Anda di halaman 1dari 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/282609755

Morfotektonik pembentukan Kars Maros, Sulawesi Selatan

Conference Paper · August 2008

CITATIONS READS
2 4,549

3 authors, including:

Salahuddin Husein
Universitas Gadjah Mada
103 PUBLICATIONS   127 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Sunda Oroclines View project

Studi Gelombang dan Geologi Struktur PLTG/MG/GU JAYAPURA-2 (100 MW) View project

All content following this page was uploaded by Salahuddin Husein on 06 October 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Morfotektonik pembentukan Kars Maros, Sulawesi Selatan
Oleh: Salahuddin Husein1, Srijono1, dan Herning Dyah K.W.2
1
) Lab. Geologi-Dinamik, Jurusan Teknik Geologi FT UGM
2
) Lab. Stratigrafi-Paleontologi, Jurusan Teknik Geologi FT UGM

Intisari
Kars Maros di Propinsi Sulawesi Selatan merupakan tipe kars menara di Indonesia. Batugamping pembentuknya adalah
anggota Formasi Tonasa yang mengalami tektonik, dan penerobosan oleh batuan beku. Dalam pandangan geologi, jenis
batugamping dan tektonik merupakan dua factor yang berpengaruh terhadap pembentukan kars. Tujuan penelitian ini
mengidentifikasi kekhasan batugamping dan tektonik sebagai kendali pembentuk Kars Maros. Metode penelitian yang
diterapkan adalah penjelajahan morfologi mengikuti rute jalan-kabupaten Maros – Bone dan Maros-Pangkajene, dan jalan di
lingkungan kawasan Kars Maros. Parameter batugamping diidentifikasi secara makroskopik di lapangan, dan dilengkapi
dengan pengolahan secara petrografi. Tektonik sebagai parameter yang lain, diperoleh dari data sekunder, dilengkapi dengan
identifikasi struktur geologi di lapangan. Kars Maros dicirikan oleh bentukan morfologi kars menara, dan di sebelahnya
terhampar dataran fluvial-pantai Maros – Pangkajene. Lereng bukit kars, layaknya menara yang membentuk sudut lereng
hampir vertikal, dengan datum permukaan dataran teramati tinggi bukit sampai mencapai 200 m. Keunikan kars menara ini
adalah bentukan menara yang selalu terekspresikan pada menara terisoler meskipun hanya berukuran 5x5 m2. Batugamping
pembentuk kars tersusun oleh wackestone, dengan ciri komponen fragmen 40-65% terdiri dari fosil foraminifera, fragmen
koral maupun fragmen tidak teridentifikasi, matrik 35-60%, tidak dijumpai semen, telah mengalami replacement 30-50% dan
abrasi, butiran maksimum berukuran kerikil, porositas yang teramati dari sayatan tipis 2-3%. Batugamping ini terintrusi oleh
batuan beku basalt, granodiorit, dan trakhit. Struktur geologi sebagai jejak tektonik, teridentifikasi kekar dengan kemiringan
hampir vertical (>800), sebagian zonenya belum tertutup akibat pelarutan batugamping. Pola-pola struktur geologi berarah
relative barat baratdaya – timur timurlaut, dan baratdaya – timurlaut. Tektonik yang bertanggung jawab atas pembentukan
Kars Maros diduga terjadi semenjak akhir Miosen Awal.

Kata kunci: tipe batugamping, tektonik, karst Maros

1. Pendahuluan pernah melakukan kajian terhadap pembentukan


kekar dan sesar berorientasi baratlaut, utara dan
Dalam perjalananan ilmiahnya pada tahun 1856- timurlaut yang berkembang pada batugamping
1857, naturalis Alfred Russel Wallace terpesona Formasi Alston dan Askrigg di baratlaut Inggris, dan
dengan keindahan alam Maros, yang dituliskannya menemukan hubungannya terhadap gaya kompresi
sebagai ‘sebaran lembah yang dalam dan menjorok relatif utara-selatan yang bekerja sin-genetik ketika
jauh ke dalam serta gawir tebing terjal, yang tidak batugamping kedua formasi tersebut terendapkan
pernah aku jumpai di kepulauan (Nusantara) lainnya’ pada Zaman Karbon Akhir. Untuk daerah kajian,
(WALLACE, 1869). WILSON (1995) pernah mengumpulkan sebaran
Yang dijumpai oleh Wallace tersebut diatas patahan pada peta geologi regional yang dibuat oleh
adalah topografi karst yang unik di Propinsi Sulawesi SUKAMTO (1982) dan SUKAMTO & SUPRIATNA
Selatan, terbentang di wilayah Kabupaten Maros dan (1982) dan menjumpai 3 set struktur yang
Pangkep, dimana secara geologi dimasukkan ke mempengaruhi penyebaran batugamping Formasi
dalam Mandala Sulawesi Selatan Bagian Barat. Hadir Tonasa, yaitu yang berarah baratlaut – tenggara,
dalam bentuk sebagai tipe karst menara (tower karst), utara-baratlaut – selatan-tenggara, dan timurlaut –
sebaran bukit-bukit sisa pelarutan mendominasi baratdaya. Meski demikian, Wilson tidak mengulas
dataran aluvial dan pesisir pantai seluas 300 km2. lebih jauh hubungan ketiga struktur tersebut secara
Topografi karst Maros terbentuk pada Formasi genetis dalam skala regional dan mengkaitkannya
Tonasa yang berumur Eosen Awal hingga Miosen dengan pembentukan topografi karst. Melanjutkan
Tengah (SUKAMTO, 1982). Meskipun Formasi pekerjaan Wilson, makalah ini bermaksud untuk
Tonasa yang tersusun oleh batugamping terumbu dan mengupas secara singkat kendali struktur geologi dan
batugamping klastika tersebar di berbagai tempat di perkembangan tektonik terhadap pembentukan
Sulawesi Selatan bagian barat; yaitu daerah Barru – topografi karst menara di daerah Maros – Pangkajene.
Ralla di bagian utara, daerah Biru – Malawa di bagian Pendekatan yang dipergunakan adalah analisa peta
timur, daerah Jeneponto – Allu di bagian selatan, dan geologi regional skala 1:250.000 dengan interval
daerah Maros – Pangkajene di bagian tengah; namun kontur ketinggian topografi 100 m (SUKAMTO,
hanya di bagian tengah saja topografi karst menara 1982; SUKAMTO & SUPRIATNA, 1982).
berkembang dengan baik. Pengecekan lapangan dengan metode tinjau
Telah banyak diketahui bahwa pembentukan (reconnaissance) untuk melakukan pengukuran
topografi karst sangat dipengaruhi oleh sebaran struktur geologi dilakukan pada awal bulan Agustus
struktur geologi dan perkembangan tektonik yang 2008, dengan 3 lintasan transversal masing-masing
dialami oleh daerah tersebut. MOSELEY (1973) sejauh 10 km berarah relatif timur-barat, yaitu
lintasan selatan melalui Bantimurung, lintasan tengah penurunan paparan sebesar 3 cm / 1000 tahun
melalui Tonasa I, dan lintasan utara melalui Tonasa (WILSON, 1995).
II. Lereng bukit kars, layaknya menara yang
membentuk sudut lereng hampir vertikal, dengan
2. Tataan Geologi Sulawesi Selatan datum permukaan dataran teramati tinggi bukit
Bagian Barat sampai mencapai 200 m. Keunikan kars menara ini
adalah bentukan menara yang selalu terekspresikan
Pulau Sulawesi terletak pada daerah yang pada menara terisoler meskipun hanya berukuran 5x5
kompleks secara tektonik, dimana tiga lempeng besar, m2. Kedudukan perlapisan batugamping relatif
yaitu Lempeng Pasifik-Phillippina yang bergerak ke horisontal, meski di beberapa tempat memiliki
arah barat-baratlaut, Lempeng Indo-Australia yang kemiringan landai ke arah barat. Dari peta geologi
bergerak ke arah utara-timurlaut, dan Lempeng regional (SUKAMTO, 1982; SUKAMTO &
Eurasia yang bergerak ke arah tenggara, telah SUPRIATNA, 1982) tampak 2 set patahan yang
berinteraksi semenjak Masa Mesozoikum. Sulawesi berarah baratlaut-tenggara, dan antara utara-baratlaut
Selatan bagian barat terpisahkan secara struktural dari – selatan-tenggara dan utara-timurlaut – selatan-
lengan barat Sulawesi oleh Depresi Walanae yang baratdaya.
memanjang berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara. Pengamatan mikroskopis pada sayatan tipis
SUKAMTO (1975) dan VAN LEEUWEN (1981) batuan oleh penulis menunjukkan batugamping
menginterpretasikan Depresi Walanae sebagai zona pembentuk kars tersusun oleh wackestone, dengan ciri
sesar geser sinistral. komponen fragmen 40-65% terdiri dari fosil
Batuan tertua di Sulawesi Selatan tersingkap foraminifera, fragmen koral maupun fragmen tidak
sebagai 2 blok batuan alas di daerah Barru dan Tonasa teridentifikasi, matrik 35-60%, tidak dijumpai semen,
II berupa bongkah-bongkah batuan malihan, ultrabasa telah mengalami replacement 30-50% dan abrasi,
dan sedimen (HAMILTON, 1979; SUKAMTO, butiran maksimum berukuran kerikil, porositas yang
1982). Batuan sedimen klastika laut dalam berumur teramati dari sayatan tipis 2-3%.
Kapur yang menyusun Formasi Balangbaru dan Kontak antara bagian bawah Formasi Tonasa
Formasi Marada menumpang secara tidak selaras dengan Formasi Malawa hanya tersingkap pada
diatas kompleks batuan alas (VAN LEEUWEN, 1981; bagian timur di daerah Tonasa I (WILSON, 1995). Di
SUKAMTO, 1982). Aktifitas volkanisme Paleosen- bagian atas, kontak Formasi Tonasa dengan Formasi
Eosen yang membentuk Formasi Langi bersama-sama Camba didahului dengan proses erosional yang
dengan batuan sedimen klastika laut dangkal yang menyebabkan kenampakan peneplain pada bagian
membentuk Formasi Malawa menumpang secara atas topografi karst (WILSON, 1995). Di peta geologi
tidak selaras diatas Formasi Balangbaru (SUKAMTO, regional (SUKAMTO, 1982), sebagian kontak
1982). Bagian atas Formasi Malawa menjemari Formasi Tonasa dengan Formasi Camba berupa
dengan batugamping laut dangkal yang berumur berupa patahan. Meski demikian, di beberapa tempat
Eosen Awal – Miosen Tengah dari Formasi Tonasa seperti di Senggareng dan Patunuang Asue, hubungan
(WILSON & BOSENCE, 1996). Pada Miosen antara Formasi Tonasa dan Formasi Camba adalah
Tengah hingga Miosen Akhir produksi karbonat selaras menjemari dengan kehadiran batuan beku
Formasi Tonasa dihentikan oleh pasokan sedimen intrusi (WILSON, 1995).
gunungapi Formasi Camba yang dihasilkan oleh Batuan beku dengan komposisi basaltik dan
busur gunungapi berarah relatif utara-baratlaut – dioritik juga hadir di beberapa tempat mengintrusi
selatan-tenggara (SUKAMTO, 1982; YUWONO et batugamping Formasi Tonasa. Penarikhan dengan
al., 1985). Setelah Formasi Camba, tidak terjadi metode K/Ar pada intrusi basal di Tonasa I
pengendapan yang berarti di daerah ini. Endapan menunjukkan umur 17,7 juta tahun atau akhir Miosen
undak di utara Pangkajene berkembang selama Awal dan 9.03 juta tahun atau Miosen Akhir pada
Pliosen dan endapan aluvium berkembang secara luas intrusi granodiorit di timur Camba (OBRADOVICH,
selama Holosen di dataran pesisir Maros – 1974, dalam SUKAMTO, 1982).
Pangkajene (SUKAMTO, 1982). WILSON (1995) mengamati ketidakselarasan
lokal yang bersifat intra-formasi dengan adanya
beberapa bukti pendangkalan atau pengangkatan
3. Tataan Geologi Maros berupa subaerial exposure seperti pengisian kalsit
Batugamping Formasi Tonasa yang diendapkan yang telah terlitifikasi, oksidasi pada pembentukan
di daerah tengah, antara Maros dan Pangkajene, tanah purba (paleosoil), dan perkembangan alga zona
memiliki ketebalan setidaknya 600 m (WILSON, pasang-surut (peritidal) serta lubang-lubang gas (gas
1995). Batugamping tersebut diendapkan pada escapes).
lingkungan laut dangkal berupa paparan yang stabil
dengan dimensi lebar setidaknya 80 km (WILSON & 4. Peran Tektonik dalam Pembentukan
BOSENCE, 1996). Pengendapan batugamping Topografi Karst Maros
tersebut setidaknya membutuhkan kecepatan
Bentukan menara pada bukit-bukit sisa yang Formasi Tonasa, yaitu pada akhir Miosen Awal
berkembang di Maros mengindikasikan adanya proses (OBRADOVICH, 1974, dalam SUKAMTO, 1982),
pengangkatan daratan yang melebihi kecepatan proses dimana proses magmatisme tersebut melalui retakan-
pelarutan (TRUDGILL, 1987). Lebih lanjut, proses retakan yang baru atau sedang terbentuk. Pengukuran
pengangkatan tersebut akan mengaktifkan kembali lapangan yang dilakukan penulis pada berbagai
retakan-retakan yang telah terbentuk dan batuan terobosan menunjukkan pola-pola struktur
menyediakan fasilitas bagi proses pelarutan. Dengan yang sesuai dengan pola tektonik regional, terutama
demikian, diasumsikan bahwa proses pengangkatan arah-arah baratlaut-tenggara dan barat-baratlaut –
akan tercermin pada pola retakan dan patahan secara timur-tenggara.
sistematis, dimana gerak-gerak tektoniknya selaras Secara regional, peristiwa tektonik akhir Miosen
dengan kerangka perkembangan tektonik regional. Awal terkait dengan masuknya benua Australia ke
Interpretasi ulang terhadap sebaran perbukitan arah utara yang mengaktifkan Sesar Tukang Besi dan
menara karst menghasilkan 2 set utama yang berarah masuknya Lempeng Pasifik ke arah barat yang
baratlaut-tenggara dan barat-baratlaut – timur- mengaktifkan Busur Sulu (HALL, 1996). Proses
tenggara (Gambar 1). Arah-arah tersebut ternyata juga tersebut masih berlanjut hingga Pliosen, yang di
sesuai dengan arah pelamparan batuan-batuan beku daerah kajian ditandai dengan kehadiran endapan
yang menerobos batugamping Formasi Tonasa. undak (SUKAMTO, 1982). Proses pengangkatan
Analisa elipsoida strain terhadap pola retakan tersebut yang cukup cepat juga ditandai oleh jarangnya
mengindikasikan keduanya terbentuk akibat adanya kehadiran sistem gua pada batugamping Formasi
sistem patahan geser besar (wrench) sinistral yang Tonasa (pengamatan personal). Gua-gua horisontal
berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara, dimana set yang dibentuk aliran sungai bawahtanah
retakan pertama bersifat sintetik dan set retakan kedua (subterranean streams) yang berkembang di daerah
bersifat antitetik (Gambar 1). Pengukuran lapangan karst menandakan adanya proses pelarutan lateral
yang dilakukan penulis juga menjumpai kehadiran yang dominan (STRAUS, 1990), dengan kata lain
kedua set retakan tersebut berkembang dengan baik proses pelarutan lateral mampu mengimbangi atau
pada batugamping Formasi Tonasa. lebih besar dibandingkan proses pelarutan vertikal.
Secara regional, sesar geser sinistral berarah Bila dibandingkan dengan kawasan karst Gunung
utara-baratlaut – selatan-tenggara merupakan pola Sewu di Yogyakarta yang memiliki beberapa aras gua
tektonik regional, yang di Sulawesi Selatan (SIMANJUNTAK, 2002) dan menandakan proses
dihadirkan secara jelas oleh Depresi Walanae pengangkatan yang relatif lambat, jarangnya
(SUKAMTO 1975; VAN LEEUWEN, 1981). Ke arah perkembangan gua di Maros dapat mengindikasikan
barat, pola-pola tektonik yang sama juga hadir meski pengangkatan yang cepat. Pengamatan lapangan oleh
tanpa bukti fisiografi yang sejelas Depresi Walanae. penulis menunjukkan sistem gua hanya bekerja di
Kelurusan gunungapi Tersier Akhir – Kuarter yang kaki dari bukit-bukit karst menara dengan kelurusan-
ditunjukkan oleh G. Neponepo, G. Ladange, G. kelurusan lubang yang terkontrol oleh pola struktur
Lajallu, G. Matanrae, G. Cangkacangkareng, G. regional.
Maraja, dan G. Lompobatang juga memiliki kelurusan
yang sama dan kemungkinan besar dibentuk oleh
sistem sesar geser sinistral berarah utara-baratlaut – 5. Kesimpulan
selatan-tenggara. Pada bagian paling barat, sistem
sesar geser sinistral berarah utara-baratlaut – selatan- ƒ Topografi karst menara Maros terbentuk akibat
tenggara tersebut tampaknya yang bertanggungjawab proses tektonik pengangkatan yang melebihi
mengangkat blok batuan alas Bantimala, perbukitan kecepatan proses pelarutan, sehingga proses
karst Maros – Pangkajene, dan deretan pegunungan pelarutan secara dominan menjadi bersifat
volkanik Tersier Monionglowe – Sairu. Dengan vertikal.
demikian dapat diinterpretasikan lebih lanjut bila ƒ Sebaran perbukitan menara karst dikontrol oleh 2
sistem sesar geser yang bekerja di Sulawesi Selatan set struktur utama yang berarah baratlaut-
hadir dengan sifat regangan (transtensional) seperti tenggara dan barat-baratlaut – timur-tenggara
dalam pembentukan Depresi Walanae di bagian timur yang dibentuk oleh sistem patahan geser sinistral
dan dengan sifat tekanan (tranpressional) seperti transpressional yang berarah utara-baratlaut –
dalam pembentukan lajur pegunungan di bagian barat, selatan-tenggara.
dimana kedua sistem tersebut bekerja bersama-sama. ƒ Waktu bekerjanya tektonik sistem sesar geser
Waktu bekerjanya tektonik sistem sesar geser tersebut diduga dimulai pada akhir Miosen Awal,
tersebut diduga dimulai pada akhir Miosen Awal. yang juga mengakomodasi proses magmatisme
Umur tersebut diambil dari sebelum dimulainya Miosen yang mengintrusi batugamping Formasi
pengendapan Formasi Walanae didalam Depresi Tonasa.
Walanae (SUKAMTO, 1982). Pendugaan umur
tersebut juga selaras dengan umur berbagai batuan
beku terobosan yang mengintrusi batugamping
Referensi Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
HALL, R. (1996) Reconstructing Cenozoic SE Asia. In: R. TRUDGILL, S. (1987) Limestone Geomorphology.
Hall and D. Blundell (eds.) Tectonic Evolution of Longman, London, 196 p.
Southeast Asia, Geological Society Special VAN LEEUWEN, T.M. (1981) The Geology of Southwest
Publication, 106, 153-184. Sulawesi with Special Reference to the Biru Area.
HAMILTON, W (1979) Tectonics of the Indonesian In: A.J. Barber and S. Wiryosujono (eds.) The
Region. United States Geological Survey Geology and Tectonics of Eastern Indonesia.
Professional Paper, 1078. Geological Research and Development Centre,
MOSELEY, F. (1973) Orientations and Origins of Joints, Bandung, Special Publication, 2, 277-304.
Faults and Folds in the Carboniferous Limestones of WALLACE, A.R. (1869) The Malay Archipelago.
NW England. Transactions of the Cave Research Macmillan & Company, London.
Group of Great Britain, 15, 99-106. WILSON, M.A.J. (1995) The Tonasa Limestone Formation,
SIMANJUNTAK, T, (2002) Gunung Sewu in Prehistoric Sulawesi, Indonesia: Development of a Tertiary
Times, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Carbonate Platform. Unpublished Ph.D. Thesis in
STRAUS, L.G. (1990) Underground Archaeology: Southeast Asia Research Group, Department of
perspectives on caves and rockshelter. In: M.B. Geology, Royal Holloway, University of London,
Schiffer (ed). Archaeological Method and Theory, 310 p + 250 p appendices.
The University of Arizona Press, Tucson, 255 – WILSON, M.A.J. and D.W.J. BOSENCE (1996) The
304. Tertiary Evolution of South Sulawesi: a Record in
SUKAMTO, R. (1975) The Structure of Sulawesi in the Redeposited Carbonates of the Tonasa Limestone
Light of Plate Tectonics. Proceedings of the Formation. In: R. Hall and D. Blundell (eds.)
Regional Conference on the Geology and Mineral Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological
Resources of SE Asia, Jakarta, 1-25. Society Special Publication, 106, 365-389.
SUKAMTO, R. (1982) Peta Geologi Lembar Pangkajene YUWONO, Y.S., H. BELLON, P. SOERIA-ATMADJA,
dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi. Pusat and R.C. MAURY (1985) Neogene and Pleistocene
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Volcanism in South Sulawesi. Proceedings Ikatan
SUKAMTO, R. dan S. SUPRIATNA (1982) Peta Geologi Ahli Geologi Indonesia, 14, 169-179.
Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai,
Gambar 1. Interpretasi pola struktur kawasan karst Maros – Pangkajene dengan interpretasi elipsoida strain
sesar geser sinistral berarah utara-baratlaut – selatan-tenggara. Batugamping Formasi Tonasa berwarna hijau.
Simbol struktrur pada elipsoida strain adalah r (reversed), n (normal), s (sintetik), d (antitetik). Peta geologi dari
SUKAMTO, 1982 dan SUKAMTO & SUPRIATNA, 1982.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai