Trauma Amputasi
Trauma Amputasi
Trauma amputasi adalah hilangnya bagian tubuh biasanya jari, jari kaki, lengan, atau
kaki yang terjadi sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma. Sebuah amputasi traumatik dapat
melibatkan bagian tubuh, termasuk lengan, tangan, jari tangan, kaki, jari kaki, telinga, hidung,
kelopak mata dan alat kelamin. Anggota tubuh bagian atas termasuk jari-jari (falang), tangan
(metakarpal), pergelangan tangan (carpals), lengan (radius/ulna), lengan atas (humerus), tulang
belikat (tulang belikat) dan tulang kerah (klavikula). Amputasi ekstremitas lebih dari 65% dari
traumatik amputasi, sementara orang yang dapat terlibat dalam amputasi korban kebanyakan
Diperkirakan bahwa satu dari setiap 200 individu di Amerika Serikat telah mengalami
amputasi. Amputasi traumatik tidak direncanakan biasanya terjadi di luar lingkungan rumah
melibatkan anatomi yang melekat erat dengan inti tubuh, seperti seluruh lengan pada sendi bahu
atau kaki di sendi pinggul. Distal amputasi melibatkan anatomi yang jauh dari inti tubuh, seperti
jari tangan atau kaki. Distal amputasi lebih umum daripada amputasi proksimal.
Pada kelompok usia muda amputasi disebabkan karena trauma. Pada anak-anak, 60% disebabkan
oleh amputasi kongenital dan amputasi bedah umumnya disebabkan karena trauma atau
keganasan. Sekitar 75% amputasi terjadi pada pria. Baik amputasi yang terjadi karena pekerjaan,
penyakit dan penyebab lain, insidennya lebih tinggi pada pria, 85% amputasi terjadi pada
ekstremitas bawah.
(www.emsresponder.com.2008)
1. Mekanisme dari Amputasi
Ada banyak penyebab yang dapat melibatkan amputasi traumatik. Contoh umum termasuk
industri, pertanian dan kecelakaan kendaraan bermotor, penggunaan peralatan listrik, termasuk
gergaji listrik, mesin pemotong rumput juga beresiko tinggi. Dalam amputasi traumatis,
mekanisme spesifik dari cedera cenderung terlibat dan mekanisme avulsion bentuk yang paling
umum dari amputasi traumatis, mekanisme lain yang mungkin cedera cenderung yang paling
umum dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang signifikan dan cedera. Karena cedera
yang terkait dengan mekanisme, amputasi akibat dari kekuatan cenderung akan berhasil
gangguan jaringan. Akibatnya, bagian tubuh yang diamputasi oleh kekuatan guillotine cenderung
Yang paling penting di sini adalah meminimalkan perdarahan, shock, dan infeksi. Hasil jangka
panjang untuk diamputasi telah meningkat karena pemahaman yang lebih baik dari manajemen
amputasi traumatik, darurat awal dan manajemen perawatan kritis, teknik bedah baru, rehabilitasi
awal, dan desain palsu baru. Teknik ekstremitas replantation baru telah cukup berhasil, tapi
(www.nlm.nih.gov/medlineplus.com.2010)
1. Pengertian
Menurut para ahli ada beberapa pengertian tentang trauma dan amputasi, antara lain:
a. Menurut Cerney dan Pickett (1998), trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka.
Sementara menurut Stamm (1999) mengatakan bahwa traumatik merupakan suatu reaksi yang
pemerkosaan, kecelakaan, dan bencana alam) atau kondisi dalam kehidupan yang mengerikan
Sedangkan menurut Lonergan (1999) traumatik adalah suatu kejadian yang dialami atau
(http://rumahbelajarpsikologi.com)
Jadi, dapat disimpulkan trauma adalah suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan
bekas yang diakibatkan oleh suatu kejadian yang melukai secara fisik, misalnya kecelakaan,
b. Menurut (Garrison, 2001:30) amputasi adalah hilangnya suatu bagian tubuh atau bagian dari
tubuh. Kehilangan tersebut bisa sekecil ujung hidung atau seluas keseluruhan tubuh di bawah
mengangkut tungkai dan lengan. Amputasi yang disebabkan kecelakaan (23%), penyakit (74%)
sebuah ekstremitas tubuh oleh trauma fisik yang dialami individu seperti kecelakaan atau
kekerasan.
2. Etiologi
Penyebab utama amputasi ekstremitas atas adalah trauma berat (cedera akut, luka
bakar listrik, luka bakar dingin), tumor ganas, infeksi gas ganggren fulminal, osteomielitis kronis
perkakas listrik atau dari kecelakaan kendaraan bermotor. Bencana alam, perang, dan serangan
Trauma adalah penyebab paling sering dari suatu amputasi, cedera terkait pekerjaan, aktivitas di
alam bebas, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kendaraan bermotor dan cedera terkait pekerjaan.
Terdapat suatu insiden yang lebih besar dari hilangnya ekstermitas bawah, meliputi hampir 10%
3. Patofisiologi
karena berbagai faktor antara lain penyakit vaskuler perifer yaitu penyakit pada pembuluh darah,
trauma disebabkan kerena kecelakaan, tumor ganas seperti osteosarkoma (tumor tulang) serta
congenital (bawaan sejak lahir). Amputasi sendiri bisa diartikan sebagai diskontinuitas jaringan
tulang dan otot yang dapat mengakibatkan terputusnya pembuluh darah dan syaraf serta
kehilangan bagian tubuh, dimana pada terputusnya pembuluh darah dan syaraf ini akan
menimbulkan rasa nyeri yang sering kali berdampak pada resiko terjadinya infeksi pada luka
yang ada dan gangguan mobilitas fisik yang dapat menimbulkan resiko kontraktur fleksi pinggul.
Selain disebabkan oleh nyeri, gangguan mobilitas fisik juga bisa disebabkan oleh kehilangannya
bagian tubuh terutama pada ekstremitas bawah. Kehilangan bagian tubuh juga dapat
menimbulkan stress emosional dikarenakan gangguan psikologis yang disebabkan oleh adanya
perubahan dari struktur tubuh yang berdampak pada timbulnya gangguan citra diri dan
penurunan intake oral. Pada penurunan intaka oral ini biasanya akan menimbulkan resiko
kurangnya pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh dan akan terjadi kelemahan fisik
a. Amputasi selektif atau terencana, amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiognosis
dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
b. Amputasi akibat trauma, ini merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
terencana. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
c. Amputasi darurat, kegiatan amputasi ini dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti trauma dengan patah tulang
5. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada pembuluh
darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada
semua pembedahan. Dengan peredaran darah yang buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi
traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis
metabolisme basal.
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar ke ruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan
perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
3) Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O 2 dan nutrisi
sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan.
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
4) Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
1) Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
2) Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat peristaltik usus dan spincter anus menjadi
konstriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan feces lebih keras dan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk
batu ginjal, tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
7. Penatalaksanaan
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa amputasi
(puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan prostesis.
edema, dengan balutan kompres lunak atau rigit dan menggunakan teknik aseptik dalam
a. Balutan rigit tertutup, ini sering digunakan untuk mendapat kompresi yang merata, menyangga
b. Balutan lunak, dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala
sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung
dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi. (Smeltzer, 2002:2388-2389)
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai hal ini, proses
yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem
Proses keperawatan ini diperkenalkan pada tahun 1950 sebagai proses yang terdiri atas
tiga tahap yaitu pengkajian, perencanaan dan evaluasi yang didasarkan pada metode-metode
ilmiah pengamatan, pengukuran, pengumpulan data, dan penganalisaan temuan. Kajian selama
proses keperawatan menjadi lima langkah yang kongkrit (pengkajian, identifikasi masalah,
pengorganisasian proses berpikir untuk pembuatan keputusan klinis. Kelima langkah ini adalah
pusat untuk tindakan keperawatan dan memberikan asuhan pasien secara individual dan kualitas
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus
memperhatikan data dasar klien. Informasi yang lain didapat dari klien (sumber data primer),
data yang didapat dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan
laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat, atau anggota tim kesehatan merupakan
Doenges (2000:786-787) menguraikan pengkajian keperawatan pada klien dengan post amputasi,
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Antisipasi pola hidup, situasi finansial, perasaan putus asa, tidak berdaya.
c. Seksualitas
e. Penyuluhan/pembelajaran
Rencana pemulangan: Memerlukan bantuan dalam perawatan luka/bahan, adaptasi terhadap alat
bantu ambulatori, transportasi, pemeliharaan rumah, kemungkinan aktivitas parawatan diri, dan
latihan kejuruan.
Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan digunakan untuk menentukan
Ultrasound Doppler, flowmetri dopller laser: Dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran
darah
Tekanan O2 transkutaneus: Memberi peta area perfusi paling besar dan paling kecil dalam
keterlibatan ekstremitas
Termografi: Mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik pada dua sisi, dari jaringan
kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin besar
darah arterial.
LED: Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi.
Hitung darah lengkap/diferensial: Peninggian dan “perpindahan ke kiri” di duga proses infeksi.
neurovaskuler, fungsional ekstremitas harus dievaluasi melalui riwayat dan pengkajian fisik.
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2000:787-793) yang mungkin muncul pada klien
a. Gangguan citra diri berhubungan dengan faktor biopsiko atau kehilangan bagian tubuh
b. Nyeri berhubungan dengan cidera fisik/jaringan dan trauma syaraf. Dampak psikologis dari
c. Perfusi jaringan, perubuhan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, edema jaringan
d. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, gangguan perseptual
f. Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan
mengatasi masalah klien melalui intervensi, implementasi dan manajemen yang baik. (Hidayat,
2002:30)
Rencana keperawatan yang dijumpai pada klien dengan amputasi menurut Doenges (2000:787-
a. Gangguan citra diri berhubungan dengan faktor biopsiko atau kehilangan bagian tubuh
Tujuan/kriteria hasil:
Klien menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri (amputasi)
Intervensi:
Rasional: Memandang amputasi sebagai rekonstruksi akan menerima diri yang baru.
2) Dorong ekspresi ketakutan perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh.
Rasional: Ekspresi emosi membantu klien menerima kenyataan dan realita hidup tanpa tungkai
Rasional: Dukungan yang cukup dari orang terdekat membantu proses ketakutan
4) Dorongan dalam aktivitas sehari-hari, beri kesempatan untuk memandang/merawat puntung
pemecahan masalah.
b. Nyeri berhubungan dengan cidera fisik/jaringan dan trauma syaraf. Dampak psikologis dari
Klien tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat dan menyatakan pemahaman nyeri
Intervensi:
1) Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10) selidiki perubahan karakteristik nyeri.
2) Terima kenyataan sensasi fantom tungkai yang biasanya hilang dengan sendirinya dan banyak
Rasional: Mengetahui tentang sensasi ini memungkinkan klien memahami fenomena normal
3) Berikan pijatan lembut pada puntung sesuai toleransi bila balutan telah lepas.
c. Perfusi jaringan, perubahan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, edema jaringan
Tujuan/kriteria hasil:
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer teraba, kulit
Intervensi:
1) Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan kesamaan
koagulasi.
3) Berikan tekanan langsung pada sisi pendarahan, bila terjadi pendarahan hubungi dokter segera
Tujuan/kriteria:
Klien mencapai penyembuhan tepat pada waktunya, bebas draine purulen, atau eritema, dan
tidak demam.
Intervensi:
Rasional: Deteksi dini terjadinya infeksi, memberikan kesempatan untuk intervensi yang tepat,
mencegah komplikasi
3) Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah balutan
konraindikasi
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, gangguan perseptual
Tujuan/kriteria:
Klien menyatakan situasi individu/pemahaman tindakan keamanan klien menunjukkan
Intervensi:
2) Bantu latihan tentang gerak khusus untuk area sakit dan yang tak sakit
3) Instruksi klien untuk berbaring tengkurap sesuai toleransi dengan bantal di bawah abdomen dan
f. Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan
Tujuan/kriteria:
Intervensi:
1) Kaji ulang proses penyakit, prosedur bedah dan harapan yang akan datang
Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi
4. Evaluasi
Dokumentasi evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan klien terhadap tujuan yang
dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasi
status klien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi memberikan informasi, sehingga
Evaluasi hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan amputansi sesuai dengan
tujuan kriteria hasil yang ingin dicapai. Menurut Doenges (2000:787-793) antara lain:
1) Klien menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri (amputasi)
3) Klien menyatakan pemahaman nyeri fantom dan metode untuk menghilangkannya.
1) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer klien teraba, kulit
hangat
1) Purulen, atau eritema, demam tidak ada dan penyembuhan tepat waktu.
5. Dokumentasi
media komunikasi. Dokumentasi bukan sekedar menuliskan sesuatu dalam lembar pencatatan,
tetapi harus terlebih dahulu memikirkan dan menganalisis apa yang akan dan harus dicatat,
bagaimana menyusun kalimatnya dan dimana tulisan akan diletakkan. Dokumentasi keperawatan
adalah sesuatu yang ditulis atau dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan bukti bagi orang
yang berwenang dan merupakan bagian dari praktik profesional. Fungsi dari dokumentasi yaitu
penunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan sebagai bukti akuntabilitas tentang apa yang
telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya, bukti secara profesional, legal dan dapat
Dokumentasi keperawatan suatu catatan yang memuat seluruh informasi yang dibutuhkan
mengevaluasi tindakan keperawatan yang disusun secara sistematis, valid, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum (Ali, Zaidin, 2001:87). Tujuan dokumentasi
a. Menghindari kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam asuhan
keperawatan.
b. Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama perawat atau pihak lain melalui
komunikasi tulisan.
f. Memberikan data bagi penelitian, penulisan karya ilmiah, dan penyempurnaan standar asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan dan Kolaboratif; Alih Bahasa Monica Ester, Setiawan, EGC, Jakarta
Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Salemba Medika, Jakarta
Garrison, Susan J. 2001:Handbook Of Physical Medicine and Rehabilitation Basics, alih bahasa:Anton
Cahaya Widjaja, Editor:Virgi Saputra, Ivo Novita Salim, Hipokrates, Jakarta
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktik. Jakarta, Salemba
Medika.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 3
Brunner & Suddarth. EGC. Jakarta
After Birth Amputations:Trauma Setelah Amputasi Lahir Trauma, [online], diunduh dari
http:library.thinkquest.org/00021/after birth trauma.html2007 [Accessed 07 Agustus 2010]
Aryono, A. Mufid, 2010. Kasus Kecelakaan Kerja Terjadi Di Indonesia.[online]. diunduh dari:
http://m.solopos.com [Accessed 13 Agustus 2010]