Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami memanjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas berupa
makalah yang berjudul atau bertemakan Asmaul Husna.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin dengan bantuan teman-
teman serta berbagai sumber yang kami dapatkan dari berbagai media seperti internet
dan majalah sehingga dapat memperlancar kami dalam pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Sekian dari kelompok kami, maaf jika ada kesalahan dalam penulisan sumber,
isi makalah. Semoga makalah yang kami buat ini bisa menambah ilmu bagi
pembacanya.
BAB II
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Semua yang ada di alam ini merupakan makhluk Allah SWT. Allah SWT
mempunyai sifat-sifat yang agung, mulia, dan besar yang tidak terdapat pada semua
makhluk-Nya. Oleh karena itu, semua makhluk-Nya harus menyembah kepada-Nya.
Namun sifat-sifat Allah SWT tersebut tidak hanya tergambar dalam sifat wajib-Nya,
melainkan juga dari nama-nama baik yang menyertai-Nya (Asmaul Husna)
Apabila seseorang menyatakan diri mencintai Allah SWT, maka hal ini bisa
dibuktikan dari seberapa sering ia menyebut nama-Nya. Menyebut Allah SWT dapat
dilakukan dengan menyebut kalimat-kalimat tayyibah atau menyebut nama-nama
Allah SWT dalam Asmaul Husna. Keduanya merupakan proses zikir (mengingat)
kepada Allah SWT.
Berdasarkan ayat diatas, kita diperintahkan untuk selalu menyebut nama-nama Allah
SWT yang terhimpun dalam Asmaul Husna. Semua kegiatan yang dilakukan
sebaiknya didahului dengan menyebut nama-Nya (terwujud dalam kalimat
basmallah). Allah SWT memerintahkan untuk menyebut-Nya dengan Asmaul
Husna sebagai pujian dan pengantar doa kepada-Nya. Dalam berdoa kita pasti
meminta sesuatu. Dengan memuji nama-Nya terlebih dahulu, harapan akan
terkabulnya doa kita tentu akan semakin besar. Dalam salah satu haditsnya,
Rasulullah menjelaskan :
Halaman Judul...................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Maksud dan tujuan..................................................................................... 2
Bab II Pembahasan
E. Kesimpulan................................................................................................. 15
F. Saran........................................................................................................... 15
G. Daftar Pustaka............................................................................................. 16
Tugas Agama
ASMAUL HUSNA
Disusun oleh X MIPA 5
Kelompok 6
SMA NEGERI 3
MADIUN
2016/2017
”Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri. dan Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada
sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). dan tidak jatuh
sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang
kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (Surah al-
An’am/6:59)
Bagi Allah, tidak ada yang tersembunyi. Serapat-rapat manusia menyimpan rahasia,
Allah pasti mengetahuinya. Sekelebat mata yang berkhianat, Allah mengetahuinya. Niat
hati yang tersimpan rapi, Allah pun mengenalinya. Lebih jauh dari itu, rahasia di balik
rahasiapun, diketahui-Nya. Sesuatu yang sudah mengendap lama atau yang telah
terlupakan oleh manusia, serta segala yang kini telah berada di bawah sadarnya, Allah
tetap mengetahuinya.
Lalu, dapatkah kita bersembunyi dari pantauan-Nya? Dapatkah kita merahasiakan
sesuatu di hadapan Allah? Dapatkah kita keluar dari monitoring-Nya?
Sungguh, Allah bahkan telah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi, karena Dialah
yang membuat rencana.
Tidak hanya itu, bahkan Allah-lah sumber dari segala sumber ilmu. Dia tidak saja
sekadar tahu, tapi Dia adalah sumber pengetahuan. Perlu diketahui bahwa ilmu Allah itu
bukan hasil dari sesuatu, tapi segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini merupakan
hasil dari ilmu-Nya. Allah berfirman: “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 255)
Itulah sebabnya Rasulullah diperintahkan agar senantiasa berdo’a agar diberi tambahan
ilmu. “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaaha: 114)
Ilmu yang diharap tentu saja ilmu yang menimbulkan dampak positif dalam kehidupan,
yaitu ilmu yang melahirkan amal shalih yang sesuai dengan petunjuk Ilahi. Ilmu inilah
yang akan menimbulkan kesadaran tentang jatidiri manusia yang merasa dhaif di
hadapan Allah swt. Dalam pandangan islam, ilmu yang hakiki adalah ilmu yang
mengantarkan pemiliknya kepada iman, dan ketundukan kepada Allah swt.
Sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan sebelumnya apabila al-
Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil
bersujud. Mereka berkata, Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti
terlaksana. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka
bertambah khusyu’.” (QS. Al-Israa: 107-109)..
1. Pengertian :
Asy - Syaafi berarti Yang Maha Menyembuhkan segala penyakit
lahir maupun batin. Dialah yang menyembuhkan hati manusia dari
berbagai syubhat (kerancuan/kesalahpahaman dalam memahami
Islam), ketidakyakinan, iri, dengki dan penyakit-penyakit hati lainnya,
serta menyembuhkan badan manusia dari berbagai macam penyakit
dan kerusakan. Tidak ada satu pun yang mampu melakukan semua itu
kecuali AllahTa’ala semata, maka tidak ada kesembuhan penyakit selain
kesembuhan dari-Nya dan tidak ada asy-Syaafi (Yang Maha Penyembuh)
kecuali Dia, sebagaimana ucapan Nabi Ibrahim‘alaihis salam yang
dinukil dalam al-Qur’an,
{ت فَه َُو يَ ْشفِي ِن
ُ ْ} َوإِ َذا َم ِرض
“Dan apabila aku sakit Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS asy-
Syu’araa’: 80).
2. Penjabaran Makna :
a. Imam Ibnul Atsir menjelaskan bahwa asal kata nama ini secara
bahasa berarti lepas (sembuh) dari penyakit.
b. Imam Fairuz Abadi menjelaskan bahwa arti asal kata nama ini (asy-
syifa’) adalah obat penyembuh.
c. Al - Haliimi menjelaskan bahwa maknanya secara bahasa adalah
menghilangkan sesuatu yang menyakiti atau merusak pada badan
manusia.
3. Kesembuhan dari Allah ada dua macam, yaitu :
a. Kesembuhan yang bersifat maknawi dan rohani, yaitu kesembuhan
dari penyakit-penyakit hati manusia.
Penjabaran :
{آن َما هُ َو ِشفَا ٌء َو َرحْ َمةٌ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِينَ َوال يَ ِزي ُد الظَّالِ ِمينَ إِال خَ َسارًا
ِ ْ} َونُنز ُل ِمنَ ْالقُر
Penjabaran :
)فَا ْستَ َج ْبنَا لَهُ فَ َك َش ْفنَا َما٨٣( َُّوب إِ ْذ نَادَى َربَّهُ أَنِّي َم َّسنِ َي الضُّ رُّ َوأَ ْنتَ أَرْ َح ُم الرَّا ِح ِمين
َ َوأَي
)٨٤( َض ٍّر َوآتَ ْينَاهُ أَ ْهلَهُ َو ِم ْثلَهُ ْم َم َعهُ ْم َرحْ َمةً ِم ْن ِع ْن ِدنَا َو ِذ ْك َرى لِ ْل َعابِ ِدين
ُ بِ ِه ِم ْن
Sifat ini dapat disandang oleh manusia terpuji , apabila ia meneladaninya dengan
takwa, Allah pun akan menempatkan pada kedudukan yang lebih tinggi dari
pengikutnya, yang berarti ia menjadi pemimpin umat bahkan mencapai puncaknya
tersendiri dengan takwa.
Dengan meneladani sifat Asmaul Husna Al Jabbar ini sikap dan penampilan dari orang
ini akan berwibawa, berpengaruh diikuti dan ditakuti oleh pengikutnya. Kemungkinan
tidak ada seorang pun yang dapat memandangnya kecuali rindu kepadanya. Orang
yang menyandang difat ini adalah Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda:
“Seandainya Musa hidup, dia tidak dapat tidak kecuali mengikutiku” (HR. Ahmad dari
Jabir Ra.)
Al Jabbar yang berarti yang maha perkasa lagi maha memaksakan kehendak, menurut
hadits Qudsi diatas bahwa kemulian Allah adalah pakaiannya dan keangkuhan adalah
selempangnya, kata tersebut bermakna memaksa kepada siapapun mahkluk yang
mencoba merebut kemulian dan keangkuhan, dengan
perumpamaan kalau manusia yang beranggapan bahwa ia adalah seorang yang
perkasa lagi sombong berarti ia mencoba merebut pakaian dan selempang-Nya.
Maka dari itu manusia tak sepatutnya mempunyai sifat sombong dan angkuh karena
akan disiksa oleh Allah. Dikarenakan ia merebut pakaian dan selempang-Nya. Dengan
menciptakan manusia yang mempunyai akal yang dapat membedakan yang haq dan
bathil, mana yang halal dan mana yang haram, mana yang bermnanfaat dan mana
yang mudlarat, mana yang terpuji dan mana yang di murkai-Nya.
Manusia hidup didunia mengalami beberapa peristiwa dan berbagai ujian serta cobaan
yang dapat mengguncang hidupnya bahkan melumpuhkannya. Kemiskinan yang
membuat gundah gulana, kekayaan dan kegembiraan yang melenakan, ketakutan yang
mencekam, penyakit yang menyerang, kesedihan yang menghujam, berbagai macam
perasaan yang berkecamuk dalam diori manusia.
Allah sebagai Al jabbar dapat memperbaiki yang rusak, meluruskan yang bengkok,
menambal yang bocor, menajamkan yang tumpil, menghilangkan kecemasan dan
gundah gulana, memaafkan kesalahan menagmpuni dosa sehingga dapat kembali
kepada sedia kala.
Denga begitu Allah yang Maha Memaksa dapat membuat dan mengalihkan keadaan
secara paksa, apabila kita meminta serta berdoa dengan ihklas disertai dengan takwa.
Untuk itu nama Al Jabbar ini dapat menghilangkan keresahan, menetramkan hati dan
jiwa yang resah. Tidak ada tempat yang dapat diminta lagi selain Allah karena Allah
dapat memaksa segala kehendak dan kondisi. Dan apabila kita dihadapkan kepada
kemaksiatkan mintalah perlindungan kepada Allah, dengan perlindungan dan kasih-
Nya.
Diantara dzikir, do’a dan wirid yang dapat digunakan untuk melebur diri dalam nama
dan sifat al-jabbar adalah:
• Berdzikir dengan lafadz “Ya Jabbar (Wahai dzat Yang Maha Perkasa/Maha Mulia)
dengan jumlah yang tak terbatas.
• Apabila seseorang yang sungguh-sungguh beriman kepada keperkasaan Allah yang
tak terkalahkan itu, dengan hati bersih mengharapkan kekuatan itu dengan membaca
“Ya Jabbar” sebanyak 237 kali, atau sebanyak-banyaknya pada waktu pagi dan petang,
insya Allah dia akan terhindar dari ancaman-ancaman manusia dan jin sekalipun.
f.) Al Awwal dan Al Aakhir (Yang Maha Awal dan Maha Akhir)
Di antara Al-Asma`ul Husna (nama-nama Allah yang sangat baik) adalah Al-Awwal (
) ْاألَ َّو ُلdan Al-Akhir ( ) ْاآل ِخ ُرsebagaimana termaktub dalam firman Allah berikut ini:
الظا ِه ُر َو ْالبَاطِ نُ َوه َُو ِب ُك ِّل َشيْ ٍء َعلِي ٌم َّ ه َُو اأْل َوَّ ُل َواآْل ِخ ُر َو.
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hadid: 3)
Sebagaimana disebutkan pula dalam hadits Nabi n sekaligus keterangan beliau tentang
maknanya, berikut ini:
Suhail mengatakan: “Dahulu Abu Sha-lih memerintahkan kami apabila seseorang di
antara kami hendak tidur agar berbaring di atas sisi kanannya, lalu mengucapkan:
َفال َِق ْال َحبِّ َوال َّن َوى َو ُم ْن ِز َل ال َّت ْو َرا َة،ٍش ْال َعظِ ي ِْم َر َّب َنا َو َربَّ ُك ِّل َشيْ ء ِ ْض َو َربَّ ْال َعر ِ ْت َو َربَّ ْاألَر ِ اللَّ ُه َّم َربَّ ال َّس َم َاوا
ت اآل ِخ ُر ْ ْ َ
َ ك شيْ ٌء َوأنَ َ َ
َ ْس ق ْبل َ َ َ
َ ت األ َّو ُل فليْ ْ َ َّ َ ٌ
َ الل ُه َّم أن،ِت آخِذ ِبناصِ َي ِته ْ َ َ ُ
َ ك مِنْ شرِّ ك ِّل شيْ ٍء أنَ ُ َ
َ أعُوذ ِب،ان َ َو ْاإلِ ْن ِج ْي َل َو ْالفُرْ َق
ْ َ
ض َع َّنا ال َّدي َْن َوأ ْغ ِن َنا م َِن ال َف ْق ِر ِ ا ْق،ٌك َشيْ ء َ ْس ُد ْو َن ْ
َ ت البَاطِ نُ َفلَي َ
َ ك َشيْ ٌء َوأ ْن َّ
َ ت الظا ِه ُر َفلَي
َ ْس َف ْو َق َ
َ ك َشيْ ٌء َوأ ْن َ ْس َبعْ َد َ َفلَي
“Ya Allah Rabb sekalian langit dan bumi dan Rabb ‘Arsy yang agung Rabb kami dan
Rabb segala sesuatu, Allah yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-
buahan. Yang menurunkan Taurat, Injil dan Al-Qur`an, Aku berlindung dari kejahatan
segala sesuatu yang Engkaulah yang menguasai ubun-ubunnya. Ya Allah engkaulah Al-
Awwal yang tiada sesuatu sebelum-Mu, dan engkaulah Al-Akhir yang tiada sesuatu
setelah-Mu, Engkaulah Yang Zhahir Yang tiada sesuatu di atas-Mu dan engkau Al-
Bathin, tiada yang lebih dekat dari-Mu sesuatupun, lunasilah hutang kami dan
cukupilah kami dari kefakiran.” Dan Abu Shalih meriwayatkan ini dari Abu Hurairah z
dari Nabi n. (Shahih, HR. Muslim no. 2713)
Makna Al-Awwal adalah Dzat yang tiada sesuatu sebelum-Nya, sehingga nama ini
menunjukkan kedahuluan Allah. Dan kedahuluan Allah itu bersifat mutlak bukan
kedahuluan yang relatif (nisbi), semacam bila dikatakan: Ini lebih awal dibanding yang
setelahnya, dan ada yang lain sebelumnya. Sehingga nama Allah Al-Awwal
menunjukkan bahwa segala sesuatu selain-Nya baru ada setelah sebelumnya tiada.
Hal ini menuntut seorang hamba agar memerhatikan keutamaan Rabbnya dalam
setiap nikmat, baik berupa nikmat agama ataupun dunia, di mana sebab dan
musababnya berasal dari Allah l.
Makna Al-Akhir adalah Dzat yang tiada sesuatu setelah-Nya. Nama Allah l ini
menunjukkan keabadian-Nya dan kekekalan-Nya. Dan ini menunjukkan bahwa Dia
merupakan tujuan dan tempat bergantung yang seluruh makhluk menuju kepada-Nya
dengan ibadah, harapan, rasa takut dan seluruh keperluan mereka.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t mengatakan: “Dan janganlah dipahami bahwa ini
menunjukkan batas akhir-Nya. Karena ada juga hal-hal yang abadi (lainnya) namun
berupa makhluk, seperti al-jannah (surga) dan an-nar (neraka). Atas dasar itu, maka Al-
Akhir mengandung makna bahwa Ia meliputi segala sesuatu, tiada kesudahan bagi
keakhiran-Nya.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Perhatikanlah makna-makna yang
agung ini yang menunjukkan keesaan Rabb Yang Maha Agung dalam hal
kesempurnaan dan liputan-Nya yang mutlak. Baik yang berkaitan dengan liputan
waktu, yaitu pada nama-Nya Al-Awwal dan Al-Akhir, maupun yang berkaitan dengan
tempat yaitu pada nama-Nya Azh-Zhahir dan Al-Bathin.
Ibnul Qayyim menjelaskan:
Keawalan Allah l mendahului keawalan segala sesuatu dan keakhiran-Nya tetap setelah
keakhiran segala sesuatu. Sehingga makna keawalan-Nya adalah kedahuluan-Nya atas
segala sesuatu, dan makna keakhiran-Nya adalah kekekalan-Nya setelah segala
sesuatu… Poros empat nama ini adalah pada makna liputan, yaitu dua liputan, yang
berkaitan dengan waktu dan tempat… Maka segala yang mendahului, itu berakhir
pada kedahuluan Allah l, dan segala yang berakhir maka kembali kepada keakhiran
Allah l. Sehingga dua nama tersebut meliputi segala sesuatu yang awal dan akhir…
Tiada sesuatu yang awal melainkan Allah mendahuluinya dan tiada sesuatu yang akhir
melainkan Allah l setelahnya. Sehingga Al-Awwal artinya kedahuluan-Nya dan Al-Akhir
artinya keabadian-Nya….” (Thariqul Hijratain hal. 27)
Pengaruh nama Al-Awwal dan Al-Akhir
Pengaruh dua nama tersebut pada jiwa seorang hamba sebagaimana dikatakan Ibnul
Qayyim: “Maka perhatikanlah buah ibadah dari dua nama ini dan bagaimana keduanya
mengharuskan pasrah yang sempurna kepada Allah l semata, serta membuahkan rasa
butuh yang terus menerus kepada Allah l tanpa selain-Nya, dan bahwa semua urusan
bermula dari-Nya dan kembali kepada-Nya….” (Thariqul Hijratain, hal. 20)
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Menghafal kata-kata Asmaul Husna amat besar faedahnya bagi Umat Islam dan
berpahala membacannya bila dilandasi keyakinan dan membenarkan isinya. Lebih
dari itu, memahami dan makrifat terhadap makna hakiki yang terkandung di
dalamnya akan membawa ke arah pengalaman dan penghayatan, atau dengan kata
lain “Mendarah daging dalam kehidupan. Maka dijamin akan mendapatkan surga
keindahan dan kenyamanan yang tiada tara.”
B. Saran
Sebagai umat muslim sudi kiranya kita “memahami maknanya dan
mempercayainya”, atau mampu melaksanakan kandungan-Nya, atau juga
mempercayai kandungan makna-maknanya, menghafal, memahami maknanya dan
mengamalkan kandungannya. Itu semua insyaallah dapat memperoleh curahan
rahmat Ilahi sesuai niat dan usahanya.