3, 2019
ISSN 2442-3262
KAJIAN KERENTANAN FISIK BENCANA LONGSOR DI KECAMATAN
TOMOHON UTARA
Renhard Haribulan1, Pierre H. Gosal 2, dan Hendriek H. Karongkong3
1
Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi Manado
2&3
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado
E-mail : haribulanrenhard@gmail.com
Abstrak
Keberadaan negara Indonesia di garis katulistiwa menjadikannya memeliki iklim tropis dengan curah
hujan yang tinggi, akibatnya negara ini menjadi sangat rentan terhadap bencana banjir dan longsor.
Kerentanan tanah longsor sering terjadi pada kondisi lereng curam, adanya bidang luncur (kedap air)
di lapisan bawah permukaan tanah dan terdapat tanah di atas lapisan kedap jenuh air. Terdapat 2
variabel/faktor penentu kerentanan longsor yaitu faktor alami dan faktor manajemen seperti tragedi
bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Tomohon Utara pada awal 2014, mengingat Kecamatan
Tomohon Utara sendiri hampir semua berada di daerah perbukitan hal ini yang membuat daerahnya
begitu rentan terhadap bencana longsor. penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat kerentanan
bencana longsor dan mengkaji tingkat kerentanan longsor terhadap lahan terbangun pemukiman
Kecamatan Tomohon Utara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
dan superimpose (overlay), data-data fisik dasar yang berkaitan dengan kerentanan bencana longsor
kemudian di overlay lagi dengan peta lahan terbangun dan tidak terbangun sehingga dapat
menetepkan kawasan – kawasan rentan longsor di kawasan lahan terbangun pemukiman. Hasil studi
di ketahui bahwa seluas 628,14 Ha atau 14,8% dari luas Kecamatan Tomohon Utara berada di tingkat
kerentanan tinggi dan seluas 118,48 Ha atau 2,8% termasuk kedalam klasifikasi lahan terbangun
tingkat kerentanan longsor tinggi yang artinya hampir sebagian besar daerah pemukiman yang berada
di Kecamatan Tomohon Utara berada di daerah rentan longsor.
Kata kunci: bencana, rentan longsor, Kecamatan Tomohon Utara, Sistem Informasi Geografis
PENDAHULUAN Bencana longsor ini juga adalah suatu
Bencana alam menjadi permasalahan yang peristiwa alam yang pada saat ini frekuensi
terjadi disetiap negara di bumi ini, seperti yang kejadiannya semakin meningkat dan sering
terjadi di negara Indonesia. Letak geografis terjadi setiap tahunnya. Kejadian bencana
dan bentang alam menjadi sala satu faktor tanah longsor yang terjadi beberapa tahun
yang membedakan jenis bencana yang terjadi. belakangan ini menyebabkan dampak kerugian
Letak Indonesia yang berada di pertemuan dua yang besar terutama pada aspek infrastruktur.
lempeng, benua menjadikan Indonesia sangat Tragedi bencana banjir pada awal tahun 2014
rentan terhadap bencana gempa dan tsunami. tepatnya pada bulan Januari yang telah
Keberadaan negara Indonesia di garis melanda sebagian besar Provinsi Sulawesi
katulistiwa menjadikan Indonesia memiliki Utara terlebih khusus Kota Manado masih
iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi, menyisahkan duka yang mendalam dan juga
akibatnya negera ini menjadi sangat rentan kerugian yang sangat besar. Bencana ini juga
terhadap bencana banjir dan longsor. berdampak pada aktifitas yang terhenti karena
Kerentanan tanah longsor menurut Paimin, jalan raya Manado- Tomohon khususnya di
Sukresno dan Pramono (2009) terjadi pada Desa Tinoor Kecamatan Tomohon Utara yang
kondisi lereng curam, adanya bidang luncur terputus akibat tanah longsor. Berdasarkan
(kedap air) di lapisan bawa permukaan tanah, data yang didapat dari Badan Penanggulangan
dan terdapat air tanah diatas lapisan kedap Bencana Daerah ada 9 rumah yang mengalami
jenuh air. Paimin juga menambahkan terdapat kerusakan berat dan ada 9 korban yang
2 variabel/faktor penentu kerentanan longsor, meninggal. Mengingat Kecamatan Tomohon
yaitu faktor alami dan faktor manajemen. Utara sendiri hampir semua daerahnya berada
diperbukitan sehingga membuat daerah ini
begitu rentan terhadap bencana longsor. Selain
faktor alam seperti hujan, faktor manajamen
juga menjadi hal yang harus di perhitungkan.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 714
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
Kecamatan Tomohon Utara terdiri atas 10 air. Selain itu, paimin et al, (2009) juga
kelurahan. Dari 10 kelurahan ini 2 di antaranya menambahkan dua variable/faktor penentu
yaitu kelurahan Tinoor 1 dan kelurahan Tinoor kerentanan longsor, yaitu: Faktor alami dan
2 memiliki topografi/bentang alam berbukit faktor manajemen. Faktor alami diantaranya:
yang kemiringan lerengnya hampir mendekati 1) curah hujan harian kumulatif 3 hari
40% dan memiliki jenis tanah sangat rentan berturutan, 2) kemiringan lahan, 3)
terhadap bencana, terutama bencana longsor. geologi/batuan, 4) keberadaan sesar/
patahan/gawir, 5) kedalaman tanah sampai
Bencana longsor bukanlah sesuatu hal lapisan kedap; sedangkan dari social
yang sama sekali tidak dapat dihindari atau manajemen diantaranya: 1) penggunaan lahan,
paling tidak diminalisir dampaknya. Sala satu 2) infrastruktur, 3) kepadatan permukiman.
cara untuk mengukur kerentanan Bahaya
longsor ini yaitu dengan memanfaatkan Bencana Longsor
teknologi Sistem Informasi Geografis. Dengan Bencana Longsor Ada beberapa istilah
menggunakan alat ini dapat lebih yang dikenal untuk menyebut ”longsoran”
mempermudah dalam menganalisis serta yaitu: gerak tanah (mass wasting), longsor
menentukan tingkat kerentanan bahaya longsor tanah/ longsor lahan, tanah longsor, slides,
yang ada di Kecamatan Tomohon Utara. sliding, dan slipping. Bencana longsor
menurut Muta’ali (2013:228) merupakan salah
TINJAUAN PUSTAKA satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
Kerentanan ataupun percampuran keduanya, menuruni
Kerentanan adalah suatu keadaan atau keluar lereng akibat dari terganggunya
penurunan ketahanan akibat pengaruh kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng
eksternal yang mengancam kehidupan, mata tersebut. Longsoran (slide) menurut
pencaharian, sumber daya alam, infastruktur, Hardiyatmo (2013:19) adalah gerakan material
produktifitas ekonomi dan kesejahteraan. pembentuk lereng yang diakibatkan oleh
Hubungan antara bencana dan kerentanaan terjadinya keruntuhan geser di sepanjang satu
menghasilkan suatu kondisi resiko, apabila atau lebih bidang longsor. Pengertian tentang
kondisi tersebut tidak dikelola dengan baik istilah longsor diatas memiliki satu kesamaan
(Wignyosukarto, 2007). yaitu pergerakan massa tanah dalam jumlah
Kerentanan juga sebagai rawan bencana, yang besar. Longsoran tanah atau gerakan
dimana definisinya adalah kondisi atau tanah adalah proses perpindahan masa/batuan
karakteristik geologi, biologis, hidrologis, akibat gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah
klimatologis, geografis, social, budaya, politik, telah lama menjadi perhatian ahli geologi
ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah karena dampaknya banyak menimbulkan
untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi korban jiwa maupun kerugian harta benda.
kemampuan mencegah, meredam, mencapai Tidak jarang bangunan yang dibangun
kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk disekitar perbukitan kurang memperhatikan
menangani dampak buruk bahaya tertentu. masalah kestabilan lereng, struktur batuan, dan
proses-proses geologi yang terjadi di kawasan
Kerentanan Tanah Longsor tersebut sehingga secara tidak sadar potensi
Kerentanan tanah longsor bahaya longsoran tanah setiap saat
menggambarkan keadaan kecenderungan mengancam jiwa.
lereng alami atau potensi suatu medan untuk
terjadinya gerakan massa atau ketidak Penyebab Tanah Longsor
seimbangan yang dibentuk oleh lingkungan Bencana tanah longsor terjadi karena
fisik maupun non fisik. Kerentanan tanah beberapa faktor. Menurut Hardiyatmo, H. C
longsor menurut Paimin, Sukresno dan (2006) banyak faktor semacam kondisi-kondisi
Pramono (2009) terjadi pada kondisi: 1) lereng
geologi dan hidrologi, topografi, iklim dan
curam, 2) adanya bidang luncur (kedap air) di
perubahan cuaca dapat mempengaruhi
lapisan bawah permukaan tanah, dan 3)
terdapat air tanah diatas lapisan kedap jenuh stabilitas lereng yang mengakibatkan
terjadinya longsor. Berikut ini merupakan
beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
tanah longsor:
a. Adanya hujan yang lebat dan dalam
2. Penggunaan Lahan
4.
Klasifikasi jenis penggunaan lahan
dalam kaitannya dengan ancaman Kelerengan
tanah Kemiringan lereng mempunyai
longsor dapat dilihat pada tabel 2.3. pengaruh besar terhadap kejadian
Tabel 3 Klasifikasi longsor lahan. Semakin miring lereng suatu
Pembobotan tempat maka daerah tersebut semakin
Parameter Penggunaan Lahan berpotensi terhadap terjadinya longsor lahan.
No. Penggunaan Lahan Skor Lereng diukur kemiringannya dengan
1. Tanah Terbuka / Permukiman 30 menggunakan Abney Level. Kemiringan
lereng umumnya dinyatakan dalam (%) yang
2. Perkebunan Lahan Kering 25
merupakan tangen dan derajat kemiringan
3. Perkebunan Lahan Kering dan tersebut. Lereng atau tebing yang terjal akan
Semak 20
memperbesar gaya pendorong terhadap
4. Semak Belukar 15 gerakan tanah. Lereng yang terjal terbentuk
5. Hutan Sekunder 10 karena pengikisan air sungai, mata air, air
6. Hutan Rapat 5 laut, dan angin. Pada dasarnya daerah
perbukitan atau pegunungan yang membentuk
7. Tubuh Air 0
lahan miring merupakan daerah rawan
Sumber: Permen PU No. 22 Tahun 2007 dengan terjadi gerakan tanah. Kelerengan dengan
modifikasi penulis
kemiringan lebih dari 25-
40% (atau lebih dari 40%) memiliki potensi
3. Curah Hujan
untuk bergerak atau longsor, namun tidak
Curah hujan akan meningkatkan
selalu lereng atau lahan yang miring punya
presepitasi dan kejenuhan tanah serta naiknya
potensi untuk longsor tergantung dari kondisi
muka air tanah. Jika hal ini terjadi pada lereng
geologi yang bekerja pada lereng tersebut.
dengan material penyusun (tanah dan atau
Pembobotan kelerengan dapat dilihat pada
batuan) yang lemah maka akan menyebabkan
tabel 2.5.
berkurangnya kuat geser tanah/batuan dan
Tabel 5 Klasifikasi Pembobotan
menambah berat massa tanah. Hujan juga
Parameter
dapat menyebabkan terjadinya aliran
Kelerengan
permukaan yang dapat menyebabkan
No. Kemiringan Lereng (%) Kategori Skor
terjadinya erosi pada kaki lereng dan
berpotensi menambah besaran sudut Sangat
1. Kemiringan lereng 41 - 60 30
Curam
kelerengan yang akan berpotensi
menyebabkan longsor.Adapun klasifikasi 2. Kemiringan lereng 26 - 40 Curam 25
pembobotan curah hujan dapat dilihat pada Agak
3. Kemiringan lereng 16 - 25 20
tabel 2.4. Curam
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 4. Kemiringan lereng 9 - 15 Landai 717
15
5. Kemiringan lereng 2 – 8 10
Datar
6. Kemiringan lereng < 2 5
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
5. Tipologi Kawasan Rawan Bencana Longsor
Geologi Kawasan rawan bencana longsor
Geologi juga sangat dibedakan atas zona-zona berdasarkan
berpengaruh besar terhadap kejadian karakter dan kondisi fisik alaminya
longsor. Semakin sehingga pada setiap zona akan berbeda
lunak susunan struktur batuan dalam penentuan struktur ruang dan pola
yang ruangnya serta jenis dan intensitas
terkandung di dalam maka semakin mudah kegiatan yang dibolehkan, dibolehkan
terjadi longsor pada suatu lereng sebaliknya. dengan persyaratan, atau yang
Adapun klasifikasi pembobotan geologi dilarangnya. Zona berpotensi longsor
dapat dilihat pada tabel 2.5. adalah daerah/kawasan yang rawan terhadap
Tabel 6 Klasifikasi Pembobotan bencana longsor dengan kondisi terrain dan
Parameter kondisi geologi yang sangat peka terhadap
Geologi gangguan luar, baik yang bersifat alami
maupun aktifitas manusia sebagai faktor
No. Kemiringan Lereng (%) Kategori Skor
pemicu gerakan tanah, sehingga berpotensi
Lereng yang tersusun oleh
terjadinya longsor. Berdasarkan
batuan dengan bidang
hidrogeomorfologinya dibedakan menjadi
diskontinuitas atau
struktur retakan/ kekar
tiga tipe zona (sebagaimana
1.
pada batuan, misalnya
Tinggi 15 diilustrasikan pada Gambar 2.1)
perlapisan batu lempung, sebagai
batu lanau, serpih, napak berikut:
dan tuf
Lereng tersusun dari
batuan dengan bidang
diskontinuitas atau ada
2. Sedang 10
struktur retakan/kekar, tapi
perlapisan tidak miring
kearah luar lereng
Lereng tidak tersusun oleh
batuan dengan bidang
3. Rendah 5
diskontinuitas atau ada
struktur retakan/sesar Gambar 1 Tipologi Kawasan Rawan Bencana Longsor
Sumber: Permen PU No. 22 Tahun 2007 dengan modifikasi Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan
penulis Umum
No.22/Prt/M/200
7
Pembuatan nilai interval a. Zona Tipe A
kelas Zona berpotensi longsor pada
kerawanan longsor bertujuan daerah lereng gunung, lereng
untuk membedakan kelas kerawanan longsor pegunungan, lereng
antara bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai
yang satu dengan yang lain. Rumus dengan kemiringan lereng lebih dari
yang 40%, dengan ketinggian di atas 2000
digunakan untuk membuat kelas meter di
interval adalah:
atas permukaan laut.
𝑋��−𝑋𝑟
Ki = b. Zona Tipe B
Zona berpotensi longsor pada
Keterangan: 𝑘
daerah kaki gunung, kaki pegunungan,
kaki bukit,
Ki : Kelas interval maksimum dan nilai minimum tiap satuan
Xt : Data tertinggi pemetaan, kelas interval didapatkan dengan
Xr : Data terendah cara mencari selisih antara data tertinggi
k :Jumlah kelas yang diinginkan dengan data terendah dan dibagi dengan
Nilai interval ditentukan jumlah kelas yang diinginkan
dengan pendekatan relative dengan cara
melihat nilai
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif.
Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Analisis
superimpose (overlay). Overlay adalah
prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem
Informasi Geografis). Overlay yaitu
kemampuan untuk menempatkan grafis satu
peta diatas grafis peta yang lain dan
menampilkan hasilnya di layar komputer atau
pada plot. Secara singkatnya, overlay
menampalkan suatu peta digital pada peta
digital yang lain beserta atribut-atributnya dan
menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta
tersebut.
1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu
menentukan tingkat kerentanan
longsor
berdasarkan bentang alam di
Kecamatan
Tomohon Utara, maka tahapan analisis yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 719
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
tinggi
skoring sesuai parameter yang sudah .
ada, dan kemudian dioverlay untuk
menghasilkan peta kerentanan GAMBARAN UMUM LOKASI
longsor. PENELITIAN
d. Setelah itu didapatkan peta Lokasi penelitian berada di Kecamatan
rentan longsor yang terbagi Tomohon Utara, Kota Tomohon, Provinsi
dalam tiga Sulawesi Utara. Kecamatan Tomohon Utara
tingkat kerentanan rendah, sedang, memiliki 10 Kelurahan.
dan Dengan batas administrasi
tinggi sebagai berikut:
. ❖ Sebelah Utara dengan Kabupaten
2. Untuk menjawab tujuan kedua yaitu Minahasa
mengkaji tingkat kerentanan bencana longsor .
terhadap pemanfaatan lahan, maka tahapan ❖ Sebelah Timur dengan Kabupaten
analisis yang dilakukan sebagai berikut: Minahasa
a. Setelah mendapatkan peta .
tingkatan rentan bencana longsor ❖ Sebelah Selatan dengan Kabupaten
selanjutnya Minahasa
dilakukan lagi overlay peta .
rentanan ❖ Sebelah Barat dengan Kabupaten
longsor tersebut dengan peta Minahasa
penggunaan lahan yang sudah didapat .
sebelumnya.
b. Hasil overlay peta kerentanan
longsor dan peta penggunaan
lahan akan
menghasilkan enam klasifikasi daerah
rentan longsor
berdasarkan
penggunaan lahan yaitu terbangun
/
rendah, terbangun / sedang,
terbangun
/ tinggi, tidak terbangun / rendah, Gambar 2 Peta Administrasi Kecamatan
tidak terbangun sedang, dan tidak Tomohon
terbangun Utara
yakni variable kemiringan lereng, curah
hujan, jenis tanah, penggunaan lahan dan
HASIL DAN geologi.
ANALISIS Analisis Daerah a. Curah
Rentan Longsor Hujan
Untuk mengetahui tingat kerentanan Dalam peta curah hujan Tomohon
longsor di wilayah Kecamatan Tomohon Utara Utara, diketahui bahwa daerahnya di
dilakukan proses overlay peta.
klasifikasikan kedalam satu daerah hujan
Dimana
yakni curah hujan
nantinya akan menghasilkan tiga tingkat
3001-4000 mm pertahun. Untuk
kerentanan yaitu tingkat kerentanan
skor intesitas curah hujannya diberi
tinggi,
skor 12.
tingkat kerentanan sedang dan tingkat
Berikut ini adalah tampilan attribute
kerentanan rendah. Dalam proses overlay
table dari data curah hujan setelah
dilakukan proses skoring. Yang
diolah
dilakukan
dengan proses perhintungan perkalian antara menggunakan bantuan aplikasi SIG:
nilai bobot dan skor pada setiap variable
yang
digunakan dalam penentuan kelas kerawanan
longsor. Adapun variable yang diberi
skoring
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 720
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
c. Penggunaan Lahan
Tabel 8 Skor Penggunaan Lahan Tomohon
Utara
No Jenis Penggunaan Skor
Lahan
1 Hutan lahan kering 25
primer, Pertanian
Gambar 3 Data Attribute Table Curah Hujan lahan kering
b. Jenis 2 Hutan lahan kering 10
Tanah sekunder / bekas
Tabel 7 Skor Jenis tanah di Tomohon Utara tebangan
No Jenis Tanah Skor 3 Lahan terbuka, 30
Permukiman /
1. Latosol 6 Lahan terbangun
2. Andosol 12 Sumber: Olah data dari Peta Jenis Tanah RTRW
Sumber: Olah data dari Peta Kemiringan Lereng RTRW Sulawesi
Sulawesi Utara Utara
Berikut ini adalah tampilan attribute table Berikut ini adalah tampilan attribute
dari data jenis tanah setelah table dari data Penggunaan Lahan setelah
diolah menggunakan bantuan aplikasi SIG: diolah menggunakan bantuan aplikasi SIG:
Dari proses skoring diatas, maka Kakaskasen tiga 38.03 386.52 2.2 426.75
diperoleh klasifikasi tingkat kerawanan Kakaskasen 9.67 266.5 2.1 278.27
longsor dengan nilai terendah dan tertinggi Dua
seperti pada metode sebelumnya. Kakaskasen 7.55 292.6 24.67 324.82
Satu
Setelah proses skoring selesai dilakukan,
Kinilow Satu 6.99 299.3 49.12 355.41
kemudian masuk pada tahap overlay
(tumpang susun) lima peta parameter longsor Kinilow 8.91 321.87 62.84 393.62
yang bertujuan untuk mendapatkan peta Tinoor Dua 144.59 326.28 77.76 548.63
tingkat kerentanan longsor di Tomohon Utara Tinoor Satu 181.14 358.74 75.44 615.32
berdasarkan klasifikasi tingkat kerentanan
longsor. Ilustrasi proses overlay peta dapat Total (Ha) 633.99 3091.13 509.65 4234.77
dilihat pada Gambar Presentase (%) 14.97% 73.00% 12.03% 100%
5.15 berikut ini: Sumber: Hasil Analisis (2019)