Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

“PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)“

OLEH :
KELOMPOK 2

ADINDA MERY ASHARI ( 142 2017 0012 )


NUR INTAN ANA SOFIAN ( 142 2017 0011 )
TRI NURFIANA ( 142 2017 0009 )
A. FAJRI NUR ISLAMI ( 142 2017 0005 )
SITTI NUR ANISAH LAIDE ( 142 2015 0047 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan
rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami
dengan judul “Penyakit Jantung Koroner”.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami
sangat menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki
banyak kekurangan.
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak
yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah
ini hingga rampungnya makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah
yang telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Makassar, 13 Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. LatarBelakang................................................................................................1
B. RumusanMasalah...........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
A. Definisi...........................................................................................................3
B. Etiologi...........................................................................................................3
C. Patofisiologi...................................................................................................4
D. ManifestasiKlinis...........................................................................................6
E. Komplikasi.....................................................................................................7
F. PemeriksaanDiagnostik..................................................................................7
G. Farmakologi...................................................................................................9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................14
A. Pengkajian......................................................................................................14
B. Diagnose Keperawatan...................................................................................19
C. Intervensi........................................................................................................21
D. Penelitian........................................................................................................25
BAB IV PENUTUP...................................................................................................26
A. Kesimpulan....................................................................................................26
B. Saran ..............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................27

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa penyakit


jantung koroner (PJK) menjadi salah satu masalah kesehatan dalam system
kardiovaskular yang jumlahnya meningkat cepat dengan angka kematian
6,7 juta kasus (WHO, 2017). Perhitungan WHO (World Health
Organization) yang memperkirakan pada tahun 2020 mendatang, penyakit
kardiovaskuler akan menyumbang sekitar 25% dari angka kematian dan
mengalami peningkatan khususnya di negara-negara berkembang, salah
satu diantaranya berada di Asia Tenggara. Angka kematian yang
disebabkan oleh PJK mencapai 1,8 juta kasus pada tahun 2014, yang
artinya PJK menjadi penyakityang mematikan di kawasan Asia Tenggara
salah satu negaranya adalah Indonesia (WHO, 2017).

PJK merupakan penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh


penyumbatan pada arteri koroner oleh tumpukan plak, polutan atau zat-zat
Kimia lingkungan yang biasanya masuk ketubuh melalui makanan,
minuman atau berbentuk gas yang terkumpul pada dinding arteri
koronaria. Hal ini membuat adanya kemungkinan penggumpalan darah
pada bagian arteri yang menyempit, dengan begitu tidak adalagi darah
yang bias mengalir karena aliran arteri diblok oleh gumpalan darah yang
sudah menjadi keras (Iskandar,2017).
Dampak dari penyempitan arteri koroner ialah menurunya suplai
darah ke jantung dan apabila suplai darah ke jantung menurun
mengakibatkan menurunya suplai oksigen ke jantung. Oksigen merupakan
penting bagi tubuh yang merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam
kehidupan manusia.(Naga,2014). Apabila pasien dengan penyakit jantung
koroner mengalami kekurangan oksigen maka dapat menimbulkan

1
kematian sel atau gangguan pada organ vital dan kondisi ini dapat
menimbulkan distress baru pada pasien dan dapat memperburuk kondisi
dengan semakin terbatasnya melakukan aktivitas fisik serta dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Suputra (2015) menjelaskan bahwa
pasien PJK memiliki pengaruh terhadap kondisi fisik yaitu keterbatasan
dalam hal berjalan, naik tangga, atau melakukan kegiatan sehari-hari
merupakan pengaruh PJK pada kondisi fisik pasien. Gejala yang
ditimbulkan akibat gangguan jantung baik berupa variasi fisik (sesak
nafas, nyeri, kehilangannafsumakan) maupun psikologis(kecemasan dan
depresi) mempengaruhi kualitas hidup. Kualitas hidup pasienPJK
meningkat kearah yang lebih baik diperlukan program latihan fisik
rehabilitative jantung (Roveny, 2017).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari penyakit jantung koroner?
2. Apa etiologi dari penyakit jantung koroner?
3. Apa patofisiologi dari penyakit jantung koroner?
4. Apa manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner?
5. Apa komplikasi penyakit jantung koroner?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic penyakit jantung koroner?
7. Apa saja farmakologi penyakit jantung koroner?
8. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit jantung koroner?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit jantung koroner
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit jantung koroner
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit jantung koroner
4. Untuk mengetahui manifestasi penyakit jantungkoroner
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit jantung koroner
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic penyakit jantung
koroner

2
7. Untuk mengetahui farmakologi penyakit jantung koroner
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit jantung koroner

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit
jantung koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri
jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung. Penumpukan plak
pada arteri koroner ini disebut dengan aterosklerosis. (AHA, 2015 hal:14)
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi
penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri
koroner menyempit atau tersumbat.arteri koroner merupakan arteri yang
menyuplai darah otot jantung dengan membawa oksigen yang
banyak.terdapat beberapa factor memicu penyakit ini, yaitu: gaya hidup,
factor genetik, usia dan penyakit pentyerta yang lain. (Norhasimah,2015:
hal48)
Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat
otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembulu darah
koroner. (Riskedas, 2016)

B. ETIOLOGI
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke
otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah,
kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak
sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan
kematian. (Hermawatirisa,2014:hal2)
Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebabkan zat
lemak kolesterol dan trigliserida yang semakin lama semakin banyak dan
menumpuk di bawah lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh
arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi

4
berkurang ataupun berhenti, sehingga mengganggu kerja jantung sebagai
pemompa darah. Efek dominan dari jantung koroner adalah kehilangan
oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke jantung berkurang.
Pembentukan plak lemak dalam arteri memengaruhi pembentukan bekuan
aliran darah yang akan mendorong terjadinya serangan jantung. Proses
pembentukan plak yang menyebabkanpergeseranarteri tersebut dinamakan
arteriosklerosis. (Hermawatirisa, 2014:hal2)
Awalnya penyakit jantung di monopoli oleh orang tua. Namun,
saat ini ada kecenderungan penyakit ini juga diderita oleh pasien di bawah
usia 40 tahun. Hal ini biasa terjadi karena adanya pergeseran gaya hidup,
kondisi lingkungan dan profesi masyarakat yang memunculkan “tren
penyakit”baru yang bersifat degnaratif. Sejumlah prilaku dan gaya hidup
yang ditemui pada masyarakat perkotaan antara lain mengonsumsi
makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan
merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, dan
stress. (Hermawatirisa, 2014:hal 2)

C. PATOFISIOLOGI
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung
oleh plak pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada
awalnya disebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL (low-density
lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada dinding arteri sehingg
aaliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar,
2015).
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri
besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit,
neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima
(lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).
Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-
arteri sereberal. (Ariesty, 2015:hal 6).

5
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai
dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi
setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel
endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma,
termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk
kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas
yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. (Ariesty, 2015:hal6).
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun,
termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta
trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin
proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih
banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia
yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan
siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera,
sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif
endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama
terhadap sel darah putih, pada saat menempel di lapisan endotelial,
monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang
interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag
dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus
inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos
yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. (Ariesty,
2015:hal 6).
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika
intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi
dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan
inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai
terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti
dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh
darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan

6
deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit
dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan
menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika
kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan
dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah kematian otot
jantung yang di kenal sebagai miokard infark. Patofisiologi Penyakit
Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori Permeabelitas
Reaksi inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel di arteri
imigrasi keruang interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah
Pembentukan Trombus monosit makrofag Lapisan lemak sel otot polos
tumbuh Nyeri Asam laktat terbentuk MCI
Kematian. (Ariesty, 2015:hal 6).

D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut, Hermawatirisa 2014 :hal 3,Gejala penyakit jantung koroner :

1. Timbulnya rasa nyeri di dada (AnginaPectoris)

2. Sesaknafas(Dispnea)

3. Keanehan pada irama denyutjantung

4. Pusing

5. Rasa lelahberkepanjangan

6. Sakit perut, mual danmuntah

7
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang
berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan
pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita,
riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat
istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset
klinis PJK.

E. KOMPLIKASI

1. Disfungsiventricular

2. Ritmia pasca STEMI

3. Gangguanhemodinamik

4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa


Elevasi ST Infark miokard Angina tak stabil

5. Takikardi dan fibrilasi atrium danventrikel

6. Syokkardiogenik

7. Gagal jantungkongestif

8. Perikarditis

9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2015: hal 11).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tergantung kebutuhannya beragam jenis pemeriksaan dapat


dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJK dan menentukan
derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasive sifatnya.

1. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran


elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk

8
memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat
mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa
serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang
baru terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang
berbeda.
2. Foto Rontgen Dada
Dari foto rontgen, dokter dapat menilai ukuran jantung, ada-
tidaknya pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran
paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini.
Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah
berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut
pada payah jantung. Gambarannya biasanya jantung terlihat membesar.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai faktor
resiko. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya serangan
jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.
4. Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil
ditegakkan,biasanya dokter jantung/kardiologis akan
merekomendasikan untuk dilakukan treadmill.
Alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostic PJK. Berupa
ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun
dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya
adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi
berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya
PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap,
sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam
keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.
Dari hasil treadmill ini telah dapat diduga apakah seseorang
menderita PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaan dengan
treadmill ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka
untuk wanita hanya 72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset

9
sekitar 16%, artinya dari 100 orang pria penderita PJK yang terbukti
benar hanya 84 orang. Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan
melakukan kateterisasi jantung.
5. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam
selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke
pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatan lengan
atau melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong
dengan tuntunan alat rontgen langsung ke muara pembuluh koroner.
Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras
sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu
dapat dilihat adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada
penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai
beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus
mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil kateterisasi
jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah
apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau
mengendalikan bourgeois resiko. Atau mungkin memerlukan
intervensi yang dikenal dengan balon. Banyak juga yang
menyebut dengan istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping
dibalon dapat pula dipasang stent, semacam penyangga seperti
cincin atau gorng-gorong yang berguna untuk mencegah
kembalinya penyempitan. Bila tidak mungkin dengan obat-obatan,
dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan melakukan
bedah pintas koroner. (Carko, 2014)
G. FARMAKOLOGI
1. Terapi Farmakologi
a. Terapi Anti-Iskemik
1) Senyawa Beta Bloker (Prototipe : Propanolol)
Obat-obat golongan betabloker bekerja dengan
menghambat secara kompetitif efek adrenergik

10
(epinefrin/norepinefrin) yang mengakibatkan penurunan denyut
jantung, kontraktilitas dan tekanan darah sehingga dapat
menurunkan frekuensi serangan angina dengan menurunkan
kebutuhan oksigen. Namun demikian, golongan betabloker
tidak memperbaiki suplai oksigen. Obat ini bekerja sepanjang
waktu sehingga menjadi pilihan pertama untuk pengobatan
angina kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan setiap
hari. Contah obat yang termasuk dalam golongan ini
antara lain Propanolol, Atenolol, 10 Penggunaan betabloker
tergantung pada jenisnya. Setiap 12 jam (untuk dosis 2 x
sehari), setiap 8 jam (untuk dosis 3 x sehari) atau setiap 6 jam
(untuk dosis 4 x sehari).
Efek samping obat golongan betabloker antara lain
hipotensi, gagal jantung, bradikardi, penat (fatigue) dan
perasaan tidak enak (malaise).
Selain itu, obat golongan ini juga berefek bronkospasme
sehingga dikontraindikasikan pada penderita asma. Begitu juga
dengan penderita Diabetes Mellitus yang mendapatkan
pengobatan dengan insulin, senyawa betabloker dapat
menyebabkan perubahan metabolisme glukosa dan
menghilangkan warning effect ketika kadar gula darah turun.
Pengentian obat ini harus dilakukan dengan hati-hati dan
bertahap untuk mencegah terjadinya fenomena rebound dan
infark miokard.
2) Nitrat (Prototipe : Nitrogliserin)
Obat-obat golongan nitrat bekerja sebagai vasodilator
dengan melepaskan Nitrit Oksida (NO) di otot polos vaskuler
yang menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan konsumsi
oksigen dan menurunkan kerja jantung, sehingga mengurangi
gejala angina.

11
Contoh obat yang termasuk dalam golongan nitrat antara
lain Isosorbid Dinitrat (ISDN), Isosorbid Mononitrat (ISMN)
dan Gliseril Trinitrat. Golongan nitrat tersedia dalam bentuk
sediaan tablet oral, tablet 11 kunyah, sublingual, patch maupun
semprot/spray. Penggunaan sediaan patch sebaiknya
ditempelkan pada tempat yang berbeda untuk menghindari
iritasi dan sebaiknya tidak menggunakannya selama 24 jam
penuh untuk mencegah toleransi.
Beberapa efek samping yang dapat terjadi antara lain
sakit kepala, takikardi, dan hipotensi.
3) Calcium Chanel Bloker (CCB)
Obat-obat golongan CCB bekerja dengan memblok influk
ion Kalsium (Ca2+) sehingga menurunkan kontraktilitas
miokard. Selain itu golongan ini juga menyebabkan
vasodilatasi arteriol yang menyebabkan peningkatan suplai
oksigen dan menurunkan tekanan darah sehingga dapat
mengurangi gejala angina.
Contoh obat yang termasuk dalam gologan CCB antara
lain Nifedipin, Amlodipin Besilat, Diltiazem HCl, Nimodipin.
Obat-obat ini lebih baik digunakan pada pasien yang
dikontraindikasikan dan intoleransi terhadap betabloker.
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pengobatan ni
antara lain sakit kepala (karena vasodilatasi berlebihan),
inotropik negatif.
b. Terapi Antitrombotik
1) Penghambat Siklo-Oksigenase (COX Inhibitor)
Contohnya Asam Asetil Salisilat / ASA (Aspirin). Aspirin
bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX 1)
melalui reaksi asetilasi sehingga menekan pembentukan
tromboksan A2 dan menghambat agregasi trombosit. Selain itu
aspirin juga memilki efek antiinflamasi sehingga dapat

12
mengurangi ruptur plak. Aspirin sebaiknya diminum bersama
makanan untuk mencegah iritasi lambung.
2) Antagonis Reseptor ADP
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat
Adenosin Difosfat sehingga agregasi trombosit dan perubahan
reseptor fibrinogen menjadi bentuk dengan afinitas kuat dapat
dihambat.
Contohnya Tiklopidin dan Klopidogrel. Obat-obat ini
dapat digunakan bagi pasien yang mempunyai hipersensitivitas
atau gangguan gastrointestinal akibat Aspirin.
Efek samping yang mungkin terjadi antara lain
trombositopeni dan granulositopenia yang umumnya reversibel
setelah pemberian obat dihentikan.
c. Terapi Tambahan
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, PJK erat
kaitannya dengan dislipidemia (tingginya kolesterol darah). Oleh
sebab itu obat-obat penurun kolesterol seperti golongan Statin
dapat dijadikan sebagai terapi tambahan untuk mengurangi
kolesterol.
Obat golongan statin bekerja dengan menghambat
HMGCoA reduktase, yang merupakan suatu enzim yang
mengontrol biosintesis kolesterol. Dengan dihambatnya sintesis
kolesterol di hati, akan menurunkan kadar LDL dan meningkatkan
kadar HDL plasma.
Beberapa contoh obat yang termasuk dalam golongan ini
antara lain Simvastatin, Atorvastatin, dan Pravastatin. Obat-obat
golongan statin biasanya diminum sebagai dosis tunggal pada
malam hari. Efek samping umumnya jarang terjadi, seperti diare,
sembelit, mual dan gangguan pencernaan. Obat golongan statin
memiliki sifat Pleotrophic Effect, yakni efek lain selain menekan
kolesterol darah. Statin dapat memperbaiki fungsi endotel,

13
menstabilkan plak, mengurangi pemebentukan thrombus,
antiinflamasi dan mengurangi oksidasi lipid, sehingga Statin selain
dapat mengontrol kolesterol juga dapat melindungi jantung. Oleh
sebab itu terkadang pada penderita PJK tetap diberikan obat
golongan Statin meskipun kadar kolesterolnya normal.
2. Terapi Non-Farmakologi
a. Tindakan Revaskularisasi
Meliputi operasi pintas koroner (Coronary Artery Bypass
Grafting / CABG), angioplasti koroner (Percutaneous Transluminal
Coronar Angioplasty / PTCA), dan pemasangan stent.
3 Rehabilitasi Medik
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja organ
mendekati semula dan mengoptimalkan fisik pasca operasi, melalui
latihan treadmill, eurocycle test, fisioterapi dan lain-lain.
4 Modifikasi Faktor Resiko
Misalnya berhenti merokok, mengontrol berat badan normal,
olahraga kardiovaskular (bersepeda, berenang, jalan cepat, dan
sebagainya), diet, menurunkan kolesterol dan hipertensi,
mengontrol kadar gula darah.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

14
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis.
(Wantiyah,2015: hal 17)
2. Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan
skala nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian
nyeri secara mendalam menggunakan pendekatan PQRST, meliputi
prepitasi dan penyembuh, kualitas dan kuatitas, intensitas, durasi,
lokasi, radiasi/penyebaran,onset.(Wantiyah,2015: hal 18)
3. Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain
apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark
miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta
ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya. (Wantiyah,2015: hal 17)
4. Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk
membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya secara
lengkap. Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada.
(Wantiyah,2015: hal 18)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi
juga faktor-faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan
peningkatan tekanan darah. (A.Fauzi Yahya 2016: hal 28)
6. Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit
jantung koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah,

15
ketergantungan, depresi dan penerimaan realistis. (Wantiyah,2015: hal
18)
7. Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit
jantung koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam
melakukan aktivitas. Pasien penyakit jantung koroner mengalami
penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
(Panthee & Kritpracha, 2014:hal 15)
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga
diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi
koma atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat,
ringan atau tampak tidak sakit.
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan
darah 180/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, suhu 36,2 C. (Gordon, 2015: hal 22)
c. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran pupil,
pergerakan seluruh ekstermitas dan kemampuan menanggapi
respon verbal maupun non verbal. (Aziza, 2015: hal 13)
2) Sistem penglihatan, pada klien PJK mata mengalami pandangan
kabur.(Gordon, 2015: hal 22)
3) Sistem pendengaran, pada klien PJK pada sistem pendengaran
telinga , tidak mengalami gangguan. (Gordon, 2015:hal 22)
4) Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati.
(Gordon, 2015:hal 22)
5) Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara
dinit tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan

16
oksigenasi. Pengkajian meliputi persentase fraksi oksigen,
volume tidal, frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan
untuk bernapas. Pastikan posisi ETT tepat pada tempatnya,
pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk mendeteksi
hipoksemia. (Aziza, 2016: hal 13)
6) Sistem kardiovaskuler, pengkajian dengan tekhnik inspeksi,
auskultrasi, palpasi, dan perkusi perawat melakukan
pengukuran tekanan darah; suhu; denyut jantung dan iramanya;
pulsasi prifer; dan tempratur kulit. Auskultrasi bunyi jantung
dapat menghasilkan bunyi gallop S3 sebagai indikasi gagal
jantung atau adanya bunyi gallop S4 tanda hipertensi sebagai
komplikasi. Peningkatan irama napas merupakan salah satu
tanda cemas atau takut (Wantiyah,2015: hal 18)
7) Sistem gastrointestinal, pengkajian pada gastrointestinal
meliputi auskultrasi bising usus, palpasi abdomen (nyeri,
distensi). (Aziza,2015: hal 13)
8) Sistem muskuluskeletal, pada klien PJK adanya kelemahan dan
kelelahan otot sehinggah timbul ketidak mampuan melakukan
aktifitas yang diharapkan atau aktifitas yang biasanya
dilakukan. (Aziza,2015: hal 13)
9) Sistem endokrin, biasanya terdapat peningkatan kadar gula
darah. (Aziza,2015: hal 13)
10) Sistem Integumen, pada klien PJK akral terasa hangat, turgor
baik. (Gordon, 2015:hal 22)
11) Sistem perkemihan, kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri
pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah
abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan
kaji tentang jenis cairan yang keluar . (Aziza,2015: hal 13)

9. Pemeriksaan penunjang

17
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan
pemeriksaan penunjang diantaranya:
a. EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman
yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat.
b. Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya
kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau aneurisma
ventrikiler (Kulick, 2014: hal 42).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan
banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan
treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-
menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan
pada saat melakukan latihan maka ditemukan segmen depresi ST
pada hasil rekaman (Kulick, 2014: hal 42).
d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk
menghasilkan gambar jantung, selama ekokardiogram dapat
ditentukan apakah semua bagian dari dinding jantung
berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian yang
bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau
menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin menunjukkan
penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2017 hal 43).
e. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif
minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik)
melaluipembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang
memperdarahi jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung.
Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini
dikenal sebagai angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini
adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan terapi
bila ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2016: hal 43).

18
f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)
Computerized tomography Coronary angiogram/CT
Angiografi Koroner adalah pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk membantu memvisualisasikan arteri koroner
dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan melalui intravena
selama CT scan, sehingga dapat menghasilkan gambar arteri
jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT scan yang berguna
untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak yang
mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium
ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik,
2015: hal 43).
g. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan
dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk
mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun
pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung
(Mayo Clinik, 2015: hal 44).
10. Penatalaksaan
Penatalaksanaan Menurut, Hermawatirisa,2014: hal 12
a. Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi
Kolesterol jahat LDL di kenal sebgai penyebab utana terjadinya
proses aterosklerosis, yaitu proses pengerasan dinding pembuluh
darah, terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata.
b. Konsumsi makanan yang berserat tinggi
c. Hindari mengonsumsi alcohol.
d. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
e. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi,
olahraga bermanfaat karena
f. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard

19
g. Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang
berlebih berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL
kolesterol
h. Menurunkan tekanan darah
i. Meningkatkan kesegaran jasmani
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti (internasional asosiation for the
study of pain) ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
a. Mengungkapakan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan
isyarat
b. Posisi untuk menghindari nyeri
c. perubahan tonus otot
d. perubahan tekanan darah, pernafasan, atau nadi, dilatasi pupil
e. perubahan selera makan
f. perilaku distrasi
g. perilaku ekspresif
h. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
i. fokus menyempit
j. bukti nyeri yang dapat diamati
k. berfokus pada diri sendiri
l. gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
Agens-agens penyebab cedera misalnya: biologis, kimia, fisik, dan
psikologis.
2. Penurunan curah jantung

20
Definisi: ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
a. Gangguan Frekuensi dan Irama Jantung
b. Gangguan Preload
c. Gangguan Afterload
d. Gangguan kontraktilitas
e. Perilaku/Emosi
Faktor yang berhubungan :
a. Gangguan frekuensi atau irama jantung
b. Gangguan volume sekuncup
c. Gangguan preload
d. Gangguan aferload
e. Gangguan kontraktifitas
3. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologisuntuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau
harus dilakukan.
Batasan karakteristik :
a. Ketidak nyamanan atau dispnea saat beraktivitas melaporkan
keletihan atau kelemahan secara verbal.
b. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon
terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan artitmia atau iskemia
Faktor yang brhubungan :
a. Tirah dan baring dan imobilitas.
b. Kelemahan umum
c. Ketidak seimbangan anatara suplai dan kebetuhan okisgen
d. Gaya hidup yang kurang gerak

21
C. INTERVENSI
1. Nyeri akut
Tujuan:
a. Memperlihatkan pengendalian nyeri,yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
atau selalu:
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dilakukan
b. Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
indikator berikut (sebutkan 1-5; sangat berat, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada):
1) Ekpresi nyeri pada wajah
2) Gelisah atau ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
Kriteria Hasil NOC :
a. Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan
fisik dan psikologis
b. Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
c. Tingkat nyeri keparahan yang dapat di amati atau dilaporkan
Intervensi NIC :
a. Pemberian Analgesik
b. Manajemen medikasi
c. Manajemen nyeri
d. Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien
e. Manajemen sedasi Aktivitas Keperawatan

2. Penurunan curah jantung

22
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak sensitif terhadap isu
keperawatan. Oleh sebab itu, perawat sebaiknya tidak bertindak secara
mandiri untuk melakukannya; upaya kolaboratif perlu dan penting
dilakukan.
Kriteria Hasil NOC :
a. Tingkat keparahan kehilangan darah : tingkat keparahan
pendarahan/hemoragi internal atau eksternal
b. Efektivitas Pompa Jantung : keadekuatan, volume darah yang
diejeksikan dari ventrikel kiri untuk mendukung tekanan perfusi
sistemik
c. Status sirkulasi : tingkat pengaliran darah yang tidak terhambat,
satu arah, dan pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah
besar aliran sistemik dan pulmonal.
d. Perfuisi jaringan : organ abdomen : keadekuatan aliran darah
melewati pembuluh darah kecil visera abdomen untuk
mempertahankan fungsi organ.
e. Perfusi jaringan: jantung: keadekuatan aliran darah yang melewati
vaskulatur koroner untuk mempertahankan fungsi organ jantung
f. Perfusi jaringan: serebral : keadekuatan aliran darah yang melewati
vaskulatur serebral untuk mempertahankan fungsi otak
g. Perfusi jaringan: Perifer: keadekutan aliran darah yang melalui
pembuluh darah kecil ekstremitas untuk mempertahankan fungsi
jaringan
h. Perfusi jaringan: pulmonal: keadekutan aliran darah yang melewati
vaskulatur pulmonal untuk memerfusi unit alveoli/kapiler
i. Status tanda vital: tingkat suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan
darah dalam rentang normal.
Intervensi NIC :
1. Reduksi perdarahan
2. Perawatan jantung
3. Perawatan jantung, Akut

23
4. Promosi Perfusi Serebral
5. Perawatan Sirkulasi: insufisiensi arteri
6. Perawatan Sirkulasi : Alat Bantu Mekanis
7. Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena
8. Perawatan Embolus: Perifer
9. Perawatan Embolus: Paru
10. Regulasi Hemodinamik
11. Pengendalian Hemoragi
12. Terapi Intravena (IV)
13. Pemantauan Neurologis
14. Manajemen syok: Jantung
15. Manajemen syok: Volume
16. Pemantauan Tanda Vital
3. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologisuntuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau
harus dilakukan.
Tujuan:
a. Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energy, kebugaran
fisik, energi psikomotorik, dan perawatan diri: aktivitas kehidpan
sehari hari (AKSI)
b. Menujukkan aktivitas toleransi, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut seberat, disebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat,
sedang, ringan, atau tidak mengalami gangguan :
1. saturasi oksigen saat aktivitas
2. frekuensi pernapsan saat beraktivitas
3. kemampuan untuk berbicara saat beraktivitas fisik
4. Mendemonstrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-15:tidak pernah, jarang,
kadang kadang, sering atau selalu ditampilkan) :

24
5. Meyadari keterbasan energi
6. Menyeimbangkan aktivtas dan istirahat
7. Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energy
Kriteria Hasil NOC :
1. Tolereransi aktivitas:respons fisiologis terhadap geraka yang
memakan energi dalam aktivitas sehari-hari.
2. Ketahanan: kapasitas unutuk menyelesaikan aktivitas
3. Penghemat energi: tindakan individu untuk mengola energi untuk
memulai dan menyelesaikan aktiviatas.
4. Kebugaran fisik: pelaksanaan aktivitas fisik yang penuh fitalitas
5. Energi psikomotorik: dorongan dan energi idividu untuk
mempertahankan aktivitas hidup sehari-hari, nutrisi dan keamanan
personal
6. Perwatan diri: ativitas kehidupa sehari-hari (aksi): kemampuan
untuk melalukan tugasa-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas
perwatan pribadi secara mandiri denga atau tanpa alat bantu.
7. Perawatan diri aktivitas kehidupan sehari hari instrumental(AKSI)
8. kemampuan untuk melakukuan aktvitas yang dibutuhkan dalam
fungsi dirumah atau komunitas secara amandiri dengan atau
tampa alat bantu.
Intervensi NIC :
1. Terapi aktivitas:memberi anjuran tentang dan aktivitas fisik,
kognitif, sosial, dan spritual, yang spesifik untuk meningkatkan
tentang, frekuensi, atau durasi aktivitas individu (atau kelompok)
2. Menejemen energi: mengsur engunan energi untuk mengatasi
atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
3. Menejemen lingkungan: memanipulasi lingkungan sekitr pasien
untuk memperoleh manfaat terapeotik, sekimulasi sensorik, dan
pesejahteraan psikilogis

25
4. Terapi latian fisik: mobilitas sendi : menggunakan geakan tubuh
aktif atau pasief umtuk memerthankan atau memperbaiki fleksi
bilitas sendi.
5. Terapi latian fisik: pengendalian otot: mengunakan aktivitas atau
protokol latihan yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuh yang terkontrol
6. Promosi latian fisik: latian kekuatan: mefasilitasi latian otot
resistif secara rutin untuk mempertahankan dan meningkatkan
kekuatan otot
7. Bantuan pemeliharaan rumah: membantu apsien dan kluarga
untuk menjaga rumah sebagai tempat tinggal yang besih,aman
dan, menyenangkan
8. Menejemen alam perasaan: memberi rasa keamanan, stabilitasi
pemulihan, dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfunsi
alam perasaan baik depresi namun peningkatan alam perasaan
9. Bantuan perawatan diri: membantu individu untuk melakukan
AKSi
10. Bantuan perawtan diri aksi: membantu dan mengarahkan individu
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari hari instrumental
(AKSI) yang diperlukan untuk berfungsi dirumah atau
dikomunitas.
D. PENELITIAN

26
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPILAN

Penyakit jantung koroner disebabkan karena terjadinya


penumpukan plak pada arteri koroner yang berlangsung lama. Plak yang
menempel pada arteri koroner lambat laun akan menyebabkan
aterosklerosis. Penatalaksanaan hal ini dapat dilakukan dengan cara non
operatif dan operatif, non operatif meliputi penggunaan obat-obatan dan
perubahan gaya hidup sedangkan operatif dengan cara angioplasty dan
CABG. Obat-obatan yang biasa digunakan untuk managemen lipid antara
lain adalah golongan resin, kolestiramin, lovastatin dsb yang mempunyai
efek samping yang berbeda-beda.

B. SARAN

Penyakit Jantung Koroner dapat menyerang kepada siapa saja,


bukan hanya kepada usia lanjut saja, namun pada usia yang masih sangat
muda sekalipun penyakit jantung dapat menyerang. Jadi, apabila kita tidak
ingin terkena penyakit berbahaya ini maka kita harus mualai dengan
berperilaku hidup sehat, dari mulai pola makan yang sehat dan teratur hingga
mulai membiasakan untuk teratur berolahraga dan tidak merokok tentunya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Risa Hermawati, Haris Candra Dewi.2014. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:


Kandas media (Imprint agromedia pustaka).

Annisa dan anjar.Jurnal GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2015

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2016.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed


9.Jakarta: EGC

Putra S, Panda L, Rotty. 2015. Profil penyakit jantung koroner. Manado: fakultas
kedokteran.

Rochmayanti, 2015. Analis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup


pasien dengan penyakit jantun koroner. Jakarta: fakultas ilmu keperawatan

A.Fauzi Yahya.2015.Penaklukan No.1: Mencegah dan mengatasi penyakit


jantung koroner.Bandung:Qanita

28

Anda mungkin juga menyukai