OLEH
I GEDE YOGA VALENTINO
2014901254
1
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2001).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat
& Wim de Jong, 2005).
Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat
terbuka atau tertutup. Fraktur Radius ulna terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, yang dapat diabsorpsi (Sjamsuhidajat, 2005)
Patah tulang terbuka disebut juga dengan compound fracture tersebur memiliki
beberapa definisi dari masing-masing literatur. Salah satu pengertian yang
dikemukakan tersebut adalah keadaan patah tulang yang terjadi dengan adanya
hubungan antara jaringan tulang yang patah tersebut dengan lingkungan eksternal
dari kulit, sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Sjamsuhidajat, 2004).
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada
anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah
masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada
orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa
fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.
1
b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
2. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi
jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan
sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ
tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau
gerakan fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur:
a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi
kecepatan dan durasi trauma yang mengenaitulang, arah serta kekuatan
tulang.
b. Faktor intrinsik yaitu meliputi
kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas serta
kekuatan tulang.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti
kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang
dipengaruhi oleh arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia
penderita dan kelenturan tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis dapat
mengalami patah tulang.
3. Patofisiologi
Penyebab fraktur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : fraktur fisiologis
dan fraktur patologis. Faktor trauma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : trauma
langsung (direct) yaitu tulang patah pada tempat benturan, misalnya benturan
pada lengan bawah menyebabkan patah tulang radius ulna. Kemudian trauma tak
langsung (indirect) yaitu patah tulang tidak pada tempat benturan, melainkan oleh
karena kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang dan terjadi fraktur di tempat
lain. Fraktur patologi adalah fraktur yang disebabkan oleh karena tumor atau
proses patologi lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan densitas.
Penyebab yang paling sering dari fraktur semacam ini adalah tumor baik tumor
primer maupun metastasis. Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah radius
distal biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan
sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar
menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini
menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping
menyerupai garpu. (Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 2005). Manifestasi klinis
yang muncul pada pasien pre operasi dengan fraktur radius adalah pasien
mengeluh nyeri pada daerah fraktur, pasien nampak meringis, terdapat nyeri tekan
pada area yang patah, perubahan bentuk (deformitas), krepitasi, peningkatan nadi,
keterbatasan dalam bergerak, ketidakmampuan menggerakkan tangan yang
fraktur, penurunan kekuatan otot, serta wajah pasien yang nampak cemas dan
selalu bertanya tentang keadaan dirinya. Sedangkan manifestasi klinis pada pasien
post operasi dengan fraktur radius adalah terdapat nyeri tekan pada area luka post
operasi, pasien mengeluh nyeri, pasien meringis, nyeri dirasakan saat
4
menggerakkan ekstremitas yang luka, terdapat luka post operasi, pasien tidak bisa
menggunakan ekstremitas yang sakit, pasien bertanya – tanya dengan perawatan
pasca operasi, kebutuhan pasien dibantu, pasien terpasang drain.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan
Bare, 2002).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien fraktur
adalah (Doengoes, 2000; Smeltzer & Bare, 2001) :
1) Foto rontgen (X-Ray)
5
Foto rontgen dilakukan untuk melihat kepadatan tulang, lokasi, tekstur dan
erosi pada tulang.
2) Hitung darah lengkap (complete blood count)
Untuk mengetahui peningkatan atau penurunan hematokrit, peningkatan
jumlah sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.
3) CR (creatinin)
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
4) CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak cedera ligament tendon.
5) MRI (Magneting Resonanace Imaging)
Dilakukan untuk melihat abnormalitas seperti : tumor, penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang.
6) Angiografi
Dilakukan untuk melihat struktur vaskuler akibat adanya desakan
aneurysme.
6. Penatalaksanaan Medis
7
(2) Traksi tulang
Penjepit steinmann atau tali kirschner merupakan perangkat
yang dimasukkan ke dalam batang tulang kemudian diikat dengan
perangkat traksi.
Traksi kepala atau tengkorak menggunakan jepitan crutchfield
atau vinckle yang dimasukkan ke dalam tengkorak dan diikat pada
beban. Perangkat ini merupakan traksi tulang sederhana. Perangkat
halo (lingkaran) diikat pada tulang tengkorak dan rompi dipasang
pada torso. Traksi tulang ini digunakan untuk fraktur tulang belakang.
2) Terapi operatif
1) Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup
a) Reposisi tertutup (fiksasi eksterna)
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intra
operatif maka dipasang alat fiksasi eksterna.
b) Reposisi tertutup dengan radiologis diikuti fiksasi interna
Contoh : reposisi tertutup fraktur supra condylair humerus pada
anak diikuti dengan pemasangan pararel pins. Reposisi fraktur collum
pada anak diikuti dengan pinning dan immobilisasi gips. Cara ini terus
dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur dan tibia
yaitu pemasangan fiksasi interna meduler (pen) tanpa membuka
frakturnya.
2) Terapi operatif dengan membuka frakturnya
a) ORIF (Open Reduction with Internal Fixation)
Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami cedera
dan ditentukan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang
mengalami fraktur. Keuntungannya yaitu reposisi anatomis dan
mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi dari ORIF :
(1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi. Misalnya : Fraktur talus, fraktur collom femur.
(2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya : fraktur
avulasi, fraktur dislokasi
(3) Fraktur yang dapat direposisi sulit dipertahankan. Misalkan :
fraktur pergelangan kaki
8
(4) Fraktur intra-articuler. Misalnya : fraktur patela
b) OREF (Open Reduction with eksternal Fixation)
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksternal dengan
mempergunakan kanselosa screw dengan metil metaklirat (akrilik gigi)
atau fiksasi eksternal dengan jenis-jenis lain misalnya dengan
mempergunakan screw schanz. Indikasi dari OREF : fraktur terbuka
disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat, fraktur dengan
infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat.
7. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005)
antara lain:
1) Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
b) Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c) Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena
9
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi dan cidera remuk).
d) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada
nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
f) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2) Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan nonunion.
a) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
c) Nonunion
10
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan
Wilson, 2006).
TINJAUAN TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG FRAKTUR
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
12
d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post
pembedahan.
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
perawatan pasca operasi.
C. Perencanaan
D. Pelaksanaan
18
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Persiapan proses
implementasi akan memastikan asuhan keperawatan yang efisien, aman, dan
efektif.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses kontinu yang terjadi saat perawat
melakukan kontak dengan klien, evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai
pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari
hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.
Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan
pada pasien pre operasi fraktur adalah sesuai dengan rencana tujuan yaitu volume
cairan adekuat, nyeri berkurang atau hilang, pasien dapat melakukan mobilitas
fisik sesuai dengan kemampuannya, infeksi tidak terjadi, kerusakan integritas kulit
tidak terjadi, pasien tampak serta ansietas pasien berkurang atau teratasi. Dan
evaluasi yang diharapkan dari pasien post operasi fraktur adalah sesuai dengan
rencana tujuan yaitu syok hipovolemik tidak terjadi, volume cairan adekuat, nyeri
berkurang atau hilang, pasien dapat melakukan mobilitas fisik sesuai dengan
kemampuannya, infeksi tidak terjadi, serta pasien mengerti dan memahami
tentang perawatan dan pengobatan penyakitnya.
19
Daftar pustaka
Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
20