PENDAHULUAN
1
2
dengan rasio kalsium dan fosfor pada hidroksiapatit (Abdulrahman dkk., 2014).
Alasan digunakan HA sintetik sebagai biomaterial dalam kedokteran gigi yaitu
kemiripannya dengan material pada tulang dan gigi, sehingga memiliki
biokompatibilitas, bioaktif, osteokonduktif, dan dapat berintergrasi dengan tulang
(Annusavice,2003).
Terdapat dua jenis hidroksiapatit berdasarkan sumbernya yaitu:
hidroksiapatit alami dan hidroksiapatit sintetik. Hidroksiapatit alami merupakan
hidroksiapatit yang berasal dari sumber alami diantaranya: tulang mamalia, kulit
kerang, batu karang, dan cangkang telur. Hidroksiapatit sintetik merupakan
hidroksiapatit yang dibuat di laboratorium dengan serangkaian reaksi kimia
(Mozartha, 2015). Hidroksiapatit sintetik dapat dibuat dengan metode basah atau
wet chemical dengan mereaksikan larutan kalsium hidroksida Ca(OH)2 dengan
larutan asam fosfat atau H3PO4 pada suhu tertentu (Darwis, 2008). Akan tetapi,
selama ini material hidroksiapatit sintetik sebagai salah satu komponen dalam
material perancah memiliki beberapa kekurangan antara lain, memiliki kekuatan
tarik yang rendah, rapuh, tidak resorpable, dan waktu degradasi yang lambat
sehingga diperlukan bahan lain untuk memperbaiki kekurangan hidroksiapatit
tersebut (Chaeriyana, 2013). Diperlukan material dari bahan alami untuk
menggantikan material atau polimer sintetik yang memiliki sifat asam sehingga
berpengaruh pada sel host (Dhandayuthapani dkk., 2011).
Salah satu sumber hidroksiapatit alami adalah cangkang telur. Cangkang
telur memiliki kandungan utama yaitu kalsium karbonat, sehingga material ini
dapat dimanfaatkan sebagai bahan hidroksiapatit (Chan dan Kim, 2008).
Cangkang telur ayam merupakan limbah dari konsumsi telur pada industri kue,
makanan siap saji dan limbah agrikultural. Cangkang telur ayam merupakan
limbah yang terus bertambah dan dapat menyebabkan polusi tanah, hal ini dapat
diatasi dengan pemanfaatan cangkang telur ayam sebagai biomaterial melalui
proses sintesis sehingga didapatkan hidroksiapatit cangkang telur
(Phandharipande dan Sondawale,2016). Hidroksiapatit yang berasal dari
cangkang telur ayam harus melewati beberapa uji untuk menguji
biokompatibilitas dan sifat mekanisnya agar dapat diaplikasikan sebagai
3
2.2. Scaffold
Material perancah atau scaffold adalah biomaterial berpori dengan struktur
tiga dimensi yang didesain untuk melakukan beberapa fungsi, yaitu : (i)
biomaterial yang berperan sebagai cell-promoter, adhesi sel, dan deposisi dari
bahan matriks ekstraseluller, (ii) membantu proses transportasi gas, nutrisi, dan
faktor-faktor yang berperan dalam proliferasi sel dan regulasi sel, (iii) dapat
melakukan biodegradasi apabila proses tissue engineering sudah tidak
dibutuhkan, (iv) Memberikan efek peradangan atau toksisitas yang minimal
(Dhandayuthapani dkk., 2011).
7
biokompatibilitas yang tinggi dan kekuatan mekanis, akan tetapi bahan ini
memiliki sifat brittle, rigid dan sulit untuk di resorpsi. Composite scaffold dari
bahan kolagen/kalsium fosfat menjadi pilihan untuk kelebihan dan kekurangan
bahan tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Sierra dkk. (2015) menunjukkan bahwa
scaffold dapat dibuat dari komposit hidroksiapatit dalam 2 bentuk, yaitu : powder
dan Chitosan/Hydroxyapatite composite scaffolds (CH/HA composite scaffolds).
CH/HA composite scaffolds memiliki matriks tiga dimensi dengan banyak
porositas, porositas ini akan bertambah seiring bertambahnya jumlah
Hidroksiapatit. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, CH/HA
composite scaffolds merupakan bahan yang direkomendasikan untuk dijadikan
salah satu komponen penyusun scaffold dalam tissue engineering karena bentuk
morfologi yang lebih baik sehingga menyediakan penetrasi sel dan transfer
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan pada proses tissue engineering.
tersusun atas kristal CaCO3 (98,43%), MgCO3 (0,84%) dan Ca3(PO4)2 (0,75%)
Berat absolut dan relatif dari mineral penyusun cangkang telur dijelaskan pada
tabel 2.1 (Yuwanta, 2010).
Mineral % dari berat total g/berat total
Tabel 2.1. Berat absolut dan relatif dari mineral penyusun cangkang telur
Cangkang telur yang segar terdiri dari 3 lapisan : lapisan terluar adalah
lapisan kutikula berbusa yang menyerupai keramik, lapisan tengah adalah lapisan
spongius, dan lapisan terdalam adalah lapisan yang pipih atau lamellar layer.
Cangkang telur sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat, hal ini menandakan
bahwa cangkang telur bisa dijadikan sumber hidroksiapatit. Kalsit adalah bentuk
paling stabil dari kalsium karbonat yang bisa memanjang membentuk palisade,
kolom dan kristal. Kalsifikasi dari cangkang telur dianggap sebagai salah satu
proses biomineralisasi yang cepat dan pada bagian lapisan kutikula terdalam
ditemukan banyak kalsit dengan jarum yang menyerupai struktur hidroksiapatit.
Keberadaan kalsit dalam jumlah besar berkontribusi terhadap sifat mekanis dan
kekuatan cangkang telur yang terdiri dari HAp (Chan dan Kim,2008). Struktur
dari cangkang telur dapat dilihat pada gambar 2.2.
10
2.4 Hidroksiapatit
Komponen tulang terdiri dari komponen organik dan anorganik dengan
perbandingan 30:70. Salah satu komponen anorganik dalam tulang adalah kalsium
fosfat (Pandharipande dan Sondawale, 2016). Komponen tulang adalah garam
dengan ratio Ca/P adalah 1,5 dibanding 1,7 dan range yang hampir sama terdapat
pada perbandingan komponen Ca/P pada tulang hidroksiapatit adalah 1,67.
Hidroksiapatit adalah material keramik kalsium fosfat yang dapat digunakan
sebagai biomaterial karena memiliki sifat osteophilic alami dan memiliki
kemampuan untuk meyatu dengan tulang. Penelitian tentang penggunaan kalsium
fosfat sebagai material yang digunakan untuk perbaikan dan augmentasi jaringan
11
tulang adalah sejak ditemukan pada struktur jaringan tulang dan gigi
(Abdulrahman dkk.,2014).
Hidroksiapatit (HA) memiliki rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan
salah satu bahan keramik yang dapat dijadikan sebagai material pengganti tulang
yang diperoleh dari proses sintesis atau disebut alloplast (Okazaki dkk., 2014).
Mekanisme hidroksiapatit dapat mempercepat penyembuhan tulang yaitu saat
diimplantasikan ke dalam defek tulang, hidroksiapatit akan melepaskan kalsium
fosfat sehingga meningkatkan saturasi cairan tubuh dan mempresipitasi apatit
biologis tubuh pada daerah tersebut. Apatit biologis mengandung protein
endogenous dan bertindak sebagai matrix untuk perlekatan dan pertumbuhan sel
osteogenik (Gonda dkk., 2009).
Keramik bioaktif seperti hidroksiapatit, trikalsium fosfat dan beberapa
komposit dari silika, fosfat dan glass ceramics yang berinteraksi dengan cairan
fisiologis melalui aktivitas seluler dapat berperan sebagai tissue engineering pada
jaringan lunak dan jaringan keras. Hidroksiapatit dapat dikombinasikan dengan
beberapa polimer membentuk komposit scaffold yang dapat digunakan untuk
proses tissue engineering (Dhandayuthapani dkk.,2011). Alasan hidroksiapatit
digunakan sebagai bahan biomaterial pada kedokteran gigi adalah material ini
memiliki kemiripan dengan material penyusun tulang dan gigi, oleh sebab itu,
material ini memiliki sifat biokompatibilitas, bioaktif, osteokonduktif dan dapat
menyatu dengan tulang (Annusavice, 2003).
Penelitian yang dilakukan Zhang.,dkk (2014), tentang efek dari
hidroksiapatit terhadap sel osteoblas janin manusia menunjukkan bahwa: material
hidroksiapatit adalah material yang dapat digunakan sebagai scaffold dalam tissue
engineering. Penelitian ini mengkombinasikan HA (hidroksiapatit) dan PCL
polycaprolactone dengan rasio tertentu yang disebut nano-HA/PCL spiral
scaffold. Kemudian human fetal osteoblasts (hFOBs) dikultur dalam nano-
HA/PCL spiral scaffold selama 14 hari. Dan hasilnya terdapat respon seluler
yaitu: adhesi sel, viabilitas sel, proliferasi, diferensiasi dan ekspresi dari gen pada
tulang. Komposisi hidroksiapatit dapat meningkatan sintesis dari alkaline
phosphatase (ALP) dan mineralisasi matrik. Bone phenotypic markers seperti
12
bone sialoprotein (BSP), osteonectin (ON), osteocalcin (OC), dan Kolagen tipe I
(Col-1) dapat diestimasi secara semikuantitatif dengan analisisa reverse
transcriptase polymerase chain reaction. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa
hidroksiapatit dan PCL nanocomposite memiliki sifat osteokonduktif dan
mempengaruhi maturasi sel dengan dosis tertentu. Perbandingan berat HA dan
PCL yang optimal agar dapat digunakan untuk regenerasi pada tulang yaitu 1:4.
Mekanisme kerja pada SSA ini adalah dengan menggunakan metode penyerapan
atom yang mengukur jumlah energi dalam bentuk cahaya foton yang diserap oleh
sampel. Saat sinar radiasi mengenai unsur tersebut, maka atom-atom akan
menyerap ultraviolet atau sinar tampak dan melakukan transisi (Gracia dan Baez,
2012).
Pada analisis mineral menggunakan SSA terdapat beberapa kelebihan
antara lain: i) kecepatan analisinya, tingkat ketelitian yang tinggi dan tidak
memerlukan pemisahan pendahuluan; ii) dapat memungkinkan untuk menentukan
kosentrasi suatu unsur dengan tingkatan konsetrasi yang runut; iii) Dapat
digunakan pada 61 jenis logam, sedangkan pada unsur non logam dapat dianalisis
fosfor dan boron, unsur-unsur air juga dapat dianalisis. Akan tetapi, terdapat
beberapa kekurangan seperti terdapat beberapa interferensi. Interferensi yang
terjadi adalah interferensi kimia dan interferensi spectral. Interferensi kimia terjadi
karena adanya reaksi kimia selama atomisasi sehingga terjadi sifat absorbsi.
Sedangkan, interferensi spectral terjadi karena adanya tumpang tindih kadar analit
pengganggu dan analit yang diukur karena rendahnya monokromator (Gracia dan
Baez, 2012).
Komponen yang terdapat pada alat SSA yaitu unit atomisasi, sumber
radiasi dan sistem pengukuran fotometrik (Khopkar 2010). Instrumen yang
terdapat pada setiap alat SSA menurut Gandjar dan Rohman (2007) antara lain: i)
sumber sinar, pada SSA sumber sinar radiasi adalah dari hallow cathode lamp
atau lampu pijar. Pada lampu hallow cathode terdapat 2 katoda, dimana salah satu
ujung katoda adalah mengandung unsur yang sama dengan unsur yang diuji.
Lampu hallow cathode telah mengalami perkembangan dengan tersedianya lampu
pijar multiunsur, dimana tidak perlu menukar lampu saat unsur yang diuji
memiliki kandungan unsur yang sama, misalnya: (Ca, Mg, Al); ii) Terdapat
sumber atomisasi, atomisasi yang sekarang digunakan adalah atomisasi tanpa
nyala karena pada metode ini interferensi dan efek nyala karena tersedot balik
berkurang ; iii) Monokromator, alat ini berfungsi untuk memisahkan radiasi yang
tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh hallow cathode;
iv) sistem pengolah yang berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor
15
menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diteruskan ke sintem
pembacaan; v) sistem pembacaan yang merupakan bagian yang menampilkan
angka atau gambar hasil analisa.
.
menyajikan besarnya arus listrik dalam bentuk transmitan atau absorban dalam
persen(Khopkar 2010).
Prinsip kerja spektrofotosmeter UV-Vis adalah spektrum elektromagentik
memiliki beberapa daerah cahaya, suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom. Saat
spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak yang terdiri
dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar, semua molekul dapat menyerap
radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh karena itu mereka mengandung elektron
yang dapat dieksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu
absorbsi terjadi tergantung pada bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul.
Elektron dalam satu ikatan kovalen tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan
energy tinggi, atau panjang gelombang pendek, diperlukan eksitasinya
(Wunas,2011 ; Aznah,2012).
Penelitian yang dilakukan Wadu dkk. (2018) menunjukan bahwa analisis
kadar fosfat pada hidroksiapatit dapat dilakukan dengan mengencerkan
hidroksiapatit dengan cara membuat dua reagen yaitu; reagen PB dan Reagen PC.
Reagen PB merupakan larutan yang dihasilkan dari reaksi amonium molibdat
yang dilakukan pengenceran pada suhu tertentu dan direaksikan dengan asam
fosfat, sedangkan reagen PC merupakan hidroksiapatit yang dicampurkan dengan
asam askorbat atau vitamin C, selain itu pada reagen ini diperlukan pembuatan
kurva standar. Pada pengujian kandungan fosfat, 2,5 gram hidroksiapatit akan
direaksikan dengan asam nitrat dan hidrogen peroksida pada suhu 150 derajat
yang selanjutnya akan direaksikan dengan reagen dan diinkubasi.
17
Tissue Engineering
dilakukan uji karakterisasi mikroskopis FTIR dan konsentrasi unsur kalsium (Ca)
dan Fosfor (P) dalam fosfat menggunakan SSA dan Spektrofotometer UV-Vis
akan didapatkan data kuantitatif kandungan gugus fungsi material dan konsentrasi
unsur kalsium fosfat (Ca/P) hidroksiapatit cangkang telur.
20
21. Stopwatch
22. Tanur
23. Ayakan 80 mesh
24. Cawan
25. Spatula
26. FTIR (Fourier Transform InfraRed) Prestige-21 Shimadzu
3.6.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Cangkang telur ayam negeri
2. Hidroksiapatit Sintetik
3. Asam Nitrat (HNO3)
4. HCL pekat
5. Asam sulfat (H2SO4)
6. Asam sitrat
7. Amoniak (NH3)
8. Kalium Fosfat (K2HPO4)
9. Amonium molibdat
10. Asam borat
11. Asam askorbat
12. Hidrogen Peroksida
13. Amonium Hidroksida (NH4OH) 1 M
14. Amonium dihidrogenfosfat ((NH4)2HPO4)
15. Akuabides
16. Kalium Bromida (KBr)
17. kertas saring whatman 42
18. tissue
Kelompok Uji
Kelompok 1 Kelompok 2
Hidroksiapatit Hidroksiapatit
sintesis cangkang telur
Analisa Data
28
Gambar 4.3 Superimpose Spektrum Infrared FTIR hidroksiapatit sintetik (K1) (warna biru) dan
hidroksiapatit cangkang telur (K2) (warna cokelat) grafik transmitan
Puncak gelombang pada grafik FTIR dapat mempresentasikan gugus
fungsi yang terdapat pada suatu senyawa. Puncak gelombang pada hidroksiapatit
sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur disajikan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data puncak grafik FTIR yang menunjukan gugus fungsi yang terdapat
pada hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur.
30
3365,78
3392,79
3421,72
3442,94
3570,24
Pada spektrum FTIR hidroksiapatit sintetik terdapat gugus fungsi C-O atau
diidentifikasi gugus fungsi (CO32-) atau ion karbonat pada dua titik puncak yaitu,
1417,68 dan 1454,33. Terdapat gugus fungsi (PO 43-) atau fosfat pada beberapa
titik puncak yaitu: 567,07 cm-1, 601,79 cm-1 dan 630,72 cm-1. Terdapat ikatan O-H
yang biasanya ikatan hidrogen atau fenol pada panjang gelombang 3244,27 cm-1
sampai 3570,24 cm-1.
Pada spektrum FTIR hidroksiapatit cangkang telur terdapat vibrasi gugus
fosfat (PO43-) di beberapa titik puncak pada panjang gelombang 553,57 cm -1
sampai 588.29 cm-1, 962,48 cm-1, dan 1018,41 cm-1 - 1083,99 cm-1. Terdapat
ikatan C-O yang diidentifikasi sebagai gugus (CO32-) atau karbonat pada panjang
gelombang 1417,68 cm-1 sampai 1487,12 cm-1. Selain itu terdapat ikatan O-H pada
panjang gelombang 3244,27 cm-1 sampai 3360 cm-
Berdasarkan analisis titik puncak dan panjang gelombang pada grafik
superimpose FTIR hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur
didapatkan informasi bahwa kedua sampel memiliki karakteristik gugus fungsi
yang identik.
4.1.2 Hasil Uji Konsentrasi Unsur Kalsium (Ca)
Uji konsentrasi unsur kalsium (Ca) dilakukan menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tipe ZA3000 Series Atomic Aborption
Spectrophotometer pada panjang gelombang 422,7 nm. Uji konsentrasi unsur (Ca)
dilakukan pada absorbansi 0,6391 pada hidroksiapatit sintetik dan absorbansi
0,5975 pada sampel hidroksiapatit cangkang telur. Data tersebut akan disajikan
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil analisis konsentrasi kalsium (Ca) yang terdapat pada
hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur.
Sampel Absorbansi Konsentrasi Konsentrasi x
(ppm) FP (100x)
32
Hidroksiapatit
0,6391 18,9680 1896,80
sintetik
Hidroksiapatit
0,5975 17,6830 1768,30
Cangkang Telur
Tabel 4.3 Hasil analisis konsentrasi fosfat yang terdapat pada hidroksiapatit
sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur.
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
Sampel Absorbansi (ppm) x FP (50x) Rata-rata
0,759 88,172 4408,621
Hidroksiapatit 0,741 85,069 4253,448
4411,494
Sintetik 0,778 91,448 4572,414
Hidroksiapatit 0,764 89,034 4451,724
Cangkang 0,774 90,759 4537,931
4448,851
Telur 0,753 87,138 4356,897
Tabel 4.4 Rasio konsentrasi unsur Ca/P pada hidroksiapatit sintetik dan
hidroksiapatit cangkang telur
Kadar (P) dalam Kadar Kasium
Sampel Rasio (Ca/P)
Fosfat (%) (Ca) (%)
Hidroksiapatit 75,87
61,27 1,23
Sintetik
Hidroksiapatit 70,73
61,78 1,14
Cangkang Telur
4.2 Pembahasan
Uji karakterisasi dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform InfraRed
Spectroscopy) bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dan ikatan molekul yang
terdapat pada suatu material. Menurut Mulyaningsih (2007), pada uji FTIR
didapatkan adanya kristalinitas hidroksiapatit yang dapat diidentifikasi dari gugus
fosfat (PO43-) pada kelompok hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit alami yang
berasal dari koral, tulang manusia dan tulang sapi. Pada uji FTIR ion (PO43-) atau
fosfat terdapat 4 vibrasi, diantaranya: i) vibrasi stretching (v1), dengan bilangan
gelombang sekitar 956 cm-1, ii) vibrasi bending (v2), dengan bilangan gelombang
sekitar 363 cm-1, iii) Vibrasi asymetri streching (v3), dengan bilangan gelombang
sekitar 1030 cm-1 sampai 1090 cm-1 dan iv) vibrasi asymetri bending (v4), dengan
bilangan gelombang sekitar 562 cm-1 sampai 603 cm-1.
Pada analisis karakteristik gugus fungsi menggunakan FTIR intensitas
paling tinggi pada grafik FTIR hidroksiapatit merupakan ikatan gugus fosfat atau
(PO43-) yang ditandai dengan vibrasi bending dan vibrasi streching dari gugus
fungsi tersebut (Sedyono, 2008). Pada sampel hidroksiapatit cangkang telur dan
34
puncak 1417,68 cm-1 dan 1454,33 cm-1. Ikatan C-O akan memiliki titik puncak
pada panjang gelombang 1100 cm-1 sampai 1400 cm-1 (Suseno dkk., 2008).
Menurut Purwasasmita dkk., (2008) adanya ion karbonat (CO32-) yang ditandai
dengan adanya ikatan C-O dapat menunjukkan bahwa adanya reaksi hidroksiapatit
(HAp) dengan CO2 yang terdapat dalam atmosfer pada saat sintesis, selain itu
adanya ion ini dikarenakan adanya perlakuan panas saat sintesis. Adanya ion
(CO32-) tidak dapat dikatakan buruk karena ion ini terdapat pada komposisi tulang
manusia, ion (CO32-) merupakan subtitusi ion (PO43-) yang secara alamiah
mengikuti persamaan Ca10(CO3)x(PO4)6-(2/3)x atau yang biasa disebut carbonated-
hydroxyapatite. Berdasarkan grafik FTIR, sampel hidroksiapatit cangkang telur
memiliki titik puncak dan intensitas yang hampir sama dengan hidroksiapatit
sintetik.
Uji konsentrasi unsur kalsium (Ca) didapatkan bahwa kadar kalsium pada
hidroksiapatit cangkang telur lebih rendah jika dibandingkan dengan
hidroksiapatit sintetik, sedangkan kadar fosfat pada hidroksiapatit cangkang telur
lebih tinggi dibandingkan hidroksiapatit sintetik. Hal tersebut dikarenakan,
hidroksiapatit cangkang telur merupakan hasil sintesis dari pemanfaatan limbah
cangkang telur ayam broiler, dimana pada proses sintetis tidak dapat dikendalikan
secara pasti kandungan kalsium dan fosfornya, selain itu perbedaan kandungan
fosfor dan kalsium juga dipengaruhi oleh faktor pakan yang dikonsumsi ayam
broiler, yaitu konsentrat yang sudah dinaikan kadar gizinya (Wadu dkk., 2018).
Hidroksiapatit sintetik merupakan hidroksiapatit yang dihasilkan di laboratorium
dengan serangkaian reaksi kimia yaitu: mereaksikan prekusor kalsium dan
prekusor fosfat, pada sintesis hidroksiapatit sintetik ini dapat dikendalikan rasio
kalsium dan fosfatnya (Darwis,2008).
Pada hasil uji kadar kalsium dan kadar fosfor dalam fosfat, sampel
hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur memiliki rasio Ca/P ≥ 1
yaitu 1,23 dan 1,14. Rasio dari kedua sampel memenuhi syarat apabila
diaplikasikan sebagai material dalam bidang medis (Wadu dkk., 2018). Pada hasil
uji, rasio cenderung rendah dikarenakan pengaruh adanya ion karbonat (CO 32-)
yang terbentuk dalam senyawa hidroksiapatit. Ion karbonat dapat terbentuk karena
36
adanya karbon dioksida (CO2) bebas diudara, hal ini memungkinkan karena
proses sintesis yang dilakukan di ruangan terbuka. Proses penambahan asam dan
pemanasan saat sintesis berlangsung menyebabkan terbentuknya ion karbonat
(CO3) yang mempengaruhi rasio Ca/P pada sampel hidroksiapatit sintetik dan
hidroksiapatit cangkang telur. Penambahan asam yang terlalu cepat atau terlalu
lambat dapat menyebabkan ion karbonat bergabung dengan struktur apatitnya
(Suryadi,2011). Adanya konsentrasi ion karbonat (CO3) yang tidak terkontrol
dapat dikategorikan sebagai pengotor. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji
untuk mendeteksi pengotor lain seperti kandungan logam pada kelompok sampel.
Pengotor lainnya dapat diasumsikan ada sebelum proses sintesis atau merupakan
bawaan bahan baku (Purwasasmita dkk., 2008).
Pada uji FTIR hidroksiapatit cangkang telur didapatkan puncak peak,
panjang gelombang dan intensitas yang hampir sama dengan hidroksiapatit
sintetik sehingga dapat dikatakan bahwa hidroksiapatit cangkang telur memiliki
karakteristik gugus fungsi yang identik dengan hidroksiapatit sintetik. Pada Uji
Spektrofotometer Serapan Atom dan Spektrofotometer UV-Vis diidentifikasi
adanya kandungan kalsium dan fosfat dengan konsentrasi yang hampir sama.
Pada uji konsentrasi unsur kalsium/fosfat Ca/P didapatkan hasil bahwa rasio
konsentrasi unsur hidroksiapatit cangkang telur memenuhi syarat sebagai
biomaterial di bidang medis. Pada penelitian ini menunjukan bahwa hidroksiapatit
cangkang memiliki karakteristik kimia dan konsentrasi unsur yang hampir sama
dengan hidroksiapatit sintetik sehingga berpeluang untuk dijadikan salah satu
komponen dalam scaffold pada tissue engineering.
37
BAB 5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Hidroksiapatit cangkang telur memiliki karakteristik gugus fungsi yang
hampir sama dengan hidroksiapatit sintetik. Sehingga berpeluang dijadikan
sebagai alternatif biomaterial dalam kedokteran gigi.
2. Hidroksiapatit cangkang telur memiliki rasio konsentrasi unsur (Ca/P) yang
memenuhi syarat sebagai biomaterial di bidang medis.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
38
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrahman, I., H.I Tijani, B.A. Mohammed, H. Saidu, H. Yusuf, M.N. Jibrin,
dan S. Mohammed. 2014. From Garbage to Biomaterials : An Overview
on Egg Shell Based Hydroxyapatite. 2014 : 802467,6 pages.
Amini A.R., C.T. Laurencin, dan S.P. Nukavarapu. 2012. Bone Tissue
Engineering : Recent Advances and Challenges. Critical Reviews in
Biomedical Engineering Vol.40.
Anusavice, J.K., 2003. Phillips Science of Dental Materials, Edisi 11, W.B.
Saunders Company, Philadelphia, 64 – 66, 560.
39
Chan, E.C., dan H.O.Kim. Structure and Chemical Composition of Eggs. Egg
Bioscience and Biotechnology. 2008.
Chaeriyana, R., Ridho, F., dan Bandriananto, D. A. N., 2013, Peningkatan Jumlah
Pembuluh Darah akibat Aplikasi Graft Hidrogel-CHA pada Soket pasca
Pencabutan Gigi (Kajian in vivo), BIMKGI, 1(2): 14-18.
Craig, R.G. and Powers J.M., 2012. Restorative Dental Materials, 13th Ed,
Mosby Inc, St Louis Missouri. 111 – 112.
Davis, H.E., dan J.K. Leach. 2008. Hybrid And Composite Biomaterials in Tissue
Engineering. Topics in Multifunctional Biomaterial and Devices.
Garg, N., dan A. Garg. 2010. Textbook of Endodontics second edition. New
Delhi : Jaypee Brother Medical Publisher.
Gergely G., Wéber, F., Lukács, I., Tóth, A.L., Horváth, Z.E., Mihály, J. &
Balázsi, C., (2010). Preparation and Characterization of hydroxyapatite
from eggshell. Ceramics International. 36(2): 803-806.
Ikhsani, I.Y., E.N. Dida, dan S.Y. Cahyarini. 2017. Evaluasi Penggunaan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom Nyala (FAAS) untuk analisis Konsentrasi
SR/CA dalam Karang Porites dari Teluk Ambon dan Pulau Jukung. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(!): 247-253.
Khan, F., dan M. Tanaka. 2017. Designing Smart Biomaterials fot Tissue
Engineering. International Journal of Molecular Sciences. Int.J.Mol.Sci.
2018,19,17.
Khopkar, S.M. 2010 Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
Murphy, C.M., F.J. O’Brien, D.G. Little, dan A. Schindeler. 2013. Cell-Scaffold
Interactions in Bone Tissue Engineering Triad. European Cell and
Materials Vol.26 pages 120-132.
Noviyanti, A.R., R.P. Haryono., D.R. Eddy. 2017. Cangkang Telur Ayam Sebagai
Sumber Kalsium dalam Pembuatan Hidroksiapatit untuk Aplikasi Graft
Tulang. Bandung. Vol. 5 No. 3: 107-111.
Nurlaela A., S.U. Dewi, K. Dahlan, D.S. Soejoko. 2014. Pemanfaatan Limbah
Cangkang Telur Ayam dan Bebek Sebagai Sumber Kalsium Untuk
Sintesis Mineral Tulang. DOI: 10.15294.
O’Brien F.J. 2011. Biomaterial and Scaffolds For Tissue Engineering. Vol.14.
Bone Graft Subtitute : Allograft and Xenograft. 32(1):21-34.
Okazaki Yohei, Yasuhiko A., Keisuke Y., Kyou H. dan Isao H. 2014. Osteoclas
Response to Bioactive Surface Modification of Hydroxyapatite. Open
Journal of Stomatology. 4: 340-344.
Neel. E.A.A., W. Chrzanowski, V.M. Salih, H.W. Kim, J.C. Knowless. 2014.
Tissue Engineering in Dentistry. Tonta. 2297 1-14.
Purwasasmita. B.S., dan R.S. Gultom. 2008. Sintesis dan Karakterisasi Serbuk
Hidroksiapatatit Sub-Mikron Menggunakan Metode Prespitasi. Jurnal
Bionatura, Vol. 10, No. 2, Juli 2008 : 155 - 167
Scheller, E.L., P.H. Krebsbach, dan D.H. Kohn. 2009. Tissue Engineering : State
of the Art in Oral Rehabilitation. Vol.36 368-389.
Sedyono, J., dan A.E. Tantowi. 2008. Proses Sintesis dan Karakterisasi
Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Kulon Progo. media mesin, vol. issn
1411-4348
42
Suseno, J.E., dan K.S. Firdausi. 2008. Rancang Bangun Spektroskopi FTIR
(Fourier Transform Infrared) Untuk Penentuan Kualitas Susu Sapi.
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662 Vol 11. hal. 23-28 23
Shibuya N., dan Jupiter. 2015. Senthilarasan, K., P. Sakthiviel. 2015. Synthesis
and Characterization of Nano Hydroxyapatite with Pectin Citrus (Bio-
Polymer) for Biomedical Application. International Journal of Pharma
and Bio Sciences. 6(2): 526-531.
Vitria, E.E., B.S. Latif. 2010. Tissue Engineered Bone as An Alternative For
Repairing Bone Defects. Dental Journal Vol. 43 No.1
Wadu, Imelda, H. Soetjipto, dan M.N. Cahyati. 2018. Sintesa dan Penentuan
Kadar Kalsium-Fosfat Hidroksiapatit dari Kerabang Telur Ayam. Jurnal
Kimia an Pendidikan Kimia Vol 3. No1.
Wunas, Y. dan Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua).
Makassar : Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UNHAS.
Xiaojun Z,, W. Chang, P.l Lee,Y. Wang, M.Yang, J. Li, S.G. Kumbar, dan
Xiaojun Yu. Polymer-Ceramic Spiral Structured Scaffolds for Bone Tissue
Engineering: Effect of Hydroxyapatite Composition on Human Fetal
Osteoblasts. Vol:9.
x
50
a. Penimbangan sampel
51