Anda di halaman 1dari 20

TRAUMA AMPUTASI

A.  Tinjauan Tentang Traumatik Amputasi

Trauma amputasi adalah hilangnya bagian tubuh biasanya jari, jari kaki, lengan, atau

kaki yang terjadi sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma. Sebuah amputasi traumatik dapat

melibatkan bagian tubuh, termasuk lengan, tangan, jari tangan, kaki, jari kaki, telinga, hidung,

kelopak mata dan alat kelamin. Anggota tubuh bagian atas termasuk jari-jari (falang), tangan

(metakarpal), pergelangan tangan (carpals), lengan (radius/ulna), lengan atas (humerus), tulang

belikat (tulang belikat) dan tulang kerah (klavikula). Amputasi ekstremitas lebih dari 65% dari

traumatik amputasi, sementara orang yang dapat terlibat dalam amputasi korban kebanyakan

antara usia 15 dan sebagian besar korban 80% adalah laki-laki.

Diperkirakan bahwa satu dari setiap 200 individu di Amerika Serikat telah mengalami

amputasi. Amputasi traumatik tidak direncanakan biasanya terjadi di luar lingkungan rumah

sakit. Lebih dari 30.000 amputasi traumatik terjadi setiap tahun.

Amputasi dapat melibatkan anatomi proksimal atau distal. Amputasi proksimal

melibatkan anatomi yang melekat erat dengan inti tubuh, seperti seluruh lengan pada sendi bahu

atau kaki di sendi pinggul. Distal amputasi melibatkan anatomi yang jauh dari inti tubuh, seperti

jari tangan atau kaki. Distal amputasi lebih umum daripada amputasi proksimal.

Pada kelompok usia muda amputasi disebabkan karena trauma. Pada anak-anak, 60% disebabkan

oleh amputasi kongenital dan amputasi bedah umumnya disebabkan karena trauma atau

keganasan. Sekitar 75% amputasi terjadi pada pria. Baik amputasi yang terjadi karena pekerjaan,

penyakit dan penyebab lain, insidennya lebih tinggi pada pria, 85% amputasi terjadi pada

ekstremitas bawah.

(www.emsresponder.com.2008)
1.    Mekanisme dari Amputasi

Ada banyak penyebab yang dapat melibatkan amputasi traumatik. Contoh umum termasuk

industri, pertanian dan kecelakaan kendaraan bermotor, penggunaan peralatan listrik, termasuk

gergaji listrik, mesin pemotong rumput juga beresiko tinggi. Dalam amputasi traumatis,

mekanisme spesifik dari cedera cenderung terlibat dan mekanisme avulsion bentuk yang paling

umum dari amputasi traumatis, mekanisme lain yang mungkin cedera cenderung yang paling

umum dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang signifikan dan cedera. Karena cedera

yang terkait dengan mekanisme, amputasi akibat dari kekuatan cenderung akan berhasil

disambungkan. Sebaliknya, luka guillotine melibatkan benda tajam, yang mengakibatkan

gangguan jaringan. Akibatnya, bagian tubuh yang diamputasi oleh kekuatan guillotine cenderung

memiliki reattachment lebih baik dan pemulihan. (www.emsresponder.com.2008)

2.    Manajemen Traumatik Amputasi

Yang paling penting di sini adalah meminimalkan perdarahan, shock, dan infeksi. Hasil jangka

panjang untuk diamputasi telah meningkat karena pemahaman yang lebih baik dari manajemen

amputasi traumatik, darurat awal dan manajemen perawatan kritis, teknik bedah baru, rehabilitasi

awal, dan desain palsu baru. Teknik ekstremitas replantation baru telah cukup berhasil, tapi

regenerasi saraf tidak lengkap tetap menjadi faktor pembatas utama.

(www.nlm.nih.gov/medlineplus.com.2010)

B.  Konsep Dasar Traumatik Amputasi

1.    Pengertian

Menurut para ahli ada beberapa pengertian tentang trauma dan amputasi, antara lain:

a.    Menurut Cerney dan Pickett (1998), trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka.
Sementara menurut Stamm (1999) mengatakan bahwa traumatik merupakan suatu reaksi yang

alamiah terhadap peristiwa yang mengandung kekerasan (seperti kekerasan kelompok,

pemerkosaan, kecelakaan, dan bencana alam) atau kondisi dalam kehidupan yang mengerikan

(seperti kemiskinan, deprivasi, dan lain-lain).

Sedangkan menurut Lonergan (1999) traumatik adalah suatu kejadian yang dialami atau

disaksikan oleh individu, yang mengancam keselamatan dirinya.

(http://rumahbelajarpsikologi.com)

Jadi, dapat disimpulkan trauma adalah suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan

bekas yang diakibatkan oleh suatu kejadian yang melukai secara fisik, misalnya kecelakaan,

kekerasan atau bencana alam.

b.    Menurut (Garrison, 2001:30) amputasi adalah hilangnya suatu bagian tubuh atau bagian dari

tubuh. Kehilangan tersebut bisa sekecil ujung hidung atau seluas keseluruhan tubuh di bawah

vertebra lumbalis bawah.

Sedangkan menurut (Carpenito, 1999:459) amputasi adalah pembedahan memotong dan

mengangkut tungkai dan lengan. Amputasi yang disebabkan kecelakaan (23%), penyakit (74%)

kelainan kongenital (3%).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa traumatik amputasi adalah penghilangan

sebuah ekstremitas tubuh oleh trauma fisik yang dialami individu seperti kecelakaan atau

kekerasan.

2.    Etiologi

Penyebab utama amputasi ekstremitas atas adalah trauma berat (cedera akut, luka

bakar listrik, luka bakar dingin), tumor ganas, infeksi gas ganggren fulminal, osteomielitis kronis

dan malforasi kongenital. (Smeltzer, 2002: 2387).


Trauma amputasi biasanya hasil langsung dari pabrik, peternakan, atau kecelakaan

perkakas listrik atau dari kecelakaan kendaraan bermotor. Bencana alam, perang, dan serangan

teroris juga bisa menyebabkan amputasi traumatik.

Trauma adalah penyebab paling sering dari suatu amputasi, cedera terkait pekerjaan, aktivitas di

alam bebas, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kendaraan bermotor dan cedera terkait pekerjaan.

Terdapat suatu insiden yang lebih besar dari hilangnya ekstermitas bawah, meliputi hampir 10%

tindakan amputasi, terutama pada kecelakaan kerja.

3.    Patofisiologi

Terjadinya amputasi (kehilangan bagian tubuh) pada seseorang dapat disebabkan

karena berbagai faktor antara lain penyakit vaskuler perifer yaitu penyakit pada pembuluh darah,

trauma disebabkan kerena kecelakaan, tumor ganas seperti osteosarkoma (tumor tulang) serta

congenital (bawaan sejak lahir). Amputasi sendiri bisa diartikan sebagai diskontinuitas jaringan

tulang dan otot yang dapat mengakibatkan terputusnya pembuluh darah dan syaraf serta

kehilangan bagian tubuh, dimana pada terputusnya pembuluh darah dan syaraf ini akan

menimbulkan rasa nyeri yang sering kali berdampak pada resiko terjadinya infeksi pada luka

yang ada dan gangguan mobilitas fisik yang dapat menimbulkan resiko kontraktur fleksi pinggul.

Selain disebabkan oleh nyeri, gangguan mobilitas fisik juga bisa disebabkan oleh kehilangannya

bagian tubuh terutama pada ekstremitas bawah. Kehilangan bagian tubuh juga dapat

menimbulkan stress emosional dikarenakan gangguan psikologis yang disebabkan oleh adanya

perubahan dari struktur tubuh yang berdampak pada timbulnya gangguan citra diri dan

penurunan intake oral. Pada penurunan intaka oral ini biasanya akan menimbulkan resiko

kurangnya pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh dan akan terjadi kelemahan fisik

serta resiko penyembuhan luka yang lambat.


4.    Jenis-Jenis Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi:

a.    Amputasi selektif atau terencana, amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiognosis

dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan

sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

b.    Amputasi akibat trauma, ini merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak

terencana. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta

memperbaiki kondisi umum klien.

c.    Amputasi darurat, kegiatan amputasi ini dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya

merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti trauma dengan patah tulang

multiple dan kerusakan kulit yang luas.

5.    Komplikasi

Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada pembuluh

darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada

semua pembedahan. Dengan peredaran darah yang buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi

traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis

dapat menyebabkan kerusakan kulit. (Smeltzer, 2002:2389)

6.    Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh

Adapun pengaruhnya meliputi:

a.    Kecepatan metabolisme


Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi

simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan

metabolisme basal.

b.    Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,

maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan

intravaskuler ke luar ke ruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan

oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan

kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat

pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

c.    Sistem respirasi

1)   Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif

kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.

2)   Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan

perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena

latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

3)   Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus

cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

d.   Sistem kardiovaskuler

1)   Peningkatan denyut nadi


Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada

keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.

2)   Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian

diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

3)   Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula

tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga

darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah

darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah

menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan

pingsan.

e.    Sistem muskuloskeletal

1)   Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O 2 dan nutrisi

sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan

terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

2)   Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan.

Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

3)   Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
4)   Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan

anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

f.     Sistem pencernaan

1)   Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar

pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang

menyebabkan menurunnya nafsu makan.

2)   Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat peristaltik usus dan spincter anus menjadi

konstriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan feces lebih keras dan

orang sulit buang air besar.

g.    Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan

sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine

sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk

batu ginjal, tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan

dapat menyebabkan ISK (Infeksi Saluran Kemih).

h.    Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan

sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan

dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

7.    Penatalaksanaan

Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa amputasi

(puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan prostesis.

Penyembuhan dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa amputasi, pengontrolan

edema, dengan balutan kompres lunak atau rigit dan menggunakan teknik aseptik dalam

perawatan luka untuk meghindari infeksi.

a.    Balutan rigit tertutup, ini sering digunakan untuk mendapat kompresi yang merata, menyangga

jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur.

b.    Balutan lunak, dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala

sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung

dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi. (Smeltzer, 2002:2388-2389)

C.  Manajemen Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival dan dalam aspek-aspek

pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai hal ini, proses

keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen

yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem

teori, dengan menggunakan metoda ilmiah.

Proses keperawatan ini diperkenalkan pada tahun 1950 sebagai proses yang terdiri atas

tiga tahap yaitu pengkajian, perencanaan dan evaluasi yang didasarkan pada metode-metode
ilmiah pengamatan, pengukuran, pengumpulan data, dan penganalisaan temuan. Kajian selama

bertahun-tahun, penggunaan dan perbaikan telah mengarahkan perawat pada pengembangan

proses keperawatan menjadi lima langkah yang kongkrit (pengkajian, identifikasi masalah,

perencanaan, implementasi dan evaluasi) yang memberikan metoda efisiensi tentang

pengorganisasian proses berpikir untuk pembuatan keputusan klinis. Kelima langkah ini adalah

pusat untuk tindakan keperawatan dan memberikan asuhan pasien secara individual dan kualitas

yang lebih tinggi dalam berbagai situasi. (Doenges, 1999:6)

1.    Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus

memperhatikan data dasar klien. Informasi yang lain didapat dari klien (sumber data primer),

data yang didapat dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan

laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat, atau anggota tim kesehatan merupakan

pengkajian data dasar. (Hidayat, 2002:12)

Doenges (2000:786-787) menguraikan pengkajian keperawatan pada klien dengan post amputasi,

yaitu sebagai berikut:

a.    Aktivitas/istirahat

Gejala: Seperti keterbatasan aktual/antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi/amputasi.

b.    Integritas ego

Gejala: Antisipasi pola hidup, situasi finansial, perasaan putus asa, tidak berdaya.

Tanda: Ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri.

c.    Seksualitas

Gejala: Masalah tentang keintiman hubungan

d.   Interaksi sosial


Gejala: Masalah sehubungan dengan penyakit/kondisi, peran fungsi.

e.    Penyuluhan/pembelajaran

Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 9,7 hari

Rencana pemulangan: Memerlukan bantuan dalam perawatan luka/bahan, adaptasi terhadap alat

bantu ambulatori, transportasi, pemeliharaan rumah, kemungkinan aktivitas parawatan diri, dan

latihan kejuruan.

f.     Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan digunakan untuk menentukan

tingkat yang tepat untuk amputasi.

Foto rontgen: Mengidentifikasi abnormalitas tulang

Skan CT: Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan hematoma

Angiografi dan pemeriksaan aliran darah: Mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi jaringan

dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi.

Ultrasound Doppler, flowmetri dopller laser: Dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran

darah

Tekanan O2 transkutaneus: Memberi peta area perfusi paling besar dan paling kecil dalam

keterlibatan ekstremitas

Termografi: Mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik pada dua sisi, dari jaringan

kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin besar

kesempatan untuk sembuh.

Pletismografi: Mengukur TD segmental bahwa terhadap ekstremitas bawah mengevaluasi aliran

darah arterial.
LED: Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi.

Kultur luka: Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab

Biopsi: Mengkonfirmasi diagnosa massa benigna/maligna

Hitung darah lengkap/diferensial: Peninggian dan “perpindahan ke kiri” di duga proses infeksi.

Smeltzer dan Bare (2000:2390) menguraikan rangkaian sebelum pembedahan, status

neurovaskuler, fungsional ekstremitas harus dievaluasi melalui riwayat dan pengkajian fisik.

2.    Diagnosa Keperawatan

Perumusan diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan digunakan dalam

proses pemecahan masalah. Melalui identifikasi, dapat digambarkan berbagai masalah

keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan (Hidayat, 2002:24)

Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2000:787-793) yang mungkin muncul pada klien

amputasi sebagai berikut:

a.    Gangguan citra diri berhubungan dengan faktor biopsiko atau kehilangan bagian tubuh

b.    Nyeri berhubungan dengan cidera fisik/jaringan dan trauma syaraf. Dampak psikologis dari

kehilangan bagian tubuh

c.    Perfusi jaringan, perubuhan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, edema jaringan

d.   Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit

robek, jaringan traumatik) prosedur invasif, terpajan pada lingkungan

e.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, gangguan perseptual

f.     Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang perpajan/mengingat

3.    Perencanaan Keperawatan


Rencana keperawatan merupakan catatan penyusunan “Rencana tindakan keperawatan” yang

dilakukan untuk menanggulangi masalah dengan cara mencegah, mengurangi, dan

menghilangkan masalah. Perawat dapat menggunakan strategi pemecahan masalah untuk

mengatasi masalah klien melalui intervensi, implementasi dan manajemen yang baik. (Hidayat,

2002:30)

Rencana keperawatan yang dijumpai pada klien dengan amputasi menurut Doenges (2000:787-

794), antara lain:

a.    Gangguan citra diri berhubungan dengan faktor biopsiko atau kehilangan bagian tubuh

Tujuan/kriteria hasil:

Klien menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri (amputasi)

Intervensi:

1)   Kaji/pertimbangan persiapan klien dan pandangan terhadap amputasi

Rasional: Memandang amputasi sebagai rekonstruksi akan menerima diri yang baru.

2)   Dorong ekspresi ketakutan perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh.

Rasional: Ekspresi emosi membantu klien menerima kenyataan dan realita hidup tanpa tungkai

3)   Kaji derajat dukungan untuk klien

Rasional: Dukungan yang cukup dari orang terdekat membantu proses ketakutan

4)   Dorongan dalam aktivitas sehari-hari, beri kesempatan untuk memandang/merawat puntung

menggunakan waktu untuk menunjukkan tanda positif kesembuhan

Rasional: Meningkatkan kemandirian, meningkatkan perasaan harga diri, membantu dalam

pemecahan masalah.

b.    Nyeri berhubungan dengan cidera fisik/jaringan dan trauma syaraf. Dampak psikologis dari

kehilangan bagian tubuh.


Tujuan/kriteria hasil:

Klien menyatakan nyeri hilang/terkontrol.

Klien tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat dan menyatakan pemahaman nyeri

fantom dan metode untuk menghilangkannya.

Intervensi:

1)   Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10) selidiki perubahan karakteristik nyeri.

Rasional: Membantu dalam evaluasi dan keefektifan intervensi

2)   Terima kenyataan sensasi fantom tungkai yang biasanya hilang dengan sendirinya dan banyak

alat akan dicobakan untuk menghilangkan nyeri.

Rasional: Mengetahui tentang sensasi ini memungkinkan klien memahami fenomena normal

yang terjadi segera atau beberapa minggu pasca operasi.

3)   Berikan pijatan lembut pada puntung sesuai toleransi bila balutan telah lepas.

Rasional: Meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot

4)   Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, analgesik, relaksan otot

Rasional: Menurunkan nyeri/spasme otot.

c.    Perfusi jaringan, perubahan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, edema jaringan

Tujuan/kriteria hasil:

Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer teraba, kulit

hangat/kering, penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi:

1)   Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan kesamaan

Rasional: Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi

2)   Inspeksi alat balutan/draine, perhatikan jumlah dan karakteristik balutan


Rasional: Kehilangan darah mengindikasikan kebutuhan untuk cairan, dan evaluasi gangguan

koagulasi.

3)   Berikan tekanan langsung pada sisi pendarahan, bila terjadi pendarahan hubungi dokter segera

Rasional: Tekanan langsung dengan balutan untuk mengamankan pendarahan

4)   Kolaborasi berikan cairan IV/produksi darah sesuai indikasi

Rasional: Mempertahankan volume sirkulasi untuk memaksimalkan pefusi jaringan

d.   Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Tujuan/kriteria:

Klien mencapai penyembuhan tepat pada waktunya, bebas draine purulen, atau eritema, dan

tidak demam.

Intervensi:

1)   Pertahankan tekhnik antiseptik bila merawat luka/ganti balutan

Rasional: Meminimalkan introduksi bakteri

2)   Inspeksi puntung yang tepat, mencegah komplikasi

Rasional: Deteksi dini terjadinya infeksi, memberikan kesempatan untuk intervensi yang tepat,

mencegah komplikasi

3)   Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah balutan

konraindikasi

Rasional: Mempertahankan kebersihan, meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak

4)   Awasi tanda vital

Rasional: Peningkatan suhu dapat menunjukkan adanya sepsis

e.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, gangguan perseptual

Tujuan/kriteria:
Klien menyatakan situasi individu/pemahaman tindakan keamanan klien menunjukkan

partisipasi dalam aktivitas mempertahankan posisi fungsi

Intervensi:

1)   Berikan perawatan puntung secara teratur

Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi penyembuhan dan komplikasi

2)   Bantu latihan tentang gerak khusus untuk area sakit dan yang tak sakit

Rasional: Untuk mencegah kontraktur, perubahan bentuk

3)   Instruksi klien untuk berbaring tengkurap sesuai toleransi dengan bantal di bawah abdomen dan

puntung ekstremitas bawah

Rasional: Menguatkan otot untuk mencegah kontraktur fleksi pinggul

4)   Tunjukkan/bantu tekhnik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas

Rasional: Membantu perawatan diri dan kemandirian klien

f.     Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat

Tujuan/kriteria:

Klien mengatakan memahami kondisi/proses penyakit dan pengobatan. Klien melakukan

perubahan pada pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi:

1)   Kaji ulang proses penyakit, prosedur bedah dan harapan yang akan datang

Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan

informasi

2)   Instruksikan perawatan puntung/luka pada klien

Rasional: Meningkatkan perawatan diri kompeten


3)   Identifikasi tekhnik untuk mengatasi nyeri fantom

Rasional: Menurunkan tekanan otot dan meningkatkan kontrol kemampuan koping.

4.    Evaluasi

Dokumentasi evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan klien terhadap tujuan yang

dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasi

status klien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi memberikan informasi, sehingga

memungkinkan revisi perawatan. (Hidayat, 2002:41)

Evaluasi hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan amputansi sesuai dengan

tujuan kriteria hasil yang ingin dicapai. Menurut Doenges (2000:787-793) antara lain:

a.    Kriteria Evaluasi Diagnosa I

1)   Klien menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri (amputasi)

b.    Kriteria Evaluasi Diagnosa II

1)   Klien menyatakan nyeri hilang/terkontrol

2)   Klien tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat

3)   Klien menyatakan pemahaman nyeri fantom dan metode untuk menghilangkannya.

c.    Kriteria Evaluasi Diagnosa III

1)   Mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan nadi perifer klien teraba, kulit

hangat

2)   Penyembuhan luka tepat waktu

d.   Kriteria Evaluasi Diagnosa IV

1)   Purulen, atau eritema, demam tidak ada dan penyembuhan tepat waktu.

e.    Kriteria Evaluasi Diagnosi V

1)   Klien menyatakan situasi/pemahaman tindakan keamanan


2)   Klien menunjuk partisipasi dalam aktivitas

3)   Klien mampu mempertahankan posisi fungsi

f.     Kriteria Evaluasi Diagnosa VI

1)   Klien menyatakan memahami kondisi/proses penyakit dan pengobatan

2)   Klien melakukan perubahan pola hidup

5.    Dokumentasi

Pendokumentasian atau pencatatan merupakan tindakan legal, karena dokumentasi merupakan

media komunikasi. Dokumentasi bukan sekedar menuliskan sesuatu dalam lembar pencatatan,

tetapi harus terlebih dahulu memikirkan dan menganalisis apa yang akan dan harus dicatat,

bagaimana menyusun kalimatnya dan dimana tulisan akan diletakkan. Dokumentasi keperawatan

adalah sesuatu yang ditulis atau dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan bukti bagi orang

yang berwenang dan merupakan bagian dari praktik profesional. Fungsi dari dokumentasi yaitu

penunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan sebagai bukti akuntabilitas tentang apa yang

telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya, bukti secara profesional, legal dan dapat

dipertanggungjawabkan (Deswani, 2009:111).

Dokumentasi keperawatan suatu catatan yang memuat seluruh informasi yang dibutuhkan

untuk menentukan diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan dan

mengevaluasi tindakan keperawatan yang disusun secara sistematis, valid, dan dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum (Ali, Zaidin, 2001:87). Tujuan dokumentasi

keperawatan menurut (Ali, Zaidin, 2001:88) adalah:

a.    Menghindari kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam asuhan

keperawatan.
b.    Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama perawat atau pihak lain melalui

komunikasi tulisan.

c.    Meningkatkan efisiensi dan efektifitas tenaga keperawatan.

d.   Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan.

e.    Perawat mendapat perlindungan secara hukum.

f.     Memberikan data bagi penelitian, penulisan karya ilmiah, dan penyempurnaan standar asuhan

keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional.Widya Medika, Jakarta

Capernito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan dan Kolaboratif; Alih Bahasa Monica Ester, Setiawan, EGC, Jakarta

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Salemba Medika, Jakarta

Doenges, Marylinn E. 1999,2000. Rencana Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC,Jakarta.

Garrison, Susan J. 2001:Handbook Of Physical Medicine and Rehabilitation Basics, alih bahasa:Anton
Cahaya Widjaja, Editor:Virgi Saputra, Ivo Novita Salim, Hipokrates, Jakarta

Hidayat, A. Aziz Alimul.2001/2002, Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan,EGC, Jakarta

Kasim, Fauzi. 2008. ISO:Informasi Spesialite Obat Idonesia.ISFI, Jakarta

Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktik. Jakarta, Salemba
Medika.

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 3
Brunner & Suddarth. EGC. Jakarta
After Birth Amputations:Trauma Setelah Amputasi Lahir Trauma, [online], diunduh dari
http:library.thinkquest.org/00021/after birth trauma.html2007 [Accessed 07 Agustus 2010]

Aryono, A. Mufid, 2010. Kasus Kecelakaan Kerja Terjadi Di Indonesia.[online]. diunduh dari:
http://m.solopos.com [Accessed 13 Agustus 2010]

EMS Magazine. 2008. Tramautic Amputasi [online], diunduh dari: http://www.emsresponder.com


[Accessed 13 Agustus 2010]

Kecelakaan lalu-lintas. 2010. diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kecelakaan_ lalu-


lintas2010 [Accessed 13 Agustus 2010]

Pike, Rockville.2001. Amputation-Traumatic, [online] diunduh dari :


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000006.html [Accessed 12 Agustus 2010]

Trauma, [online] diunduh dari http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php.trauma. html [Accessed 12


Agustus 2010]

Anda mungkin juga menyukai