Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN MOBILISASI

OLEH:
KLARA MITA APRILIYANI
2008037

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG


2020/2021
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan
bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010).
Mobilitasi adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya
koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (P. Potter, 2010).
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan
bebas (Kozier, 2010).
Jadi mobilitas atau mobilisasi adalah kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya untuk dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Widuri, 2010).
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh atau
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan Kusuma.
H, 2015).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan
dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan
fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan
fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan
kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic
akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien
penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan
pembatasan gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik dan rangka (Kozier,
Erb, & Snyder, 2010).
B. KLASIFIKASI
1. Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilitas sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampun individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadi hemiplegia
karena stroke, parapelgia karena cedera tulang belakang, poliomielitis
karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik (Widuri, 2010).

Mobilisasi berdasarkan rentang gerak ada 3 yaitu :


1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
3. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan (Carpenito, 2000).
Klasifikasi imobilitas dibagi menjadi:
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di
daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan
diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah
amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan social (Widuri, 2010).

C. ETIOLOGI
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :
1. Penurunan kendali otot
2. Penurunan kekuatan otot
3. Kekakuan sendi
4. Kontraktur
5. Gangguan muskuloskletal
6. Gangguan neuromuskular
7. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

Kondisi – kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain (Restrick, 2005):


1. Fall
2. Fracture
3. Stroke
4. Postoperative bed rest
5. Dmentia and Depression
6. Instability
7. Hipnotic medicine
8. Impairment of vision
9. Polipharmacy
10. Fear of fall

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


1. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda
dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu
misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.

D. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik yaitu :
1. Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
- Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas
b) Objektif
- Kekuatan otot menurun
- Rentang gerak (ROM) menurun.
2. Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
- Mengatakan nyeri saat bergerak
- Merasa enggan melakukan pergerakan
- Merasa cemas saat bergerak
b) Objektif
- Sendi kaku
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Gerak terbatas
- Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).
E. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot:
isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter
adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan
otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
F. PATWAYS

G. PENATALAKSANAAN
1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan
mobilitas pasien. Tujuan :
a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
c. Mempertahankan kenyamanan
2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur
a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk
Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Menfasilitasi fungsi pernafasan
b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri
Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak
2) Memberikan kenyamanan
3) Melakukan huknah
4) Memberikan obat peranus (inposutoria)
5) Melakukan pemeriksaan daerah anus
c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan
bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
d. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk
dan dada menempel pada bagian atas tempat tidur.
3. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda
Tujuan :
a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur
b. Mempertahankan kenyamanan pasien
c. Mempertahankan kontrol diri pasien
d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
4. Membantu pasien berjalan
Tujuan :
a. Toleransi aktifitas
b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
a) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan
adanya patah tulang.
b) Mengkaji tulang belakang
- Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
- Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
- Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan
spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah –
penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).
f) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi
dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
g) Mengkaji fungsional klien
- Kategori tingkat kemampuan aktivitas
- Rentang gerak (range of motion-ROM)
RANGE OF MOTION
LEHER
Fleksi Menggerakkan dagu menempel ke dada. Rentang 45°
Ekstensi Mengembalikan kepala keposisi tegak. Rentang 45°
Hyperekstensi Menekuk kepala kebelakang sejauh mungkin. Rentang 40-
45°
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu. Rentang 40-
45°
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler. Rentang 45°

BAHU
Ekstensi Mengembalikan lengan keposisi di samping tubuh. Rentang 180°
Hiperekstensi Menggerakkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus. Rentang 45-60°
Abduksi Menaikkan lengan posisi samping di atas kepala dengan telapak Rentang 180°
tangan jauh dari kepala.
Adduksi Menurunkan lengan kesamping dan menyilang tubuh sejauh Rentang 320°
mungkin
Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan Rentang 90°
lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang.
Fleksi Menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke Rentang 180°
posisi di atas kepala
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas Rentang 90°
dan samping kepala.
Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh. Rentang 360°
SIKU
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak kedepan Rentang 150°
sendi bahu dan tangan sejajar bahu.
Ekstensi Meluruskan siku menurunkan tangan. Rentang 150°
LENGAN BAWAH
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan Rentang 70-
menghadap keatas. 90°
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke Rentang 70-
bawah. 90°
PERGELANGAN TANGAN
Fleksi Menggerakkan telapak tangan kesisi bagian dalam lengan Rentang 80-90°
bawah.
Ekstensi Menggerakkan jari – jari tangan sehingga jari – jari, tangan, Rentang 80-90°
lengan bawah berada dalam arah yang sama.
Hiperkesktens Membawa permukaan tangan dorsal kebelakang sejauh Rentang 89-90°
i mungkin.
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari. Rentang 30°
JARI - JARI TANGAN
Fleksi Membuat genggaman. Rentang 90°
Ekstensi Meluruskan jari – jari tangan kebelakang sejuh mungkin. Rentang 90°
Hiperekstensi Meregangkan jari – jari tangan kebelakang sejauh mungkin. Rentang 30-60°
Abduksi Meregangkan jari – jari tangan yang satu dengan yang lain. Rentang 30°
Adduksi Merapatkan kembali jari – jari tangan Rentang 30°

IBU JARI
Fleksi Menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan. Rentang 90°
Ekstensi Menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan. Rentang 90°
Abduksi Menjauhkan ibu jari kedepan tangan. Rentang 30°
Adduksi Menggerakkan ibu jari ke depan tangan. Rentang 30°
Oposisi Menyentuh ibu jari ke setiap jari – jari tangan pada tangan yang
sama.
PANGGUL
Ekstensi Menggerakkan kembali kesamping tungkai yang lain. Rentang 90-120°
Hiperekstensi Menggerakkan tungkai kebelakang tubuh. Rentang 30-50°
Abduksi Menggerakkan tungkai kesamping tubuh. Rentang 30-50°
Adduksi Menggerakkan tungkai kembali keposisi media dan melebihi Rentang 30-50°
jika mungkin.
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai kearah tungkai lain. Rentang 90°
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain. Rentang 90°
Sirkumduksi Menggerakkan tungkai melingkar. -

LUTUT
Fleksi Merakkan tumit kearah belakang paha. Rentang 120-130°
Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai. Rentang 120-
130°
MATA KAKI
Dorsi fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – jari kaki menekuk keatas. Rentang 20-30°
Plantar fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – jari kaki menekuk ke bawah. Rentang 45-50°
Inversi Memutar telapak kaki kesamping dalam. Rentang 10°
Eversi Memutar telapak kaki kesamping luar Rentang 10°

JARI – JARI KAKI


Fleksi Menekukkan jari- jari ke bawah. Rentang 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari – jari kaki. Rentang 30-60°

PENILAIAN KEKUATAN OTOT


Merupakan skala ukur yang umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang
mengalami kelumpuhan, juga untuk melihat apakah ada kemajuan atau perburukan
yang diperoleh selama menjalani perawatan. Penilaian tersebut meliputi :
1) Nilai 0 : paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
2) Nilai 1 : kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot, dapat
diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi
3) Nilai 2 : otot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak
dapat melawan pengaruh gravitasi
4) Nilai 3 : dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi
tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa
5) Nilai 4 : kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot
terhadap tahanan yang ringan
6) Nilai 5 : kekuatan otot normal. (Suratun, dkk, 2008).
Untuk mengetahui kekuatan atau kemampuan otot perlu dilakukan pemeriksaan
derajat kekuatan otot yang di buat ke dalam enam derajat ( 0 – 5 ) . Derajat ini
menunjukan tingkat kemampuan otot yang berbeda - beda.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose 1
Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
Pengertian: Keterbatasan dalam gerak fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
Batasan karakteristik :
Klien mengeluh sulit untuk menggerakan ekstremitas, nyeri saat bergerak, enggan
melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, kekuatan otot menurun, rentang
gerak (ROM) menurun, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinir, gerakan terbatas, fisik
lemah.
Diagnose 2
Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan (D.0192)
Pengertian : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
Batasan Karakteristik:
Kerusakan jaringan / lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/
Diagnose Tujuan dan KH Intervensi
Tgl
21 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi (I.06171)
Des mobilitas fisik Tindakan Keperawatan
Latihan Rentang Gerak (I.05173)
2020 berkaitan diharapkan: rentang gerak
dengan (ROM) meningkat dengan Observasi
gangguan kriteria hasil: (L.05042) - Monitor frekuensi jantung dan tekanan
musculoskeletal darah sebelum memulai ambulasi
- Rentang gerak (ROM)
ditandai dengan - Monitor kondisi umum selama melakukan
meningkat
rentang gerak ambulasi
- Pergerakan ekstremitas
(ROM) menurun - Identifikasi indikasi dilakukan latihan
meningkat
Terapeutik
- Kekuatan otot
- Gunakan pakaian longgar
meningkat
- Fasilitasi mengoptimalkan posisi tubuh
- Tidak adanya sendi
untuk pergerakan sendi yang aktif dan
kaku
pasif
- Mampu bergerak
- Berikan dukungan positif pada saat
dengan bebas
melakukan latihan gerak sendi

- Libatkan keluarga untuk membantu dalam


peningkatan pergerakan

- Fasilitasi melakukan pergerakan/ mobilitas


fisik, jika perlu
Edukasi

- Anjurkan melakukan rentang gerak secara


sistematis
- Anjurkan melakukan ambulasi dan
mobilisasi dini
21 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Des Integritas Kulit/ Tindakan Keperawatan
Perawatan Luka Tekan (I.14566)
2020 Jaringan diharapkan: tidak adanya
berkaitan kerusakan jaringan atau Observasi
dengan kulit, dengan kriteria hasil: - Identifikasi penyebab gangguan integritas
penurunan (L.14125) kulit
mobilisasi
- Tidak adanya - Monitor kondisi luka
ditandai dengan
kemerahan
kerusakan Terapeutik
jaringan atau - Tidak adanya
- Bersihkan luka dengan menggunakan
kulit. hematoma
NaCl 0,9 %
- Tidak adanya nekrosis
- Lakukan pembalutan luka, jika perlu

- Lakukan pengolesan salep, jika perlu

- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

- Bersihkan perineal dengan air hangat,


terutama saat diare

- Gunakan produk berbahan ringan / alami


dan hipoalergik pada kulit sensitif

Edukasi

- Anjurkan minum air cukup

- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi,


buah dan sayur
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Beberapa prosedur tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
sebelumnya.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dilakukan dengan cara menilai kemampuan dalam merespon tindakan yang telah
diberikan oleh perawat

Anda mungkin juga menyukai