Referat - Ablasio Retina
Referat - Ablasio Retina
Dibuat oleh :
Hilaschya Easter Nataschya Sagotra – 01073180094
Pembimbing :
Dr. Dion Oscar Iskandar, Sp. M
Retina merupakan bagian yang sensitif terhadap cahaya yag terletak pada dua pertiga
segmen posterior mata. Total area retina 1.100 mm2 dengan ketebalan retina di daerah makula
di sekitar fovea adalah 400 μm dan menipis menjadi 150 μm pada fovea. Retina sendiri
mendapatkan vaskularisasi dari arteri oftalmika dan arteri siliaris. Retina berbatas dengan
koroid dan terdapat rongga potensial yang dapat mengakibatkan retina terlepas dari koroid.1
Ablasio retina menandakan adanya pemisahan retina yang merupakan fotoreseptor
dan lapisan bagian dalam dari epitel pigmen retina dibawahnya. Ablasio retina sendiri
diklasifikasikan menjadi ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio retina eksudatif.1
Penyakit pada retina menjadi salah satu penyebab terbesar kasus penurunan
penglihatan. Berdasarkan survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran tahun
1993-1996, prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai angka 0.13% dan
merupakan penyebab kebutaan ke empat setelah katarak (0.78%), glaucoma (0.20%),
kelainan refraksi (0.14%) dan penyebab lainnya 0.10%).2 Untuk itu tenaga kesehatan perlu
memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik dalam mendiagnosis ablasio retina.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Retina merupakan
selembar tipis jaringan
saraf yang semitransparan
dan terdiri atas
beberapa lapis yang
melapisi bagian dalam dua
pertiga belakang bola mata.
Retina membentang
ke depan hampir sama
jauhnya dengan korpus
siliare, dan berakhir di tepi
ora serrata
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang
melapisi bagian dalam duapertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliari, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang
dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan
5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retinasensorik bertumpuk
dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch,
koroid dan sklera.1
Lapisan retina dimulai dari dalam adalah :1,3
1. Membran limitan interna, merupakan lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous.
2. Lapisan serabut saraf, mengandung akson sel ganglion yang berjalan menuju ke
nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam, mengandung sambungan sel ganglion dengan amakrin dan
sel bipolar
5. Lapisan inti dalam, badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal
dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar dari sel nukleus fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan sel kerucut
(rod and cone)
8. Membran limitan eksterna
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri dari sel batang dan sel
kurucut (rod and cone)
10. Lapisan pigmen epitelium
Gambar 1. Lapisan retina
2.2 Definisi
Ablasio retina adalah terjadinya pemisahan neurosensori retina yang merupakan
lapisan fotoreseptor sel batang dan sel kerucut dari lapisan pigmen epithelium dibawahnya.
Pada kondisi ini lapisan pigmen epithelium masih melekat dengan membran Bruch.5
2.3 Epidemiologi
Prevalensi ablasio retina di dunia ialah 1 kasus dalam 10.000 populasi. Biasanya
ablasio retina terjadi pada usia 50-70 tahun. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan
seperti miopi tinggi (40-50%), afakia atau pseudoafakia (30-40%), dan trauma okuler
(10-20%). Insidensi ablasio retina di Amerika Serikat berkisar antara 1 dari 15.000 populasi
dengan prevalensi 0.3% dari total populasi.2
2.4 Klasifikasi
Ablasio retina dapat dibedakan menurut patofisiologisnya sebagai berikut :6
● Ablasio retina regmatogen ( RRD, rhegmatogenous retinal detachment )
● Ablasio retina traksional ( TRD, tractional retinal detachment )
● Ablasio retina eksudatif
Pemeriksaan oftalmologi
● Pemeriksaan visus : Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula
lutea ikut terangkat
● Tekanan intraokuler dapat terukur normal atau cenderung rendah (<10 mmHg).
● Pemeriksaan lapang pandang menyempit.7
Pemeriksaan penunjang
● Funduskopi dengan menggunakan oftalmoskop indirek binokuler. Dilakukan saat
pupil dilatasi agar pemeriksaan dapat mencapai retina bagian perifer. Pada funduskopi
akan terlihat hilangnya refleks fundus akibat hilangnya transparansi lapisan retina
yang terlepas. Retina terihat berwarna keabuan, ‘terangkat’, berbentuk bulosa dengan
pembuluh darah yang tampak bergelombang mengikuti permukaan retina yang
terangkat atau terlepas.7
● Ocular B-scan Ultrasonografi dapat mendiagnosis ablasio retina dan patologi terkait
seperti proliferative vitreoretinopathy (PVR), benda asing intraocular, dll. Dapat
menampilkan gambaran echo morfologi retina yang terlepas seperti pada ablasio
traksional atau ablasio eksudatif dan dapat menyingkirkan asosiasi lain seperti tumor
koroidal, posterior skleritis, dll.6
● Slit lamp, anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk mencari
tanda pigmen ‘tobacco dust’.5
2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan ablasio retina bertujuan untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensori ke lapisan epitel pigmen retina. Tatalaksana yang dilakukan dengan melakukan
pembedahan.
2.7 Prognosis
Prognosis pada ablasio retina tergantung pada seberapa luas robekan retina, onset
terjadinya, seberapa cepat diagnosis ditegakkan dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi
yang cepat dan tepat memiliki prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan bedah berhasil
pada 80% pasien ablasio retina. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan,
maka tajam penglihatan sulit untuk pulih sepenuhnya.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G.
Asbury, Taylor. 2000.
Oftalmologi umum
(General
ophthalmology)
2. edisi 17. EGC: Jakarta.
p. 12-199
1. Ilyas S., Yulianti S.R. Ilmu Penyakit Mata.ed.5. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2017;h.1-12.
2. Sinaga R T, Rares L, Sumual V. Indikasi vitrektomi pada kelainan retina di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) provinsi Sulawesi Utara periode
Januari-Desember 2014. Manado:eCl, 2016;4:h.359-62
3. Fletcher E C, Chong N V. Retina. Dalam: Eva-Riordan P, Cunningham E T, editor.
Vaughan & Asbury’s General ophthalmology. Ed 18. McGraw Hill, Lange.
2011;h.478-503
4. Rahayu S. Ablasio Retina. Universitas YARSI. 2012.
5. Lang G.E. Retina. In: Lang G., Amann J., Gareis O., Recker D. Ophthalmology A
Short Textbook. Thieme. 2000.h.328-33
6. Subhadra J M S. retinal detachment. Comm eye health. 2003;16:h.25-26
7. Djatikusumo A, Hutapea M M. Ablasio retina. Dalam: buku ajar oftalmologi
H.253-62
8. Khurana AK. Disease of the retina. Dalam: Comprehensive ophthalmology. Ed. 4.
New age international limited publisher: India.2007;h275-9
9. James B, dkk. Ablasi retina. Dalam oftalmologi ed. 9. Erlangga:
Jakarta;2003:h117-21.