Anda di halaman 1dari 24

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Tuberkolosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim


paru. Tuberolosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Brunner & Suddarth. 1997)

2. EPIDEMIOLOGI

Semenjak tahun 2000, tubekolosis (TB) telah dinyatakan oleh WHO sebagai
remerging disesase, karena angka kejadian TB telah dinyatakan menurun pada tahun
1990-an kembali meningkat. Meskipun demikian, untuk kasus di Indonesia, angka
akejadian Tb tidak pernah menurun bahkan cenderung meningkat. Laporan internasional
menyatakan bahwa Indonesia merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah
Cina dan India.
Berdasarkan survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, penyakit TB paru di
Indonesia merupakan peneyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit jantung.
Sebagian besar penderita TB paru berasal dari kelompok masyarakat usia produktif dan
berpenghasilan rendah. Adanya wabah HIV/AIDS di seluruh dunia juga turut
mempengaruhi jumlah pendrita TB paru termasuk Asia Tenggara. Selain itu, peningkatan
jumlah penderita TB juga dipengarauhi oleh industrialisasi, kemudahan transportasi,
serta perubahan ekosistem. Dari hasil survey yang dilakukan oleh WHO didapatkan fakta
bahwa kematian wanita akibat TB lebih besar daripada kematian akibat kehamilan dan
persalinan. (Zain, 2001)

3. ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tubercolosis, sejenis kuman bebentuk


batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/ µm. Yang tergolong dalam
kuman Mycobacterium tubercolosae complex berdasarkan perbedaaan secara
epidemiologi adalah:
1) Mycobacterium tubercolosae
2) Varian Asian
3) Varian African I
4) Varian African II
5) M. Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical) adalah:
1) M. kansasi
2) M. avium
3) M. intra cellulare
4) M. scrofulaceum

1
5) M. malmacerse
6) M. xenopi

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih taha n
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup dalam udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-yahun dalam lemari es). Hal
ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bngkit kembali dan menjadi penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenaginya karena
banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebuh
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkolosis.
Infeksi disebabkan oleh Mycobacterium tubercolosis yang biasanya terjadi secara
inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yan paling sering dibandingkan
organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalsi basil yang
mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB dengan batuk
berdarah atau berdahak yng mengandung basil tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau
jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh
M. Bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau
terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosiala ekonomi yang baik,
pengobatan yang teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun 1950-1960. Lingkungan hidup yang
sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah
mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB.

4. KLASIFIKASI

Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara klinikus, ahli radiologi, ahli
patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi
tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:
a. Pembagian secara patologis
 Tuberkulosis primer (chilhood tuberculosis)
 Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
b. Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum)
aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktof yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
 Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

2
 Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak melebihi 4
cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebioh dari satu bagian paru. Bila
 Far advnced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan
pada moderately advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Soceity memberikan klsifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
 Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, test
tuberkulin negatif.
 Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak
positif, test tuberkulin negatif.
 Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Test tuberkulin positif,
radiologis dan sputum negatif.
 Kategori III: terinfeksi tuberkulosis dan sakit.

Di Indonesia, klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,


radiologis, dan mikrobiologis:
 Tuberkulosis paru
 Bekas tuberkulosis paru
 Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam: a) tuberkulosi paru terobari. Disini
sputum BTA negatif tetapi tanda-tanda lain positif. b) Tuberkulosis paru tersangka
yang tidak diobati. Disini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Tahun 1991 brdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni:


 Kategori I, ditujukan terhadap:
 Kasus baru dengan sputum positif.
 Kasus baru dengan bentuk TB berat.
 Kategori II, ditujukan terhadap:
 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan sputum BTA positif
 Kategori III, ditujukan terhadap:
 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
 Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
 Kategori IV, ditujukan terhadap: TB kronik.

5. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkolosis dapat bermacam-macam atau malah


banyak pasien TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Keluhan yang terbanyak adalah:
1) Demam
Biasanya sufebril menyerupai demam influensa. Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-410 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam

3
influensa ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influensa. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

2) Batuk/Batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya irritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3) Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.

4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, BB menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara teratur.

6. PATOFISIOLOGI

Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya
(lobus atas).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi imflamasi. Fagosit ( neotrofil
dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik – tuberkolosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas yangh merupakan gumpalan hasil basil
yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk

4
dinding protektif. Granulomas diubah menjadi masa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari
masa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik
membentuk masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami kalsifikasi membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi dorman.
Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju di dalam
bronchi. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah meyembuh, membentuk jaringan parut
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonioa lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke
bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses
mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan hanya
supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui hanya sekitar 10% individu
yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.

5
7. PATHWAY

Invasi bakteri tuberkulosis


Penyebaran bakteri secara via inhalasi
brokogen,limfogen dan Sembuh
hematogen Infeksi primer

Sembuh dengan fokus Ghon


Sembuh dengan
Infeksi pasca primer fibrotik
Bakteri Dorman
(reaktivasi)

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi/inflamasi, membentuk kavitas dan merusak


parenkim paru

Komplikasi TB paru: Efusi pleura, Reaksi sistemis:


Edema
pneumothoraks anoreksia, mual,
trakheal/faringeal
demam.

Peningkatan
Penurunan jaringan kerusakan
produksi sekret Intake nutrisi
efektif paru, membran
tidak
atelektasis alveolar-kapier
adekuat,
Pecahnya pembuluh merusak pleura
penurunan
darah jalan nafas dan perubahan
Penggunaan otot BB,
cairan
bantu nafas, pola kelemahan
Batuk produktif, batuk
nafas tidak efektif
darah, sesak nafas, Sesak nafas,
penurunan abnormal Perubahan
kemampuan batuk Pola nafas tidak frekuensi, irama, nutrisi:
efektif efektif kedalaman, kurang dari
sianosis kebutuhan
tubuh
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Resiko gangguan
Cemas pertukaran gas

6
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG

1) Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemerikasaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia
memberikan keuntungan seperti pda tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier.
Pada kedua hal diatas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal lobus
atas atu segemen apikal lobus bawah) tetapi dapt pula mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupi tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambara radiologi berupa bercak-bercak seperti awandan dengan batas-batas yang
tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa
bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), masa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru atau pleura
(pneumothoraks).
Pada suatu foto dada sering didapatkan bemacam-macam bayangan sekaligus
(pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi,
kavitas (non sklerotik maupun sklerotik) maupun antelekstasis dan empisema.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi,
yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkolosis.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih saat ini sudah banyak dipakai di
rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan
ini lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat
lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-
proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bila dibuat
transversal, sagital dan koronal.

2) Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis
baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap

7
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah
normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium
darah menurun pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.

b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah dapat
diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan
dilapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat
sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktiv. Dalam
hal ini dianjurkan dalam satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum
air sebanyak ±2ltr dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20 – 30 menit. Bila masih sulit , sputum dapat
diperoleh dengan cara bronkoskopi di ambil dengan brushing atau bronchial
washing atau BAL ( broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga di dapat
dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di periksa hendaknya
sesegar mungkin.
Bila sputum sudah di dapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.
Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka
keluar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkiran
di Indonesia ditemukan pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan
di dalam sputum mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain 5000 kuman dalam 1mL
sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang
merupakan muldifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
 Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
 Pemeriksaan sediiaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan
khusus)
 Pemeriksaan dengan biakan ( kultur )
 Pemeriksaan terhadap resistensi obat

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara
Bactec (Bactec 400 Radiometric System), dimana kuman sudah dapt dideteksi
dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

8
dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.
tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya
dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead
bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat
antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu
pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan,
bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru,
pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin
dan tinja.

c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanaya dipakai test
Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purfied Protein
Derivative) intrcutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan
reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength.
Kadang-kadang bila denga 5 T.U. masih memberikan hasil negatif dapat diulangi
dengan 250 T.U.(second sterngth). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil
negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes mantuox dengan 5
T.U. saja sudah cukup berarti.
Setelah 48-72 jam setelah tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan
antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi
persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipegaruhi oleh
antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi
yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil test mantoux ini dibagi dalam:
1. Indurasi 0-5mm (diameternya) : Mantoux negatif= golongan non sensitivy.
Disini peranan antibodi humoral apaling menonjol.
2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan= golongan low grade sensitivy. Disini
peran antibodi humoral masih menonjol.
3. Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif= golonagan normal sensitivy. Disini
peran kedua antibodi seimbang.
4. Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat= golongan hypersensitivy.
Disini peran antibodi selular paling menonjol.
5. Untuk pasien dengan HIV positif, Test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif.

9
9. PENATALAKSANAAN MEDIS

Zain (2001) membagi penatalaksanaan medis tuberkulosis paru menjadi tiga bagian,
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test
tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila test tuberkulin positif, maka pemeriksaan
radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih
negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil test
tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest x-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya:
 Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan
 Penghuni rumah tahanan
 Siswa-siswi pesantren
3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama adalah bayi yang menyusui
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut:
 Bayi dibawah lima tahun dengan hasil test tuberkulin positif karena
resikotimbulnya Tbmilier dan meningitis TB,
 Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil test tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
 Individu yang menunjukkan konversi hasil test tuberkulin dari negatif menjadi
positif,
 Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka
panjang,
 Pennderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonesia—PPTI)

b. Pengobatan Tuberkulosis Paru


Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk
mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata
rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini
adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.

10
Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis
1) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S)
 Intraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid (INH)
2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
 Ekstraseluler,jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan Isoniazid
 Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid.
Untuk very slowly growing bacilli digunakan Pirazinamid (Z).
3) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-amino
salisilik (PAS), dan sikloserine.
 Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif(2-3bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasrkan
lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum,
dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu, perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short
Course (DOTSC).

Rekomendasi Dosis
(mg/kgBB)
Obat anti-TB
Esensial Aksi Potensi per Hari per Minggu
3x 2x
Isoniazid (INH) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45

10. KOMPLIKASI

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy

11
b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (SOPT—Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
sinrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada milier dan kavitas TB.

12
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Keluhan Utama
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator, yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah
dan demam. Pada sejumlah klien gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik.
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu:
1) Keluhan respiratoris, meliputi:
 Batuk
 Batuk darah
 Sesak nafas
 Nyeri dada
2) Keluhan sistemis, meliputi:
 Demam
 Keringat malam
 Anoreksia dan penurunan BB
 Malaise

b. Riwayat penyakit saat ini


Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Jika keluha utama pasien
adalah batuk maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk muncul.
Pada klien dengan pnemonia, keluhan batuk biasanya muncul mendadak dan tidak
berkurang setelah minum obat batuk yang biasa ada di pasaran.
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah terjadi kerusakan jaringan. Tanyakan selama keluhan batuk muncul, apakah ada
keluhan lain seperti demam, keringat malam atau menggigil yang mirp dengan demam
influenza. Tanyakan apakah batuk disertai sputum yang kental atau tidak, serta apakah
klien mampu untuk melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret.
Apabila keluhan utama adalah batuk darah, maka perlu ditanyakan kembali berapa
banyak darah yang keluar. Saat melakukan anamnesis, perawat perlu meyakinkan pada
pasien tentang perbedaan antara batuk darah dan muntah darah, karena pada keadaan
klinis, hal ini sering menjadi rancu.
Adanya batuk darah akan menimbulkan kecemasan pada diri pasien karena batuk
darah sering dianggap sebagai suatu tanda dari beratnya penyakit yang diidapnya. Kondisi
seperti ini seharusnya tidak terjadi jika perawat memberikan penjelasan tentang kondisi
yang sedang terjadi pada dirinya.
Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasrkan jumlah darah yang
dikeluarkan:
1. Batuk darah masif. Darah yang dikelurakan lebih dari 600 cc/24 jam

13
2. Batuk darah sedang. Darah yang dikelurakan 250-600 cc/24 jam
3. Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24 jam.

Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan
adalah sesak nafas, maka perawat perlu mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untruk
membedakan antara sesak nafas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem pernafasan
atau sistem kardiovaskuler.
Sesak nafas yang diakibatkan oleh TB paru, biasanya akan ditemukan gejala jika
tingkat kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dll. Agar memudahkan perawat mengkaji
keluhan sesak nafas, maka dapat dibedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak nafas.
Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak nafas,
apakah sesak nafas berkurang saat istirahat?
Quality of Pain: seperti apa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien. Sifat
keluhan (karakter), dalam hal ini perlu ditanyakan kepada klien apa maksud dari keluhan-
keluhannya. Apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi
atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernafasan.
Region : radiation,relief: dimana rasa berat dalam melakukan pernafasan? Harus ditunjukkan
dengan tepat oleh klien.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak nafas dan klien menerangkan seberapa
jauh sesak nafas mempengaruhi aktivitas sehari-harinya.
Time : berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari. Sifat mula timbulnya, tetntukan apakah gejala timbul
mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah gejala muncul secara
terus mnerus atau hilang timbul (intermiten). Tanayakan apa yang dilakukan klien waktu
gejala timbul. Lama timbulnya (durasi), tentukan kapan gejala tersebut pertama kali
muncul. Tanyakan kepada klien apakah sudah pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB paru, keluhan batuk lama pada waktu kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes
melitus.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada amsa yang lalu
yang amsih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi
alergi yang timbul. . sering kali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat.
Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan BB dalam 6 bulan terakhir. Penurunan
BB pada klien TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta
adanya anoreksia dan mual yang sering ditibulkan karena meminum OAT.

14
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit
ini oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.

e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing), B2 (Blood),
B3 (Brain), B4 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B1 dengan
pemeriksaan yang menyeluruh pada sistem pernafasan.

Keadaan Umum dan Tanda Vital


Keadaan umum pada pasien Tb paru dapat dilakukan dengan selintas pandang dengan
menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang
kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma,
atau koma. Perlu juga dilakukan pengukuran GCS secara tepat.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila disertai
dengan sesak nafas, denyu nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu
tubuh dan frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya
penyakit penyulit seperti hipertensi.

B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang biasanya pasien TB paru
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsidiameter bentuk
dadaantero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila adanya penyulit dari
TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihata adanya ketidaksimetrisan
rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernafasan tidak
mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan
kerusakan luas pada parenkim paru biasanya pasien akan terlihat sesak nafas, peningkatan
frekuensi nafas, dan menggunakan otot bantu nafas. Tanda lainnya adalah klien dengan
TB paru juga mengalami efusi pleurayang masif, pneumothoraks, abses paru masif, dan
hidropneumothoraks. Tanda-tanda tersebut membuat gerakan pernafasan menjadi tidak
simetris, sehingga yang terlihat adalah pada sisi yang sakit pergerakan dadanya tertinggal.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengakajian batuk pada klien TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi
sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama bila TB paru disertai
adanya bronkhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum
yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai
penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.

15
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukkan –meskipun tetapi tidak
spesifik—penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura
masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trkhea ke arah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/erskrusi pernafasan. Tb paru dapat komplikasi saat
dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara
bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran
dalam laring arah distal sepanjang pohon bronkhial untuk membuat dinding dada dalam
gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada
dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil premitus pada klien dengan
TB paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura masif,
sehingga hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus melewati cairan
yang berakumulasi di rongga pleura.

Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, baiasanya akan didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada
sisi yang sakit sesuai sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil
yang mendorong posisi paru ke posisi yang sehat.

Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) Pda sisi yang
sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di
daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika
klien berbicara disebut resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi
seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada
sisi yang sakit.

B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi : inspeksi tetnatang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura masih mendorong ke sisi yang sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah

16
meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada
mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe
masiv dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.

B4 (Baldder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syock. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan
berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum
OAT terutama Rifampisin.

B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan BB

B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga yang menjadi tidak teratur.

f. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi bebrapa dimensi yang memungkinkan perawat
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan prilaku klien. Pada
kondisi klinis klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai
dengan keluhan yang dialaminya.
Perawat perlu menyakan kondisi pemukiman klien tinggal. Hal ini penting dilakuakan
mengingat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di
pemukiman padat dan kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup
ditempat yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang kurang.
Klien TB paru umumnya masyarakat miskin dengan pendidikan rendah. Selain
karena ketidaksanggupan untuk membeli obat, kelompok ini umumnya tidak sanggup
mengkonsumsi makanan bergizi sehingga tidak dapat meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Kelompok ini juga sering tidak menyadari pentingnya kesehatan dan penyembuhan
penyakit.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:


1) Ketidakefektiffan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
hemoptisis, kelamahan, upaya batuk buruk, edema trakheal/faringeal.
2) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
parusekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
3) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan jaringan efektif paru,
atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, dan edema bronkhial.

17
4) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keletihan,
anoreksia, dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.
5) Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas), dan prognosis penyakit yang belum jelas
6) Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan, proses
penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.

3. INTERVENSI

Diagnosa 1 : Ketidakefektiffan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi


mukus yang kental, hemoptisis, kelamahan, upaya batuk buruk, edema
trakheal/faringeal.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ___x 24 jam kebersihan jalan
nafas kembali efektif
Kriteria hasil :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Pernafasan klien normal (16x20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu nafas.
 Bunyi nafas normal, Ronchi -/-
 Pergerakan pernafasan normal

Intervensi Rasional

Mandiri:
Kaji fungi pernafasan (bunyi Penurunanan bunyi nafas menunjukkan atelektasis,
nafas, kecepatan, irama, ronkhi menunjukkan akumulasi sekret dan
kedalaman, dan penggunaan oto ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya
bantu pernafasan) dapat menimbulkan penggunaan otot bantu nafas dan
peningktan kerja pernafasan.

Kaji kemampuan mengeluarkan Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek
sekresi, catat karakter, volume infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat). Sputum
sputum, dan adanya hemomptisis. berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka
bronkhial dan memerlukan intervensi lebih lanjut.

Berikan pasien posisi semi atau Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
fowler tinggi. Bantu klien untuk menurunkan upaya pernafasan. Ventiklasi maksimal
batuk efektif dan latihan nafas membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan
dalam. sekret ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.

Pertahan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret
2500 ml/hari kecuali tidak dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas.
diindikasikan.

Bersihkan sekret dai mulut dan Mencegah obstrusksi dan aspirasi. Pengisapan
trakhea, bila perlu lakukan diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan

18
penghisapan (suction). sekret.

Kolaborasi:
Lembabkan udara/oksigen Mencegah pengeringan membran mukosa; membantu
inspirasi pengenceran sekret.

Beri obat-obat sesuai indikasi:


Agen mukolitik, Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
Bronkodilatator Bronkodilatator meningkatakan ukuran lumen
percabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan
Kortikosteroid tahanan terhadap aliran udara.
Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada
hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

Diagnosa 2 : Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya


ekspansi parusekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ___x 24 jam pola nafas
kembali efektif
Kriteria hasil :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada pada batas
normal.
 Pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan dan bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi Rasional

Identifikasi faktor penyebab Dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat


menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat
mengambil tindakan yang tepat.

Kaji fungsi pernafasan, catat kecepatan Distres pernafasan dan perubahan tanda vital
pernafasan, dipsnea, sianosis, dan dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan
perubahan tanda vital. nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok
akibat hipoksia.

Berikan posisi semifowler/fowler tinggi Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru


dan miring pada sisi yang sakit, bantu dan menurunkan upaya bernafas. Ventilasi
klien latihan nafas dalam dan batuk maksimal membuka area atelektasis dan
efekktif meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas

19
besar untuk dikeluarkan.

Auskultasi bunyi nafas Bunyi nafas dapat menurun atau tak ada pada
area kolpas yang meliputi satu lobus, segmen
paru, atau seluruh area paru (unilateral)

Kaji pengembangan dada dan posisi Ekspansi parumenurun pada area kolaps.
trakhea. Deviasi trakea ke arah sisi yang sehat pada
tension pnemothoraks.

Kolaborasi untuk tindakan Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau udara


thorakosentesis atau kalau perlu WSD. dan memudahkan ekspansi paru secara
maksimal.

Bila dipasang WSD: periksa pengontrol Mempertahankan tekanan negatif intrapleural


penghisap dan jumlah isapan yang benar. yang meningkatkan ekspansi paru maksimum.

Periksa batas cairan pada botol penghisap Air dalambotol prnampung berfungsi sebagai
dan pertahankan pada batas yang sekat yang mencegah udara atmosfer masuk ke
ditentukan. dalam pleura.

Observasi gelembung udara dalam botol Gelembung udara selam ekspirasi


penampung. menunjukkan keluaranya udara dari pleura
sesuai dengan yang diharapkan. Gelembung
biasanya menurun seiring dengan
bertambahnya ekspansi paru. Tidak adanya
gelembung udara dapat menunjukkan bahwa
ekspansi paru sudah maksimal atau
tersumbatnya selang drainase.

Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang Deteksi dini terjadinya komplikasi penting
masuk dengan kassa steril dan observasi seperti berulangnya pneumothoraks.
tanda yang dapat menunjukkan
berulangnya pneumothoraks seperti nafas
pendek, keluhan nyeri.

Diagnosa 3 : Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan


jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler,
dan edema bronkhial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ___x 24 jam gangguan
pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil :
 Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.
 Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernafasan.
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jringan adekuat
dengan gas darah arteri dalam rentang normal.

20
Intervensi Rasional

Mandiri :
Kaji dipsnea, tyakipnea, bunyi nafas, TB paru mengakibatkan efek luas pada paru
peningkatan upaya pernafasan, ekspansi dari bagian kecil bronkopnemonia sampai
thoraks dan kelemahan. inflamsi difus yang luas, nekrosis, efusi
pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya
terhadap pernafasn bervariasi dari gejala
ringan, dipsnea berat, samapai distress
pernafasan

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan


catat sianosis, dan perubahan warna paru yang sehat dapat menggangu oksigenasi
kulit, termasuk membran mukosa dan orgn vital dan jaringan tubuh.
kuku.

Tunjukkan dan dukung pernafasan bibir Membuat tahanan melawan udara luar untuk
selam ekspirasi khususnya untuk klien mencegah kolaps/ npenyempitan jalan nafas
dengan fibrosis dan kerusakan parenkim sehingga membantu menyebarkan udara
paru melalui paru dan mengurangi nafas pendek.

Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, Menurunkan konsumsi oksigen selama


dan bantu kebutuhan perawatan diri periode penurunan pernafasan dan dapat
sehari-hari sesuai keadaan klien. menurunkan beratnya gejala.

Kolaborasi
Pemeriksaan AGD Penurunan kadar O2 (PO2) dan/atau saturasi
dan peningkatan PCO2 menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi/perubahan
program terapi.

Pemberian oksigen sesuai kebutuhan Terapi oksigen dapat mengorekasi hipoksemia


tambahan. yang terjadi akibat penurunan
ventilasi/menurunnya permukaan alveolar
paru.

Kortikosteroid Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan


luas pada hipoksemia dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.

Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan keletihan, anoreksia, dispnea dan peningkatan metabolisme
tubuh.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ___x 24 jam intake nutrisi
klien terpenuhi
Kriteria hasil :

21
 Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula
kurang menjadi adekuat.
 Pernyataan motuvasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

Intervensi Rasional

Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, BB, Memvalidasi dan menetapkan derajat
derajat penurunan BB, integritas mukosa masalah untuk menetapkan pilihan
oral, kemampuan menalan, riewayat intervensi yang tepat.
mual/muntah, dan diare.

Fasilitasi klien untuk memperoleh diet Memperhitungkan keinginan individu dapat


biasa yang disukai klien (sesuai indikasi) memperbaiki intake gizi.

Pantau intake dan output, tibang BB Berguna dalam mengukur keefektifan intake
secara periodik (sekali seminggu). gizi dan dukungan cairan.

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sebelum dan sesudah makan dan sesudah makanan, sisa sputum atau obat pada
intervensi/pemeriksaan per oral. pengobatan sistem pernafasan yang dapat
merangsang pusat muntah.

Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan Memaksimalkan intake nutrisi tanpa


dalam porsi kecil tapi sering. kelelahan dan energi besar serta menurunkan
iritasi saluran cerna.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Merencanakan diet dengan kandungan gizi
menetapkan komposisi dan jenis diet yang cukup untuk memenuhi peningkatan
yang tepat. kebutuhan energi dan kalorin sehubungan
dengan status hipermetbolik klien.

Kolaborasi utuk pemeriksaan Menilai kemajuan terapi diet dan membantu


laboratorium khusunya BUN, protein perencanaan intervensi selanjutnya.
serum, dan albumin.

Kolaborsi untuk pemberian multivitamin. Multivitamin bertujuan untuk memenuhi


kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari
peningkatan laju metabolisme umum.

Diagnosa 5 : Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas), dan prognosis
penyakit yang belum jelas
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ___x 24 jam klien mampu
memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :

22
 Klien terlihat mampu bernafs secara normal dan mampu berdaptasi
dengan keadaannya.
 Respon nonverbal klien tampak lebih rileks dan santai.

Intervensi Rasional

Bantu dalam mengidentifikasi sumber Pemanfaatan sumber koping yang ada secara
koping yang ada. kontruksif sangat bermanfaat dalam mentasi
stress.

Ajarkan teknik relaksasi. Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

Pertahankan hubungan saling percaya Hubungan saling percaya membantu


antara perawat dan klien. memperlancar proses terapeutik.

Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya Tindakan yang tepat diperlukan dlam
rasa cemas. mengatasi masalah yang dhadapi klien dan
membantu kepercayaan dalam menguragi
kecemasan.

Bantu klien mengenali dan mengakui rasa Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga
cemasnya. apabila sudah teridentifikasi dengan baik,
maka perasaan yang menggangu dapat
diketahui.

Diagnosa 6 : Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi, aturan


pengobatan, proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ___x 24 jam klien mampu
melasanakan apa yang telah diinformasikan.
Kriteria hasil :
 Klien terlihat mengalami penurunanpotensi menularkan penyakit
yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien untuk mengikuti Keberhasilan proses pembelajaran


pembelajaran (tingkat kecemasan, dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional,
kelelahan umum, pengetahuan klien dan lingkungan yang kondusif.
sebelumnya, dan suasana yang tepat)

Jelaskan tentng dosis obat, frekuensi Meningkatkan partisipasi klien dalam


pemberian, kerja yang diharapkan, dan program pengobatan dan mencegah putus
alsana mengapa pengobatan TB obat karena membaiknya kondisi fisik klien
berlangsung dalam waktu lama. sebelum jadwal terapi selesai.

Ajarkan dan nilai kemampuan klien Dapat menunjukkan pengaktifan ulang


untuk mengidentifikasi gejal/tanda proses penyakit dan efek obat yang
reaktivasi penyakit (hemoptisis, demam,

23
nyeri dada, kesulitan bernafas, memerlukan evaluasi lanjut.
kehilangan pendengaran dan vertigo).

Tekankan pentingnya mempertahankan Diet TKTP dan cairan yang adekuat


intake nutrisi yang mengandung protein memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik
dan kalori yang tinggi serta intake cairan tubuh. Pendidikan kesehatan tentang hal itu
yang cukup setiap hari. akan meningkatkan kemandirian klien dalam
perawatan penyakitnya.

4. IMPLEMENTASI

Sesuai dengan intervensi

5. EVALUASI

1) Diagnosa 1 : kebersihan jalan nafas kembali efektif.


2) Diagnosa 2 : pola nafas kembali efektif
3) Diagnosa 3 : gangguan pertukaran gas tidak terjadi
4) Diagnosa 4 : intake nutrisi klien terpenuhi
5) Diagnosa 5 : klien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak
terjadi kecemasan.
6) Diagnosa 6 : klien mampu melasanakan apa yang telah diinformasikan.

24

Anda mungkin juga menyukai