Kelas : 3 KC
Prodi : D3-Teknik Kimia
Tanggal : 30 Desember 2020
Praktikum Satuan Operasi 1
A. Tujuan Percobaan
Pada percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat :
1. Memahami prinsip kerja dari alat penukar panas.
2. Menentukan nilai koefisien perpindahan panas overall(U).
3. Membandingankan massa fluida yang diperoleh secara praktek dan teoritis.
C. Teori Dasar
1. Definisi Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor atau heat exchanger (HE) adalah suatu alat yang digunakan
untuk menukarkan kalor dari suatu fluida ke fluida lain baik dari fasa cair ke cair
maupun dari fasa uap ke cair. Pengertian lainnya adalah suatu alat yang dapat
menyerap ataupun memberikan panas pada fluida yang mengalir. Mekanisme
perpindahan kalor pada alat penukar kalor yaitu secara konveksi pada kedua fluida
yang mengalir dan secara konduksi pada dinding pemisah kedua fluida.
Gambar 1.1. Perpindahan Kalor secara Tak Langsung pada Heat Exchanger
(Sumber: Ikhsan, 2012. http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-heat-exchanger.html)
Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung
(indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga
kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida
pendingin) mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih
tinggi mengalir pada pipa yang lebih besar (pipa annulus).
Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang disusun
dalam susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses
konveksi, sedang proses konduksi terjadi pada dinding pipa. Kalor mengalir dari
fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah.
Kerugian yang ditimbulkan jika memakai heat exchanger ini adalah kesulitan
untuk memindahkan panas dan mahalnya biaya per unit permukaan transfer. Tetapi,
double pipe ini juga memiliki keuntungan yaitu heat exchanger ini dapat dipasang
dengan berbagai macam fitting (ukuran). Selebihnya kelebihan dan kekurangan dari
double pipe HE akan dijabarkan lebih lanjut pada Tabel 1.1
Gambar 1.5. Bentuk Fisik & Skema Aliran Fluida pada Plate-And-Frame Heat Exchanger
(Sumber : Anonim, 2012. http://www.brighthubengineering.com)
Adapun jika dilihat berdasarkan aliran dan distribusi temperatur idealnya,
dibagi menjadi:
1) Parallel flow
Kedua fluida mengalir dalam heat exchanger dengan aliran yang searah.
Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan
temperatur yang besar akan berkurang seiring dengan semakin besarnya x,
jarak pada HE. Temperatur keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi
temperatur fluida panas.
2) Counter flow
Aliran jenis ini berlawanan dengan parallel flow, kedua aliran fluida
yang mengalir dalam HE masuk dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran
yang fluida dingin ini suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas
sehingga hasil suhu yang didapat lebih efekrif dari parallel flow. Mekanisme
perpindahan kalor jenis ini hampir sama dengan parallel flow, di mana
aplikasi dari bentuk diferensial dari persamaan steady-state:
3) Cross flow HE
Aliran jenis ini terjadi jika di mana satu fluida mengalir tegak lurus
dengan fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua
fasa. Sebagai contoh yaitu pada sistem kondensor uap (tube and shell heat
exchanger), di mana uap memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam
tube dan menyerap panas dari uap sehingga uap menjadi cair.
Dari ketiga tipe aliran pada heat exchanger diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tipe counterflow yang paling efisien ketika kita
membandingkan laju perpindahan kalor per unit area. Dengan beda
temperatur fluida yang paling maksimal di antara kedua tipe heat exchanger
lainnya, maka beda temperatur rata-rata (log mean temperature difference)
akan maksimal.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja HE
Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari
suatu heat exchanger yaitu sebagai berikut:
a. Fouling factor
Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor alat penukar
kalor mungkin dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa terdapat dalam sistem
aliran; atau permukaan itu mungkin mengalami korosi sebagai akibat interaksi
antara fluida dengan bahan yang digunakan dalam konstruksi penukar kalor.
Dalam kedua hal di atas, lapisan itu memberikan tahanan tambahan terhadap
aliran kalor, dan hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan kerja alat itu.
Pengaruh menyeluruh daripada hal tersebut di atas biasa dinyatakan dengan
faktor pengotoran (fouling factor), atau tahanan pengotoran, Rf, yang harus
diperhitungkan bersama tahanan termal lainnya, dalam menghitung koefisien
perpindahan kalor menyeluruh.
Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan
menentukan U (koefisien perpindahan kalor keseluruhan/ overall coefficient of
heat transfer) untuk kondisi bersih (UC) dan kondisi kotor (UD) pada penukar
kalor itu. Oleh karena itu, faktor pengotoran didefinisikan sebagai:
dimana U pipa yang kotor tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Sementara itu, untuk U << 10000 W/m2.ºC, fouling mungkin tidak begitu
penting karena hanya menghasilkan resistan yang kecil. Namun, pada water heat
exchanger di mana nilai U terletak sekitar 2000 maka fouling factor akan menjadi
penting. Pada finned tube heat exchanger di mana gas panas mengalir di dalam
tube dan gas yang dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan
fouling factor akan menjadi signifikan.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit pada
permukaan perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa yang tidak
diinginkan. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat
penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada alat penukar kalor
menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan
panas. Keterlibatan beberapa faktor di antaranya: jenis alat penukar kalor, jenis
material yang dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur fluida, laju
alir massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Nilai fouling factor yang disarankan untuk beberapa fluida diberikan dalam
Tabel 1.2.
Gambar 1.6. Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran pada Pipa
dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, ρ adalah masa jenis fluida,
Uav adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.
1) Penurunan tekanan pada sisi shell
Apabila dibicarakan besarnya penurunan tekanan pada sisi shell alat alat
penukar panas, masalahnya proporsional dengan beberapa kali fluida itu
menyebrangi pipa bundle diantara sekat-sekat. Besarnya penurunan tekanan
pada isothermal untuk fluida yang dipanaskan atau didinginkan, serta
kerugian saat masuk dan keluar, adalah :
2) Penurunan tekanan pada sisi pipa
Besarnya penurunan tekanan pada sisi pipa alat penukar panas telah
diformulasikan, persamaan terhadap faktor gesekan dari fluida yang
dipanaskan atau yang didinginkan di dalam pipa.
dimana:
d. Jumlah lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan kecepatan
perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan yang ada banyak, maka akan
berpengaruh pada luas permukaan yang melepas kalor. Seperti yang diketahui,
apabila luas permukaan yang terkena fluida panas semakin banyak atau luas,
maka perpindahan kalor akan terjadi lebih cepat.
e. Kecepatan
Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya. Sementara itu,
angka reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan matematis.
f. Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka perpindahan
kalor yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan. Ada permukaan yang
lebih banyak aliran konveksinya apabila distribusi suhu di tempat tersebut cukup
besar, begitu pula sebaliknya.
g. Luas permukaan perpindahan panas
Semakin tinggi luas permukaan panas, semakin besar panas yang
dipindahkan. Luas perpindahan panas ini tergantung pada jenis tube dan ukuran
tube yang digunakan suatu heat exchanger.
5. Perpindahan Kalor HE
Jumlah kalor yang dipindahkan dalam alat penukar kalor dapat dihitung dengan
LMTD metode NTU efektivitas.
a. Beda Suhu Rata-rata Logaritmik (LMTD)
Dalam penukar kalor pipa ganda, fluidanya dapat mengalir dalam aliran
sejajar maupun aliran lawan arah. Profil suhu untuk kedua kasus ini telah
ditunjukkan sebelumnya pada gambar 1 yang (a) dan juga (b).
Kita dapat menghitung perpindahan kalor dalam susunan pipa ganda ini
dengan
Beda suhu rata-rata yang dimaksud di atas adalah beda suhu rata-rata log
(LMTD = log mean temperature difference), yaitu :
untuk penukar kalor aliran searah, persamaan ini dapat diturunkan menjadi:
Perpindahan kalor yang sebenarnya dapat dihitung dari energi yang dilepaskan
oleh fluida panas (subscript h) atau energi yang diterima oleh fluida dingin (subscript
c). Untuk penukar kalor aliran sejajar, kalor tersebut dapat dinyatakan dengan:
Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida mengalami perubahan
suhu yang setara dengan perbedaan suhu maksimum antar fluida yaitu tepat saat
kedua fluida masuk ke dalam alat penukar panas. Perpindahan kalor maksimum akan
terjadi apabila fluida mempunyai nilai massa dikali dengan kalor jenis yang
minimum. Kalor maksimum dapat dinyatakan dengan:
Suku UA/Cmininilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan atau NTU
(Number of Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran alat penukar
kalor. Cmin merupakan nilai C terkecil antara Ch dan Cc, sedangkan Cmax
merupakan nilai yang terbesar.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat beberapa
manfaat. Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam penyelesaian soal untuk
menentukan suhu masuk ataupun suhu keluar. Metode ini juga mempermudah dalam
menganalisa soal yang membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk
memilih yang terbaik dalam melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.
dimana Δtm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference
(LMTD). Untuk shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi dengan
faktor yang dicari dari grafik yang sesuai (Fig 18 s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah
dengan menggunakan parameter R dan S.
Nilai LMTD yang diperoleh ini harus dikoreksi dengan faktor FT yang dicari dari
grafik yang sesuai. Caranya yaitu dengan menggunakan parameter R dan S.
D. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan selama percobaan
berlangsung.
2. Menimbang wadah kosong dari fluida yang akan dihasilkan
3. Menyuplai steam dari boiler ke Heat Exchanger Plate bersamaan dengan
menyuplai fluida dingin ke alat.
4. Mengatur suhu steam yang ingin digunakan yaitu 120 oC dengan mengatur katup
manual pada pipa masukan steam.
5. Mengatur skala laju alir fluida dingin yang ingin digunakan yaitu 500. Proses
dimulai bersamaan dengan menyalakan stopwatch.
6. Pada saat proses berjalan, diamati nilai suhu fluida dingin keluar dan suhu fluida
dingin masuk hingga konstan. Jika telah konstan, dicatat suhu fluida dingin masuk
dan keluar serta suhu steam dan kondensat.
7. Hal yang sama dilakukan dengan skala laju alir yang berbeda ( 400, 300, 200, dan
100 ).
8. Setelah dilakukan percobaan dengan 5 titik skala laju alir, proses dihentikan
bersamaan dengan pemberhentian stopwatch. Kondensat yang telah ditampung
lalu ditimbang bobotnya.
9. Pada saat mengistirahatkan alat, skala laju alir diatur full agar proses pendinginan
berjalan lebih cepat.
10. Melakukan tahap yang sama dengan mengubah suhu steam yang akan masuk
yaitu 130oC.
E. Data Pengamatan
1
500 57 38 500 30 34
2
500 57 39 400 30 36
3
500 56 41 300 31 39
4
500 55 43 200 31 42
F. Perhitungan
Menghitung nilai LMTD
Counter Current
t2
t1 θ2
T1
θ1
T2
ɵ1−ɵ 2
L MTD=
ɵ1
ln ( )
ɵ2
1. LMTD Pada Percobaan 1
( T 2−t 1 )−(T 1−t 2)
L MTD= °C
(T 2−t 1 )
ln ( )
(T 1−t 2)
( 38−30 )−(57−34)
L MTD= °C
( 38−30 )
ln ( )
(57−34)
L MTD=14,20383 ° C
Steam in
PLATE
cooling water
kondensat out
Perpindahann panas konduksi pada HE Plate terjadi antara plate. Panas plate
bersumber dari fluida panas yang di suplai ke dalam plate, lalu terjadi transfer panas
antara plate. perpindahan panas konveksi terjadi antara fluida panas dan fluida dingin
yang terdapat dalam plate. sedangkan perpindahan panas radiasi terjadi saat dinding
plate men-transfer panas ke udara.
HE Plate terdiri dari beberapa rangkaian alat seperti, thermometer, valve, plate,
pipe, isolator, dan steam trap. Kegunaan steam trap adalah untuk menangkap dan
menkondensasikan sisa uap yang tidak menkondensasi setelah proses transfer panas.
Steam trap ini diharapkan dapat mengkondensasikan semua sisa uap sehingga
keluaranya semua dalam bentuk cair.
Berdasarkan data praktikum dilakukan perhitungan nilai massa kondensat per
satuan waktu (M) aktual maupun teoritis kemudian kedua nilai tersebut dibandingkan.
berdasarkan data hasil perhitungan, diketahui bahwa pada semua tahap percobaan,
nilai M teoritis jauh lebih besar dibandingkan nilai M aktual, hal ini menyebabkan
nillai persentase error cukup besar. Berdasarkan analisa penulis, hal ini terjadi karena
pada saat praktikum, kondensat yang keluar berada dalam fasa cair jenuh dimana saat
masih berada dalam pipa setelah melalui steam trap, kondensat berada pada kondisi
bertekanan tinggi dan saat keluar dari pipa, kondensat berpindah ke kondisi tekanan
rendah (tekanan standar) sehingga ada beberapa kondensat yang berubah fasa kembali
menjadi uap. Uap yang berasal dari kondensat ini disebut flas steam. Berdasarkan hal
tersebut, kondensat yang ditampung dan ditimbang bukanlah massa kondensat
keseluruhan, melainkan hanya massa kondensat yang tidak menjadi flash steam.
Kondensat yang menjadi flash steam tidak terhitung karena telah terakumulasi dengan
udara bebas. itulah mengapa pada saat praktikum berlangsung banyak uap (flash
steam) yang keluar dari kondensat yang ditampung. Hal ini menyebabkan jumlah
kondensat aktual jauh lebih kecil dibandingkan nilai kondensat teoritis yang diperoleh
dari perhitunagan.
Nilai koefisien perpindahan panas overall (U) juga dihitung pada pengolahan data
praktikum ini. Koefisien perpindahan panas overall melalui persamaan
Q
U=
A∗LMT D
Berdasarkan data diatas, dapat diamati bahwa nilai U terus menurun pada tiap
percobaan. Hal ini terjadi dikarenakan nilai koefisien perpindahan panas overall (U)
berbanding lurus dengan nilai panas yang diberikan (Q).
H. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat kami simpulkan bahwa :
1. Prinsip kerja HE Plate adalah melakukan transfer panas antar fluida melalui plate
yang terdapat dalam alat HE Plate. selain itu transfer panas juga terjadi antara
plate dan plate ke udara.
2. Nilai koefisien perpindahan paanas overall (U) yang diperoleh semakin lama
semakin turun sebanding dengan bertambahnya panas yang diberikan.
I. Daftar Pustaka
Jobsheet.Penuntun Praktikum Satuan Operasi 1. Politeknik Negeri
Sriwijaya.Palembang