarakat banyak didalam proses legislasi. Jika memang terjadi
melakukan aksi pertentangan baik dilakukan fenomena pertentangan dalam memahami
dengan unjuk rasa maupun ‘perang’ dimedia kesadaran hukum masyarakat dalam konteks
sosial, arus penolakan untuk direvisi sangat hal di atas, apakah harus membuat suatu
ec

terasa pada saat ini dengan menolak untuk peraturan perundang-undangan yang malah
dilakukan revisi terutama pelemahan terhadap menimbulkan pergo­lakan lain yang merasa
kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi peraturan tersebut tidak adil dan menumpulkan
lR

tersebut. Kekecewaan dan ketidakpuasan atas senjata pemberantasan korupsi, misalnya


produk hukum yang akan berlaku itu seringkali seperti isu penyadapan harus melalui izin
muncul dalam pemberitaan di media cetak hakim, pemisahan penuntutan, dan adanya
maupun elektronik, bahkan sampai pada surat penghentian penyidikan didalam kasus
na

pembicaraan di kalangan masyarakat umum. tindak pidana korupsi. Keadaan yang dilukiskan
Produk hukum berupa peraturan perundangan, di atas yaitu bahwa orang disatu pihak, acuh tak
peraturan kebijakan, keputusan atau ketetapan, acuh atau hilang kepercayaan terhadap hukum,
sampai surat edaran, dianggap tidak dapat tetapi dilain pihak memiliki kesadaran yang naif
Jur

John Z Loudoe, Menemukan Hukum Melalui Tafsir dan Fakta, (Jakarta : Bina Aksara, 1985), hlm. 161.
16

476 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 469-483


Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

terhadap kekuatan yang seakan-akan menjadi Kesadaran hukum sebenarnya mengandung


Religious-magis dari pada hukum mencirikan dua sisi, sisi yang satu adalah suatu kategori

HN
cara berpikir kita umumnya tentang nilai-nilai dari keadaan batin individual dan sisi yang
yang hidup di dalam kehidupan politik, ekonomi, lain merupakan penentuan bersama dari
sosial masyarakat. suatu lingkungan tertentu, jika ada pihak
Jika memang terjadi fenomena pertentangan diperlakukan tidak adil kemudian mengadakan

BP
dalam memahami kesadaran hukum masyarakat reaksi maka dengan reaksi tersebut bahwa
dalam konteks keadaan di atas, apakah kesadaran hukumnya telah berontak sedangkan
harus membuat suatu peraturan perundang- dari sisi yang lain, jika kesadaran hukum
undangan yang malah menimbulkan pergo­ menuntut perbaikan atau ketertiban sosial dan
lakan lain yang merasa peraturan tersebut tidak nilaietika di masyarakat. Perbedaannya dengan

ing
adil dan menumpulkan senjata pemberantasan peraturan-etis adalah bahwa kesadaran hukum
korupsi, misalnya seperti issu penyadapan harus yang individual bukan saja mencela sesuatu
melalui izin hakim, pemisahan penuntutan, dan perbuatan atau keadaan, tetapi mengharapkan
adanya surat penghentian penyidikan di dalam ind agar masyarakat pun akan bertindak terhadap
kasus tindak pidana korupsi dalam arti yang perbuatan atau keadaan demikian17.
sebenarnya. Asumsi bahwa kesadaran hukum warga
Ditinjau dari sisi substansi hukum, kita masyarakat terhadap hukum yang ius
tidak dapat memastikan bahwa materi constitutum mengakibatkan para warga
daripada kesadaran hukum bukanlah suatu masyarakat mematuhi ketentuan peraturan
V
hukum karena belum pernah didapat suatu perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya,
bukti bahwa isi dari kesadaran hukum adalah apabila keadaran hukum warga masyarakat
hts

memang benar adanya. Kita tidak berhak terhadap hukum rendah, derajat kepatuhannya
untuk menyatakan misalnya bahwa kesadaran juga rendah. Hukum berasal dari masyarakat
hukum sesuatu lingkungan hidup misalnya dan hidup serta berproses di dalam masyarakat,
benar-benar ada atau kesadaran hukum dari maka kesadaran didalam pembaharuan hukum
ec

seluruh anggota masyarakat ataupun dari tidak mungkin dilepaskan secara mutlak dari
sebagian terbesarnya menuntut suatu hal. Kita masyarakat. Ini berarti bahwa yang dihadapi
buta mengenai hal tersebut. Jadi kesadaran adalah kenyataan-kenyataan sosial dalam arti
lR

hukum itu adalah tidak lain daripada bayangan yang luas. Kenyataan yang ada seperti yang
atau anggapan yang samar mengenai apa itu dihadapi indonesia yaitu masyarakatnya yang
‘seharusnya’ menurut hukum atau sekedar heterogen dengan tingkat bentuk masyarakat
opini publik. Untuk mewujudkan buktinya maka yang berbeda-beda, mulai dari yang sederhana
na

kita harus menguasai segala keadaan dan harus sampai pada masyarakat yang komplek,
dipertimbangkan sebelumnya semua factor maka akan dihadapkan pada pola diferensiasi
yang mengarah pada jurusan itu. Hal tersebut yang berbeda-beda pula yang akhirnya
Jur

dapat ditempuh dengan melakukan penelitian membawa akibat pada struktur masing-masing
yang mendalam. masyarakat.Pada masayarakat yang sederhana,

Ibid. Hal.162.
17

Kesadaran Hukum sebagai Aspek Dasar Politik Hukum Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat (Wenda Hartanto) 477
Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

hukum timbul dan tumbuh bersama-sama bersangkutan ke dalam perangkat berbagai


dengan pengalaman-pengalaman hidup warga aturan hukum positif, lembaga hukum dan

HN
masyarakatnya. Disini penguasa lebih banyak proses (perilaku birokrasi pemerintahan dan
mengesahkan atau menetapkan hukum yang warga masyarakat mengandung arti bahwa pada
sebenarnya hidup dimasyarakat. Akan tetapi hal hakikatnya hukum sebagai aturan tingkah laku
yang sebaliknya agaknya terjadi pada masyarakat masyarakat berakar pada gagasan, rasa, karsa,

BP
yang kompleks. Kebhinekaan masyarakat cipta dan pikiran dari masyarakat itu sendiri).
yang kompleks menyebabkan sulit untuk Perubahan sosial dari suatu konfigurasi
memungkinkan timbulnya hukum dari bawah. politik, sama halnya dengan perubahan yang bisa
Diferensiasi yang tinggi dalam strukturnya menyebabkan perubahan kesadaran hukum.
membawa konsekuensi pada aneka macam Suatu golongan yang dominan dan dekat dengan

ing
kategori dan kepentingan dalam masyarakat penguasa politik, itulah yang memperoleh
dengan kepentingan-kepentingan yang tidak kekuasaan untuk menerapkan hukum tertentu
jarang saling bertentangan. Walaupun hukum dan membuat kebijakan-kebijakan lainya.
datang dan ditentukan dari atas, sumbernya Secara a contrario masyarakat tidak patuh pada
tetap dari masyarakat.
ind hukum karena masyarakat tersebut dihadapkan
Rumusan umum mengenai reaksi daripada pada dua tuntutan kesetiaan dimana antara
kesadaran hukum dalam hal yang konkrit kesetiaan yang satu bertentangan dengan
kemudian dijadikan ketentuan umum daripada kesetiaan lainnya. Misalnya masyarakat
kesadaran hukum adalah hal yang sulit karena tersebut dihadapkan pada kesetiaan terhadap
V
kesadaran hukum baru bereaksi jika manusia hukum atau kesetiaan terhadap “kepentingan
sadar akan tanggung jawabnya dalam membuat pribadinya” yang bertentangan dengan hukum,
hts

putusan mengenai sesuatu hal. BTer Haar Bzn seperti banyaknya pelanggaran lalu lintas,
dalam karangannya de echtspraak van de korupsi, dan anarkisme. Apalagi masyarakat
landraden naar ongeschreven recht18 menulis menjadi berani tidak patuh pada hukum demi
bahwa kepala adat tidak mampu memberikan kepentingan pribadi karena hukum tidak
ec

keterangan mengenai isi daripada sesuatu mempunyai kewibawaan lagi, dimana penegak
lembaga adat selama belum menghadapi suatu hukum karena kepentingan pribadinya pula
peristiwa yang konkrit dimana mereka harus tidak lagi menjadi penegak hukum yang baik.
lR

memberikan suatu putusan. disini terlihat Adanya kekerasan horizontal dan vertikal pada
bahwa menggali hukum bukannya kesadaran dasarnya disebabkan melemahnya penerapan
hukum dari pada rakyat yang menentukan akan nilai-nilai budaya dan kesadaran hukum
tetapi akan terlihat tangungjawab dari mereka masyarakat yang mengakibatkan rendahnya
na

yang memutuskan hal tersebut. Didalam tatanan kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan
hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat timbulnya berbagai tindakan penyalahgunaan
pada dasarnya merupakan pengejawantahan kekuasaan dan penyalahgunaan wewenang.
cita hukum yang dianut dalam masyarakat yang
Jur

Demikian juga kurangnya sosialisasi peraturan

Sebagaimana dikutip Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis (Jakarta: Gunung
18

Agung Tbk., 2002), hlm. 12.

478 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 469-483


Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

perundang-undangan baik sebelum maupun dalam domain diskursus19. Prinsip universalitas


sesudah ditetapkan baik kepada masyarakat menekankan bahwa nilai-nilai dan norma

HN
umum maupun kepada penyelenggara negara memiliki karakter yang universal didalam
untuk menciptakan persamaan persepsi, masyarakat yang majemuk dan plural.
seringkali menimbulkan kesalahpahaman antara Adanya kepentingan dari perwujudan
masyarakat dengan penyelenggara negara sebuah ide yang berdasarkan tujuan tertentu

BP
termasuk aparat penegak hukum. Upaya yang untuk diakui dan dihormati hak-haknya
akan dilakukan adalah dengan meningkatkan sebagai manusia secara individu pribadi
pemahaman dan penyadaran hukum di semua ataupun kolektif, masyarakat yang memiliki
lapisan masyarakat terhadap pentingnya hak- kepentingan hukum yang bersangkutan,
hak dan kewajiban masing-masing individu yang akan mengarah kepada perlindungan hukum

ing
pada akhirnya diharapkan akan membentuk terhadap keberadaan dan pelaksanaan proses
budaya hukum yang baik. Sebagai salah satu legislasi dengan tetap mencegah adanya
contoh pembentukan peraturan daerah yang disintegrasi. Ketika Keadaan belum mengakui,
bernuansa religius dengan tujuan ketertiban ind mengakomodir dan memberikan perlindungan
atau meningkatkan rasa kesadaran dalam hukum terhadap masyarakat yang mayoritas
beragama tentunya sumber ide yang dijelmakan ataupun masyarakat yang termarginalisasikan
dalam sebuah peraturan daerah memiliki ide justru merupakan potensi konflik bahkan
yang kontra produktif dengan interaksi sosial ancaman terjadinya disintegrasi bangsa. Dalam
yang berbeda pemahaman dan hal ini menjadi melindungi kepentingannya masing-masing,
V
sebuah pertanggungjawaban politik masyarakat maka manusia di dalam masyarakat harus
tersebut sebagai lokomotif ide terhadap produk mengingat, memperhitungkan, menjaga dan
hts

hukum yang telah dilahirkan tersebut. menghormati kepentingan manusia lain, jangan
sampai terjadi pertentangan atau konflik yang
2. Pancasila Sebagai Landasan Ideal merugikan orang lain. Tidak boleh kiranya
untuk Mengakomodir Kesadaran dalam melindungi kepentingannya sendiri,
ec

Hukum Masyarakat dalam Politik atau dalam melaksanakan haknya, berbuat


Hukum Legislasi
semaunya, sehingga merugikan kepentingan
Perlunya pengakuan terhadap prinsip manusia lain (eigenrichting). Bagi masyarakat
lR

universalitas merupakan sebuah kondisi yang sedang berkembang, termasuk masyarakat


mutlak bagi terciptanya sebuah kesepakatan Indonesia, bahwa masalah kesadaran hukum
dalam diskursus yang bukan semata-mata kian bertambah rumitnya, oleh karena faktor
kompromi. Prinsip universalitas menjadi basis yaitu bahwa masyarakatnya sedang mengalami
na

bagi terciptanya kesepahaman dalam diskursus. masa transisi di mana sistem norma-norma
Yang dimaksud prinsip universalitas adalah yang lama ingin ditinggalkan sedangkan
bahwa setiap norma-norma memiliki peluang pembentukan norma hukum baru melalui fase
untuk dapat memperoleh pengakuan umum
Jur

Thomas McCarthy, Teori Kritis Jurgen Habermas, Terjemahan dari The Critical Theory of Jurgen Habermas, Alih
19

bahasa oleh Nurhadi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006), hlm, 403.

Kesadaran Hukum sebagai Aspek Dasar Politik Hukum Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat (Wenda Hartanto) 479
Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

program legislasi di tingkat lembaga negara menimbulkan nilai-nilai sosial kultural yang
acapkali berbenturan baik itu secara politik, berbeda-beda di setiap daerah dan hal ini harus

HN
kepentingan, dan tarik ulur pembahasan. dihargai oleh negara bahkan hal ini haruslah
Masalah nilai dan asas sebagai landasan dilindungi bukan malah sebaliknya. Hal inilah
bagi pembentukan suatu peraturan perlu yang harus diperhatikan ketika mengakomodir
mendapat perhatian yang utama, karena asas kemajemukan dan pluralisme di negeri ini untuk

BP
mengandung nilai moral dan etis masyarakat selalu memikirkan sosial kultural yang ada di
memegang peranan penting, bahkan sampai Indonesia karena hal ini sudah ada se­belum
pada prosesnya untuk mencapai tujuan hukum Indonesia merdeka dan hal ini tidak dapat
yang hakiki, yaitu memberikan kebahagiaan dihilangkan begitu saja.
terbesar bagi sebanyak mungkin orang20 Di Secara filosofi hakikat kedudukan Pancasila

ing
samping itu hal yang mesti diperhatikan agar sebagai paradigma sumber pembangunan
meminimalisir benturan tersebut, dalam politik hukum mengandung suatu konsekuensi
hukum legislasi sudah seharusnya pembentukan bahwa dalam segala aspek pembentukan dan
peraturan perundang-undangan perlu dipegang pembangunan hukum nasional kita harus
teguh tiga prinsip, yaitu21:
ind mendasarkan pada haki-kat nilai-nilai sila-
a. kesetiaan kepada cita-cita sumpah pemuda, sila Pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-
proklamasi kemerdekaan, nilai-nilai filosofis sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar
yang terkandung dalam Pancasila, serta nilai- ontologis manusia sebagai subjek pendukung
nilai konstitusional sebagaimana termaktub pokok sila-sila Pancasila sekaligus sebagai
V
dalam UUD NRI Tahun 1945; pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan
b. terselenggaranya negara hukum Indonesia pada kenyataan objektif bahwa Pancasila
hts

yang demokratis, adil, sejahtera, dan damai; dasar negara dan negara adalah organisasi
dan (persekutuan hidup) manusia.
c. dikembangkannya norma-norma hukum Pancasila dan Undang-Undang Dasar
dan pranata hukum baru dalam rangka Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun
ec

mendukung dan melandasi masyarakat 1945 mengandung butir-butir pasal yang tidak
secara berkelanjutan, tertib, lancar, dan hanya merupakan pintu gerbang masuknya
damai serta mengayomi seluruh tumpah norma-norma hukum yang secara kuantitatif
lR

darah dan segenap bangsa Indonesia. maupun kualitatif sangat memenuhi kebutuhan
Kemuncul­ an Pancasila sebagai dasar masyarakat Indonesia, karena sifatnya sangat
kesetiaan warga negara terhadap bangsa dan membuka diri bagi masuknya nilai-nilai
negara di Indonesia ialah merupakan suatu cikal agama dalam sistem hukum maupun hukum
na

bakal keanekaragaman yang secara otomatis positifnasional kita, sekaligus juga akan menjadi
keanekarangan itu akan selalu muncul dan akan motor pendorong, lahirnya sebuahsistem
Jur

Ismi Warassih, Mencari Model Ideal Penyusunan UU Yang Demokrasi, (Semarang: FH UNDI, 1999), hlm. 30.
20

Pataniari Siahaan, Membangun Kerangka Politik Perundang-undangan yang jelas dan terarah melalui prolegnas,
21

dikases dari http://www.parlemen.net/ sites/ default/ files/ dokumen/ Membangun% 20Kerangka% 20Politik%
20Perundang-undangan%2026Mei08.pdf (diakses 26 Mei 2008).

480 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 469-483


Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

hukum positif nasional pada masa-masa dan Tuhan, manusia dan sesama manusia, serta
mendatang22. manusia dan alam semesta yang berintikan

HN
Karena itu setiap penyusunan peraturan keyakinan tentang tempat manusia individual
perundang-undangan harus memperhatikan di dalam masyarakat dan alam semesta
cita-cita moral dan cita-cita hukum sebagaimana (Pembangunan hukum dimulai dari pondasinya
diamanatkan didalam konstitusi. Adapun nilai- dan jiwa paradigma bangsa Indonesia, Pancasila

BP
nilai yang bersumber pada pandangan filosofi sebagai sumber dari segala sumber hukum
konstitusi, yakni23: (Staatsfundamentalnorm), yang dipertegas
a. Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang dalam Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang
terangkum dalam sila Ketuhanan Yang Maha Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Esa. terutama Pasal 2 yang menyatakan Pancasila

ing
b. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan merupakan sumber dari segala sumber hukum
penghormatan terhadap harkat dan atau sumber tertib hukum bagi kehidupan
martabat kemanusiaan sebagaimana hukum di Indonesia, maka hal tersebut dapat
terdapat dalam sila Kemanusiaan yang adil ind diartikan bahwa “Penempatan Pancasila sebagai
dan beradab. sumber dari segala sumber hukum negara
c. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-
dan kesatuan hukum nasional seperti yang undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
terdapat dalam sila Persatuan Indonesia. 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai
d. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan dasar dan ideologi negara serta sekaligus
V
rakyat. Sebagaimana terdapat di dalam dasar filosofis bangsa dan negara sehingga
sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah setiap proses pembentukan, materi peraturan
hts

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perundang-undangan tidak boleh bertentangan


perwakilan. dengan nilai-nilai Pancasila”. Kedudukan
e. Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
sosial seperti yang tercantum dalam sila hukum negara merupakan grundnorm dalam
ec

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. sistem hukum Indonesia yang memberikan
Pancasila yang oleh para Bapak Pendiri arah dan jiwa serta menjadi paradigma norma-
Negara Republik Indonesia ditetapkan norma dalam pasal-pasal UUD 1945. Cita hukum
lR

sebagai landasan kefilsafatan dalam menata dan falsafah hidup serta moralitas bangsa yang
kerangka dan struktur dasar organisasi negara menjadi sumber segala sumber hukum negara
sebagaimana dirumuskan dalam UUD Negara akan menjadi satu fungsi krisis dalam menilai
Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila kebijakan hukum (legal Policy) atau dapat
na

adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dipergunakan sebagai paradigma yang menjadi
yang mengungkapkan pandangan bangsa landasan pembuatan kebijakan (policy making)
Indonesia tentang hubungan antara manusia
Jur

22
Hartono Mardjono, Menegakkan Syariat Islam Dalam Konteks Keindonesiaan: Proses Penerapan Nilai-Nilai
Islam, Dalam Aspek Hukum, Dan Lembaga Negara, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 28.
23
Mohammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, (Jakarta:Djambatan, 1952), hlm.75.

Kesadaran Hukum sebagai Aspek Dasar Politik Hukum Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat (Wenda Hartanto) 481
Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

dibidang hukum dan perundang-undangan Indonesia sebagai negara bangsa yang


maupun bidang sosial, ekonomi, dan politik. majemuk memerlukan suatu sistem hukum

HN
Serta harus sejalan beriringan dengan modern yaitu seperangkat atau suatu sistem
tatanan nilai-nilai kehidupan di dalam berbangsa hukum yang mampu mengantisipasi serta
dan ber­negara, ada yang disebut sebagai nilai mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin
dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Nilai akan timbul. Salah satu dimensi mutlak dalam

BP
das­ar adalah asas-asas yang kita terima sebagai pembentukan sistem hukum Indonesia yang
dalil yang kurang lebih mutlak. Nilai dasar, modern adalah senantiasa mencerminkan dan
berasal dari nilai-nilai kultural atau budaya yang mengedepankan rasa keadilan dan kesadaran
berasal dari bangsa Indonesia itu sen­diri, yaitu masyarakat Indonesia dan sesuai cita hukum
yang berakar dari kebudayaan, se­suai dengan dan cita-cita moral dalam nilai-nilai Pancasila

ing
Pancasila dan UUD 1945 yang mencerminkan dan UUD NRI tahun 1945. Nilai-nilai Pancasila
hakikat nilai kultural. Nilai instrumental adalah dijadikan sarana untuk mengakomodir dimensi
pelaksanaan umum ni­lai-nilai dasar, biasanya kepentingan politik, ekonomi, sosial dan politik
dalam wujud norma sosial atau norma hukum, manusia sebagai subjek didalam bernegara.
yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
ind
lembaga yang se­suai dengan kebutuhan tempat DAFTAR PUSTAKA
dan waktu. Nilai instrumental, meskipun lebih Buku
rendah daripada nilai dasar, tetapi tidak kalah Adian, Donny Gahral, Percik Pemikiran Kontemporer,
pen­ting karena nilai ini mewujudkan nilai umum (Yogyakarta: Jalasutra, 2006)
V
menjadi konkret serta sesuai dengan zaman. Afandi, A. Khozin, Langkah Praktis merancang
Nilai instrumental merupakan tafsir positif Proposal, (Surabaya : Pustakamas, 2011)
hts

Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian


terhadap nilai dasar yang umum. Nilai prak­sis Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: Gunung Agung
adalah nilai yang sesungguhnya kita lak­sanakan Tbk., 2002)
dalam kenyataan. Semangatnya nilai praksis ini Angeles, Peter A., A Dictionary of Philisophy,
(London: Harper & Row Publishers, 1981),
seyogyanya sama dengan nilai das­ar dan nilai Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2,
ec

instrumental. (Yogyakarta: Kanisius, 2002)


Hardiman, F. Budi, Heidegger dan Mistik Keseharian;
D. Penutup Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit, (Jakarta:
KPG Kepustakan Populer Gramedia, 2003)
lR

Proses legislasi merupakan aktualisasi Hartono, Sunarjati, Capita Selecta Perbandingan


Hukum, (Bandung, Alumni, 1968)
politik hukum yang berdasarkan kesadaran
Ja‘far, Suhermanto, Islam, Ideologi dan Kesadaran
hukum masyarakat untuk mencapai tujuan Sosial: Sebuah refleksi Teologi Kontekstual,
dan melindungi kebutuhan dan kepentingan (Surabaya: eLKAF, 2002)
na

masyarakat. Upaya untuk memelihara tertib Loudoe, John Z, Menemukan Hukum Melalui Tafsir
dan Fakta, (Jakarta: Bina Aksara, 1985)
hukum, dan ketaatan terhadap hukum yang M.D, Mahfud,. Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta:
telah dibentuk tidak hanya dipengaruhi oleh PT. Raja Grafindo Persada), 2012
Jur

faktor juridis semata, tetapi juga dipengaruhi Mardjono, Hartono, Menegakkan Syariat Islam
dalam Konteks Keindonesiaan, Proses Penerapan
oleh faktor non juridis seperti kesadaran hukum,
Nilai-Nilai Islam, dalam Aspek Hukum, dan
budaya hukum masyarakat sebagai pemegang Lembaga Negara, (Bandung: Mizan, 1997)
peranan dalam aplikasi dan implikasinya.

482 Jurnal RechtsVinding, Vol. 4 No. 3, Desember 2015, hlm. 469-483


Volume 4, Nomor 3, Desember 2015

McCarthy, Thomas, Teori Kritis Jurgen Habermas, Makalah/Artikel/Prosiding/Hasil Penelitian


Terjemahan dari The Critical Theory of

HN
Rukka, Singkeru, “Kearifan Lokal Dan Kesadaran
Jurgen Habermas, Alih bahasa oleh Nurhadi,
Hukum”, Jurnal Al-Risalah, Volume 13 Nomor 1
(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006)
Mei (2013)
Poespoprodjo, W., Interpretasi: Beberapa Catatan
Pendekatan Filosofisnya, (Bandung: Remadja
Karya, 1987) Internet
Rahardjo, Satjipto, Hukum Dan Masyarakat,

BP
Siahaan, Pataniari, Membangun Kerangka Politik
(Bandung, Angkasa, 1980) Perundang-undangan yang jelas dan terarah
Ritzer, George dan Barry Smart, Hand Book Teori melalui prolegnas, dikases dari http://www.
Sosial, (Jakarta: Nusamedia, 2012) parlemen.net/ sites/ default/ files/ dokumen/
Saifritlah, Reflekssi Sosiologi Hukum, (Bandung: Membangun% 20Kerangka% 20Politik%
PT.Refika Aditama,2007) 20Perundang-undangan%2026Mei08.pdf
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian

ing
(diakses 26 Mei 2008)
Hukum Normatif  Suatu Tinjauan Singkat,
Cetakan ke – 11. (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2009)
Peraturan
Warassih, Ismi, Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
UU Yang Demokrasi, (Semarang: FH UNDI, 1999)
ind 1945
Yamin, Mohammad, Proklamasi dan Konstitusi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Republik Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1952) Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
V
hts
ec
lR
na
Jur

Kesadaran Hukum sebagai Aspek Dasar Politik Hukum Legislasi: Suatu Tinjauan Filsafat (Wenda Hartanto) 483

Anda mungkin juga menyukai