Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN GANGGUAN HARGA DIRI RENDAH


DI RSJ MENUR SURABAYA

DISUSUN OLEH:
MUSLINA
NIM: 2010.C.02.0058

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP


PALANGKA RAYA
2014/2015
LAPORAN PENDAHULUAN

I. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti: Trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam. (Yoedhas, 2010).
Gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu mengalami atau
beresiko mengalami evaluasi diri yang negatif tentang kemampuan atau
diri. (Carpenito, Lynda Juall-Moyet, 2007)
Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi
diri negatif mengenai diri atau kemampuan diri. (Lynda Juall Carpenito-
Moyet, 2007)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan sendiri, gagal
menyesuaikan tingkah laku dan cita – cita. (Fk.UNDIP , 2001 )
Kesimpulan harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang percayaan diri, harga diri serta menolak dirinya. Tidak dapat
bertanggung jawab atas kehidupan sendiri serta gagal dalam menyesuaikan
tingkah laku dan cita-cita.
2. Tanda dan dan gejala harga diri rendah
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Menciderai diri
(Stuart dan Sudden ; 1998, hal 230)
3. Rentang Respon
Respon Adaftif Respons Maladaptif

Pikiran Logis Distorsi Pikiran Gangguan pikiran/Delusi


Persepsi Akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisiten Reaksi emosi berlebihan Berespon Emosi
Perilaku Sesuai Perilaku aneh/tidak biasa Isolasi Sosial

4. Faktor-faktor
a. Faktor predisposisi
1. Penolakan orang tua
2. Harapan orang tua yang tidak realistis
3. Kegagalan yang berulang kali
4. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
5. Ketergantungan kepada orang lain
6. Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi
1. Citra tubuh yang tidak sesuai
2. Keluhan fisik
3. Ketegangan peran yang dirasakan
4. Perasaan tidak mampu
5. Penolakan terhadap kemampuan personal
6. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri
5. Penatalaksanaan
1) Psikofarmaka
(1) Chlorpromazine ( CPZ ): 3 x100 mg
a) Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dam melakukan kegiatan rutin.
b) Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya
sistem ekstra piramidal.
c) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang
disebabkan CNS Depresi.
d) Efek samping
(1) Sedasi
(2) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik,
mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung).
(3) Gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia, sindrom
parkinsontremor, bradikinesia rigiditas).
(4) Gangguan endokrin (amenorhoe, ginekomasti).
(5) Metabolik (Jaundice)
(6) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka pan
(2) Halloperidol ( HP ): 3 x 5 mg
a) Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia,
pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
b) Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai
antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak
depresif, skizofrenia dan sindrom paranoid. Di samping itu halloperidol
juga mempunyai daya anti emetik yaitu dengan menghambat sistem
dopamine dan hipotalamus. Pada pemberian oral halloperidol diserap
kurang lebih 60–70%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu
2-6 jam dan menetap 2-4 jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan
ekskresi berlangsung lambat, sebagian besar diekskresikan bersama
urine dan sebagian kecil melalui empedu.
c) Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang
hipersensitif terhadap halloperidol, dan keadaan koma.
d) Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi
ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang
terjadi gangguan percernaan dan perubahan hematologik ringan,
akatsia, dystosia, takikardi, hipertensi, EKG berubah, hipotensi
ortostatik, gangguan fungsi hati, reaksi alergi, pusing, mengantuk,
depresi, oedem, retensio urine, hiperpireksia, gangguan akomodasi.
(3) Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
a) Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra piramidal
berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik.
b) Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan kedua
neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf
pusat asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamin
dan kelebihan asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor
asetilkolin disekat pada sinaps untuk mengurangi efek kolinergik
berlebih.
c) Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain, glaukoma,
ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung
kemih, anak di bawah 3 tahun, kolitis ulseratif.
d) Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan
kabur, disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium,
kelemahan, amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti
hipotensi ortostatik, hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti
ruam kulit, urtikaria, dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti
mulut kering, mual, muntah, distres epigastrik, konstipasi, dilatasi
kolon, ileus paralitik, parotitis supuratif. Pada perkemihan seperti
retensi urine, hestitansi urine, disuria, kesulitan mencapai atau
mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti depresi, delusu,
halusinasi, dan paranoid.

2) Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan
atau latihan bersama. (Maramis,2005)
3) Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang
satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi
kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
4) Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan
latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok
stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy
aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005). Dari empat jenis
therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada
individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah
therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok
(TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan
Akemat,2005).

III. POHON MASALAH


Isolasi Sosial = Menarik diri

Gangguan konsep diri = Harga diri Masalah Utama


rendah

Koping individu tidak efektif

IV. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Data Subjektif
a) Klien mengatakan ingin diakui jati dirinya.
b) Klien mengatakan tidak ada lagi yang peduli dengannya.
c) Klien mengatakan tidak bisa apa-apa.
d) Klien mengatakan dirinya tidak berguna.
e) Klien mengkritik dirinya sendiri.
f) Klien mengatakan enggan berbicara duluan dengan orang lain.
Data Objektif
a) Merusak diri sendiri
b) Menarik diri dari hubungan sosial
c) Tampak mudah tersinggung
d) Suara pelan dan tidak jelas.
e) Kurang energy
f) Kurang spontan
g) Apatis (Acuh terhadap lingkungan)

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu tidak efektif.

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tgl No Dx Perencanaan
Dx keperawaatan Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: 1. Klien menunjukan 1.1 Membina hubungan
konsep diri: Klien memiliki ekspresi wajah saling percaya
harga diri konsep diri yang bersahabat, dengan menggunakan
rendah positif menunjukan rasa prinsip komunikasi
TUK: senang, ada terapeutik :
1. Klien dapat kontak mata, mau - Sapa klien dengan
membina berjabat tangan, ramah baik verbal
hubungan saling mau menyebutkan maupun non
percaya dengan nama, mau verbal.
perawat menjawab salam, - Perkenalkan diri
klien mau duduk dengan sopan.
berdampingan - Tanyakan nama
dengan perawat, lengkap dan nama
mau panggilan yang
mengutarakan disukai klien.
masalah yang - Jelaskan tujuan
dihadapi pertemuan
- Jujur dan menepati
janji
- Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.
- Beri perhatian dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien.
2.  Klien dapat 2.  Klien 2.1 Diskusikan dengan
mengdentifi menyebutkan: klien tentang:
kasi aspek -   Aspek positif dan - Aspek positif
positif dan kemampuan yang yang dimiliki
kemampuan dimiliki klien klien, keluarga,
yang -   Aspek positif lingkungan.
dimiliki keluarga - Kemampuan
-   Aspek positif yang dimiliki
lingkungan klien klien.
2.2  Bersama klien buat
daftar tentang:
- Aspek positif
klien, keluarga,
lingkungan
- Kemampuan
yang dimiliki
klien
2.3  Beri pujian yang
realistis, hindarkan
memberi penilaian
negatif.
3.  Klien dapat 3. Klien mampu 2.4  Diskusikan dengan
menilai menyebutkan klien kemampuan yang
kemampuan kemampuan yang dapat dilaksanakan
yang dapat 2.5  Diskusikan
dimiliki dilaksanakan. kemampuan yang dapat
untuk dilanjutkan
dilaksanakan pelaksanaanya.
4.  Klien dapat 4. Klien mampu 4.1  Rencanakan bersama
merencanak membuat rencana klien aktivitas yang dapat
an kegiatan kegiatan harian dilakukan klien sesuai
sesuai dengan kemampuan
dengan klien:
kemampuan - Kegiatan mandiri
yang - Kegiatan dengan
dimiliki bantuan
4.2  Tingkatkan kegiatan
sesuai kondisi klien.
4.3  Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan
yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat 5. Klien dapat 5.1  Anjurkan klien untuk
melakukan melakukan melaksanakan kegiatan
kegiatan kegiatan sesuai yang telah direncanakan.
sesuai jadwal yang 5.2  Pantau kegiatan yang
rencana dibuat. dilaksanakan klien.
yang dibuat. 5.3  Beri pujian atas
usaha yang dilakukan
klien.
5.4  Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan kegiatan
setelah pulang.
6.   Klien dapat 6. Klien mampu 6.1  Beri pendidikan
memanfaat memanfaatkan kesehatan kepada
kan sistem sistem pendukung keluarga tentang cara
pendukung yang ada merawar klien dengan
yang ada dikeluarga harga diri rendah.
6.2  Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
6.3  Bantu klien
menyiapkan lingkungan
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC:  


Jakarta.
Keliat, Budi Anna. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakartaa
Stuart dan Sundeen. (2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.
Towsend. (2005). Buku Saku diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai