Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Spasial Vol 6. No.

3, 2019
ISSN 2442-3262
KAJIAN KERENTANAN FISIK BENCANA LONGSOR DI KECAMATAN
TOMOHON UTARA
Renhard Haribulan1, Pierre H. Gosal 2, dan Hendriek H. Karongkong3
1
Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi Manado
2&3
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado

E-mail : haribulanrenhard@gmail.com
Abstrak
Keberadaan negara Indonesia di garis katulistiwa menjadikannya memeliki iklim tropis dengan curah
hujan yang tinggi, akibatnya negara ini menjadi sangat rentan terhadap bencana banjir dan longsor.
Kerentanan tanah longsor sering terjadi pada kondisi lereng curam, adanya bidang luncur (kedap air)
di lapisan bawah permukaan tanah dan terdapat tanah di atas lapisan kedap jenuh air. Terdapat 2
variabel/faktor penentu kerentanan longsor yaitu faktor alami dan faktor manajemen seperti tragedi
bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Tomohon Utara pada awal 2014, mengingat Kecamatan
Tomohon Utara sendiri hampir semua berada di daerah perbukitan hal ini yang membuat daerahnya
begitu rentan terhadap bencana longsor. penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat kerentanan
bencana longsor dan mengkaji tingkat kerentanan longsor terhadap lahan terbangun pemukiman
Kecamatan Tomohon Utara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
dan superimpose (overlay), data-data fisik dasar yang berkaitan dengan kerentanan bencana longsor
kemudian di overlay lagi dengan peta lahan terbangun dan tidak terbangun sehingga dapat
menetepkan kawasan – kawasan rentan longsor di kawasan lahan terbangun pemukiman. Hasil studi
di ketahui bahwa seluas 628,14 Ha atau 14,8% dari luas Kecamatan Tomohon Utara berada di tingkat
kerentanan tinggi dan seluas 118,48 Ha atau 2,8% termasuk kedalam klasifikasi lahan terbangun
tingkat kerentanan longsor tinggi yang artinya hampir sebagian besar daerah pemukiman yang berada
di Kecamatan Tomohon Utara berada di daerah rentan longsor.

Kata kunci: bencana, rentan longsor, Kecamatan Tomohon Utara, Sistem Informasi Geografis
PENDAHULUAN Bencana longsor ini juga adalah suatu
Bencana alam menjadi permasalahan yang peristiwa alam yang pada saat ini frekuensi
terjadi disetiap negara di bumi ini, seperti yang kejadiannya semakin meningkat dan sering
terjadi di negara Indonesia. Letak geografis terjadi setiap tahunnya. Kejadian bencana
dan bentang alam menjadi sala satu faktor tanah longsor yang terjadi beberapa tahun
yang membedakan jenis bencana yang terjadi. belakangan ini menyebabkan dampak kerugian
Letak Indonesia yang berada di pertemuan dua yang besar terutama pada aspek infrastruktur.
lempeng, benua menjadikan Indonesia sangat Tragedi bencana banjir pada awal tahun 2014
rentan terhadap bencana gempa dan tsunami. tepatnya pada bulan Januari yang telah
Keberadaan negara Indonesia di garis melanda sebagian besar Provinsi Sulawesi
katulistiwa menjadikan Indonesia memiliki Utara terlebih khusus Kota Manado masih
iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi, menyisahkan duka yang mendalam dan juga
akibatnya negera ini menjadi sangat rentan kerugian yang sangat besar. Bencana ini juga
terhadap bencana banjir dan longsor. berdampak pada aktifitas yang terhenti karena
Kerentanan tanah longsor menurut Paimin, jalan raya Manado- Tomohon khususnya di
Sukresno dan Pramono (2009) terjadi pada Desa Tinoor Kecamatan Tomohon Utara yang
kondisi lereng curam, adanya bidang luncur terputus akibat tanah longsor. Berdasarkan
(kedap air) di lapisan bawa permukaan tanah, data yang didapat dari Badan Penanggulangan
dan terdapat air tanah diatas lapisan kedap Bencana Daerah ada 9 rumah yang mengalami
jenuh air. Paimin juga menambahkan terdapat kerusakan berat dan ada 9 korban yang
2 variabel/faktor penentu kerentanan longsor, meninggal. Mengingat Kecamatan Tomohon
yaitu faktor alami dan faktor manajemen. Utara sendiri hampir semua daerahnya berada
diperbukitan sehingga membuat daerah ini
begitu rentan terhadap bencana longsor. Selain
faktor alam seperti hujan, faktor manajamen
juga menjadi hal yang harus di perhitungkan.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 714
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
Kecamatan Tomohon Utara terdiri atas 10 air. Selain itu, paimin et al, (2009) juga
kelurahan. Dari 10 kelurahan ini 2 di antaranya menambahkan dua variable/faktor penentu
yaitu kelurahan Tinoor 1 dan kelurahan Tinoor kerentanan longsor, yaitu: Faktor alami dan
2 memiliki topografi/bentang alam berbukit faktor manajemen. Faktor alami diantaranya:
yang kemiringan lerengnya hampir mendekati 1) curah hujan harian kumulatif 3 hari
40% dan memiliki jenis tanah sangat rentan berturutan, 2) kemiringan lahan, 3)
terhadap bencana, terutama bencana longsor. geologi/batuan, 4) keberadaan sesar/
patahan/gawir, 5) kedalaman tanah sampai
Bencana longsor bukanlah sesuatu hal lapisan kedap; sedangkan dari social
yang sama sekali tidak dapat dihindari atau manajemen diantaranya: 1) penggunaan lahan,
paling tidak diminalisir dampaknya. Sala satu 2) infrastruktur, 3) kepadatan permukiman.
cara untuk mengukur kerentanan Bahaya
longsor ini yaitu dengan memanfaatkan Bencana Longsor
teknologi Sistem Informasi Geografis. Dengan Bencana Longsor Ada beberapa istilah
menggunakan alat ini dapat lebih yang dikenal untuk menyebut ”longsoran”
mempermudah dalam menganalisis serta yaitu: gerak tanah (mass wasting), longsor
menentukan tingkat kerentanan bahaya longsor tanah/ longsor lahan, tanah longsor, slides,
yang ada di Kecamatan Tomohon Utara. sliding, dan slipping. Bencana longsor
menurut Muta’ali (2013:228) merupakan salah
TINJAUAN PUSTAKA satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
Kerentanan ataupun percampuran keduanya, menuruni
Kerentanan adalah suatu keadaan atau keluar lereng akibat dari terganggunya
penurunan ketahanan akibat pengaruh kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng
eksternal yang mengancam kehidupan, mata tersebut. Longsoran (slide) menurut
pencaharian, sumber daya alam, infastruktur, Hardiyatmo (2013:19) adalah gerakan material
produktifitas ekonomi dan kesejahteraan. pembentuk lereng yang diakibatkan oleh
Hubungan antara bencana dan kerentanaan terjadinya keruntuhan geser di sepanjang satu
menghasilkan suatu kondisi resiko, apabila atau lebih bidang longsor. Pengertian tentang
kondisi tersebut tidak dikelola dengan baik istilah longsor diatas memiliki satu kesamaan
(Wignyosukarto, 2007). yaitu pergerakan massa tanah dalam jumlah
Kerentanan juga sebagai rawan bencana, yang besar. Longsoran tanah atau gerakan
dimana definisinya adalah kondisi atau tanah adalah proses perpindahan masa/batuan
karakteristik geologi, biologis, hidrologis, akibat gaya berat (gravitasi). Longsoran tanah
klimatologis, geografis, social, budaya, politik, telah lama menjadi perhatian ahli geologi
ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah karena dampaknya banyak menimbulkan
untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi korban jiwa maupun kerugian harta benda.
kemampuan mencegah, meredam, mencapai Tidak jarang bangunan yang dibangun
kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk disekitar perbukitan kurang memperhatikan
menangani dampak buruk bahaya tertentu. masalah kestabilan lereng, struktur batuan, dan
proses-proses geologi yang terjadi di kawasan
Kerentanan Tanah Longsor tersebut sehingga secara tidak sadar potensi
Kerentanan tanah longsor bahaya longsoran tanah setiap saat
menggambarkan keadaan kecenderungan mengancam jiwa.
lereng alami atau potensi suatu medan untuk
terjadinya gerakan massa atau ketidak Penyebab Tanah Longsor
seimbangan yang dibentuk oleh lingkungan Bencana tanah longsor terjadi karena
fisik maupun non fisik. Kerentanan tanah beberapa faktor. Menurut Hardiyatmo, H. C
longsor menurut Paimin, Sukresno dan (2006) banyak faktor semacam kondisi-kondisi
Pramono (2009) terjadi pada kondisi: 1) lereng
geologi dan hidrologi, topografi, iklim dan
curam, 2) adanya bidang luncur (kedap air) di
perubahan cuaca dapat mempengaruhi
lapisan bawah permukaan tanah, dan 3)
terdapat air tanah diatas lapisan kedap jenuh stabilitas lereng yang mengakibatkan
terjadinya longsor. Berikut ini merupakan
beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
tanah longsor:
a. Adanya hujan yang lebat dan dalam

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 715


Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
b. Struktur tanah yang kurang padat
dan c. Struktur batuan yang kurang 3. Pergerakan Pergerakan blok
blok adalah bergeraknya
kuat batuan pada bidang
d. Jenis tata gelincir berbentuk
lahan e. Erosi rata. Longsoran ini
tanah disebut longsoran
f. Terdapat getaran translasi blok batu.
g. Terdapat beban tambahan 4. Runtuhan Runtuhan batu
adalah runtuhnya
h. Air danau dan bendungan yang sejumlah besar
Batu
menyusut i. Terdapat metri timbunan batuan atau material
pada tebing lain bergerak ke
Selain faktor alam, manusia juga bawah dengan cara
menjadi jatuh bebas.
Umumnya terjadi
salah satu penyebab terjadinya bencana pada lereng yang
longsor. Ulah manusia yang tidak terjal hingga
bersahabat dengan alam merupakan faktor menggantung.
penyebab longsor hal ini antara lain: 5. Rayapan Rayapan tanah
a. Pemotongan tebing pada adalah jenis gerakan
penambangan batu dilereng yang Tanah tanah yang bergerak
lambat. Jenis
terjal. gerakan tanah ini
b. Penimbunan tanah urugan di hampir tidak dapat
daerah dikenali. Rayapan
ler tanah ini bisa
menyebabkan tiang
en telepon, pohon, dan
g. rumah miring.
c. Kegagalan struktur dinding 6. Aliran Gerakan tanah ini
penahan tanah. Bahan terjadi karena massa
d. Penggundulan hutan. Rombakan tanah bergerak
e. Budidaya kolam ikan diatas lereng. didorong oleh air.
f. Sistem pertanian yang Kecepatan aliran
dipengaruhi
tidak memperhatikan irigasi yang kemiringan lereng,
aman. volume dan tekanan
g. Pengembangan wilayah yang air, serta jenis
tidak materialnya.
diimbangi dengan kesadaran Gerakannya terjadi
di sepanjang lembah
masyarakat, sehingga RUTR tidak dan mampu
ditaati yang akhirnya merugikan mencapai ribuan
sendiri. meter.
h. Sistem drainase daerah lereng yang Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan
tidak baik. Umum
No.22/Prt/M/2007 dengan modifikasi
penulis
Jenis Tanah
Longsor Parameter-parameter Bencana
Jenis longsoran translasi dan rotasi Longsor
paling banyak terjadi di Indonesia. 1. Jenis
Sedangkan longsoran yang paling Tanah
banyak memakan korban jiwa manusia Untuk parameter jenis tanah atau
adalah aliran bahan rombakan. Untuk lebih erodibilitas (tingkat kepekaan tanah
jelasnya dilihat pada Tabel 1 berikut ini: terhadap erosi) dikelompokkan menjadi
No.
Jenis Tabel
Sketsa 1 Jenis Keterangan empat yaitu tinggi, sedang, rendah dan
Longoran Longsoran sangat rendah. Erodibilitas tanah
1. Longsoran Longsoran translasi diklasifikasikan menjadi empat yaitu
translasi adalah bergeraknya erodibilitas tinggi mencakup jenis tanah
massa tanah dan
batuan pada bidang podsolik, andosol, erosibilitas sedang
gelincir berbentuk seperti grumosol, mediteran, dan brown
rata atau forest, erodibilitas rendah mencakup jenis
menggelombang tanah latosol, erodibilitas sangat rendah
landai.
2. Longsoran
Jurnal Perencanaan Wilayah Longsoran
dan Kota rotasi 716
rotasi adalah bergeraknya
massa tanah dan
batuan pada bidang
gelincir berbentuk
cekung.
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
jenis tanah aluvial. Klasifikasi pembobotan jenis tanah dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2 Klasifikasi Tabel 4 Klasifikasi


Pembobotan Pembobotan
Parameter Jenis Parameter Curah
Tanah Hujan
Curah Hujan
No. Kate
Jenis (mm/Tahun)
No. Kategori Skor
Tanah
Curah Hujan San
1.
Podsolik, Tinggi / Sangat Peka Tahunan 3000 – 4000 Tin
1. 12
Andosol Terhadap Erosi Curah Hujan
2. Tin
Grumosol, Tahunan 2500 – 3000
Brown Sedang / Cukup Peka Curah Hujan
2. 9 3. Sed
Forest, Terhadap Erosi Tahunan 2000 – 2500
Mediteran
Curah Hujan
Rendah / Tidak Peka 4. Ren
3. Latosol 6 Tahunan 1000 – 2000
Terhadap Erosi
Sangat Rendah / Tidak
4. Aluvial 3 Sumber: Permen PU No. 22 Tahun 2007 dengan
Peka Terhadap Erosi
modifikasi
Sumber: Permen PU No. 22 Tahun 2007 dengan modifikasi penul
penulis is

2. Penggunaan Lahan
4.
Klasifikasi jenis penggunaan lahan
dalam kaitannya dengan ancaman Kelerengan
tanah Kemiringan lereng mempunyai
longsor dapat dilihat pada tabel 2.3. pengaruh besar terhadap kejadian
Tabel 3 Klasifikasi longsor lahan. Semakin miring lereng suatu
Pembobotan tempat maka daerah tersebut semakin
Parameter Penggunaan Lahan berpotensi terhadap terjadinya longsor lahan.
No. Penggunaan Lahan Skor Lereng diukur kemiringannya dengan
1. Tanah Terbuka / Permukiman 30 menggunakan Abney Level. Kemiringan
lereng umumnya dinyatakan dalam (%) yang
2. Perkebunan Lahan Kering 25
merupakan tangen dan derajat kemiringan
3. Perkebunan Lahan Kering dan tersebut. Lereng atau tebing yang terjal akan
Semak 20
memperbesar gaya pendorong terhadap
4. Semak Belukar 15 gerakan tanah. Lereng yang terjal terbentuk
5. Hutan Sekunder 10 karena pengikisan air sungai, mata air, air
6. Hutan Rapat 5 laut, dan angin. Pada dasarnya daerah
perbukitan atau pegunungan yang membentuk
7. Tubuh Air 0
lahan miring merupakan daerah rawan
Sumber: Permen PU No. 22 Tahun 2007 dengan terjadi gerakan tanah. Kelerengan dengan
modifikasi penulis
kemiringan lebih dari 25-
40% (atau lebih dari 40%) memiliki potensi
3. Curah Hujan
untuk bergerak atau longsor, namun tidak
Curah hujan akan meningkatkan
selalu lereng atau lahan yang miring punya
presepitasi dan kejenuhan tanah serta naiknya
potensi untuk longsor tergantung dari kondisi
muka air tanah. Jika hal ini terjadi pada lereng
geologi yang bekerja pada lereng tersebut.
dengan material penyusun (tanah dan atau
Pembobotan kelerengan dapat dilihat pada
batuan) yang lemah maka akan menyebabkan
tabel 2.5.
berkurangnya kuat geser tanah/batuan dan
Tabel 5 Klasifikasi Pembobotan
menambah berat massa tanah. Hujan juga
Parameter
dapat menyebabkan terjadinya aliran
Kelerengan
permukaan yang dapat menyebabkan
No. Kemiringan Lereng (%) Kategori Skor
terjadinya erosi pada kaki lereng dan
berpotensi menambah besaran sudut Sangat
1. Kemiringan lereng 41 - 60 30
Curam
kelerengan yang akan berpotensi
menyebabkan longsor.Adapun klasifikasi 2. Kemiringan lereng 26 - 40 Curam 25
pembobotan curah hujan dapat dilihat pada Agak
3. Kemiringan lereng 16 - 25 20
tabel 2.4. Curam
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 4. Kemiringan lereng 9 - 15 Landai 717
15
5. Kemiringan lereng 2 – 8 10
Datar
6. Kemiringan lereng < 2 5
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
5. Tipologi Kawasan Rawan Bencana Longsor
Geologi Kawasan rawan bencana longsor
Geologi juga sangat dibedakan atas zona-zona berdasarkan
berpengaruh besar terhadap kejadian karakter dan kondisi fisik alaminya
longsor. Semakin sehingga pada setiap zona akan berbeda
lunak susunan struktur batuan dalam penentuan struktur ruang dan pola
yang ruangnya serta jenis dan intensitas
terkandung di dalam maka semakin mudah kegiatan yang dibolehkan, dibolehkan
terjadi longsor pada suatu lereng sebaliknya. dengan persyaratan, atau yang
Adapun klasifikasi pembobotan geologi dilarangnya. Zona berpotensi longsor
dapat dilihat pada tabel 2.5. adalah daerah/kawasan yang rawan terhadap
Tabel 6 Klasifikasi Pembobotan bencana longsor dengan kondisi terrain dan
Parameter kondisi geologi yang sangat peka terhadap
Geologi gangguan luar, baik yang bersifat alami
maupun aktifitas manusia sebagai faktor
No. Kemiringan Lereng (%) Kategori Skor
pemicu gerakan tanah, sehingga berpotensi
Lereng yang tersusun oleh
terjadinya longsor. Berdasarkan
batuan dengan bidang
hidrogeomorfologinya dibedakan menjadi
diskontinuitas atau
struktur retakan/ kekar
tiga tipe zona (sebagaimana
1.
pada batuan, misalnya
Tinggi 15 diilustrasikan pada Gambar 2.1)
perlapisan batu lempung, sebagai
batu lanau, serpih, napak berikut:
dan tuf
Lereng tersusun dari
batuan dengan bidang
diskontinuitas atau ada
2. Sedang 10
struktur retakan/kekar, tapi
perlapisan tidak miring
kearah luar lereng
Lereng tidak tersusun oleh
batuan dengan bidang
3. Rendah 5
diskontinuitas atau ada
struktur retakan/sesar Gambar 1 Tipologi Kawasan Rawan Bencana Longsor
Sumber: Permen PU No. 22 Tahun 2007 dengan modifikasi Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan
penulis Umum
No.22/Prt/M/200
7
Pembuatan nilai interval a. Zona Tipe A
kelas Zona berpotensi longsor pada
kerawanan longsor bertujuan daerah lereng gunung, lereng
untuk membedakan kelas kerawanan longsor pegunungan, lereng
antara bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai
yang satu dengan yang lain. Rumus dengan kemiringan lereng lebih dari
yang 40%, dengan ketinggian di atas 2000
digunakan untuk membuat kelas meter di
interval adalah:
atas permukaan laut.
𝑋��−𝑋𝑟
Ki = b. Zona Tipe B
Zona berpotensi longsor pada
Keterangan: 𝑘
daerah kaki gunung, kaki pegunungan,
kaki bukit,
Ki : Kelas interval maksimum dan nilai minimum tiap satuan
Xt : Data tertinggi pemetaan, kelas interval didapatkan dengan
Xr : Data terendah cara mencari selisih antara data tertinggi
k :Jumlah kelas yang diinginkan dengan data terendah dan dibagi dengan
Nilai interval ditentukan jumlah kelas yang diinginkan
dengan pendekatan relative dengan cara
melihat nilai

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 718


Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan Zona berpotensi longsor pada
kemiringan lereng berkisar antara daerah dataran tinggi, dataran rendah,
21% dataran,
sampai dengan 40%, dengan tebing sungai, atau lembah sungai
ketinggian dengan
500 meter sampai dengan 2000 meter kemiringan lereng berkisar antara 0%
di atas permukaan laut. sampai dengan 20%, dengan ketinggian 0
c. Zona Tipe C sampai dengan 500 meter di atas
permukaan laut.
a. Mencari parameter bencana longsor
Sistem Informasi Geografis untuk menentukan tingkat kerentanan
(SIG) longsor.
Sistem Informasi Geografis atau b. Mengumpulkan data / peta Kecamatan
Geografic Information System adalah suatu Tomohon Uatara sesuai kebutuhan
alat (system) berdasarkan komputer yang parameter bencana longsor (peta
mempunyai kemampuan untuk penggunaan lahan, peta jenis tanah,
menyimpan atau mengelola, mengolah atau peta curah hujan, peta kemiringan
menganalisis dan menyajikan informasi. lereng dan geologi).
Sistem Informasi Geografis mencakup c. Sebelum dilakukan proses overlay
penanganan data yang bereferensi geografi peta menggunakan aplikasi SIG
yang mencakup pemasukan, manajemen data terlebih dahulu dilakukan proses
(penyimpanan data dan pemanggilan),
manipulasi dan analisis, dan pengembangan
produk dan pencetakan yang didukung oleh
pemakai dan organisasinya serta data yang
digunakan. Sistem Informasi Geografis mulai
berkembang sejak akhir tahun 1980-an. Untuk
penggunaan dan aplikasi Sistem Informasi
Geografis pada saat ini dan di masa depan,
tiga komponen diatas secara umum masih
tetap mendominasi kegiatan utama Sistem
Informasi Geografis.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif.
Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Analisis
superimpose (overlay). Overlay adalah
prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem
Informasi Geografis). Overlay yaitu
kemampuan untuk menempatkan grafis satu
peta diatas grafis peta yang lain dan
menampilkan hasilnya di layar komputer atau
pada plot. Secara singkatnya, overlay
menampalkan suatu peta digital pada peta
digital yang lain beserta atribut-atributnya dan
menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta
tersebut.
1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu
menentukan tingkat kerentanan
longsor
berdasarkan bentang alam di
Kecamatan
Tomohon Utara, maka tahapan analisis yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 719
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
tinggi
skoring sesuai parameter yang sudah .
ada, dan kemudian dioverlay untuk
menghasilkan peta kerentanan GAMBARAN UMUM LOKASI
longsor. PENELITIAN
d. Setelah itu didapatkan peta Lokasi penelitian berada di Kecamatan
rentan longsor yang terbagi Tomohon Utara, Kota Tomohon, Provinsi
dalam tiga Sulawesi Utara. Kecamatan Tomohon Utara
tingkat kerentanan rendah, sedang, memiliki 10 Kelurahan.
dan Dengan batas administrasi
tinggi sebagai berikut:
. ❖ Sebelah Utara dengan Kabupaten
2. Untuk menjawab tujuan kedua yaitu Minahasa
mengkaji tingkat kerentanan bencana longsor .
terhadap pemanfaatan lahan, maka tahapan ❖ Sebelah Timur dengan Kabupaten
analisis yang dilakukan sebagai berikut: Minahasa
a. Setelah mendapatkan peta .
tingkatan rentan bencana longsor ❖ Sebelah Selatan dengan Kabupaten
selanjutnya Minahasa
dilakukan lagi overlay peta .
rentanan ❖ Sebelah Barat dengan Kabupaten
longsor tersebut dengan peta Minahasa
penggunaan lahan yang sudah didapat .
sebelumnya.
b. Hasil overlay peta kerentanan
longsor dan peta penggunaan
lahan akan
menghasilkan enam klasifikasi daerah
rentan longsor
berdasarkan
penggunaan lahan yaitu terbangun
/
rendah, terbangun / sedang,
terbangun
/ tinggi, tidak terbangun / rendah, Gambar 2 Peta Administrasi Kecamatan
tidak terbangun sedang, dan tidak Tomohon
terbangun Utara
yakni variable kemiringan lereng, curah
hujan, jenis tanah, penggunaan lahan dan
HASIL DAN geologi.
ANALISIS Analisis Daerah a. Curah
Rentan Longsor Hujan
Untuk mengetahui tingat kerentanan Dalam peta curah hujan Tomohon
longsor di wilayah Kecamatan Tomohon Utara Utara, diketahui bahwa daerahnya di
dilakukan proses overlay peta.
klasifikasikan kedalam satu daerah hujan
Dimana
yakni curah hujan
nantinya akan menghasilkan tiga tingkat
3001-4000 mm pertahun. Untuk
kerentanan yaitu tingkat kerentanan
skor intesitas curah hujannya diberi
tinggi,
skor 12.
tingkat kerentanan sedang dan tingkat
Berikut ini adalah tampilan attribute
kerentanan rendah. Dalam proses overlay
table dari data curah hujan setelah
dilakukan proses skoring. Yang
diolah
dilakukan
dengan proses perhintungan perkalian antara menggunakan bantuan aplikasi SIG:
nilai bobot dan skor pada setiap variable
yang
digunakan dalam penentuan kelas kerawanan
longsor. Adapun variable yang diberi
skoring
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 720
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
c. Penggunaan Lahan
Tabel 8 Skor Penggunaan Lahan Tomohon
Utara
No Jenis Penggunaan Skor
Lahan
1 Hutan lahan kering 25
primer, Pertanian
Gambar 3 Data Attribute Table Curah Hujan lahan kering
b. Jenis 2 Hutan lahan kering 10
Tanah sekunder / bekas
Tabel 7 Skor Jenis tanah di Tomohon Utara tebangan
No Jenis Tanah Skor 3 Lahan terbuka, 30
Permukiman /
1. Latosol 6 Lahan terbangun
2. Andosol 12 Sumber: Olah data dari Peta Jenis Tanah RTRW
Sumber: Olah data dari Peta Kemiringan Lereng RTRW Sulawesi
Sulawesi Utara Utara
Berikut ini adalah tampilan attribute table Berikut ini adalah tampilan attribute
dari data jenis tanah setelah table dari data Penggunaan Lahan setelah
diolah menggunakan bantuan aplikasi SIG: diolah menggunakan bantuan aplikasi SIG:

Gambar 4 Data Attribute Table Jenis Tanah

Gambar 5 Data Attribute Table Penggunaan Lahan


d.
Geologi
Dalam peta Geologi Tomohon Utara,
diketahui bahwa daerahnya di klasifikasikan
dalam 1 jenis batuan yakni jenis batuan
gunung api muda yang diberikan kode Qv.
Untuk skor jenis batuan gunung api di
berikan skor 5. Berikut ini adalah tampilan
attribute table dari data penggunaan
lahan
setelah diolah menggunakan bantuan
aplikasi SIG:

Gambar 6 Data Attribute Table Geologi


Utara
e. Kemiringan Lereng
Tabel 9 Skor Kemiringan Lereng Tomohon
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 721
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
Kelas Lereng Skor
ISSN
No.2442-3262
(%)
1. 0-8 10
2. 8-15 15
3. 15-25 20
4. 25-40 25
5. >40 30
Sumber: Olah data dari Peta Kemiringan Lereng RTRW
Sulawesi Utara
Berikut ini adalah tampilan attribute table
Gambar 8 Ilustrasi Overlay Rentan
dari data penggunaan lahan setelah Longsor
diolah menggunakan bantuan aplikasi SIG:
Berdasarkan hasil analisis diatas dengan
menggunakan Sistem Informasi Geografis,
maka diperoleh data Kecamatan Tomohon
Utara dengan tingkat kerawanan longsor yang
dibagi kedalam tiga tingkat kerentanan yang
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 10 Luasan Tingkat Kerentanan
Longsor
Dirinci Per Kelurahan di Kecamatan
Tomohon
Utar
a
Tingkat Kerentanan (Ha)
Kelurahan Total
Tingi Sedang Rendah
Kayawu 116.58 340.55 180.72 637.85
Wailan 88.2 321.33 31.3 440.83
Gambar 7 Data Attribute Table Kelerengan Kakaskasen 32.33 177.44 3.5 213.27

Dari proses skoring diatas, maka Kakaskasen tiga 38.03 386.52 2.2 426.75
diperoleh klasifikasi tingkat kerawanan Kakaskasen 9.67 266.5 2.1 278.27
longsor dengan nilai terendah dan tertinggi Dua
seperti pada metode sebelumnya. Kakaskasen 7.55 292.6 24.67 324.82
Satu
Setelah proses skoring selesai dilakukan,
Kinilow Satu 6.99 299.3 49.12 355.41
kemudian masuk pada tahap overlay
(tumpang susun) lima peta parameter longsor Kinilow 8.91 321.87 62.84 393.62
yang bertujuan untuk mendapatkan peta Tinoor Dua 144.59 326.28 77.76 548.63
tingkat kerentanan longsor di Tomohon Utara Tinoor Satu 181.14 358.74 75.44 615.32
berdasarkan klasifikasi tingkat kerentanan
longsor. Ilustrasi proses overlay peta dapat Total (Ha) 633.99 3091.13 509.65 4234.77
dilihat pada Gambar Presentase (%) 14.97% 73.00% 12.03% 100%
5.15 berikut ini: Sumber: Hasil Analisis (2019)

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 722


Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
Gambar 9 Peta Kerentanan Longsor di Tomohon
Kec. Utara
Untuk lebih jelas dalam mengetahui
klasifikasi daerah rentan longsor berdasarkan
Analisis Potensi Kerentanan Longsor pemanfaatn lahan Tomohon Utara, maka lebih
Berdasarkan Penggunaan Lahan dan jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Pembagian Tiap Kelurahan
Untuk mengetahui potensi bencana
longsor berdasarkan Penggunaan Lahan
Kecamatan Tomohon Utara dan tiap
Kelurahan maka dilakukan proses Overlay
atau tumpang susun peta dari peta-peta yang
sudah dihasilkan atau dibahas sebelumnya,
yaitu peta Penggunaan Lahan/Penggunaan
Lahan (dapat dilihat pada gambar 5.5), Peta
Kerentanan Bencana Longsor Tomohon Utara
(dapat dilihat pada gambar 5.18) dan Peta
Administrasi Kecamatan Tomohon Utara
(dapat dilihat pada gambar 3.1) yang akan
menghasilkan peta Kerentanan Bencana
Longsor Berdasarkan Penggunaan Lahan.
Dimana nantinya akan nampak daerah
terbangun dan tidak terbangun yang berada
pada tingkat kerentanan tinggi, tingkat
kerentanan sedang dan tingkat kerentanan
rendah pada tiap Kelurahan/Desa.

Gambar 10 Ilustrasi Overlay Peta Rentan


Longsor
Berdasarkan Penggunaan
Lahan
Dari hasil analisis (overlay) Peta Rentan
Longsor dengan Peta Penggunaan Lahan
menghasilkan 3 klasifikasi rentan longsor
berdasarkan Penggunaan Lahan yaitu:
1. Terbangun / Rendah
Terbangun / Rendah adalah daerah
dengan kondisi Lahan Terbangun dengan
Tingkat Kerentanan Longsor Rendah.
2. Terbangun / Sedang
Terbangun / Sedang adalah daerah
dengan kondisi Lahan Terbangun dengan
Tingkat
Kerentanan Longsor
Sedang.
3. Terbangun / Tinggi
Terbangun / Tinggi adalah daerah dengan
kondisi Lahan Terbangun dengan Tingkat
Kerentanan Longsor Tinggi.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 723


Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
Pemanfaatan Lahan di Kec. Tomohon Utara
Tabel 11 Rentan Longsor
Berdasarkan KESIMPULAN DAN
Penggunaan Lahan Kec. Tomohon Utara SARAN Kesimpulan
No
Berdasarkan Klasifikasi
penelitian Luasini, Presentase
maka
(Ha) (%)
disimpulkan:
1 Terbangun / Rendah 0 0
1. Hasil analisis overlay potensi tingkat
kerentanan
2 longsor 217.38
Terbangun / Sedang dengan 5.14 5
parameter
3 Terbangun / Tinggi
longsor (penggunaan 118.48 lahan, 2.8
jenis
tanah,
4 Tidak Terbangun / 498.61 11.77
kelerengan, Rendahgeologi dan curah hujan)
5 Tidak Terbangun
menghasilkan /
3 klasifikasi tingkat kerentanan
2890.65 68.25
Sedang
yakni tingkat kerentanan longsor tinggi
6 Tidak Terbangun / 509.65 12.04
seluas Tinggi
633.99 HaTotal atau 14.97%, 4234.77
tingkat kerentanan
100
Sumber: Overlay Peta Penggunaan Lahan dengan longsor sedang seluas 3091.13 Ha atau 73%,
Peta dan tingkat kerentanan longsor rendah
Kerentanan menggunakan seluas
SIG 509.65 Ha atau 12.03% dari luas total
wilayah
Kecamatan Tomohon
Utara.
2. Hasil analisis overlay potensi tingkat
kerentanan longsor dengan 5 parameter
longsor (penggunaan lahan, jenis tanah,
kelerengan, geologi dan curah hujan)
berdasarkan peta panggunaan lahan yaitu
daerah rentan longsor menghasilkan 6
klasifikasi tingkat kerentanan yakni
terbangun
/ rendah, terbangun / sedang, terbangun
/
Gambar 11 Peta Kerentanan Longsor tinggi, tidak terbangun / rendah,
Berdasarkan
tidak
Saran yang dapat diberikan berdasarkan
terbangun / sedang dan tidak terbangun / penelitian ini adalah sebagai berikut:
tinggi. Dari klasifikasi terbangun / rendah
tidak ada, terbangun / sedang memiliki 1. Pada penelitian ini terbatas pada
luas penggunaan 5 variabel belum di
217,38 Ha atau 5,14%, terbangun / tinggi tambahkan beberapa variabel lain, di
memiliki luas 118,48 Ha atau 2,8% dari harapkan pada penelitian selanjutnya
luas dapat ditambahkan variabel-variabel yag
Kecamatan Tomohon Utara. Dari belum di tambahkan.
klasifikasi 2. Pemerintah perlu mengatur kembali
tidak terbangun / rendah memiliki luas pengendalian tata ruang berbasis potensi
498,61 longsor di Kecamatan Tomohon Utara.
Ha atau 11,77%, tidak terbangun / sedang 3. Penggun¬aan lahan terbangun pada
memiliki luas 2890,65 Ha atau 68,25% dan daerah rentan longsor harus dibatasi atau
tidak terbangun / tinggi memiliki luas bahkan dipindahkan agar tidak terjadi
509,65 perluasan atau penambahan lahan
Ha atau 12,4% dari luas Kecamatan
terbangun pada daerah rentan longsor.
Tomohon
4. Wilayah pemukiman di Kecamatan
Uatara
. Tomohon Uatara terutama pada Desa
Tinoor satu, Tinoor dua, Kinilow,
Kinilow satu, Kakaskasen dua,
Sara Kakaskasen Tiga, Kakaskasen, Wailan
n dan Kayawu Pemerintah perlu
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 724
Jurnal Spasial Vol 6. No. 3, 2019
ISSN 2442-3262
mempertimbangkan kembali penempatan
daerah pemukiman. Dimana hampir Anonimous. RTRW Kota Tomohon Tahun
semua pemukiman pada 2013-2033.
Desa/Kelurahan di Kecamatan Anonimous, Materi. 2015. 10 Jenis/Macam
Tomohon Utara berada pada daerah Bencana Alam di Indonesia dan
rentan longsor. Dunia.Diperoleh l8 Desember 2018.
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, Badan Pusat Statistik. 2018. Kota
Tomohon Dalam Angka.
Anonimous. Pedoman Penataan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Longsor Anonimous, Badan Pusat Statistik. 2018.
Permen PU No.22/Prt/M/2007. Tomohon Utara Dalam Angka.
Anonimous. Peraturan Kepala Badan Anonimus, BNPB. IRBI (Indeks Risiko
Nasional Bencana Indonesia) Tahun 2013.
Penanggulangan Bencana Nomor
02 Anonimus, Undang – undang Republik
Tahun 2012 Tentang “Pedoman Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Umum Penanggulangan Bencana.
Pengkajian Risiko Bencana”.
Anas Sudijono, 1996. Pengantar Evaluasi
Pendidikan, jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. Di akses pada 12 april 2018
Burrough, P.A. Heywood Principles of
Geographical Information Systems for
Land Resources Assessment. Oxford
University Press. 2002

Edi Prahasta. (2005),Sistem


Informasi Geografis: Aplikasi
Pemograman MapInfo,CV. Informatika,
Bandung.

Fina Faizana, Arief Laila Nugraha, Bambang


Darmo Yuwono. 2015. “Pemetaan Risiko
Bencana Tanah Longsor Kota
Semarang”. Universitas Diponegoro.

Firmansyah (1998). Identifikasi Risiko


Bencana Gempa Bumi dan Implikasinya
Terhadap Penataan Ruang di Kotamadya
Daerah Tingkat II Bandung. Tesis :
Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota Institut Teknologi Bandung.

Hardiyatmo, H.C. 2006.Tanah Longsor Dan


Erosi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Ilmu Geografi. 5 Akibat Terjadinya Tanah


Longsor dan Penyebabnya. Diperoleh 18
Desember 2018.

Muta’ali, lutfi, 2013. Penataan Ruang Wilayah


dan Kota. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 725


Mahi, A.K. 2015. Survei Tanah ; Evaluasi dan
Perencanaan Penggunaan Lahan Edisi 2 :
Graha Ilmu.

Paimin, Sukresno dan Irfan budi pramono.


2009. Teknik mitigasi banjir dan

Rudiyanto. 2010. “Analisis Potensi Bahaya


Tanah Longsor Menggunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG)Di Kecamatan
Selo, Kabupaten Boyolali”. Fakultas
Geografi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
tanah longsor. Balikpapan: Tropenbos
internasional Indonesia programe.

Wignyosukarto, 2007 : Kajian Kerentanan di


Kawasan Permukiman Rawan Bencana
Kecamatan Semarang Barat, Kota
Semarang. “Penelitian” Mukhammad
Arief1 dan Bitta Pigawati2

Anda mungkin juga menyukai