Anda di halaman 1dari 6

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN HIV/AIDS

A. Pengkajian
1. Riwayat penyakit
Sifat kelainan imun akan memberikan petunjuk pertama untuk jenis infeksi
yang timbul dalam tubuh pasien. Selain itu, umur pasien juga mempengaruhi
suatu imunokompetens. Pada orang yang masih memiliki umur muda, respons
imun sangat tertekan karena pada usia tersebut belum berkembang kelenjar timus.
Kelenjar timus dapat meningkat pada lansia. Kelenjar timus yang tinggi dapat
menigkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak ditemukan penyakit kronik
yang berhubungan dengan lemahnya fungsi imun seperti diabetes militus, anemia
aplastik dan kanker. Keberadaaan beberapa penyakit kronis tersebut dianggap
sebagai faktor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien.
2. Pemeriksaan objektif dan subyektif
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala yang timbul biasanya mudah lelah, intoleren, progresi malaise,
dan perubahan pola tidur yang ditandai dengan kelemhaan otot, menurunnya
masaa otot, respon fisiologi aktivitas seperti perubahan tekanan darah,
frekuensi jantung dan pernafasan.
b. Sirkulasi
Gejala yang timbul yaitu penyembuhan anemia yang lambat dan
perdarahan lama pada cedera yang ditandai dengan tekanan darah postural,
menurunnya volume nadi perifer, pucat dan perpanjangan pengisian kapiler.
c. Eliminasi
Gejala yang timbul yaitu diare intermiten secara terus menerus, nyeri
panggul dan rasa terbakar saat miksi yang ditandai dengan feses cair dengan
atau tanpa adanya darah, sering diare pekat, nyeri tekan abdominal, lesi atau
abses rektal, perineal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urin.
d. Cairan atau makanan
Gejala yang timbul yaitu mual muntah, disfagia dan anoreksia yang
ditandai dengan lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi, edema dan turgor
kulit yang buruk.
e. Higiene
Gejala yang timbul yaitu tidak dapat menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari – hari yang ditandai dengan penampilan tidak rapi dan
kurang perawatan diri.
f. Pernafasan
Gejala yang timbul yaitu batuk, sesak, nafas pendek yang ditandai
dengan takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas dan adanya
sputum.
g. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala yang timbul yaitu kegagalan dalam perawatan, perilaku seks,
penyalahgunaan obat – obatan, meroko dan mengkonsumsi alkohol.
h. Kenyamanan atau nyeri
Gejala yang timbul yaitu nyeri umum atau lokal, sakit kepala, nyeri
dada pleuritis dan rasa terbakar yang ditandai dengan bengkak pada bagian
sendi, nyeri tekan, nyeri kelenjar dan penurunan rentan gerak.
i. Keamanan
Gejala yang timbul yaitu adanya riwayat jatuh, pingsan, terbakar,
transfusi darah, penyakit defisiensi imun, demam berulang dan keringat
malam yang ditandai dengan perubahan integritas kulit, luka perineal atau
abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe,menurunnya kekuatan umum
dan tekanan umum.
j. Neurosensori
Gejala yang timbul yaitu sakit kepala, pusing, perubahan status mental,
kerusakan indera, tremor dan kelemahan otot yang ditandai dengan perubahan
status mental, ide paranoid, ansietas, kejang, hemiparesis, ansietas dan gerak
reflek yang tidak normal.
k. Pengkajian psiko sosio spiritual kultural
Perawat melakukan pengkajian kemampuan fungsi sosial, kondisi
mental atau emosional, hubungan interpersonal, kegiatan yang dilakukan oleh
pasien HIV/AIDS, konflik dalam keluarga yang dialami pasien jika ada, peran
sistem budaya, spiritual dan aspek religius, sumber keuangan, komunikasi,
kepribadian atau personaliti, adat istiadat atau pembuat keputusan, aspek
religius atau kepercayaan, pertahanan atau koping, sistem nilai, hubungan
antar anggota keluarga juga stressor yang dihadapi pasien HIV/AIDS.
3. Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian kondisi fisik pasien secara keseluruhan dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Permasalah fisik yang sering dialami pasien
HIV/AIDS biasanya diakibatkan oleh penyakitnya maupun efek samping dari
pengobatan yang dijalaninya. Diantaranya adalah nyeri, nutrisi, kelemahan umum,
eliminasi, luka dekubitus, pernafasan, serta masalah keperawatan lainnya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang
perut, keengganan untuk makan
3. Risiko tinggi kekurangan valome cairan berhubungan dengan diare berat
4. Gangguan body image berhubungan dengan penyakit kronis, pengobatan

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi, waktu
b. Berikan tindakan paliatif misal pengubahan posisi, masage, rentang gerak
pada sendi yang sakit
c. Ajarkan pasien untuk menggunkan visualisasi atau imajinasi, relaksasi
progresif, teknik nafas dalam
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang
perut, keengganan untuk makan
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk menguyah, merasakan dan menelan
b. Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering
c. Anjurkan pasien dan keluarga untuk membatasi makanan yang menyebabkan
mual atau muntah, hindari makanan yang masih panas dan susah untuk ditelan
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti emtic misalnya
metoklopramid
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
Intervensi :
a. Kaji pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari
b. Berikan cairan pengganti elektrolit yang dibutuhkan, misalnya gatorade
c. Anjurkan pasien atau keluarga untuk menghindari makanan yang
menyebabkan diare seperti makanan pedas, susu
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti diare misalnya lomotil,
loperamid imodium, paregoric
4. Gangguan body image berhubungan dengan penyakit kronis, pengobatan
Intervensi :
a. Kaji secara verbal maupun non verbal respon pasien terhadap dirinya
b. Berikan penjelasan mengenai pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit
c. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
d. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam memfasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil
BAB IV

ANALISIS JURNAL

Pengaruh Intervensi Edukasi Palliative Care Terhadap Kualitas Hidup Odha Dengan
Antiretroviral (Arv) Di Kabupaten Biak Numfor

HIV/AIDS saat ini merupakan penyakit yang secara global berdampak pada segala
bidang yakni kesehatan, sosial, ekonomi dan kemasyarakatan. Penyakit ini terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Masalah yang dihadapi oleh ODHA sangat kompleks dan
mempengaruhi kualitas hidup, kesejahteraan fisik dan kepatuhan terhadap pengobatan.
ODHA membutuhkan perawatan dan pengobatan untuk menghadapi keluhan nyeri,infeksi
oportubistik, efek samping obat dan penyakit penyerta lainnya.

Palliative care merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
dan keluaga pada penyakit yang membatasi kehidupan baik akut, kronik atau terminal. Salah
satu komponen dalam kebijakan palliative care adalah edukasi bagi pekerja dan masyarakat.
Intervensi edukasi palliative care ditujukan untuk meningkatkan ketrampilan dan
pengetahuan yang mencerminkan tentang kebutuhan pada pasien dengan perawatan jangka
panjang atau penyakit kronis.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mensistesis pengaruh intervensi edukasi
palliative care terhadap kualitas hidup ODHA di Kabupaten Biak Numfor. Pengukuran
kualitas hidup ODHA menggunakan WHO HIV Bref yang terdiri dari 31 item pertanyaan
yang direvisi. Instrument yang digunakan meliputi enam domain kualitas hidup yaitu fisik,
psikologi, social, fungsional, lingkungan dan spiritual.

Hasil intervensi edukasi palliative care dengan booklet dan lembar balik berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas hidup, ditunjukkan dengan hasil uji beda berpasangan, dan uji
beda kelompok dukungan dari kelompok sebaya sangat membantu dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian, meningkatnya perawatan ODHA dan kualitas hidupnya. responden
lain menyatakan ODHA mendapatkan dukungan yang lebih baik dari keluarga, daripada
teman sebaya. Masalah yang muncul pada domain lingkungan tertinggi pada kekurangan atau
ketidakcukupan uang atau biaya hidup sehari-hari. Serta memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya kualitas hidup, perubahan perilaku dan pengetahuan.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memberikan intervensi edukasi
palliative care perlu mempertimbangkan dalam memberikan intevensi adalah waktu, tempat,
media yang digunakan disesuaikan dengan keadaan ODHA dan daerah setempat. Hal-hal lain
yang harus dipertimbangkan dalam memberikan intervensi edukasi palliative care adalah
waktu, tempat, edukasi yang sesuai dengan keluhan ODHA akan sangat membantu mengatasi
keluhan atau masalahnya.

Anda mungkin juga menyukai