Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


ABLASIO RETINA

Dibuat oleh :
Hilaschya Easter Nataschya Sagotra – 01073180094

Pembimbing :
Dr. Dion Oscar Iskandar, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE - RUMAH SAKIT UMUM
SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE NOVEMBER - DESEMBER 2020
TANGERANG
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….i


DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………..2
2.1 Anatomi Retina…………………………………………………………….……………..2
2.2 Definisi …………………………………………………………………………………....4
2.3 Epidemiologi……………………………………………………………….……………..4
2.4 Klasifikasi………………………………………………………………….……………..4
2.4.1 Ablasio retina regmatogen…………………………………………………….4
2.4.2 Ablasio retina traksional………………………………………………………6
2.4.3 Ablasio retina eksudatif……………………………………………………….7
2.5 Diagnosis…………………………………………………………………………..……...8
2.6 Tatalaksana……………………………………………………………………………....9
2.6.1 Pars Plana Vitrektomi…………………………………………………………9
2.6.2 Skeral Buckling………………………………………………………………...9
2.6.3 Retinopeksi Pneumatik……………………………………………………….10
2.7 Prognosis………………………………………………………………………...………10
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...……..11
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lapisan retina …………………………………………………………………..3


Gambar 2. Histologi lapisan retina ………………………………………………………...3
Gambar 3. Retina normal …………………………………………………………………..4
Gambar 4. Ablasio retina regmatogen …………………………………………………….6
Gambar 5. Ablasio retina gambaran tapal kuda ………………………………………….6
Gambar 6. Ablasio retina traksional ………………………………………………………7
Gambar 7. Ablasio retina eksudatif pada kasus limfoma khoroid ………………………7
BAB I
PENDAHULUAN

Retina merupakan bagian yang sensitif terhadap cahaya yag terletak pada dua pertiga
segmen posterior mata. Total area retina 1.100 mm​2 dengan ketebalan retina di daerah makula
di sekitar fovea adalah 400 μm dan menipis menjadi 150 μm pada fovea. Retina sendiri
mendapatkan vaskularisasi dari arteri oftalmika dan arteri siliaris. Retina berbatas dengan
koroid dan terdapat rongga potensial yang dapat mengakibatkan retina terlepas dari koroid.​1
Ablasio retina menandakan adanya pemisahan retina yang merupakan fotoreseptor
dan lapisan bagian dalam dari epitel pigmen retina dibawahnya. Ablasio retina sendiri
diklasifikasikan menjadi ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio retina eksudatif.​1
Penyakit pada retina menjadi salah satu penyebab terbesar kasus penurunan
penglihatan. Berdasarkan survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran tahun
1993-1996, prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai angka 0.13% dan
merupakan penyebab kebutaan ke empat setelah katarak (0.78%), glaucoma (0.20%),
kelainan refraksi (0.14%) dan penyebab lainnya 0.10%).​2 ​Untuk itu tenaga kesehatan perlu
memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik dalam mendiagnosis ablasio retina.​2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Retina merupakan
selembar tipis jaringan
saraf yang semitransparan
dan terdiri atas
beberapa lapis yang
melapisi bagian dalam dua
pertiga belakang bola mata.
Retina membentang
ke depan hampir sama
jauhnya dengan korpus
siliare, dan berakhir di tepi
ora serrata
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang
melapisi bagian dalam duapertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliari, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang
dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan
5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retinasensorik bertumpuk
dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch,
koroid dan sklera.​1
Lapisan retina dimulai dari dalam adalah :​1,3

1. Membran limitan interna, merupakan lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous.
2. Lapisan serabut saraf, mengandung akson sel ganglion yang berjalan menuju ke
nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam, mengandung sambungan sel ganglion dengan amakrin dan
sel bipolar
5. Lapisan inti dalam, badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal
dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar dari sel nukleus fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan sel kerucut
(​rod​ ​and​ ​cone)
8. Membran limitan eksterna
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri dari sel batang dan sel
kurucut (​rod​ ​and​ ​cone​)
10. Lapisan pigmen epitelium
Gambar 1. Lapisan retina

Gambar 2. Histologi lapisan retina

Retina mendapatkan vaskularisasi dari arteri oftalmika yang merupakan cabang


pertama dari arteri karotis interna kanan dan kiri dan arteri siliaris, berjalan bersama nervus
optikus. Arteri siliaris memberikan vaskularisasi pada lapisan luar dan tengah, termasuk
lapisan pleksiform luar, lapisan fotoreseptor, lapisan inti luar, dan lapisan epitel pigmen.​4

Gambar 3. Retina normal

2.2 Definisi
Ablasio retina adalah terjadinya pemisahan neurosensori retina yang merupakan
lapisan fotoreseptor sel batang dan sel kerucut dari lapisan pigmen epithelium dibawahnya.
Pada kondisi ini lapisan pigmen epithelium masih melekat dengan membran Bruch.​5

2.3 Epidemiologi
Prevalensi ablasio retina di dunia ialah 1 kasus dalam 10.000 populasi. Biasanya
ablasio retina terjadi pada usia 50-70 tahun. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan
seperti miopi tinggi (40-50%), afakia atau pseudoafakia (30-40%), dan trauma okuler
(10-20%). Insidensi ablasio retina di Amerika Serikat berkisar antara 1 dari 15.000 populasi
dengan prevalensi 0.3% dari total populasi.​2

2.4 Klasifikasi
Ablasio retina dapat dibedakan menurut patofisiologisnya sebagai berikut :​6
● Ablasio retina regmatogen ( RRD, ​rhegmatogenous retinal detachment​ )
● Ablasio retina traksional ( TRD, ​tractional retinal detachment​ )
● Ablasio retina eksudatif

2.4.1 Ablasio retina regmatogen


Ablasio regmatogen berasal dari Bahasa Yunani ‘rhegma’ yang berarti
diskontiunuitas atau celah.​6 Pada prinsipnya, proses lepasnya lapisan retina didahului oleh
suatu proses yang kompleks dengan faktor predisposisi berupa defek seluruh ketebalan pada
retina ( ​hole atau robekan ), dan pencairan vitreus ( ​vitreous liquefaction ). Defek retina dapat
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor degenersi perifer berupa penipisan retina di daerah
perifer disertai dengan ​atrophic hole​; dan faktor kedua, yaitu robekan retina yang timbul
akibat tarikan jaringan vitreus pada retina (​vitreo – retinal traction ). Defek ini
memungkinkan vitreus yang sudah mencair memperoleh akses ke ruang subretinal sehingga
terjadi pemisahan lapisan sensorik retina dari epital pigmen retina.​7
Gejala awal yang umumnya dirasakan oleh pasien berupa fotopsia dan floaters, diikuti
dengan gangguan lapang pandangan sampai penurunan tajam penglihatan. Fotopsia adalah
sensasi pasien yang dirasakan seperti melihat kilatan cahaya akibat tarikan vitreus terhadap
retina. Apabila tarikan tersebut berlangsung cukup kuat maka dapat terjadi robekan retina.
Terkadang dapat terjadi pendarahan vitreus bila pembuluh darah retina ikut mengalami
robekan. Retina yang robek juga menyebabkan pigmen dari RPE terlepas dan masuk ke
dalam rongga vitreus shingga menimbulkan gejala ​floaters,​ yaitu sensasi melihat objek
berwarna cokelat kehitaman dengan berbagai bentuk serta ukuran.​7
Faktor resiko terjadinya ablasio retina regmatogen antara lain :​6
1. Terjadi pada usia 40-60 tahun
2. Paling sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan (3:2)
3. Simtomatik (​flashes/floaters)​ retina
4. Sekitar 40% kasus ablasio retina regmatogen terjadi karena seseorang mengalami
miopi
5. Lebih sering terjadi pada orang afakia atau pseudofakia. Pasien bedah katarak
terutama jika kapsul posterior ruptur selama proses operasi dan/atau hilangnya
vitreous.
6. Trauma okuli
7. Posterior vitreous detachment
8. Riwayat keluarga ablasio retina
9. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan cytomegalovirus retinitis pada pasien AIDS
10. Lattice degenerasi dari retina
11. Penyakit genetic seperti sindrom marfan, sindrom stickler
Gambar 4. Ablasio retina regmatogen

Gambar 5. Ablasio retina gambaran tapal kuda

2.4.2 Ablasio retina traksional


Ablasio retina traksional merupakan kondisi sekunder dari kelainan retina yang
berkaitan dengan proliferasi membran neovascular, sebagai respon dari kondisi iskemik
retina. Ablasio retina traksional dapat ditemukan pada kasus – kasus retinopati diabetik,
oklusi vena retina sentral atau cabang, uveitis posterior, dan lain – lain.​7
Proliferasi membran neovaskular dapat terjadi di atas papil saraf optik (NVD,
neovascularization on the disc​) atau pada permukaan retina (NVE, ​neovascularization
elsewhere)​ . Membran ini dalam perkembangannya dapat berkontraksi dan membuat tarikan
pada permukaan retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio jenis ini tidak diawali dengan
terbentuknya robekan di retina seperti ablasio regmatogen. Lokasi ablasio traksional dapat
terjadi di berbagai area retina, tetapi umumnya di daerah polus posterior (makula serta papil
saraf optik).​7
Keluhan yang dialami oleh pasien pada umumnya adalah tajam penglihatan menurun
mendadak, dan dapat disertai gejala ​floaters yang disebabkan ruptur neovaskular atau berupa
pendarahan vitreus.​7

Gambar 6. Ablasio retina traksional

2.4.3 Ablasio retina eksudatif


Ablasio jenis ini juga merupakan kondisi sekunder yang umunya terjadi akibat proses
inflamasi di jaringan uvea posterior, yaitu retina dan koroid (uveitis posterior), proses
inflamasi akan menyebabkan permeabilitas dinding vaskular di kedua lapisan tersebut
meningkat dan menyebabkan eksudasi cairan serum ke ekstravaskular. Eksudasi cairan
tersebut akan berakumulasi di ruang subretina dan menyebabkan permisahan lapisan retina
dari epitel pigmen, sehingga terjadi ablasio retina. Uveitis posterior yang dapat menyebabkan
ablasio eksudatif di antaranya adalah penyakit Harada, khoroiditis, tuberkulosis ocular,
vaskulitis retina, dan lain – lain.​7
Etiologi lain yang dapat memberikan manifestasi klinis menyerupai ablasio retina
eksudatif adalah hipertensi maligna, multifocal central serous retinopathy, dan tumor koroid.
Keluhan yang dialami pasien akan berupa penglihatan yang menurun secara progresif, dan
dapat disertai keluhan mata merah serta ​floaters.​ 7​
Gambar 7. Ablasio retina eksudatif pada kasus limfoma khoroid

Vaughan, Daniel G. Asbury,


Taylor. 2000. Oftalmologi
umum (General
ophthalmology)​
edisi 17. EGC: Jakarta. p.
12-199
Vaughan, Daniel G. Asbury,
Taylor. 2000. Oftalmologi
umum (General
ophthalmology)​
edisi 17. EGC: Jakarta. p.
12-199
2.5 Diagnosis
Ablasio retina ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Gejala umum yang muncul pada ablasio retina timbul secara mendadak, dan bebeerapa
gejalanya adalah :​5,6
● Floaters, seperti benda melayang-layang
● Fotopsia, kilatan cahaya
● Penurunan tajam penglihatan, seperti tertutup tirai sebagian yang semakin lama
semakin meluas

Pemeriksaan oftalmologi
● Pemeriksaan visus : Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula
lutea ikut terangkat
● Tekanan intraokuler dapat terukur normal atau cenderung rendah (<10 mmHg).
● Pemeriksaan lapang pandang menyempit.​7

Pemeriksaan penunjang
● Funduskopi dengan menggunakan oftalmoskop indirek binokuler. Dilakukan saat
pupil dilatasi agar pemeriksaan dapat mencapai retina bagian perifer. Pada funduskopi
akan terlihat hilangnya refleks fundus akibat hilangnya transparansi lapisan retina
yang terlepas. Retina terihat berwarna keabuan, ‘terangkat’, berbentuk bulosa dengan
pembuluh darah yang tampak bergelombang mengikuti permukaan retina yang
terangkat atau terlepas.​7
● Ocular B-scan Ultrasonografi dapat mendiagnosis ablasio retina dan patologi terkait
seperti proliferative vitreoretinopathy (PVR), benda asing intraocular, dll. Dapat
menampilkan gambaran echo morfologi retina yang terlepas seperti pada ablasio
traksional atau ablasio eksudatif dan dapat menyingkirkan asosiasi lain seperti tumor
koroidal, posterior skleritis, dll.​6
● Slit lamp, anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk mencari
tanda pigmen ‘tobacco dust’.​5
2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan ablasio retina bertujuan untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensori ke lapisan epitel pigmen retina. Tatalaksana yang dilakukan dengan melakukan
pembedahan.

2.6.1 Pars Plana Vitrektomi


Digunakan mikroskop untuk mengeluarkan badan vitreous dan semua komponen
penarikan epiretinal dan subretinal. Kemudian retina dilekatkan kembali dengan cairan
perfluorocarbon dan defek retina ditutup dengan endolaser.​6
Keuntungan dilakukannya pars plana vitrektomi adalah penentuan lokasi defek lebih
tepat, dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat
dikombinasikan dengan ekstraksi katarak, dan dapat langsung menghilangkan penarikan dari
vitreous. Kerugian dari tindakan ini membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan
yang lebih kompleks, resiko operasi menyebabkan katarak, kemungkinan diperlukan operasi
kedua untuk mengeluarkan silicon oil dan dapat terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli
anterior yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.​6

2.6.2 Scleral Buckling


Tindakan ini membutuhkan alat dan material yang minimal dan lebih mudah tersedia.
Cocok untuk ablasio retina rematogen terutama tanpa disertai komplikasi dengan tingkat
keberhasilan yang tinggi. Namun Tindakan ini tidak cocok untuk ablasio retina yang sulit
seperti dengan proliferative vitreoretinopathy (PVR), giant retinal tears, coloboma koroid, dll.
Tujuan scleral buckling adalah untuk melepaskan tarikan vitreous pada robekan retina,
mengubah arus cairan intraokuler, dan melekatkan kembali retina ke epitel pigmen retina.​6
Prosedur yang dilakukan meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan
dengan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel
pigmen retina, dan selanjutnya dengan scleral buckle. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons
silicon atau silicon padat. Ukuran dan bentuk sabuk tergantung dari posisi lokasi dan
jumlahnya robekan retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera dengan jahitan tipe matras pada
sklera, sehingga terjadi tekanan pada robekan retina dan terjadi penutupan pada robekan
tersebut. Penutupan ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan
dalam waktu 1-2 hari.​8
2.6.3 Retinopeksi Pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan metode yang sering digunakan pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Tujuan
dari retinopeksi pneumatik adalah untuk menutup kerusakan pada retina dengan gelembung
gas intraocular dalam jangka panjang waktu yang cukup lama hingga cairan subretina
direabsorbsi. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas
(SF6 atau C3F8) ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina
dan mencegah cairan lewat lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh
gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1 – 2 hari. Robekan retina dapat
juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikan. Parasintesis
ruang anterior biasanya dibutuhkan untuk menurunkan tekanan intraokuler yang dihasilkan
oleh injeksi gas. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari
untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina. Untuk pasien ablasio retina
dengan durasi < 14 hari yang melibatkan makula, prosedur retinopeksi traumatik lebih baik
daripada scleral buckling. Komplikasi dari prosedur ini meliputi migrasi gas ke subretina,
migrasi gas ke ruang anterior, endoftalmitis, katarak, dan ablasio retina rekurens dengan
terbentukknya kerusakan retina yang baru.​8

2.7 Prognosis
Prognosis pada ablasio retina tergantung pada seberapa luas robekan retina, onset
terjadinya, seberapa cepat diagnosis ditegakkan dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi
yang cepat dan tepat memiliki prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan bedah berhasil
pada 80% pasien ablasio retina. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan,
maka tajam penglihatan sulit untuk pulih sepenuhnya.​9
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G.
Asbury, Taylor. 2000.
Oftalmologi umum
(General
ophthalmology)​
2. edisi 17. EGC: Jakarta.
p. 12-199
1. Ilyas S., Yulianti S.R. Ilmu Penyakit Mata.ed.5. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2017;h.1-12.
2. Sinaga R T, Rares L, Sumual V. Indikasi vitrektomi pada kelainan retina di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) provinsi Sulawesi Utara periode
Januari-Desember 2014. Manado:eCl, 2016;4:h.359-62
3. Fletcher E C, Chong N V. Retina. Dalam: Eva-Riordan P, Cunningham E T, editor.
Vaughan & Asbury’s General ophthalmology. Ed 18. McGraw Hill, Lange.
2011;h.478-503
4. Rahayu S. Ablasio Retina. Universitas YARSI. 2012.
5. Lang G.E. Retina. In: Lang G., Amann J., Gareis O., Recker D. Ophthalmology A
Short Textbook. Thieme. 2000.h.328-33
6. Subhadra J M S. retinal detachment. Comm eye health. 2003;16:h.25-26
7. Djatikusumo A, Hutapea M M. Ablasio retina. Dalam: buku ajar oftalmologi
H.253-62
8. Khurana AK. Disease of the retina. Dalam: Comprehensive ophthalmology. Ed. 4.
New age international limited publisher: India.2007;h275-9
9. James B, dkk. Ablasi retina. Dalam oftalmologi ed. 9. Erlangga:
Jakarta;2003:h117-21.

Anda mungkin juga menyukai