Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH FITOTERAPI

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10
Nama Anggota :
1. Alvin Al Farisi
2. Erika Lidya Anggraini
3. Muhammad Nadzir
4. Muhammad Risnanda
5. Norsarida Aryani

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


TAHUN AJARAN (2020/2021)
Pendahuluan
1. Definisi Penyakit
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg
dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh
Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. Hipertensi
merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang
dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat
dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat
dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi
makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh.Hipertensi dapat
mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung
koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi
dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan
bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah
satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular).
(Sudarsono et al., 2017)

2. Patofisiologi Penyakit .
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total resistensi/ tahanan
perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil Cardiac Output didapatkan
melalui perkalian antara stroke volume (volume darah yang dipompa dari ventrikel
jantung) dengan hearth rate (denyut jantung). Sistem otonom dan sirkulasi hormonal
berfungsi untuk mempertahankan pengaturan tahanan perifer. Hipertensi merupakan
suatu abnormalitas dari kedua faktor tersebut yang ditandai dengan adanya
peningkatan curah jantung dan resistensi perifer (Sylvestris, 2017). (Perubahan yang
terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang mengakibatkan retensi
perifer meningkat. (Sylvestris, 2017)
a. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan berasal dalam
pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi perifer.
b. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau hormonal.
c. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang disebabkan oleh
retensi vaskuler perifer.
d. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang menimbulkan
konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah. Tekanan darah yang meningkat
secara terus-menerus pada pasien hipertensi dapat menyebabkan
beban kerja (Şenocak, 2019)

3. Jenis-jenis dan Klasifikasi Hipertensi


Penelitian yang dilakukan The Sevent of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) tekanan darah pada orang dewasa diklasifikasikan menjadi 4
kelompok seperti yang terlihat pada table 1.
Table 1.1 Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
Normal <120 Dan <80
Prahipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥100
Keterangan:
TDS : Tekanan Darah Sistolik
TDD : Tekanan Darah Diastolik

Klasifikasi terkait tekanan darah juga dilakukan oleh World Health Organization
(WHO), dan International Society of Hypertension (ISH). Namun klasifikasi JNC 7
merupakan klasifikasi yang paling umum digunakan (Sylvestris, 2017)
Menurut Noviyanti (2015), terdapat 2 macam golongan hipertensi menurut
penyebabnya. Hipertensi primer disebabkan karena gaya hidup. Sedangkan hipertensi
sekunder disebabkan oleh salah satu organ selain jantung dalam keadaan patologis
(Sylvestris, 2017)

Hipertensi esensial atau primer


Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui, sementara penyebab
sekunder dari hipertensi esensial juga belum ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak
ditemukan penyakit renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta
ras menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial seperti stress, intake
alcohol moderate, merokok, lingkungan dan gaya hidup (Sylvestris, 2017)

Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan pembuluh darah
ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), hiperaldosteronisme, penyakit
parenkimal (Sylvestris, 2017)

4. Faktor penyebab
Hipertensi memiliki beberapa faktor risiko, diantaranya yaitu :
a. Tidak dapat diubah
1) Keturunan, faktor ini tidak bisa diubah. Jika di dalam keluarga pada orangtua atau
saudara memiliki tekanan darah tinggi maka dugaan hipertensi menjadi lebih besar.
Statistik menunjukkan bahwa masalah tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar
identik dibandingkan kembar tidak identik. Selain itu pada sebuah penelitian
menunjukkan bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk masalah tekanan darah
tinggi.
2) Usia, faktor ini tidak bisa diubah. Semakin bertambahnya usia semakin besar pula
resiko untuk menderita tekanan darah tinggi. Hal ini juga berhubungan dengan
regulasi hormon yang berbeda.

b. Dapat diubah
1) Konsumsi garam, terlalu banyak garam (sodium) dapat menyebabkan tubuh menahan
cairan yang meningkatkan tekanan darah.
2) Kolesterol, Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah menyebabkan timbunan
kolesterol pada dinding pembuluh darah,
3) Kafein, Kandungan kafein terbukti meningkatkan tekanan darah. Setiap cangkir kopi
mengandung 75-200 mg kafein, yang berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10
mmHg.
4) Alkohol, alkohol dapat merusak jantung dan juga pembuluh darah. Ini akan
menyebabkan tekanan darah meningkat.
5) Obesitas, Orang dengan berat badan diatas 30% berat badan ideal, memiliki peluang
lebih besar terkena hipertensi.
6) Kurang olahraga, Kurang olahraga dan kurang gerak dapat menyebabkan tekanan
darah meningkat. Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah tinggi namun
tidak dianjurkan olahraga berat.
7) Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil seperti cemas, yang cenderung
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stress telah berlalu maka
tekanan darah akan kembali normal.
8) Kebiasaan merokok, Nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan katekolamin,
katekolamin yang meningkat dapat mengakibatkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan vasokonstriksi yang kemudian
meningkatkan tekanan darah.
Walaupun hipertensi umum terjadi pada orang dewasa, tapi anakanak juga berisiko
terjadinya hipertensi. Untuk beberapa anak, hipertensi disebabkan oleh masalah pada
jantung dan hati. Namun, bagi sebagian anak-anak bahwa kebiasaan gaya hidup yang
buruk, seperti diet yang tidak sehat dan kurangnya olahraga, berkonstribusi pada
terjadinya hipertensi (Fauzi, 2014).

5. Gejala penyakit
Keluhan-keluhan pada penderita hipertensi antara lain :
 Sakit kepala
 Gelisah
 Jantung berdebar-debar
 Pusing
 Penglihatan kabur
 Rasa sakit di dada
 mudah lelah. (P2PTM Kemenkes RI)
6. Mekanisme Terjadinya Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi meliputi 4 hal, diantaranya yaitu volume
intravaskular, sistem saraf otonom, sistem sistem renin angiotensin aldosteron, dan
mekanisme vaskular.

a. Volume Intravaskular
Peningkatan volume intravaskular salah satunya dapat terjadi karena peningkatan
konsumsi garam (NaCl). NaCl mempunyai sifat mengikat air lebih banyak yang
menyebabkan volume plasma meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan ginjal
bekerja lebih keras bahkan bisa sampai melebihi kemampuan ginjal itu sendiri. Jika
kondisi ini belangsung terus menerus maka akan terjadi retensi cairan. Ketika volume
plasma meningkat, secara otomatis volume darah juga akan semakin banyak sehingga
akan membuat kerja jantung semakin keras dan menyebabkan peningkatan cardiac
output(Sylvestris, 2017)
b. Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom yang berperan dalam hal ini adalah sistem saraf simpatis yang
memiliki empat reseptor yaitu α1, α2, β1, dan β2. Reseptor ini akan berikatan dengan
senyawa katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Ketika katekolamin di release dan
berikatan dengan reseptor α1 yang berada di otot polos, maka akan terjadi
penyempitan pembuluh darah. Dan ketika katekolamin berikatan dengan reseptor β1
yang berada di miokardium, maka akan menyebabkan adanya kontraksi kuat pada
miokardium sehingga akan menyebabkan peningkatan cardiac output (Hendarti,
2016).

c. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron


Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS) merupakan sistem hormonal yang
kompleks dimana sistem ini mengatur keseimbangan tekanan darah dan cairan dalam
tubuh. Penurunan kadar natrium ataupun penurunan tekanan arteri yang sangat rendah
akan menstimulasi releasenya renin oleh ginjal. Dalam darah, renin mengkatalisis
konversi angiotensinogen menjadi Angiotensin I (AT1). Selanjutnya AT1 akan
dikonversi menjadi Angiotensin II (AT2) oleh Angiotensin Converting Enzym (ACE).
AT2 ini dapat menstimulasi sekresi aldosteron, dimana aldosteron ini dapat
menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium dan air sehingga volume plasma juga
meningkat (Sylvestris, 2017)
d. Mekanisme Vaskular
Salah satu mekanisme terjadinya hipertensi dapat disebabkan karena penurunan
elastisitas vaskular dan adanya gangguan fungsi dari endotel vaskular tersebut.
Penurunan elastisitas vaskular ini secara otomatis akan menyebabkan dibutuhkannya
tekanan yang lebih tinggi pula untuk mengalirkan darah didalamnya. Nitrit oksida
(NO) merupakan suatu molekul kimia yang dapat memodulasi otot vaskular sehingga
menyebabkan vasodilatasi. Apabila terjadi gangguan fungsi endotel vaskular, maka
produksi NO akan berkurang sehingga akan memicu terjadinya vasokonstriksi
(Sylvestris, 2017)

7. Terapi Farmakologi
Menurut Irwan (2016), tujuan pengobatan hipertensi adalah mengendalikan tekanan
darah untuk mencegah terjadinya komplikasi, adapun penatalaksanaannya sebagai
berikut :
A. farmakologi
Hipertensi ringan sampai sedang, dicoba dulu diatasi dengan pengobatan non
farmakologi selama 2-4 minggu. Farmakologi hipertensi stage 1 mulai salah satu
obat berikut
1) Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pagi hari
2) Propanolol 2 x 20-40 mg sehari.
3) Methyldopa
4) MgSO4
5) Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari
6) Nifedipin long acting (short acting tidak dianjurkan) 1 x 20-60 mg
7) Tensigard 3 x 1 tablet
8) Amlodipine 1 x 5-10 mg 9) Diltiazem (3 x 30-60 mg sehari) kerja panjang 90 mg
sehari.
Sebaiknya dosis dimulai dengan yang terendah, dengan evaluasi berkala dinaikkan
sampai tercapai respons yang diinginkan. Lebih tua usia penderita, penggunaan obat
harus lebih hati-hati. Hipertensi sedang sampai berat dapat diobati dengan kombinasi
HCT + propanolol, atau HCT + kaptopril, bila obat tunggal tidak efektif. Pada
hipertensi berat yang tidak sembuh dengan kombinasi di atas, ditambahkan metildopa
2 x 125-250 mg. Penderita hipertensi dengan asma bronchial jangan beri beta blocker.
Bila ada penyulit/ hipertensi emergensi segera rujuk ke rumah sakit.

B. Non farmakologi
1) Turunkan berat badan pada obesitas.
2) Pembatasan konsumsi garam dapur (kecuali mendapat HCT).
3) Hentikan konsumsi alkohol.
4) Hentikan merokok dan olahraga teratur.
5) Pola makan yang sehat.
6) Istirahat cukup dan hindari stress.
7) Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah) diet hipertensi. Penderita
atau mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi diharapkan lebih hati-hati
terhadap makanan yang dapat memicu timbulnya hipertensi, antara lain :
8) Semua makanan termasuk buah dan sayur yang diolah dengan menggunakan garam
dapur/ soda, biskuit, daging asap, ham, bacon, dendeng, abon, ikan asin, telur
pindang, sawi asin, asinan, acar, keju, margarin, mentega biasa, dan lainnya.
9) Bumbu-bumbu; garam dapur, baking powder, soda kue, vetsin, kecap, terasi, petis,
taoco, dan lain-lain.

Prinsip-prinsip Terapi/Farmakologi
A. Mekanisme Kerja Obat Sintesis
Berdasarkan mekanisme kerjanya, terapi farmakologi hipertensi dibedakan menjadi 9
golongan yaitu Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor, Angiotensin II
Reseptor Blocker (ARB), Calsium Channel Blocker (CCB), Diuretik, β-Blocker, Alfa-
1 Blocker, Agonis Alfa-2 Sentral, dan Vasodilator arteri langsung. Menurut PERKI
(2015), terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pasien hipertensi stadium 1
yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi
stadium > 2. Selanjutnya akan disajikan gambar algoritma tatalaksana hipertensi
menurut American Society of Hypertension (ASH) tahun 2013 pada gambar 2.3 dan
terapi kombinasi 2 obat yang direkomendasikan menurut European Society of
Hypertension (ESH) tahun 2013 pada gambar
Gambar 2.1 Algoritma Tatalaksana Hipertensi (ASH, 2013)

Gambar 2.2 Terapi kombinasi 2 obat yang direkomendasikan (ESH, 2013)

Garis hijau lurus menunjukkan kombinasi yang disukai. Garis hijau putus- putus
menunjukkan kombinasi yang bermanfaat namun memiliki keterbatasan. Garis hitam
putus-putus merupakan kombinasi yang mungkin dapat digunakan namun kurang
diuji, dan garis merah merupakan kombinasi yang tidak direkomendasikan. Terapi
kombinasi ini dapat dipertimbangkan untuk pasien hipertensi yang memiliki resiko
penyakit kardiovaskular tinggi. Apabila dengan kombinasi 2 obat tidak dapat
mencapai target tekanan darah, maka dapat dilakukan dengan menambah obat ketiga
atau menaikkan kombinasi dua obat sebelumnya dengan dosis maksimal (Mancia et
al., 2013).
1. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
ACE Inhibitor merupakan pilihan obat lini pertama yang bekerja dengan
memblok konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Dimana angiotensin II ini
merupakan suatu zat vasokonstriktor kuat yang selanjutnya dapat menstimulasi
sekresi aldoseteron. ACE inhibitor juga menghambat degradasi bradikinin dan
menstimulasi sintesis zat vasodilator seperti prostaglandin E2 dan prostasiklin.
Peningkatan bradikinin tidak hanya dapat meningkatkan efek penurunan tekanan
kering (Dipiro, 2008).
Tabel 2.1 Obat golongan ACE inhibitor, dosis, dan frekuensi penggunaannya
(Depkes RI, 2006)

Dosis Penggunaan Frekuensi


Obat
(mg/hari) (Penggunaan/hari)
Benazepril 10-40 1 atau 2
Captopril 12,5-150 2 atau 3
Enalapril 5-40 1 atau 2
Fosinopril 10-40 1
Lisinopril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1 atau 2
Perindopril 4-16 1
Quinapril 10-80 1 atau 2
Ramipril 2,5-10 1 atau 2
Trandolapril 1-4 1

2. Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB)


Efek Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB) hampir sama dengan ACE inhibitor,
hanya saja berbeda pada mekanisme kerjanya, dosis, dan efek samping yang
ditimbulkan. ARB bekerja dengan cara memblok reseptor angiotensin tipe 1 (AT1)
dimana reseptor ini dapat menyebabkan vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi
simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik, dan kontriksi arteriol eferen dari
glomerulus (Dipiro et al., 2008).
Efek yang ditimbulkan akibat inhibisi reseptor AT1 ini berupa vasodilatasi,
penurunan retensi natrium, dan peningkatan kalium darah. ARB tidak seperti ACE
inhibitor yang menghambat enzim pengubah angiotensin sehingga tidak terjadi
inhibisi degdradasi bradikinin dan bradikinin tetap menjadi metabolit inaktif. Hal
inilah yang menyebabkan ARB tidak menimbulkan efek samping batuk kering sepeti
ACE inhibitor (Hendarti, 2016).

Tabel 2.2 Obat golongan ARB, dosis, dan frekuensi penggunaannya (Depkes RI,
2006)

Dosis Penggunaan Frekuensi


Obat
(mg/hari) (penggunaan/hari)
Candesartan 8-32 1 atau 2
Eprosartan 600-800 2 atau 3
Irbesartan 150-300 1
Losartan 50-100 1 atau 2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1

3. Calsium Channel Blocker (CCB)


Mekanisme Calsium Channel Blocker (CCB) dalam menurunkan tekanan darah
yaitu dengan menyebabkan relaksasi otot jantung dengan cara menghambat kalsium
masuk di pembuluh darah dimana kalsium ini dibutuhkan untuk kontraksi otot. Pada
otot polos, ketika kanal kalsium tersebut dihambat maka akan menyebabkan
penurunan influks kalsium sehingga menghasilkan tonus melemah dan terjadi
relaksasi pada otot polos vaskular. Relaksasi ini adalah bentuk dari terjadinya
vasodilatasi, sehingga tekanan darah dapat menurun (Hendarti, 2016).
Golongan CCB ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu dihidropiridin dan non-
dihidropiridin. Golongan dihidropiridin bersifat vaskuloselektif. Artinya golongan
dihidropiridin ini bekerja dengan menginhibisi kanal kalsium pada otot polos
digunakan untuk terapi antihipertensi. Contoh obat golongan dihidropiridin ini
diantaranya adalah amlodipin, nifedipin, nicardipin, dan lain-lain. Sedangkan
golongan non-dihidropiridin lebih bersifat kardioselektif, yang artinya bekerja
dengan lebih menekan kanal kalsium pada otot jantung sehingga obat ini tidak aman
untuk pasien gagal jantung akut. Oleh karena itu, selain digunakan untuk obat
antihipertensi, obat ini juga dapat digunakan untuk terapi antiaritmia. Contoh obat
dari golongan non-dihidropiridin ini adalah verapamil dan diltiazem (Hendarti, 2016).
Tabel 2.3 Obat golongan CCB, dosis, dan frekuensi penggunaannya (Depkes RI,
2006)
Dosis
Frekuensi
Golongan Obat Penggunaan
(penggunaan/hari)
(mg/hari)
Amlodipin 2,5-10 1
Felodopin 5-20 1
Isradipin 5-10 2
Isradipin SR 5-20 1

Dihidropiridin Nicardipin SR 30-90 1


Nifedipine LA 10-40 1
Lekamidipin 60-120 2
Diltiazem SR 180-360 1
Verapamil SR 180-480 1 atau 2
Non dihidropiridin Verapamil ER 180-420 1 (malam)
Verapamil oral 100-400 1 (malam)

4. Diuretik
Diuretik bekerja dengan menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan
diuresis yang mengakibatkan turunnya volume plasma. Diuretik yang sering
digunakan untuk sebagian besar pasien hipertensi adalah diuretik thiazid (Dipiro et
al., 2008).
Obat diuretik dibagi menjadi 3 golongan yaitu diuretik thiazid, diuretik loop, dan
diuretik hemat kalium. Diuretik thiazid bekerja dengan cara menghambat transport
bersama (symport) NaCl di tubulus ginjal sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat
(Florensia, 2016).
Golongan thiazid ini juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol
sehinga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Efek thiazid pada
tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu thiazid kurang
digunakan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal (Yulanda, 2017).
Diuretik loop bekerja pada daerah lengkung henle dengan menghambat
reabsorpsi elektrolit di lengkung henle assendens di bagian permukaan sel epitel tebal,
di permukan sel bagian luminal sehingga menyebabkan ekskresi K +, Ca2+, dan Mg2+
meningkat (Yulanda, 2017).
Efek samping yang mungkin ditimbulkan hampir sama dengan diuretik thiazid
yaitu hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesemia, hiperurisemia, hiperglikemia,
peningkatan LDL dan TG. Bedanya yaitu diuretik loop dapat menyebabkan
hiperkalsemia, karena pada lengkung henle assendens tebal (CAT) terjadi reabsorbsi
kalsium. Sehingga penggunaan obat ini harus hati-hati pada pasien wanita menopause
yang menderita osteopeni karena dapat memperparah kondisinya (Hendarti, 2016).
Diuretik hemat kalium mempunyai mekanisme kerja menghambat reseptor
mineralokortikoid dan influks natrium melalui kanal ion di membran lumen di
tubulus distal akhir dan duktus kolektivus (Hendarti, 2016).
Diuretik ini merupakan diuretik lemah dan umumnya dikombinasikan dengan
golongan diuretik lain untuk meningkatkan efikasinya. Obat golongan ini terdiri dari
spironolakton, eplerenon, amilorid, daan triamterin. Spironolakton dan eplerenon
merupakan golongan antagonis aldosteron, dimana akan berikatan dengan
menurunkan reabsorbsi Na+ dengan mekanisme antagonis aldosteron sehingga terjadi
retensi Na (Noviana, 2016).
Tabel 2.4 Obat golongan diuretik, dosis, dan frekuensi pengunaannya (Depkes RI,
2006)

Dosis penggunaan Frekuensi


Golongan Obat
(mg/hari) (penggunaan/hari)
Klortalidon 6,25-25 1
Hidroklorothiazid 12,5-50 1
Diuretik Thiazid Indapamide 1,25-2,5 1
Metolazon 1,25-2,5 1
Bumetanid 0,5-4 2
Furosemid 20-80 2
Torsemid 5-10 1
Diuretik Loop
Diuretik Hemat Kalium Amilorid 5-10 1 atau 2
Triamterin 50-100 1 atau 2
Antagonis Eplerenon 50-100 1 atau 2
Aldosteron Spironolakton 25-50 1 atau 2

5. Beta Blocker (β-Blocker)


Beta blocker (β-Blocker) merupakan obat pilihan pertama dalam tata laksana
hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung koroner terutama yang menyebabkan
timbulnya gejala angina. Obat golongan ini akan bekerja mengurangi iskemia dan
angina karena efek utamanya sebagai inotropik dan kronotropik negatif. Dengan
menurunnya frekuensi denyut jantung maka waktu pengisian diastolik untuk perfusi
koroner akan memanjang. β-blocker juga menghambat pelepasan renin di ginjal yang
akan menghambat terjadinya gagal jantung. β-blocker kardioselektif (β1) lebih
banyak direkomendasikan karena tidak memiliki aktifitas simpatomimetik intrinsik
(PERKI, 2015).
Tabel 2.5 Obat golongan β-blocker, dosis, dan frekuensi pengunaannya (Depkes RI,
2006)

Dosis
Frekuensi
Golongan Obat penggunaan
(penggunaan/hari)
(mg/hari)
Atenolol 25-100 1
Betaxolol 5-20 1
Kardioselektif Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol 50-200 1
Nadolol 40-120 1
Propanolol 160-480 2
Nonselektif Propanolol LA 80-320 1
Timolol 10-40 1

6. Alfa-1 Blocker
Golongan ini bekerja pada pembuluh darah perifer dan menghambat
pengambilan katekolamin pada sel otot halus, menyebabkan vasodilatasi sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Contoh obat dari golongan ini yaitu prazosin,
dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Obat ini memblok reseptor postsinaptik
alfa-1 adrenergik di tempat kapsul prostat, menyebabkan relaksasi dan berkurang
hambatan keluarnya aliran urin (Depkes, 2006).

Tabel 2.6 Obat golongan alfa-1 blocker, dosis, dan frekuensi penggunaannya (Depkes
RI, 2006)

Dosis Penggunaan Frekuensi


Obat
(mg/hari) (penggunaan/hari)
Prazosin 2-120 2 atau 3
Terazosin 1-20 1 atau 2
Doxazosin 1-8 1

7. Agonis Alfa-2 Sentral


Klonidin dan metildopa merupakan contoh obat dari golongan ini. Obat dari
golongan ini menurunkan aliran simpatetik dari pusat vasomotor di otak dan
meningkatkan tonus vagal. Penurunan aktivitas simpatetik, bersamaan dengan
meningkatnya aktivitas parasimpatetik, dapat menurunkan denyut jantung, cardiac
output, total peripheral resistance, aktivitas palsma renin, dan refleks baroreseptor.
Klonidin sering digunakan untuk hipertensi yang resisten, sedangkan metildopa
adalah obat lini pertama untuk hipertensi pada kehamilan. Data menunjukkan bahwa
bahwa aliran darah uteroplacenta dan hemodinamik fetus stabil dengan penggunaan
metildopa, dan dianggap sangat aman berdasarkan data follow-up jangka panjang
yaitu sekitar 7,5 tahun (Depkes, 2006).

Tabel 2.7 Obat golongan agonis alfa-2 sentral, dosis, dan frekuensi
penggunaannya (Depkes RI, 2006)

Dosis Penggunaan Frekuensi


Obat
(mg/hari) (penggunaan/hari)
Klonidin 0,1-0,8 2
Metildopa 250-1000 2

8. Vasodilator Arteri Langsung


Hidralazin dan minoksidil adalah contoh obat dari golongan vasodilator arteri
langsung. Obat golongan ini bekerja dengan merelaksasi langsung otot polos
arteriolar, namun tidak menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah vena. Kedua
obat ini juga menyebabkan penurunan tekanan perfusi yang kuat dimana akan
mengaktifkan refleks baroreseptor (Depkes RI, 2006).

Tabel 2.8 Obat golongan vasodilator, dosis, dan frekuensi penggunaannya (Depkes
RI, 2006)

Dosis Penggunaan (mg/hari) Frekuensi


Obat (penggunaan/hari)
Hidralazin 20-100 2 atau 4

Minoksidil 10-40 1 atau 2

B. Pendekatan Obat Herbal


Pengelolaan hipertensi dapat dilakukan menggunakan berbagai metode baik yang
bersifat farmakologi maupun nonfarmakologi. Pengelolaan hipertensi lansia secara
farmakologi dapat dilakukan menggunakan obatobat modern yang bersifat kimiawi
maupun pengobatan secara herbalis. Pengobatan secara herbal tergolong pengobatan
komplementer merupakan suatu fenomena yang muncul saat ini diantara banyaknya
fenomena-fenomena pengobatan non konvensional yang lain, seperti pengobatan
dengan ramuan atau terapi herbal, akupunktur, dan bekam. Pemanfaatan herbal
merupakan salah satu alternative pengobatan yang dipilih masyarakat selain
pengobatan secara konvensional (medis). (WHO, 2003)
Pemanfaatan herbal untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan penyakit hingga
saat ini sangat dibutuhkan dan perlu dikembangkan, terutama dengan melonjaknya
biaya pengobatan. Dengan maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature),
kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia semakin meningkat.
Gerakan tersebut dilatarbelakangi perubahan lingkungan, pola hidup manusia, dan
perkembangan pola penyakit. (Paulus, 2012)
Menurut Halberstein (2005) pengobatan hipertensi dengan menggunakan
tanaman obat adalah menurunkan tekanan darah ketingkat normal serta mengobati
hipertensi dengan memperbaiki penyebabnya atau membangun organ yang rusak yang
mengakibatkan terjadinya hipertensi. Menurut Xingjiang Et al, (2013) tanaman obat
juga memiliki kelebihan dalam pengobatan hipertensi karena umumnya tanaman obat
memiliki fungsi selain mengobati hipertensi juga mengobati penyakit komplikasi
sebagai akibat tekanan darah tinggi dan mempunyai efek samping yang sangat kecil.
Tanaman herbal yang sering digunakan masyarakat dalam mengatasi hipertensi antara
lain adalah:
1. Mengkudu (Morinda citifolia) Buah mengkudu memiliki kandungan
scopoletin, senyawa ini berfungsi mengatur tekanan darah. Mekanisme kerja
scopoletin untuk menurunkan tekanan darah adalah sebagai vasodilator yang
menurunkan tekanan darah dengan merelaksasikan otot polos vaskuler
sehingga tekanan darah arteri menurun tekanan darah juga menurun. Selain
itu, mengkudu juga mengandung xeronine yang berfungsi sebagai zat diuretik
yaitu dengan mengurangi volume darah dengan mengeluarkan simpanan
natrium dari dalam tubuh. Mengkonsumsi mengkudu sebanyak 2 ons dua kali
sehari selama satu bulan mampu menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi. (Afa Kehaati Palu, Et al, 2008)
2. Daun Salam (Eugenia polyantha) Daun salam mengandung senyawa tanin,
saponin, dan vitamin C. Tanin bereaksi dengan protein mukosa dan sel epitel
usus sehingga menghambat penyerapan lemak. Sedangkan saponin berfungsi
mengikat kolesterol dengan asam empedu sehingga menurunkan kadar
kolesterol. Kandungan vitamin C di dalamnya membantu reaksi hidroksilasi
dalam pembentukan asam empedu, akibat reaksi itu meningkatkan ekskresi
kolesterol. Mengkonsumsi 15 lembar daun salam dengan cara di rebus dalam
2 gelas sampai tersisa satu gelas. Angkat, lalu saring. Minum 2 kali sehari
masing-masing ½ gelas dinilai dapat menurunkan tekanan darah. (Setiawan,
2009)
3. Kunyit (Curcuma longa) Kunyit memiliki zat aktif berupa curcumin.
Kandungan curcumin dalam kunyit dapat menurunkan kolesterol dalam tubuh
dan dapat menurunkan tekanan darah. Kurkumin memiliki kemampuan dalam
mencegah pengumpalan darah, mencegah oksidasi kolesterol LDL, serta
mampu menghambat pembentukan plak didalam pembuluh darah.
Mengkonsumsi kunyit 100 mg/kg BB/perhari dapat menurunkan kadar
kolesterol didalam tubuh. (Maryam & Shanin,2011)
4. Ketumbar (Coriandrum sativum) Kandungan flavanoid di dalam ketumbar
terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh. Flavanoid
beraktivitas sebagai antioksidan dengan melepaskan atau menyumbangkan ion
hidrogen kepada radikal bebas peroksi agar menjadi lebih stabil. Aktivitas
tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang
menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengendapan lemak pada
dinding pembuluh darah Mengkonsumsi ketumbar sebanyak 500 mg/ kg
BB/hari selama 4 bulan berturut-turut dapat menurunkan kadar kolesterol
didalam tubuh. (Suresh, Et al, 2012)
5. Jeruk sitrun (Citrus limon) Jeruk sitrun mengandung pektin jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jenis jeruk lainnya. Satu jus jeruk sitrun mengandung
lebih dari 3,9 persen pektin. Setiap 15 gram pektin dapat menurunkan 10
persen tingkat kolesterol. Pektin berperan menurunkan kadar kolesterol jahat
atau LDL yang dapat menyumbat pembuluh darah. Pada saat yang sama,
pektin juga menaikkan kadar kolesterol baik atau HDL. Mengkonsumsi jus
jeruk sitrun sebanyak 1ml/kg BB/day selama 4 minggu dapat menurunkan
kolesterol dalam tubuh. Sehingga mengkonsumsi jus jeruk sitrun setiap hari
dapat menghindari dari penyakit hipertensi. (Yasmin, Et al, 2010). Selain
tanaman herbal yang disebut di atas masih banyak lagi tanaman herbal yang
bisa digunakan untuk mengobati hipertensi yaitu: seledri, daun alpukat,
belimbing, murbei, tapak dara, manggis, mentimun, pepaya, teratai, jambu
biji, labu, ketepeng cina, mindi, bunga matahari, dan masih banyak lagi jenis
tanaman herbal lainnya yang bisa digunakan sebagai obat hipertensi. (Paul
Bergner, 2004)

C. Contoh penerapan
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan
keterampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.9 Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 80%
penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional
termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman. (Gusmira, 2012)
Bawang putih sudah lama digunakan sebagai penyedap rasa dan mempunyai
keuntungan dalam mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Bawang putih
merupakan suatu obat herbal karena kemampuannya dalam merelaksasikan otot polos
pembuluh darah. Beberapa studi eksperimental menunjukkan adanya beberapa efek
dari bawang putih, termasuk efek aktivasi sintesis nitric oxide endotel dan
hiperpolarisasi membran sel otot, sehingga dapat menurunkan tonus pembuluh darah.
(Qurbany, 2015)

Uraian lengkap tanaman herbal (Bawang Putih )


Contoh-contoh bahan alam untuk obat hipertensi (table)
Nama tanaman Nama latin
Bawang putih Allium sativum
Sirsak Annona muricata L.
Rosella Hibiscus sabdariffa L.
Seledri Apium graveolens L.
Alfafa Medicago sativa L.
Manggis Garcinia x mangostana L.
Daun Salam Syzygium polyanthum (Wight)
Walp.
Mentimun Cucumis sativus L.
Mengkudu Morinda citrifolia L.
Jintan Hitam Nigella sativa L.
(Qurbany, 2015) (Paramita, 2017)
Uraian lengkap tanaman bawang putih (Allium sativum L.)
-Tinjauan botani : klasifikasi, ciri spesifik tanaman
Kingdom Plantae
Subkingdom Viridiplantae
Infrakingdom Streptophyta
Superdivision Embryophyta
Division Tracheophyta
Subdivision Spermatophytina
Class Magnoliopsida
Superorder Lilinae
Order Asparagales
Family Amaryllidaceae
Genus Allium L
Species Allium sativum L.
(itis.gov, n.d.)
(Sumber gambar : google)
Bawang putih merupakan tanaman herba parenial yang membentuk umbi
lapis.Tanaman ini tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75
cm. Batang yang nampak di atas permukaan tanah adalah batang semu yang terdiri
dari pelepah–pelepah daun. Sedangkan batang yang sebenarnya berada di dalam
tanah. (Qurbany, 2015)
Bawang putih membentuk umbi lapis berwarna putih. Sebuah umbi terdiri dari 8–
20 siung (anak bawang). Helaian daun bawang putih berbentuk pita, panjang dapat
mencapai 30–60 cm dan lebar 1–2,5 cm. Jumlah daun 7–10 helai setiap tanaman.
Akar dari tanaman bawang putih sudah lama digunakan untuk kepentingan medis.
Bawang putih dapat digunakan dalam bentuk segar, dikeringkan atau disaring dan
diambil minyaknya. Bawang putih mempunyai konsentrasi tinggi sulfur.Garlic
(Allium sativum) sudah lama digunakansebagai penyedap rasa yang unik karena
mempunyai kadar sulfur tinggi. (Qurbany, 2015)

- Penggunaan terapi tradisional bawang putih


Efek antihipertensi dari bawang putih sudah diteliti namun masih bersifat
kontroversial. Namun, pada penelitian-penelitian sekarang ini, dilakukan percobaan-
percobaan dengan hasil yang menunjukkan penurunan tekanan darah diastolik dan ada
juga percobaan yang menunjukkan penurunan tekanan darah sistolik yang bermakna
pada pasien yang diterapi dengan bawang putih. (Qurbany, 2015)
Bawang putih mengandung lebih dari 200 komponenkimia. Beberapa di antaranya
yang penting adalah minyak volatil yang mengandungsulfur (allicin, alliin, dan
ajoene) dan enzim (allinase, peroxidase, dan myrosinase). Allicin berguna sebagai
antibiotik dan menyebabkan bau khas garlic. Ajoene berkontribusi dalam aksi
antikoagulan garlic. Pada garlic setelah dikonsumsi, komponen allicin (didapatkan
setelah alliin berinteraksi dengan enzim alliinase) dilepas ke pembuluh darah; pada
beberapa studi manusia dan hewan, allicin mampu mencetuskan sel darah merah
untuk menghasilkan H2S yang mempunyai efek vasodilator. Tiosulfinat, yang
mengandung allicin, merupakan substansi aktif dari bawang putih. Allicin dibentuk
ketika alliin, suatu asam amino yang mengandung sulfur, kontak dengan enzim
allinase ketika bawang putih mentah dipotong, dihancurkan, atau dikunyah.Preparat
bawang putih kering yang mengandung alliin dan alliinase harus dikemas dalam
bentuk salut enterik agar efektif karena asam lambung dapat menghambat
alliinase.Karena allinase dideaktivasi oleh panas, bawang putih yang telah dimasak
kurang bermanfaat lagi secara medis. Efek antimikroba, hipolipidemik, dan
antitrombotik yang terdapat pada bawang putih berhubungan dengan alliicin dan
produk pemecahannya. Efek antineoplastik mungkin berhubungan dengan adanya
komponen sulfur atau komponen lainnya yang belum diketahui. (Qurbany, 2015)
Bawang putih lebih berkhasiat jika dikonsumsi secara mentah karena khasiatnya akan
berkurang atau bahkan hilang jika ditumis, direbus, dipanggang, atau digoreng.
Karena dengan ditumis, direbus, dipanggang, atau digoreng hanya untuk
mengeluarkan aroma rasa dari bawang putih tanpa memperhatikan khasiat kandungan
yang ada didalam bawang putih. (Hembing, 2008)
Dalam pengobatan hipertensi dengan bawang putih dikonsumsi 1-2 siung bawang
putih sehari 1-2 kali. Mengkonsumsi bawang putih secara teratur sebanyak 40 gram
( dua sampai tiga siung) sehari selama 10 minggu dapat menurunkan kadar kolesterol
dalam pembuluh darah. (Qidwai & Ashfaq, 2013)

- Efek Terapeutik Obat Herbal


Bawang putih memiliki efek farmakologi sebagai Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) inhibitor. Allisin merupakan precursor pembentukan allil sulfida, misalnya
diallil disulfida (DADS), diallil trisulfida (DATS), diallil sulfida (DAS), metallil
sulfida, dipropil sulfida, dipropil disulfida, allil merkaptan, dan allil metil sulfida.
Kelompok alllil sulfida memiliki sifat dapat larut dalam minyak. [ CITATION Son01 \l
1033 ].

Allicin efektif menghalangi aktivitas angiotensin – II sehingga bermanfaat mengatasi


vasokonstriksi dan menurunkan kadar aldosterone. Arginin adalah asam amino
esensial dan terkandung di dalam bawang putih mentah. Nitric oxide disintesis dari
arginin di dalam sel endotel dan menstimulasi soluble guanylyl cyclase serta
peningkatan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) yang menyebabkan relaksasi
dari sel otot polos vaskuler. Bawang putih mengandung selenium yang berperan
sebagai antioksidan di dalam tubuh manusia. Selenium merupakan kofaktor dari
glutathione peroxidase, yakni salah satu enzim antioksidan. Bawang putih tidak hanya
kaya akan selenium, tetapi juga mineral lain, yakni mangan. Mangan juga berfungsi
sebagai kofaktor dari enzim antioksidan lainnya, misalnya superoxide dismutase
[ CITATION Lin12 \l 1033 ].

Hasil penelitian dikuatkan Meilina (2013, dalam Sugiarti 2016). Pemberian bawang
putih dapat meningkatkan produksi NO sebanyak 30-40% setelah 15 sampai 60 menit
pemberian bawang putih, dan juga diberikan saat tubuh dalam kondisi tekanan darah
yang cenderung tinggi terkait dengan irama sirkardian dalam 24 jam yaitu saat pagi
hari tekanan darah meningkat karena aktivasi sistem saraf simpatetik yang dapat
menyebabkan vasokontriksi dan viskositas pembuluh darah (White, 2007). Sebaliknya
kekurangan NO dapat menyebabkan hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Sugiarti (2016): “Pemberian seduhan bawang putih terhadap tekanan darah
lansia wanita dengan hipertensi dengan hasil penelitian bahwa ada pengaruh
pemberian seduhan bawang putih terhadap tekanan darah pada lansia wanita dengan
hipertensi.
- Farmakodinamik
Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, sehingga
penurunan tekanan darah akan secara signifikan menurunkan angka risiko kejadian
kardiovaskular. Disfungsi endotel, yang disebabkan oleh penurunan bioavailabilitas
nitric oxide (NO), merupakan faktor risiko penting penyebab hipertensi dan penyakit
kardiovaskular. NO memegang peran utama dalam regulasi tekanan darah. Gangguan
bioaktivitas NO dapat menyebabkan kekakuan arteri, yang merupakan penyebab
hipertensi [ CITATION Her06 \l 1033 ].
Mekanisme penurunan tekanan darah adalah melalui efek vasodilatasi oleh NO. NO
merupakan mediator penting dalam homeostasis tekanan darah, karena mempunyai
beberapa fungsi fisiologis dalam system kardiovaskular. Bawang putih dilaporkan
mengandung arginin yang dapat meningkatkan sintesis NO melalui nitric oxide
synthase (NOS). Pemberian bawang putih (Aged Garlic Extract 2.86 g/ kg per oral)
dapat meningkatkan produksi NO sebanyak 30-40% setelah 15 sampai 60 menit
pemberian bawang putih. Sebaliknya, kekurangan NO dapat menyebabkan hipertensi
pada tikus yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal [ CITATION Mor02 \l
1033 ]

Penelitian awal tentang efek hipotensif (penurunan tekanan darah) dari ekstrak
umbi bawang putih dilakukan oleh Foushee et al..Perlakuan diberikan dengan dosis
0,1; 0,25; dan 0,5 ml/kg BB secara oral. Efek hipotensif ekstrak mulai muncul 1 jam
setelah perlakuan dan menghilang 24 jam kemudian. Dosis 0,5 ml/kg BB merupakan
dosis perlakuan yang memiliki aktivitas hipotensif paling tinggi. Ekstrak umbi
bawang putih dengan dosis 2,4g/individu/hari mampu menurunkan tekanan darah
penderita hipertensi. Penurunan tekanan darah muncul 5–14 jam setelah perlakuan.
Ekstrak tersebut mengandung allisin 1,3%. Efek samping pada sukarelawan setelah
perlakuan tidak ditemukan. Penelitian juga menunjukkan bahwa pemanfaatan umbi
bawang putih dalam bumbu masakan dapat menekan peluang terkena hipertensi.
Rata-rata konsumsi umbi bawang putih 134 gram per bulandianjurkan untuk
mencegah hipertensi [ CITATION Her03 \l 1033 ].
Mekanisme penurunan tekanan darah diperkirakan berkaitan dengan
vasodilatasi otot pembuluh darah yang dipengaruhi senyawa dalam ekstrak umbi
bawang putih. Potensial membran otot polos mengalami penurunan hingga nilainya
negatif. Hal ini menyebabkan tertutupnya Ca2+ -channel dan terbukanya K+-channel
sehingga terjadi hiperpolarisasi. Konsekuensinya otot akan mengalami relaksasi
[ CITATION Her03 \l 1033 ].

Senyawa aktif umbi bawang putih yang diketahui mempengaruhi ketersediaan


ion Ca2+ untuk kontraksi otot jantung dan otot polos pembuluh darah adalah
kelompok ajoene. Konsentrasi ion Ca2+-intraseluler yang tinggi dapat menyebabkan
vasokonstriksi yang menyebabkan hipertensi. Senyawa aktif tersebut diperkirakan
dapat menghambat masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, sehingga konsentrasi ion Ca2+
intraseluler menurun dan terjadi hiperpolarisasi, diikuti relaksasi otot. Relaksasi
menyebabkan ruangan dalam pembuluh darah melebar, sehingga tekanan darah turun
[ CITATION Her03 \l 1033 ].

- Uji klinis
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ried, et al.(2010). Lima puluh pasien
dengan hipertensi yang tidak terkontrol pada rekam medis terdaftar dalam percobaan
(tingkat respon 26% dari 223 diundang), yang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak
(masing-masing 25 orang) yang dibagi jadi kelompok bawang putih dan kelompok
plasebo. Empat puluh persen pasien memakai satu golongan obat hipertensi, 26%
memakai dua golongan, sementara 30% memakai tiga atau lebih golongan obat
hipertensi. Golongan yang paling banyak diresepkan adalah diuretik (54%); hampir
setengah dari kelompok bawang putih menggunakan A2RA saja atau dikombinasikan
dengan obat lain (48%), sementara 44% pasien pada kelompok control menggunakan
ACEI.
Pasien yang setuju dialokasikan secara acak ke kelompok bawang putih atau
plasebo menggunakan tabel angka acak yang dibuat komputer yang disediakan oleh
konsultan statistik independen. Pasien dalam kelompok bawang putih diberikan empat
kapsul Kyolic® yang mengandung 960mg ekstrak bawang putih (AGE) dan 2,4mg
Sallylcysteine (SAC) setiap hari selama 12 minggu. Dosis hariannya setara dengan
sekitar 2,5 g bawang putih segar dan sebanding dengan dosis yang digunakan pada
sebagian besar percobaan sebelumnya tentang suplemen bawang putih dan tekanan
darah. Kapsul plasebo untuk kelompok kontrol dicocokkan dengan kapsul aktif dalam
jumlah, ukuran, warna, dan bau. Kapsul aktif dan plasebo dikemas dalam wadah
buram yang identic [ CITATION Rie10 \l 1033 ].
Pasien diinstruksikan untuk meminum keempat kapsul pada waktu yang sama,
dua pada pagi dan dua pada malam hari, sebaiknya dengan makanan. Preferensi
pasien mengenai waktu dosis dicatat selama uji coba dan setiap perubahan dalam
administrasi dan alasan perubahan dicatat. Pasien diingatkan untuk tetap minum obat
yang diresepkan seperti biasa. Kepatuhan dinilai dengan entri buku harian [ CITATION
Rie10 \l 1033 ].

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih tua lebih unggul
dari plasebo dalam menurunkan TD Sistolik pada pasien dengan hipertensi yang
diobati, tetapi tidak terkontrol. Ekstrak bawang putih secara umum ditoleransi dengan
baik, dan tingkat penurunan tekanan darah yang dicapai sebanding dengan obat
antihipertensi pada umumnya (-10,2 ± 4,3mmHg) selama 12 minggu pada pasien
dengan TD Sistolik ≥140mmHg di awal. Sebaliknya, tidak ada perbedaan signifikan
antara kelompok perlakuan dengan TD Sistolik <140mmHg di awal. Perbedaan
mencolok dalam efek pengobatan yang bergantung pada tekanan darah dasar ini
konsisten dengan meta-analisis uji coba suplemen bawang putih pada pasien yang
tidak diobati, di mana suplemen bawang putih ditemukan lebih unggul daripada
plasebo dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi ( TD Sistolik
≥140mmHg di awal) tetapi tidak pada pasien dengan TD Sistolik <140mmHg
[ CITATION Rie10 \l 1033 ].

- Toksisitas/keamanan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Murtisiwi & Lindawati (2016), digunakan
30 ekor mencit jantan dan 30 ekor mencit betina yang dibagi menjadi 5 kelompok
perlakuan (perlakuan dengan aquadest, dosis 78 mg/kg BB, 1.950 mg/kg BB, 9.750
mg/kg BB, dan 48.750 mg/kg BB). Pengelompokan hewan uji dilakukan secara acak
lengkap yaitu masing-masing terdiri dari 6 ekor. Hasil uji toksisitas akut pada
penelitian ini belum menunjukkan respon ketoksikan atau kematian pada hewan uji
sehingga dapat dikategorikan nilai LD50-nya relatif kurang berbahaya (lebih dari
15000 mg/kg BB).
-
- Takaran Obat Herbal, Penyusunan Formula Obat Herbal
Pasien dalam kelompok bawang putih diberi empat kapsul Kyolic® (Formula Sehari-
hari Potensi Tinggi Bawang Putih 112, Wakunga / Wagner®) yang mengandung 960
mg ekstrak bawang putih tua (AGE) dan 2,4 mg Sallylcysteine (SAC) setiap hari
selama 12 minggu. Dosis harian setara dengan sekitar 2,5 g bawang putih segar dan
sebanding dengan dosis yang digunakan di sebagian besar percobaan sebelumnya
pada suplemen bawang putih dan tekanan darah . [ CITATION Rie10 \l 1057 ]

- Kemungkinan Interksi Obat Herbal


Mayoritas uji klinis mempelajari efek bawang putih di BP menggunakan bubuk
bawang putih atau ekstrak bawang putih tua. 45,48 Efek samping suplemen bawang
putih dilaporkan sekitar sepertiganya dari peserta dalam uji coba ini, umumnya
ringan, dan termasuk bersendawa, perut kembung, dan refluks dalam beberapa
minggu pertama dari persidangan. Sebagian kecil dari populasi (4% –6%) mungkin
mengalami gangguan gastrointestinal yang lebih parah dengan dosis terapi suplemen
bawang putih. , merah, dan daun bawang dapat dibalik dengan suplementasi
molibdenum dan / atau vitamin B 12 , seringkali kurang terpengaruh individu.
[ CITATION Rie14 \l 1057 ]

Meskipun saran umum, bukti lemah untuk garlic yang menyebabkan interaksi
berbahaya jika diambil Selain pengencer darah, pengatur gula darah, atau obat anti
inflamasi.  Dokter dan pasien perlu berhati-hati, bagaimanapun, dari inter- kerja
bawang putih dengan protease inhibitor dalam antiretroviral terapi. 63 Secara umum
dianjurkan bahwa dosis tinggi (setara dengan 0,4 g bawang putih segar atau 3 mg
allicin) harus dihindari pada pasien yang memakai obat antitrombotik termasuk
warfarin, karena sifat antiplatelet bawang putih. 65 Namun, uji coba menggunakan
konsentrasi bawang putih yang lebih tinggi ekstrak (10 mL / hari, mengandung 14,7
mg S -allylcysteine) untuk pasien yang menggunakan terapi warfarin tidak
menemukan peningkatan insiden dence perdarahan dibandingkan dengan plasebo.
[ CITATION Rie10 \l 1057 ]

-Aktivitas lainya bila ada


Berbagai jenis tumbuhan yang menjadi sumber potensial sebagai bahan terapeutik
adalah bawang putih (Allium sativum). Telah banyak diteliti khasiat bawang putih
(Allium sativum) sebagai bahan terapeutik beberapa diantaranya adalah sebagai
antibakteri, antibiotik, antikanker, antioksidan, antiinflmasi, Antioksidan
1. Antioksidan
Organosulfur dan senyawa fenolik sebagai antioksidan yang terdapat dalam
kandungan bawang putih memegang peranan sangat penting untuk mencegah
kerusakan sel dan organ dari proses oksidasi. 5,6 Senyawa fenolik dari
bawang putih memiliki kelompok berjumlah satu atau lebih yaitu sebagai
donor proton hidrogen dan menetralisir radikal bebas. Antioksidan melindungi
tubuh dari radikal bebas dan efek Reactive Oxygen Species (ROS). Reactive
Oxygen Species (ROS) seperti anion superoksida (O2), hidroksil (-OH),
peroksil (ROO-), radikal alkoksil (RO-), dan hidrogen peroksida (H2O2)
inilah yang akan menyerang protein, lipid dan atau membuat kerusakan DNA
sehingga menyebabkan penyakit.[ CITATION Pra17 \l 1057 ]
2. AntiBakteri
Bawang putih mempunyai senyawa aktif seperti sativin, alisin, alul sulfida, alil
propil sulfida, alil vinil sulfida, dan garlisin (Prihandani et al., 2015). Zat yang
berperan sebagai antibakteri dalam bawang putih adalah allicin (bersifat
mudah menguap) dan kandungan organosulfur. Aktivitas antibakteri bawang
putih dapat mengendalikan bakteri-bakteri patogen, baik gram positif maupun
gram negatif (Iwalokun et al., 2004).

3. Antikanker
Allium sativum atau bawang putih diketahui mempunyai efek antikanker. Studi
epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi bawang putih dapat memberikan
efek proteksi pada kanker gastrointestinal (Fleischauer et al., 2000). Pada
penelitian lain, konsumsi bawang putih dapat menekan progresi dari adenoma
kolorektal dan meningkatkan aktivitas serta jumlah dari sel natural-killer oleh
senyawa aktifnya yaitu S-allylcysteine. Karena hal tersebut bawang putih
dapat mencegah penurunan kualitas hidup akibat kanker. Senyawa lain yang
terkandung dalam bawang putih yaitu organosulfur yang dapat mencegah
terjadinya kanker, termasuk kanker kolon.

4. Antibiotika
bawang putih mengandung minyak atsiri yang sangat mudah menguap di
udara bebas. minyak atsiri dari bawang putih ini diduga mempunyai
kemampuan sebagai anti bakteri dan anti septik. Sementara itu zat yang diduga
berperan sebagai pemberi aroma bawang putih yang khas adalah Alisi karena
alisi mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh dan dalam beberapa detik
saja terurai menjadi senyawa besi sulfida titik didih senyawaa alisin merusak
protein penyakit sehingga kuman penyakit tersebut mati. alisin merupakan zat
aktif yang mempunyai daya antibiotika cukup ampuh titik banyak yang
membandingkan zat ini dengan si raja antibiotik yaitu Yaitu penisilin titik
bahkan banyak yang menduga kemampuan alisin 15 kali lebih kuat daripada
penisilin [ CITATION Iya \l 1057 ]

5. Antiinflamasi
Manfaat bawang putih antara lain sebagai penyembuh luka, anti bakterial, anti
inflamasi, antibiotik, analgetik, dan lain-lain (Timotius et al, 2012). Zat kimia
yang terkandung dalam bawang putih berfungsi sebagai antibakterial dan
antiseptik yang dapat mengakibatkan kematian sel bakteri yang berefek anti
inflamasi, mempengaruhi epitelisasi schingga hika menjadi lebih cepat
sembuh (Timotius et al, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Timotius et al. (2012), air perasan umbi bawang putih (Allium sativum)
dengan konsentrasi 2,5%, 5% dan 10% dapat mempersingkat durasi
penyembuhan luka mencit Swiss Webster. Penggunaan bawang putih sebagai
obat herbal untuk mengobati berbagai penyakit perlu diteliti lebih lanjut,
terutama efeknya dalam proses penyembuhan luka (Timotius, Ivana Cyntia
Dewi, publish 2012)

- Contoh Produk
DAFTAR PUSTAKA

Afa Kehaati Palu1, Raevonne A. Santiago2, Brett J. West1, Norman Kaluhiokalani2,


and , Jarakae Jensen1. 2008. The Effects of Morinda citrifolia L. Noni on High
Blood Pressure: A Mechanistic Investigation and Case Study. American
Chemical Society. Vol. 993, 446–453. Di akses pada tanggal 10 Oktober 2020
http://pubs.acs.org/doi/abs/ 10.1021/bk-2008- 0993.ch039

Buss, S. J., & Labus, D. (2013). Buku saku patofisiologi menjadi sangat mudah edisi
2 (2 ed.). (H. Hartanto, Penerj.) Jakarta: ESG.

Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan

Dipiro, J.T., Barbara, G.W., Terry, L.S., dan Cecily, V.D. 2008. Pharmacotherapy
Handbook Seventh Edition. New York: McGraw-Hill

Florensia, A. 2016. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Di Instalasi Rawat Inap


RSUD Kota Tangerang Dengan Metode Anatomical Therapeutic
Chemical/Defined Daily Dose Pada Tahun 2015. [skripsi]. Jakarta: Program
Studi Farmasi

Hendarti, H.F. 2016. Evaluasi Ketepatan Obat dan Dosis Obat Antihipertensi pada
Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.
[skripsi]. Jakarta: Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif
Hidayatullah

Mancia, G., Robert, F., Krzysztof, N., Josep, R., Alberto, Z., et al. 2013. Practice
Guideline for the Management of Arterial Hypertension of the European
Society of Hypertension (ESH) and the European Society of Cardiology
(ESC). Journal of Hypertension. Vol 31 No 10
Maryam A, and Shahin K. 2011. Cardiovaskuler Effect Of Saffron: An
AvidenceBased Review. Journal Teheran Heart Center. Volume 6, No 2, 59-
61. Di akses pada tanggal 04 Oktober 2020.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:z1NPlEMBlgkJ:thctums.ac.ir/im/Journal
%252021.pdf+&cd=3&hl=en&ct=clnk&client=firefoxa

Nindy, A. (2015). Klasifikasi Risiko Hipertensi Menggunakan Fuzzy Tsukamoto dan


Algoritma Genetika. Malang: Universitas Brawijaya.

Noviana, T.2016. Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien


Rawat Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode
Agustus 2015. [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma

Paul Bergner. 2004. Cardiovascular Herbs and hypertension. Journal For The Clinical
Practitioner. Volume 3 No 1, 4-6. Diakses pada tanggal 04 Oktober 2020
http://medherb.com/Therap eutics/Cardiovascular_Herb
s_and_hypertension.htm

Paulus, H. 2012. Herbal Indonesia Berkhasiat. Vol 10. Depok. Trubus Swadaya.
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular Edisi
Pertama. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia

Setiawan D. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Jakarta:Pustaka Bunda

Suresh CJ. Nindi S, and Pretti S. 2012. Antioxidant and Lipid Lowering Effect
Coriandrum Sativum In Cholesterol Fed Rabbits. International Journal Of
Pharmachy Volume 4, No 3, 231-234. Di akses pada tanggal 04 Oktober
2020 www.ijppsjournal.com/Vol4 Suppl3/3694.pdf

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

WHO. 2003. Traditional Medicine. Di akses pada tanggal 04 Oktober 2020


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/

Xingjiang Xiong, Xiaochen Yang, Wei Liu, Fuyong Chu, Pengqian Wang, and Jie
Wang. 2013. Trends in the Treatment of Hypertension from the Perspective
of Traditional Chinese Medicine. Volume 2013. Diakses pada tanggal 04
Oktober 2013 http://www.hindawi.com/jour nals/ecam/2013/275279/

Yasmin K , Rafaeq, Sheda, and Afshaq. 2010. Evaluation Of Hypolipidemic Effect Of


Citrus Lemon. Journal Of Basic and Aplied Science. Vol 6 No 1, 39-43. Di
akses pada tanggal 04 Oktober 2013 www.jbaas.com/HTML/Prev ious
%20Iss ues/Volume%20No.../c7.pdf

Yulanda, G. 2017. Analisis Kerasionalan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi


terhadap Standar Pengobatan Hipertensi di Puskesmas Rawat Inap Sukabumi Bandar
Lampung. [skripsi]. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Gusmira, S. (2012). Evaluasi penggunaan antihipertensi konvensional dan kombinasi


konvensional-bahan alam pada pasien hipertensi di puskesmas wilayah depok.
Makara, Kesehatan, 16(2), 77–83.
Hembing, W. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit. Niaga Swadaya.
itis.gov. (n.d.). Taxonomic Hierarchy. Retrieved October 3, 2020, from
https://itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=42652#null
Paramita, S. et al. (2017). Pola Penggunaan Obat Bahan Alam Sebagai Terapi
Komplementer Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas. Jurnal Sains Dan
Kesehatan, 1(7), 367–376. https://doi.org/10.25026/jsk.v1i7.56
Qidwai, W., & Ashfaq, T. (2013). Role of Garlic Usage in Cardiovascular Disease
Prevention : An Evidence-Based Approach 2 . Garlic as a Potential Herb 7 .
Garlic and Cardiovascular Disease Prevention. Evidence-Based Complementary
& Alternative Medicine (Ecam), 2013, 1–9. https://doi.org/10.1155/2013/125649
Qurbany, Z. T. (2015). THE BENEFITS OF GARLIC (Allium sativum) AS
ANTIHYPERTENSION. J Majority |, 4, 116.

Hermann, M., Flammer, A. & Luescher, T., 2006. Nitric oxide in hypertension. J Clin
Hypertens (Greenwich), 8(12), pp. 17-29.
Hernawan, U. & Setyawan, A., 2003. Review: Senyawa organosulfur bawang putih
(Allium sativum L.) dan aktivitas biologinya. Biofarmasi, 1(2), pp. 65-76 .
Lingga, L., 2012. Terapi Bawang Putih untuk Kesehatan. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
McPhee, S. J. e. a., 2006. Pathophysiology of Disease: An Introduction of Clinical
Medicine. California: McGraw Hill.
Morihara, N. et al., 2002. Aged garlic extract enhances production of nitric oxide.
Life Sci, 71(5), pp. 509-17 .
Murtisiwi, L. & Lindawati, N. Y., 2016. UJI TOKSISITAS AKUT KAPSUL
BAWANG PUTIH LANANG (Allium sativum Linn). JURNAL ILMIAH
MANUNTUNG, 2(2), pp. 179-188.
Ried, K., Frank, O. R. & Stocks, N. P., 2010 . Aged garlic extract lowers blood
pressure in patients with treated but uncontrolled hypertension: A randomised
controlled trial. Maturitas, Volume 67, p. 144–150.
Song, K. & Milner, J. A., 2001. The influence of heating on the anticancer properties
of garlic. J. Nutr, p. 131.
Sugiarti, 2016. Pemberian Seduhan Bawang Putih Terhadap Tekanan Darah Lansia
dengan Hipertensi. pp. 111-117.
White, W. B., 2007. Importance of Blood Pressure Control Over a 24-Hour Period.
Journal of Managed Care Pharmacy (JMCP, 13(8), pp. 34-39.

Prasonto, D., Riyanti, E. & Gartika, M., 2017. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum). ODONTO Dental Journal, 4.
Ried, & Fakler, , 2014. Potential of garlic (Allium sativum) in lowering high blood
pressure: mechanisms of action and clinical relevance. Dovpress.
Rield, , Frank, O.R. & stocks, N.P., 2010. Aged garlic extract lowers blood pressure
in patients with treated but. ELSEVIER.
Syamsiah, I.S., n.d. Khasiat & manfaat bawang putih: raja antibiotik alam.

Fleischauer AT, Poole Ch, Arab L. 2000. Garlic consumption and cancer prevention:
meta analyses of colorectal and stomach cancers. Am J Clin Nutr, 72:1047-1052.
Gawad M.A, Aziz M.A., Sayed M.E., Wakil E.E. & Lateef E.A. In vitro antioxidant,
total phenolic and flvonoid contents of six allium species growing in Egypt. Journal of
Microbiology, Biotechnology and Food Sciences 3(4): 343-346. 2014.
Iwalokun, B., Ogunledun, A., Ogbolu, D., Bamiro, S., & Omojola, J. Antibakteri
Bawang Putih ( Allium sativum L .) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ,
Escherichia coli , Salmonella typhimurium DAN Pseudomonas aeruginosa dalam
Meningkatkan Keamanan Pangan. Informatika Pertanian, 24(1), 53–58.
Şenocak, G. (2019) ‘tinjauan pustaka hipertensi’, pp. 7–34. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.

Sudarsono, E. K. R. et al. (2017) ‘Peningkatan Pengetahuan Terkait Hipertensi Guna


Perbaikan Tekanan Darah pada Pemuda di Dusun Japanan, Margodadi, Seyegan,
Sleman, Yogyakarta’, Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian Journal of
Community Engagement), 3(1), pp. 26–38. doi: 10.22146/jpkm.25944.

Sylvestris, A. (2017) ‘Hipertensi Dan Retinopati Hipertensi’, Saintika Medika, 10(1),


p. 1. doi: 10.22219/sm.v10i1.4142.

Kemenkes RI. Hipertensi. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian


kesehatan RI. 2014; (Hipertensi):1-7.

Anda mungkin juga menyukai