Anda di halaman 1dari 53

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit dan trauma dapat menyebabkan kerusakan dan degenerasi
jaringan yang membutuhkan perbaikan atau regenerasi jaringan. Perbaikan dan
pergantian jaringan pada struktur kraniofasial telah menjadi kebutuhan pada 85%
dari populasi global. Regenerasi jaringan mulut dan kraniofasial merupakan
tantangan yang membutuhkan ilmu dasar, ilmu klinis dan teknik rekayasa
(Scheller dkk.,2009). Teknologi perawatan yang saat ini berkembang adalah
rekayasa jaringan atau tissue engineering. Tissue engineering memiliki tiga
komponen penting yaitu: i) cell subtitues yang berperan sebagai sel pengganti
untuk jaringan yang membutuhkan perbaikan, ii) scaffold atau material perancah
yang memiliki struktur tiga dimensi sebagai tempat interaksi sel, iii) faktor
pertumbuhan (Dhandayuthapani dkk., 2011). Identifikasi dari scaffold atau
material perancah, sel, dan faktor-faktor lain yang termasuk dalam triad tissue
engineering dibutuhkan untuk mengoptimalkan perbaikan jaringan kraniofasial
(Scheller dkk.,2009). Scaffold yang saat ini dikembangkan adalah scaffold dari
gabungan 2 bahan atau komposit (Davis dan Leach.,2008). Material perancah
dapat berasal dari polimer alami dan polimer sintetis. Komponen anorganik
seperti hidroksiapati harus digabungkan dengan beberapa polimer seperti kolagen,
gelatin dan kitosan agar memenuhi karakteristik yang dibutuhkan untuk menjadi
scaffold (sierra dkk., 2015).
Pembuatan scaffold selama ini banyak menggunakan biomaterial keramik,
sebagai contoh adalah penggunaan hidroksiapatit sebagai bagian dari struktur
scaffold. Penggunaan biomaterial keramik dipertimbangkan karena sifat
biokompatibilitasnya (Davis dan Leach.,2008). Hidroksiapatit (HAp) dengan
rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 adalah bahan dengan komposisi yang hampir sama
dengan komposisi tulang manusia. Tulang manusia terdiri dari material organik
dan anorganik yaitu : 69% kalsium fosfat, 20% kolagen, dan 9% air. Komponen
tulang manusia memiliki rasio unsur kalsium (Ca) dan fosfor (P) yang mirip

1
2

dengan rasio kalsium dan fosfor pada hidroksiapatit (Abdulrahman dkk., 2014).
Alasan digunakan HA sintetik sebagai biomaterial dalam kedokteran gigi yaitu
kemiripannya dengan material pada tulang dan gigi, sehingga memiliki
biokompatibilitas, bioaktif, osteokonduktif, dan dapat berintergrasi dengan tulang
(Annusavice,2003).
Terdapat dua jenis hidroksiapatit berdasarkan sumbernya yaitu:
hidroksiapatit alami dan hidroksiapatit sintetik. Hidroksiapatit alami merupakan
hidroksiapatit yang berasal dari sumber alami diantaranya: tulang mamalia, kulit
kerang, batu karang, dan cangkang telur. Hidroksiapatit sintetik merupakan
hidroksiapatit yang dibuat di laboratorium dengan serangkaian reaksi kimia
(Mozartha, 2015). Hidroksiapatit sintetik dapat dibuat dengan metode basah atau
wet chemical dengan mereaksikan larutan kalsium hidroksida Ca(OH)2 dengan
larutan asam fosfat atau H3PO4 pada suhu tertentu (Darwis, 2008). Akan tetapi,
selama ini material hidroksiapatit sintetik sebagai salah satu komponen dalam
material perancah memiliki beberapa kekurangan antara lain, memiliki kekuatan
tarik yang rendah, rapuh, tidak resorpable, dan waktu degradasi yang lambat
sehingga diperlukan bahan lain untuk memperbaiki kekurangan hidroksiapatit
tersebut (Chaeriyana, 2013). Diperlukan material dari bahan alami untuk
menggantikan material atau polimer sintetik yang memiliki sifat asam sehingga
berpengaruh pada sel host (Dhandayuthapani dkk., 2011).
Salah satu sumber hidroksiapatit alami adalah cangkang telur. Cangkang
telur memiliki kandungan utama yaitu kalsium karbonat, sehingga material ini
dapat dimanfaatkan sebagai bahan hidroksiapatit (Chan dan Kim, 2008).
Cangkang telur ayam merupakan limbah dari konsumsi telur pada industri kue,
makanan siap saji dan limbah agrikultural. Cangkang telur ayam merupakan
limbah yang terus bertambah dan dapat menyebabkan polusi tanah, hal ini dapat
diatasi dengan pemanfaatan cangkang telur ayam sebagai biomaterial melalui
proses sintesis sehingga didapatkan hidroksiapatit cangkang telur
(Phandharipande dan Sondawale,2016). Hidroksiapatit yang berasal dari
cangkang telur ayam harus melewati beberapa uji untuk menguji
biokompatibilitas dan sifat mekanisnya agar dapat diaplikasikan sebagai
3

biomaterial. Pemanfaatan biomaterial dari cangkang ayam ini diharapkan dapat


menjadi solusi perbaikan kerusakan dan injuri pada tulang dan gigi dengan biaya
yang lebih murah dan efek yang minimal pada jaringan. (Abdurahman dkk.,2014).
Dalam pengembangan material baru dibutuhkan uji untuk mengetahui
karakteristiknya. Uji Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR)
merupakan salah satu metode karakterisasi kimia bahan dengan analisis gugus
fungsi senyawa penyusun material dan teknik pengukurannya dengan
mengumpulkan spektrum infrared (Phadhariphande dan Sondawale, 2016).
Hidroksiapatit yang akan diaplikasikan sebagai biomaterial dalam bidang medis
harus memiliki perbandingan konsentrasi unsur kalsium (Ca) dan fosfor (P) yang
sesuai (wadu dkk., 2018). Uji konsentrasi unsur kalsium pada hidroksiapatit dapat
dilakukan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) (Gracia dan
Baez, 2012). Pada dasarnya, SSA dapat mengidentifikasi konsentrasi beberapa
unsur logam dan non logam seperti fosfor, akan tetapi terjadi interferensi kimia
dan interferensi spectral yang menyebabkan hasil tidak akurat (Khopkar, 2010).
Oleh karena itu, konsentrasi unsur fosfor (P) dalam fosfat senyawa hidroksiapatit
diukur dengan uji spektrofotometer UV-Vis menggunakan sinar ultraviolet dan
sinar tampak (wadu dkk., 2018).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana
karakteristik gugus fungsi hidroksiapatit cangkang telur menggunakan uji FTIR.
Peneliti akan melakukan determinasi konsentrasi unsur kalsium (Ca) pada
hidroksiapatit cangkang telur menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA) dan menguji konsentrasi unsur fosfor (P) dalam fosfat pada hidroksiapatit
cangkang telur menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
4

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana karakteristik gugus fungsi hidroksiapatit cangkang telur?
b. Bagaimana analisis konsentrasi unsur kalsium (Ca) dan fosfor (P) dalam
fosfat hidroksiapatit cangkang telur?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui karakteristik gugus fungsi pada hidroksiapatit dari cangkang
telur.
2. Mengetahui konsentrasi unsur kalsium (Ca) dan unsur fosfor (P) dalam
fosfat hidroksiapatit cangkang telur.
3. Menganalisis perbandingan kadar (Ca) dan fosfor (P) pada hidroksiapatit
cangkang telur, hidroksiapatit sintetis, dan komposisi tulang manusia.

1.4 Manfaat Penelitian


Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang karakteristik gugus fungsi dan rasio kadar
kalsium/fosfor hidroksiapatit dari cangkang telur yang dapat digunakan
untuk proses perbaikan dan regenerasi jaringan.
2. Sebagai pustaka acuan dalam penelitian selanjutnya mengenai
pemanfaatan hidroksiapatit cangkang telur sebagai bio scaffold pada
proses tissue engineering
3. Sebagai informasi kepada masyarakat bahwa pengembangan di bidang
ilmu kedokteran gigi dapat memanfaatkan limbah cangkang telur.
4. Sebagai alternatif material untuk scaffold pada tissue engineering.
5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tissue Engineering


Tissue enginering atau rekayasa jaringan adalah perawatan yang dilakukan
untuk memulihkan dan memperbaiki fungsi jaringan yang rusak karena penyakit
atau trauma. (Dhandayuthapani dkk., 2011). Tujuan dari tissue engineering adalah
untuk menghasilkan material baru yang dapat digunakan untuk regenerasi jaringan
dan pertumbuhan jaringan baru pasca bedah baik secara in vitro atau in vivo dan
meninggalkan metode konvensional yang dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan atau organ (Amini dkk., 2012; Khan dan Tanaka, 2014).
Terdapat tiga elemen kunci yang disebut triad tissue engineering yang
meliputi: (i) scaffolds yang menyediakan struktur dan substrat untuk pertumbuhan
dan perkembangan sel, (ii) Sel yang dibutuhkan untuk pembentukan jaringan, (iii)
Growth factor atau rangsangan biofisik sebagai stimulus pertumbuhan dan
diferensiasi sel dengan scaffold (Murphy dkk., 2013).

Gambar 2.1 Skema tiga komponen esensial yang menjalankan


tissue engineering
(sumber : Murphy, dkk. (2013) )
6

Tissue engineering pada jaringan tulang dapat terjadi dalam beberapa


tahap. Tahap pertama, sel (osteoblast dan osteoklas) dan protein pada faktor
pertumbuhan diinduksi menjadi scaffold atau matrik yang memiliki sifat
biodegradabel dan kemudian dikultur secara in vitro. Setelah dikultur, scaffold
kemudian di induksikan ke bagian yang mengalami defek untuk menginduksi
pertumbuhan jaringan. Scaffold akan menjadi tempat perlekatan sel, proliferasi,
regenerasi dan diferensiasi dari sel non spesifik menjadi sel spesifik pada tulang.
Tahap akhir, scaffold dapat didegradasi setelah perbaikan pada jaringan tulang
selesai (Vitria dan Latif, 2010).
Pertimbangan dari tissue engineering pada tulang adalah struktur tulang,
sifat mekanis dan struktur jaringan tulang. Kerusakan tulang dan kehilangan
tulang karena penyakit serta proses penyembuhan yang tidak efektif pasca trauma
dapat ditangani dengan tissue engineering. Metode utama yang digunakan pada
tissue engineering yaitu menumbuhkan sel yang relevan untuk membentuk
jaringan atau organ target secara in vitro sebelum dilakukan secara in vivo
(O’Brien, 2011).
Terdapat tiga tahap dalam mekanisme perbaikan jaringan akibat trauma
dan penyakit : 1) implantasi sel yang sudah diisolasi, 2) implantasi dari struktur
sel dan scaffold, 3) regenerasi jaringan secara in situ oleh sel asal pada jaringan
(Murphy dkk., 2013)

2.2. Scaffold
Material perancah atau scaffold adalah biomaterial berpori dengan struktur
tiga dimensi yang didesain untuk melakukan beberapa fungsi, yaitu : (i)
biomaterial yang berperan sebagai cell-promoter, adhesi sel, dan deposisi dari
bahan matriks ekstraseluller, (ii) membantu proses transportasi gas, nutrisi, dan
faktor-faktor yang berperan dalam proliferasi sel dan regulasi sel, (iii) dapat
melakukan biodegradasi apabila proses tissue engineering sudah tidak
dibutuhkan, (iv) Memberikan efek peradangan atau toksisitas yang minimal
(Dhandayuthapani dkk., 2011).
7

Biomaterial 3D scaffold memiliki peran yang penting untuk memperbaiki


kerusakan jaringan. Agar dapat berfungsi secara optimal scaffold harus
berinteraksi dengan sel tanpa memberikan efek samping dan menyediakan
perlekatan sel, proliferasi sel, pertumbuhan sel dan akumulasi mineral dari
matriksnya. Scaffold harus menyediakan struktur yang mendukung, desain seperti
matrik ekstraseluler dan permukaan sel, porositas dan ukuran dari porositas yang
heterogen untuk komunikasi sel dan diferensiasi sel. Scaffold tiga dimensi harus
memiliki sifat mekanis yang hampir sama dengan jaringan aslinya. Material
perancah didesain mempunyai kemampuan dan fungsi seperti matrik ekstraseluler
(ECM) (Khan dan Tanaka, 2014).
Scaffold harus memiliki desain yang sesuai dengan jaringan target agar
dapat berfungsi pada jaringan target, selain itu scaffold harus disintesis dari bahan
yang sesuai dengan jaringan target. Scaffold memiliki beberapa bentuk seperti:
porous scaffold, hydrogel scaffold, fibrous scaffold, microspere scaffold,
polymeric-bioceramic scaffold, scaffold aseluler, dan scaffold fisiko-kimia.
Scaffold dengan polimer hidroksiapatit dapat berbentuk injectable gel, microspere
dan hidrogel. Beberapa bentuk scaffold dari bahan hidroksiapatit dapat digunakan
dalam perbaikan tulang, kartilago dan osteochondral. Polimer terdiri dari 2 yaitu
polimer sintetis dan polimer alami. Polimer sintetis terdiri dari asam poliglikoat
(PGA), asam polilaktit (PLA), dan asam polikaprolakton (PCL). Polimer alami
dianggap memiliki efek yang minimal dari pada polimer sintetis, dikarenakan
kandungan asamnya yang mempengaruhi sel host. Scaffold yang saat ini
berkembang adalah biomaterial gabungan atau komposit (Dhandayuthapani dkk.,
2011).
Penelitian yang dilakukan Al-Munajjed dkk. (2008) yaitu scaffold dapat
dibuat dari gabungan dua bahan yang berbeda atau disebut composite scaffold.
Pada penelitian scaffold dibuat dengan struktur kolagen yang dilapisi dengan
kalsium fosfat. Kolagen adalah bahan penyusun kartilago dan tulang normal,
kolagen memiliki struktur porositas yang tinggi yaitu 99,5% sehingga memiliki
kemampuan untuk melakukan aktivitas biologi sel, pertumbuhan sel, interaksi sel
dan adhesi sel. Kalsium fosfat adalah bahan keramik yang memiliki sifat
8

biokompatibilitas yang tinggi dan kekuatan mekanis, akan tetapi bahan ini
memiliki sifat brittle, rigid dan sulit untuk di resorpsi. Composite scaffold dari
bahan kolagen/kalsium fosfat menjadi pilihan untuk kelebihan dan kekurangan
bahan tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Sierra dkk. (2015) menunjukkan bahwa
scaffold dapat dibuat dari komposit hidroksiapatit dalam 2 bentuk, yaitu : powder
dan Chitosan/Hydroxyapatite composite scaffolds (CH/HA composite scaffolds).
CH/HA composite scaffolds memiliki matriks tiga dimensi dengan banyak
porositas, porositas ini akan bertambah seiring bertambahnya jumlah
Hidroksiapatit. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, CH/HA
composite scaffolds merupakan bahan yang direkomendasikan untuk dijadikan
salah satu komponen penyusun scaffold dalam tissue engineering karena bentuk
morfologi yang lebih baik sehingga menyediakan penetrasi sel dan transfer
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan pada proses tissue engineering.

2.3 Cangkang Telur


Cangkang telur adalah lapisan luar dari telur yang berfungsi melindungi
semua bagian telur kerusakan. Cangkang telur ayam memiliki berat umumnya 9%
sampai 12% dari berat telur total. Cangkang telur memiliki bagian yang berkapur
dan berpori yang memiliki ketebalan 0,2-0,4 mm (Koswara, 2009).
Sampai saat ini pemanfaatan limbah cangkang telur belum optimal,
apabila limbah cangkang telur dimanfaatkan secara kreatif maka akan
menghasilkan produk dengan nilai ekonomi yang tinggi. Limbah cangkang telur
dapat berasal dari penetasan ayam dari peternakan. Jika berat cangkang telur kira-
kira 4-5% dari berat telur, maka dari setiap 1000 telur (+60.000 gram) dapat
diperoleh kira-kira 2.400-3.000 gram cangkang telur. Limbah hasil penetasan
dapat menjadi limbah potensial untuk menghasilkan nilai ekonomi yang lebih
tinggi (Jamila, 2014).
Cangkang telur secara umum memiliki kandungan air (1,6%) dan bahan
kering (98,4%). Dari total bahan kering, mengandung unsur mineral (95,1%) dan
protein (3,3%). Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka cangkang telur
9

tersusun atas kristal CaCO3 (98,43%), MgCO3 (0,84%) dan Ca3(PO4)2 (0,75%)
Berat absolut dan relatif dari mineral penyusun cangkang telur dijelaskan pada
tabel 2.1 (Yuwanta, 2010).
Mineral % dari berat total g/berat total

Kalsium (Ca) 37,30 2,30


Magnesium (Mg) 0,38 0,02
Fosfor (P) 0,35 0,02
Karbonat (CO3) 58,00 3,50
Mangan (Mn) 7 ppm

Tabel 2.1. Berat absolut dan relatif dari mineral penyusun cangkang telur

Cangkang telur yang segar terdiri dari 3 lapisan : lapisan terluar adalah
lapisan kutikula berbusa yang menyerupai keramik, lapisan tengah adalah lapisan
spongius, dan lapisan terdalam adalah lapisan yang pipih atau lamellar layer.
Cangkang telur sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat, hal ini menandakan
bahwa cangkang telur bisa dijadikan sumber hidroksiapatit. Kalsit adalah bentuk
paling stabil dari kalsium karbonat yang bisa memanjang membentuk palisade,
kolom dan kristal. Kalsifikasi dari cangkang telur dianggap sebagai salah satu
proses biomineralisasi yang cepat dan pada bagian lapisan kutikula terdalam
ditemukan banyak kalsit dengan jarum yang menyerupai struktur hidroksiapatit.
Keberadaan kalsit dalam jumlah besar berkontribusi terhadap sifat mekanis dan
kekuatan cangkang telur yang terdiri dari HAp (Chan dan Kim,2008). Struktur
dari cangkang telur dapat dilihat pada gambar 2.2.
10

Gambar 2.2 Struktur cangkang telur


(sumber : Hincke dkk., 2012)
Cangkang telur ayam memiliki kandungan kalsium dalam bentuk kalsium
karbonat atau CaCO3 sebagai komposisi penyusun utama sebanyak 94%.
Tingginya kadar kalsium yang ada pada cangkang telur ayam menjadikan
cangkang telur ayam sebagai bahan yang potensial untuk menggantikan kalsium
sintetik, atau sebagai alternatif bahan baru dibandingkan dengan bahan yang lebih
dahulu digunakan seperti tulang sapi yang memiliki nilai ekonomis lebih mahal
(Gergely dkk., 2010).
Proses sintesis hidroksiapatit dari cangkang telur dapat melalui metode
basah atau wet chemical, pada proses ini memanfaatkan prekusor kalsium dan
fosfat. Pada proses ini cangkang telur yang memiliki kandungan Ca, Mg, dan
karbonat, dilakukan pemanasan melalui proses furnace dan menghasilkan
senyawa kalsium oksida dan karbon dioksida. Senyawa kalsium oksida inilah
yang selanjutnya akan direaksikan dengan asam nitrat. Selanjutnya akan terjadi
reaksi kimia dari prekusor fosfat dan kalsium dan menghasilkan hidroksiapatit
(Noviyanti dkk., 2017).

2.4 Hidroksiapatit
Komponen tulang terdiri dari komponen organik dan anorganik dengan
perbandingan 30:70. Salah satu komponen anorganik dalam tulang adalah kalsium
fosfat (Pandharipande dan Sondawale, 2016). Komponen tulang adalah garam
dengan ratio Ca/P adalah 1,5 dibanding 1,7 dan range yang hampir sama terdapat
pada perbandingan komponen Ca/P pada tulang hidroksiapatit adalah 1,67.
Hidroksiapatit adalah material keramik kalsium fosfat yang dapat digunakan
sebagai biomaterial karena memiliki sifat osteophilic alami dan memiliki
kemampuan untuk meyatu dengan tulang. Penelitian tentang penggunaan kalsium
fosfat sebagai material yang digunakan untuk perbaikan dan augmentasi jaringan
11

tulang adalah sejak ditemukan pada struktur jaringan tulang dan gigi
(Abdulrahman dkk.,2014).
Hidroksiapatit (HA) memiliki rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan
salah satu bahan keramik yang dapat dijadikan sebagai material pengganti tulang
yang diperoleh dari proses sintesis atau disebut alloplast (Okazaki dkk., 2014).
Mekanisme hidroksiapatit dapat mempercepat penyembuhan tulang yaitu saat
diimplantasikan ke dalam defek tulang, hidroksiapatit akan melepaskan kalsium
fosfat sehingga meningkatkan saturasi cairan tubuh dan mempresipitasi apatit
biologis tubuh pada daerah tersebut. Apatit biologis mengandung protein
endogenous dan bertindak sebagai matrix untuk perlekatan dan pertumbuhan sel
osteogenik (Gonda dkk., 2009).
Keramik bioaktif seperti hidroksiapatit, trikalsium fosfat dan beberapa
komposit dari silika, fosfat dan glass ceramics yang berinteraksi dengan cairan
fisiologis melalui aktivitas seluler dapat berperan sebagai tissue engineering pada
jaringan lunak dan jaringan keras. Hidroksiapatit dapat dikombinasikan dengan
beberapa polimer membentuk komposit scaffold yang dapat digunakan untuk
proses tissue engineering (Dhandayuthapani dkk.,2011). Alasan hidroksiapatit
digunakan sebagai bahan biomaterial pada kedokteran gigi adalah material ini
memiliki kemiripan dengan material penyusun tulang dan gigi, oleh sebab itu,
material ini memiliki sifat biokompatibilitas, bioaktif, osteokonduktif dan dapat
menyatu dengan tulang (Annusavice, 2003).
Penelitian yang dilakukan Zhang.,dkk (2014), tentang efek dari
hidroksiapatit terhadap sel osteoblas janin manusia menunjukkan bahwa: material
hidroksiapatit adalah material yang dapat digunakan sebagai scaffold dalam tissue
engineering. Penelitian ini mengkombinasikan HA (hidroksiapatit) dan PCL
polycaprolactone dengan rasio tertentu yang disebut nano-HA/PCL spiral
scaffold. Kemudian human fetal osteoblasts (hFOBs) dikultur dalam nano-
HA/PCL spiral scaffold selama 14 hari. Dan hasilnya terdapat respon seluler
yaitu: adhesi sel, viabilitas sel, proliferasi, diferensiasi dan ekspresi dari gen pada
tulang. Komposisi hidroksiapatit dapat meningkatan sintesis dari alkaline
phosphatase (ALP) dan mineralisasi matrik. Bone phenotypic markers seperti
12

bone sialoprotein (BSP), osteonectin (ON), osteocalcin (OC), dan Kolagen tipe I
(Col-1) dapat diestimasi secara semikuantitatif dengan analisisa reverse
transcriptase polymerase chain reaction. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa
hidroksiapatit dan PCL nanocomposite memiliki sifat osteokonduktif dan
mempengaruhi maturasi sel dengan dosis tertentu. Perbandingan berat HA dan
PCL yang optimal agar dapat digunakan untuk regenerasi pada tulang yaitu 1:4.

2.5 Uji Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR)


FTIR adalah salah satu alat yang digunakan untuk menganalisa senyawa
kimia. Spektra inframerah suatu senyawa dapat memberikan gambaran dan
struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR dapat dihasilkan dengan mengukur
absorbsi radiasi, refleksi atau emisi di daerah IR (Doyle, 2017).
Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR adalah sebagai berikut, ketika
sinar datang dari sumber sinar maka akan diteruskan dan dipecah menjadi dua
bagian sinar yang tegak lurus. Terdapat dua cermin yang akan memantulkan
cahaya yang datang tersebut yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil
pantulan dari kedua cermin tersebut akan dipantulkan kembali menuju pemecah
sinar dan saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sinar akan diarahkan sebagian
menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju
mundur menyebabkan sinar yang sampai ke detektor mengalami fluktuasi. Sinar
akan saling menguatkan apabila jarak kedua cermin memiliki jarak yang sama
terhadap detektor dan sebaliknya, akan melemah ketika jaraknya berbeda.
Fluktuasi sinar ini akan menghasilkan sinar pada detektor yang disebut
interferogram yang selanjutnya diubah menjadi spektra IR dengan bantuan
komputer berdasarkan operasi matematika (Doyle, 2017).
13

Gambar 2.3 Mekanisme pada Fourier Transform InfraRed (FTIR)


(sumber : Doyle, (2017) )

Uji karakterisasi hidroksiapatit menggunakan Fourier Transform InfraRed


Spectroscopy (FTIR), dapat diketahui dari ikatan molekul ion fosfat (PO 43-) yang
menunjukan kristalinitas hidroksiapatit. Menurut Mulyaningsih (2007) ion fosfat
pada hidroksiapatit dapat ditemukan dalam 4 mode vibrasi, yaitu:
1. Vibrasi stretching (v1), dengan bilangan gelombang sekitar 956 cm-1.
2. Vibrasi bending (v2), dengan bilangan gelombang sekitar 363 cm-1.
3. Vibrasi asymetri streching (v3), dengan bilangan gelombang sekitar 1030 cm-1
sampai 1090 cm-1.
4. Vibrasi asymetri bending (v4), dengan bilangan gelombang sekitar 562 cm-1
sampai 603 cm-1.
Penelitian yang dilakukan oleh Haries (2015) menunjukan bahwa, pada uji
Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) HAp 200 Jepang yang
merupakan hidroksiapatit sintetik teridentifikasi gugus fungsi Ca-O atau
(CO32-) pada titik puncak 1633,71 cm-1, dan terdapat ion fosfat atau (PO43-) pada
panjang gelombang 470,63 cm-1 sampai 1091 cm-1.

2.6 Spektrofotometer Serapan Atom


Spektrofotometer serapan atom (SSA) adalah alat yang umum digunakan
untuk mengukur konsentrasi beberapa unsur, seperti kalsium (Ca) dan fosfor (P)
(Ikhsani dkk, 2017). SSA digunakan untuk menguji kuantitas dari unsur penyusun
suatu sampel dengan menggunakan serapan radiasi oleh unsur yang dimaksud.
14

Mekanisme kerja pada SSA ini adalah dengan menggunakan metode penyerapan
atom yang mengukur jumlah energi dalam bentuk cahaya foton yang diserap oleh
sampel. Saat sinar radiasi mengenai unsur tersebut, maka atom-atom akan
menyerap ultraviolet atau sinar tampak dan melakukan transisi (Gracia dan Baez,
2012).
Pada analisis mineral menggunakan SSA terdapat beberapa kelebihan
antara lain: i) kecepatan analisinya, tingkat ketelitian yang tinggi dan tidak
memerlukan pemisahan pendahuluan; ii) dapat memungkinkan untuk menentukan
kosentrasi suatu unsur dengan tingkatan konsetrasi yang runut; iii) Dapat
digunakan pada 61 jenis logam, sedangkan pada unsur non logam dapat dianalisis
fosfor dan boron, unsur-unsur air juga dapat dianalisis. Akan tetapi, terdapat
beberapa kekurangan seperti terdapat beberapa interferensi. Interferensi yang
terjadi adalah interferensi kimia dan interferensi spectral. Interferensi kimia terjadi
karena adanya reaksi kimia selama atomisasi sehingga terjadi sifat absorbsi.
Sedangkan, interferensi spectral terjadi karena adanya tumpang tindih kadar analit
pengganggu dan analit yang diukur karena rendahnya monokromator (Gracia dan
Baez, 2012).
Komponen yang terdapat pada alat SSA yaitu unit atomisasi, sumber
radiasi dan sistem pengukuran fotometrik (Khopkar 2010). Instrumen yang
terdapat pada setiap alat SSA menurut Gandjar dan Rohman (2007) antara lain: i)
sumber sinar, pada SSA sumber sinar radiasi adalah dari hallow cathode lamp
atau lampu pijar. Pada lampu hallow cathode terdapat 2 katoda, dimana salah satu
ujung katoda adalah mengandung unsur yang sama dengan unsur yang diuji.
Lampu hallow cathode telah mengalami perkembangan dengan tersedianya lampu
pijar multiunsur, dimana tidak perlu menukar lampu saat unsur yang diuji
memiliki kandungan unsur yang sama, misalnya: (Ca, Mg, Al); ii) Terdapat
sumber atomisasi, atomisasi yang sekarang digunakan adalah atomisasi tanpa
nyala karena pada metode ini interferensi dan efek nyala karena tersedot balik
berkurang ; iii) Monokromator, alat ini berfungsi untuk memisahkan radiasi yang
tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh hallow cathode;
iv) sistem pengolah yang berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor
15

menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diteruskan ke sintem
pembacaan; v) sistem pembacaan yang merupakan bagian yang menampilkan
angka atau gambar hasil analisa.
.

Gambar 2.4 Lampu hallow cathode berongga (Muzdaleni, 2011)

Gambar 2.5 Mekanisme SSA (Damayanti, 2010)

2.7 Spektrofotometer UV-Vis


Spektrofotometer UV-Vis merupakan pengukuran energi cahaya oleh
suatu sistem kimia dengan panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang sinar
ultraviolet adalah 200-400 nm dan sinar tampak atau visible memiliki panjang
gelombang 400-750 nm. Spektrofotometri digunakan untuk mengukur besarnya
energi yang diabsorbsi dan diteruskan (Harmita, 2006).
Spektrofotometer UV-Vis memiliki beberapa komponen antara lain: i)
sumber cahaya dalam Spektrofotometer UV-Vis adalah lambu wolfram; ii)
Monokromator yang berfungsi sebagai pemecah cahaya; iii) Kuvet sebagai wadah
sampel; iv) Detektor yang berfungsi menangkap sinar yang diteruskan oleh
larutan; v) Visual display atau recorder yang merupakan sistem baca yang
16

menyajikan besarnya arus listrik dalam bentuk transmitan atau absorban dalam
persen(Khopkar 2010).
Prinsip kerja spektrofotosmeter UV-Vis adalah spektrum elektromagentik
memiliki beberapa daerah cahaya, suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom. Saat
spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak yang terdiri
dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar, semua molekul dapat menyerap
radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh karena itu mereka mengandung elektron
yang dapat dieksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu
absorbsi terjadi tergantung pada bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul.
Elektron dalam satu ikatan kovalen tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan
energy tinggi, atau panjang gelombang pendek, diperlukan eksitasinya
(Wunas,2011 ; Aznah,2012).
Penelitian yang dilakukan Wadu dkk. (2018) menunjukan bahwa analisis
kadar fosfat pada hidroksiapatit dapat dilakukan dengan mengencerkan
hidroksiapatit dengan cara membuat dua reagen yaitu; reagen PB dan Reagen PC.
Reagen PB merupakan larutan yang dihasilkan dari reaksi amonium molibdat
yang dilakukan pengenceran pada suhu tertentu dan direaksikan dengan asam
fosfat, sedangkan reagen PC merupakan hidroksiapatit yang dicampurkan dengan
asam askorbat atau vitamin C, selain itu pada reagen ini diperlukan pembuatan
kurva standar. Pada pengujian kandungan fosfat, 2,5 gram hidroksiapatit akan
direaksikan dengan asam nitrat dan hidrogen peroksida pada suhu 150 derajat
yang selanjutnya akan direaksikan dengan reagen dan diinkubasi.
17

2.6 Kerangka Konsep

Tissue Engineering

Cell subtitues scaffold Growth Factor

Rapuh, tidak HA Sintetik Polimer


Pemanfaatan
resorpable, waktu
limbah
degradasi yang
Hidroksiapatit cangkang telur
lambat dan kekuatan
cangkang telur menggunakan
tarik yang rendah
proses sintesis

Uji Karakterisasi bahan

Uji Fourier Transform Uji Spektrofotometer Uji Spektrofotometer


InfraRed (FTIR) Serapan Atom (SSA) UV-Vis

Karakteristik gugus Konsentrasi unsur Konsentrasi unsur


fungsi kalsium (Ca) fosfor (P)
18

2.7 Uraian Kerangka Konsep


Di dalam tissue engineering, terdapat tiga komponen antara lain: cell
subtitues, material perancah atau scaffold, dan growth factor atau faktor
pertumbuhan. Material perancah atau scaffold dapat berasal dari gabungan
beberapa material. Komponen penyusun scaffold dapat berasal dari hidroksiapatit
sintetik dan polimer yang terdiri dari polimer alami dan polimer sintesis. Pada
hidroksiapatit sintetik terdapat beberapa kekurangan sehingga diperlukan bahan
lain sebagai alternatif. Pemanfaatan limbah cangkang telur melalui proses sintesis
dapat menghasilkan hidroksiapatit cangkang telur.
Untuk mengetahui sususan partikel, gugus fungsi dan morfologi dari
hidroksiapatit dari cangkang telur ini dibutuhkan uji karakterisasi. Salah satu uji
karakterisasi mikroskopis adalah dengan menggunakan uji Fourier Transform
InfraRed Spectroscopy (FTIR). Uji mikroskopis FTIR ini digunakan untuk
mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada hidroksiapatit cangkang telur. Pada
hidroksiapatit cangkang telur terdapat kandungan kalsium dan fosfat yang
merupakan unsur utama penyusun hidroksiapatit. Untuk mengetahui kadar
kalsium dan fosfat diperlukan adanya uji. Uji konsentrasi unsur kalsium (Ca)
menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) sedangkan, uji konsentrasi
unsur fosfor (P) dalam fosfat menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Setelah
19

dilakukan uji karakterisasi mikroskopis FTIR dan konsentrasi unsur kalsium (Ca)
dan Fosfor (P) dalam fosfat menggunakan SSA dan Spektrofotometer UV-Vis
akan didapatkan data kuantitatif kandungan gugus fungsi material dan konsentrasi
unsur kalsium fosfat (Ca/P) hidroksiapatit cangkang telur.
20

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan analitik observasional dan analisis data dilakukan
secara deskriptif.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2018.
3.2.2 Sintesis hidroksiapatit cangkang telur dilakukan di Fakultas Kimia
Politeknik Negeri Malang.
3.2.3 Uji Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) dilakukan di
Laboratorium Sentral Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang.
3.2.4 Pembuatan sampel uji kalsium dan uji fosfat dilakukan di Laboratorium
Analisa Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jember.
3.2.5 Uji kadar kalsium menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
dilakukan di Laboratorium Central for Development of Advance Science
and Technology Universitas Jember.
3.2.6 Uji kadar fosfat menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dilakukan di
Laboratorium Analisa Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Jember.

3.3 Variabel Penelitian


3.3.1 Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah hidroksiapatit sintetik HAp 200
Jepang dan hidroksiapatit dari cangkang telur.
21

3.3.2 Variabel terikat


Karakteristik gugus fungsi hidroksiapatit cangkang telur dan rasio
konsentrasi unsur kalsium/fosfat pada hidroksiapatit cangkang telur.
3.3.3 Variabel terkendali
Variable terkendali pada penelitian ini diantaranya adalah prosedur
pembuatan hidroksiapatit cangkang telur, prosedur karakterisasi gugus
fungsi hidroksiapatit cangkang telur menggunakan FTIR, prosedur
pembuatan sampel hidroksiapatit cangkang telur dalam bentuk larutan,
prosedur uji kadar kalsium menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA), dan prosedur uji kadar fosfat menggunakan Spektrofotometer UV-
Vis.

3.4 Definisi Operasional


3.5.1 Hidroksiapatit sintetik adalah hidroksiapatit komersil yang sudah
digunakan dalam bidang kedokteran gigi.
3.5.2 Hidroksiapatit cangkang telur adalah hidroksiapatit hasil sintesis dengan
teknik pengendapan basa dengan mengkombinasikan kalsium hidroksida
(Ca(OH)2) 0.5 M dengan (NH4)H2PO4 dengan proses kalsinasi terlebih
dahulu.
3.5.3 Cangkang telur yang akan disintesis merupakan cangkang telur ayam
negeri yang didapat dari limbah kue di Kabupaten Jember.
3.5.4 Gugus fungsi hidroksiapatit diidentifikasi dari hasil analisis uji Fourier
Transform InfraRed Spectroscopy atau FTIR dengan hasil analisis
berbentuk grafik transmitan yang mempresentasikan panjang gelombang,
peak dan intensitas dari hidroksiapatit.
3.5.5 Konsentrasi unsur kalsium (Ca) dianalisis menggunakan uji
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan hasil analisis dalam bentuk
tabel dalam satuan ppm yang akan dikonversi menjadi satuan presentase.
3.5.6 Konsentrasi unsur fosfor (P) dalam fosfat dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV-vis dengan hasil analisis dalam bentuk tabel dalam
satuan ppm yang akan dikonversi menjadi satuan presentase.
22

3.5.7 Biomaterial dalam kedokteran gigi merupakan material alternatif yang


dapat menggantikan material yang telah digunakan sebelumnya dengan
karakteristik yang hampir sama.

3.5 Sampel Penelitian


Pada penelitian ini sampel dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Kelompok I (K1) adalah kelompok hidroksiapatit sintetik.
2. Kelompok II (K2) adalah hidroksiapatit dari cangkang telur

3.6 Alat dan Bahan Penelitian


3.6.1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Oven
2. Atomic Aborption Spectrophotometer ZA3000 Series
3. Spektrofotometer UV-Vis genesis thermoscientific
4. Timbangan bahan
5. Gelas kimia 1000 ml dan 2000 ml.
6. Mortar dan Pestle
7. Mechanical stirrer
8. Masker
9. Handscoon
10. Buret 50 ml
11. Corong saring
12. Tabung Erlenmeyer 250 ml
13. Klem dan statis
14. Hot plate ideal life
15. Indikator universal
16. corong Buchner Staatlich Berlin
17. desikator
18. termometer
19. oven Spnisosfd
20. Furnace Barnstead Thermolyne-1400
23

21. Stopwatch
22. Tanur
23. Ayakan 80 mesh
24. Cawan
25. Spatula
26. FTIR (Fourier Transform InfraRed) Prestige-21 Shimadzu
3.6.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Cangkang telur ayam negeri
2. Hidroksiapatit Sintetik
3. Asam Nitrat (HNO3)
4. HCL pekat
5. Asam sulfat (H2SO4)
6. Asam sitrat
7. Amoniak (NH3)
8. Kalium Fosfat (K2HPO4)
9. Amonium molibdat
10. Asam borat
11. Asam askorbat
12. Hidrogen Peroksida
13. Amonium Hidroksida (NH4OH) 1 M
14. Amonium dihidrogenfosfat ((NH4)2HPO4)
15. Akuabides
16. Kalium Bromida (KBr)
17. kertas saring whatman 42
18. tissue

3.7 Prosedur Penelitian


Persiapan penelitian dimulai dengan pengajuan surat ijin penelitian kepada
Laboratorium Sentral FMIPA Universitas Negeri Malang dan Laboratorium
Analisis Kimia FMIPA Universitas Jember.
24

Hidroksiapatit cangkang telur diperoleh dari sintesis yang dilakukan di


Fakultas Kimia Politeknik Negeri Malang. Sintesis hidroksiapatit cangkang telur
dilakukan berdasarkan wet chemical method yaitu perpaduan Ca(OH)2 dan
(NH4)H2PO4 (Senthilarasan dan Sakhthivel, 2015).
3.7.1 Uji Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR)
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sentral FMIPA Universitas
Negeri Malang dengan menggunakan mesin Fourier Transform InfraRed
Prestige-21 Shimadzu. Uji FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi jenis ikatan
molekul serta gugus fungsi yang ada dan membandingkannya dengan hasil uji
FTIR Hidroksiapatit sintetik. Pengujian FTIR dilakukan dalam beberapa tahap.
Tahap pertama dilakukan preparasi alat. Sebelum dilakukan uji pada sampel,
dilakukan uji blank menggunakan Kalium Bromida (KBr), dengan cara KBr
diletakan pada plat uji, selanjutnya plat dimasukan ke dalam alat Fourier
Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) dan akan didapatkan hasil uji blank
menggunakan kalium bromida (KBr). Selanjutnya mempersiapkan sampel yaitu:
hidroksiapatit sintetik (K1) dan hidroksiapatit dari cangkang telur (K2). Masing-
masing sampel akan dicampur dengan perbandingan 1 bagian sampel : 5 bagian
Kalium Bromida (KBr). Garam KBr berfungsi untuk menghomogenkan sampel.
Sampel dicampur dengan KBr menggunakan mortar dan pestle, kemudian
dimasukan kedalam sample holder dan dimampatkan menggunakan spatula.
Kemudian dilakukan pengujian pada masing-masing sampel (Suryadi, 2011).
3.7.2 Uji Konsentrasi Unsur Kalsium (Ca)
Uji konsentrasi unsur kalsium (Ca) dilakukan dengan melarutkan masing-
masing sampel dalam larutan HCl pekat. Masing-masing sampel ditimbang
sebanyak 1 gram, kemudian dilarutkan ke dalam 10 ml HCl pekat di dalam ruang
asam. Selanjutnya dilakukan pengenceran kedalam 100 ml akuades. Uji
konsentrasi unsur kalsium (Ca) dilakukan menggunakan Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang 422,7 nm.
25

3.7.3 Uji konsentrasi Unsur Fosfat


Uji konsentrasi unsur fosfat dilakukan dengan preparasi masing-masing
sampel. Sebanyak 1 gram sampel (K1) dan sampel (K2) masing-masing akan
dimasukan ke dalam tabung erlenmeyer 125 ml. Selanjutnya menambahkan
larutan asam nitrat (HNO3) sebanyak 5 ml kemudian didiamkan 1 jam dalam suhu
ruang. Sampel dipanaskan diatas hot plate dengan suhu rendah selama 4-6 jam
dalam ruang asam, lalu dibiarkan 24 jam dalam kondisi tertutup. Larutan H 2SO4
0,4 ml ditambahkan dan diapanaskan diatas hot plate sampai larutannya
berkurang (lebih pekat) biasanya 1 jam, pemanasan yang berkelanjutan
menyebabkan perubahan warna pada larutan dari coklat  kuning tua  kuning
muda (pada waktu 1 jam). Setelah terjadi perubahan warna, pemanasan masih
dilanjutkan sampai 10-15 menit. Sampel dipindahkan dan didinginkan.
Selanjutnya larutan sampel ditambahkan akuades 2 ml dan 0,6 ml HCl. Sampel
dipanaskan kembali selama 15 menit hingga larut kemudian dimasukan ke dalam
labu takar 100 ml. Apabila terdapat endapan dilakukan penyaringan menggunakan
kertas saring. Selanjutnya, masing-masing sampel dapat dilakukan analisis
konsentrasi unsur fosfor (P) dalam fosfat menggunakan alat Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA) (AOAC, 2005; Hanura dkk., 2017).
3.7.4 Perhitungan hasil
Hasil uji konsentrasi unsur kalsium dan konsentrasi unsur fosfat akan
didapatkan dalam bentuk ppm yang selanjutnya akan diubah menjadi bentuk
presentase. Pada larutan sampel, konsentrasi unsur hidroksiapatit total adalah
10.000 ppm. Hidroksiapatit memiliki rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2, berdasarkan
perhitungan menggunakan masa molekul relative (Mr) maka didapatkan:
konsentrasi unsur kalsium maksimal adalah 2500 ppm dan konsentrasi unsur
fosfor dalam fosfat maksimal 7200 ppm. Sehingga untuk mengubah hasil uji ke
dalam bentuk presentase, menggunakan rumus:
Konsentrasi (%) = Konsentrasi (ppm) : Konsentrasi maksimal (ppm) x 100%
26

3.7.4 Pengamatan Hasil


Pengamatan hasil dilakukan dengan mengamati spektrum Fourier
Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) pada hidroksiapatit cangkang telur dan
hidroksiapatit sintetik. Hasil uji FTIR akan berbentuk grafik transmitan dengan
puncak gelombang, ketajaman peak, jenis vibrasi dan intensitas tertentu. Hasil
dari spektrum FTIR ini mengindikasikan gugus fungsi yang terdapat pada masing
masing hidroksiapatit dengan panjang gelombang dan intensitasnya masing-
masing. Pengamatan hasil pada uji konsentrasi unsur kalsium menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom dan uji konsentrasi unsur fosfor dalam fosfat
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis akan disajikan dalam bentuk presentase
yang akan dibandingkan.

3.8 Analisis Data


Analisis data dilakukan secara deskriptif yang bertujuan untuk
memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh. Berdasarkan hasil uji
Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) akan dilakukan analisis grafik
berbentuk transmitan dengan menganalisis panjang gelombang, ketajaman peak,
jenis vibrasi dan intensitasnya yang menandakan gugus fungsi yang terdapat pada
hidroksiapatit. Pada Uji konsentrasi unsur kalsium menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom dan uji konsentrasi unsur fosfor dalam fosfat
menggunakan Spektrofotometer UV-vis akan disajikan dalam bentuk tabel yang
terdiri atas konsentrasi unsur kalsium (%),konsentrasi unsur fosfor dalam fosfat
(%), dan rasio kalsium/fosfat.
27

3.9 Alur Penelitian

Hidroksiapatit cangkang telur


Hidroksiapatit sintetik

Kelompok Uji

Kelompok 1 Kelompok 2
Hidroksiapatit Hidroksiapatit
sintesis cangkang telur

Uji Fourier Uji Kadar Kalsium Uji Kadar Fosfat


Transform Infrared menggunakan menggunakan
Spectroscopy (FTIR) Spektrofotometer Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA) UV-Vis

Analisa Data
28

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Analisa Data Penelitian


4.1.1 Hasil Karakterisasi Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR)
Uji karakterisasi gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR) ini menggunakan panjang gelombang 4000 cm-1 - 400 cm-1
bertujuan untuk mengetahui ikatan molekul dan gugus fungsi yang terdapat pada
hidroksiapatit cangkang telur dan hidroksiapatit sintetik. Data tersebut disajikan
dalam bentuk spektrum infrared transmitan dan absorbansi pada gambar 4.1
sampai gambar 4.3.

Gambar 4.1 Spektrum Infrared hidroksiapatit sintetik (K1) grafik transmitan


29

Gambar 4.3 Superimpose Spektrum Infrared FTIR hidroksiapatit sintetik (K1) (warna biru) dan
hidroksiapatit cangkang telur (K2) (warna cokelat) grafik transmitan
Puncak gelombang pada grafik FTIR dapat mempresentasikan gugus
fungsi yang terdapat pada suatu senyawa. Puncak gelombang pada hidroksiapatit
sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data puncak grafik FTIR yang menunjukan gugus fungsi yang terdapat
pada hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur.
30

Panjang Gelombang (cm-1)


Jenis Gugus Fungsi Hidroksiapatit Hidroksiapatit Cangkang
Sintetik Telur
Ikatan C-O/ ion karbonat 1417,68 1417,68
(CO32-) 1454,33 1487,12
567,07 553,57
601,79 558,29
962,48 962,48
Ion fosfat (PO43-)
1026,13 1018,41
1087,85 1037.7
1064,71
1083,99
3244,27 3244,27
3271,27 3309,85
O-H / Hidroksil (OH-)
3296,35 3360
3325,28
31

3365,78
3392,79
3421,72
3442,94
3570,24

Pada spektrum FTIR hidroksiapatit sintetik terdapat gugus fungsi C-O atau
diidentifikasi gugus fungsi (CO32-) atau ion karbonat pada dua titik puncak yaitu,
1417,68 dan 1454,33. Terdapat gugus fungsi (PO 43-) atau fosfat pada beberapa
titik puncak yaitu: 567,07 cm-1, 601,79 cm-1 dan 630,72 cm-1. Terdapat ikatan O-H
yang biasanya ikatan hidrogen atau fenol pada panjang gelombang 3244,27 cm-1
sampai 3570,24 cm-1.
Pada spektrum FTIR hidroksiapatit cangkang telur terdapat vibrasi gugus
fosfat (PO43-) di beberapa titik puncak pada panjang gelombang 553,57 cm -1
sampai 588.29 cm-1, 962,48 cm-1, dan 1018,41 cm-1 - 1083,99 cm-1. Terdapat
ikatan C-O yang diidentifikasi sebagai gugus (CO32-) atau karbonat pada panjang
gelombang 1417,68 cm-1 sampai 1487,12 cm-1. Selain itu terdapat ikatan O-H pada
panjang gelombang 3244,27 cm-1 sampai 3360 cm-
Berdasarkan analisis titik puncak dan panjang gelombang pada grafik
superimpose FTIR hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur
didapatkan informasi bahwa kedua sampel memiliki karakteristik gugus fungsi
yang identik.
4.1.2 Hasil Uji Konsentrasi Unsur Kalsium (Ca)
Uji konsentrasi unsur kalsium (Ca) dilakukan menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tipe ZA3000 Series Atomic Aborption
Spectrophotometer pada panjang gelombang 422,7 nm. Uji konsentrasi unsur (Ca)
dilakukan pada absorbansi 0,6391 pada hidroksiapatit sintetik dan absorbansi
0,5975 pada sampel hidroksiapatit cangkang telur. Data tersebut akan disajikan
pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil analisis konsentrasi kalsium (Ca) yang terdapat pada
hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur.
Sampel Absorbansi Konsentrasi Konsentrasi x
(ppm) FP (100x)
32

Hidroksiapatit
0,6391 18,9680 1896,80
sintetik
Hidroksiapatit
0,5975 17,6830 1768,30
Cangkang Telur

Pada analisis konsentrasi kalsium menggunakan Spektrofotometer Serapan


Atom (SSA) dilakukan pengenceran 100 kali, sehingga hasil uji dikalikan faktor
pengenceran (FP) dan didapatkan konsentrasi (Ca) hidroksiapatit dalam satuan
(ppm) yang terdapat pada larutan dapat dilihat pada tabel 4.2. Hasil konversi
konsentrasi unsur kalsium (Ca) hidroksiapatit dalam bentuk ppm ke dalam bentuk
persentase yaitu: i) konsentrasi unsur (Ca) pada hidroksiapatit sintetik adalah
75,87%, ii) konsentrasi unsur (Ca) pada hidroksiapatit cangkang telur adalah
70,73%.

4.1.3 Hasil Uji Konsentrasi Unsur Fosfat


Uji konsentrasi unsur (P) dalam fosfat pada hidroksiapatit menggunakan
spektrofotometer UV-Vis tipe genesis thermoscientific. Uji dilakukan pada
panjang gelombang 650 nm. Data hasil analisis disajikan pada table 4.3.

Tabel 4.3 Hasil analisis konsentrasi fosfat yang terdapat pada hidroksiapatit
sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur.
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
Sampel Absorbansi (ppm) x FP (50x) Rata-rata
0,759 88,172 4408,621
Hidroksiapatit 0,741 85,069 4253,448
4411,494
Sintetik 0,778 91,448 4572,414
Hidroksiapatit 0,764 89,034 4451,724
Cangkang 0,774 90,759 4537,931
4448,851
Telur 0,753 87,138 4356,897

Pada analisis konsentrasi fosfat menggunakan spektrofotometer UV-vis


dilakukan pengenceran sebanyak 50 kali dikarenakan larutan yang terlalu pekat.
Uji fosfat dilakukan dalam 3 absorbansi pada setiap sampel. Konsentrasi unsur
33

diperoleh dalam bentuk ppm yang akan dikalikan 50 sehingga diperoleh


konsentrasi unsur yang utuh. Hasil dari masing-masing uji yang dilakukan pada 3
absorbansi tersebut akan dirata-rata untuk mendapatkan konsentrasi rata-rata yang
terdapat pada masing-masing sampel (Tabel 4.3).
Hasil konversi konsentrasi unsur fosfor (P) dalam fosfat hidroksiapatit
sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur berturut-turut adalah 61,27 dan 61,78%.
Rasio konsentrasi unsur kalsium fosfat (Ca/P) dapat disajikan dalam table 4.4.

Tabel 4.4 Rasio konsentrasi unsur Ca/P pada hidroksiapatit sintetik dan
hidroksiapatit cangkang telur
Kadar (P) dalam Kadar Kasium
Sampel Rasio (Ca/P)
Fosfat (%) (Ca) (%)
Hidroksiapatit 75,87
61,27 1,23
Sintetik
Hidroksiapatit 70,73
61,78 1,14
Cangkang Telur

4.2 Pembahasan
Uji karakterisasi dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform InfraRed
Spectroscopy) bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dan ikatan molekul yang
terdapat pada suatu material. Menurut Mulyaningsih (2007), pada uji FTIR
didapatkan adanya kristalinitas hidroksiapatit yang dapat diidentifikasi dari gugus
fosfat (PO43-) pada kelompok hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit alami yang
berasal dari koral, tulang manusia dan tulang sapi. Pada uji FTIR ion (PO43-) atau
fosfat terdapat 4 vibrasi, diantaranya: i) vibrasi stretching (v1), dengan bilangan
gelombang sekitar 956 cm-1, ii) vibrasi bending (v2), dengan bilangan gelombang
sekitar 363 cm-1, iii) Vibrasi asymetri streching (v3), dengan bilangan gelombang
sekitar 1030 cm-1 sampai 1090 cm-1 dan iv) vibrasi asymetri bending (v4), dengan
bilangan gelombang sekitar 562 cm-1 sampai 603 cm-1.
Pada analisis karakteristik gugus fungsi menggunakan FTIR intensitas
paling tinggi pada grafik FTIR hidroksiapatit merupakan ikatan gugus fosfat atau
(PO43-) yang ditandai dengan vibrasi bending dan vibrasi streching dari gugus
fungsi tersebut (Sedyono, 2008). Pada sampel hidroksiapatit cangkang telur dan
34

hidroksiapatit sintetik, vibrasi streching (v1) terjadi pada panjang gelombang


962,48 cm-1. Vibrasi asymetri streching (v3) pada hidroksiapatit cangkang telur
terletak pada interval 1018,41 cm-1 sampai 1083,99 cm-1, sedangkan vibrasi
asymetry streching (v3) dari hidroksiapatit sintetik menunjukan interval yang
hampir sama yaitu terdapat pada panjang gelombang 1026,13cm -1 sampai 1087,85
cm-1. Vibrasi asymetry bending (v4) dari kedua sampel juga memiliki interval
yang hampir sama, terjadi vibrasi asymetry bending (v4) pada hidroksiapatit
cangkang telur pada panjang gelombang 553,57cm-1 - 588,29 cm-1 dan (v4) pada
hidroksiapatit sintetik pada interval 567,07 cm-1 - 601,79 cm-1. Hasil analisis
menunjukan bahwa pada kelompok hidroksiapatit cangkang telur ditemukan
gugus fosfat atau (PO43-) dengan titik puncak yang identik dengan gugus fosfat
pada hidroksiapatit sintetik (tabel 4.1).
Terdapat ikatan O-H atau gugus fungsi hidroksil (OH-) pada kedua sampel.
Pada hidroksiapatit cangkang telur gugus fungsi (OH-) teridentifikasi pada titik
puncak dengan panjang gelombang 3244,27 cm-1 sampai 3570,24 cm-1.
Sedangkan, pada sampel hidroksiapatit teridentifikasi titik puncak gugus fungsi
(OH-) pada panjang gelombang 3244,27 cm-1 sampai 3360 cm-1. Ikatan O-H pada
suatu senyawa akan teridentifikasi pada grafik spektrum infrared pada panjang
gelombang 3000 cm-1 - 3700 cm-1, dan regangan ikatan O-H akan memberikan pita
serapan yang kuat pada panjang gelombang 3350 cm-1 (Dachriyanus, 2004).
Menurut Soejoko, dkk (2011) apabila terdapat ion hidroksil (OH-) pada intensitas
rendah menunjukkan hanya terdapat sedikit kandungan H 2O sehingga sampel
benar benar kering. Data diatas menunjukan bahwa kedua sampel sama-sama
memiliki ikatan O-H sehingga menandakan bahwa kedua sampel masih
mengandung air. Pada sampel hidroksiapatit cangkang telur memiliki satu titik
puncak yang curam dengan intensitas yang lebih rendah yang menandakan bahwa
sampel hidroksiapatit memiliki lebih sedikit kandungan air.
Pada kedua sampel ditemukan adanya ikatan C-O yang diinterpretasikan
sebagai ion karbonat (CO32-). Pada sampel hidroksiapatit cangkang telur, Ikatan C-
O atau ion (CO32-) muncul pada panjang gelombang 1417,68 cm-1 dan 1487,12 cm-
1
. Sedangkan, pada hidroksiapatit sintetik mucul ion (CO32-) muncul pada titik
35

puncak 1417,68 cm-1 dan 1454,33 cm-1. Ikatan C-O akan memiliki titik puncak
pada panjang gelombang 1100 cm-1 sampai 1400 cm-1 (Suseno dkk., 2008).
Menurut Purwasasmita dkk., (2008) adanya ion karbonat (CO32-) yang ditandai
dengan adanya ikatan C-O dapat menunjukkan bahwa adanya reaksi hidroksiapatit
(HAp) dengan CO2 yang terdapat dalam atmosfer pada saat sintesis, selain itu
adanya ion ini dikarenakan adanya perlakuan panas saat sintesis. Adanya ion
(CO32-) tidak dapat dikatakan buruk karena ion ini terdapat pada komposisi tulang
manusia, ion (CO32-) merupakan subtitusi ion (PO43-) yang secara alamiah
mengikuti persamaan Ca10(CO3)x(PO4)6-(2/3)x atau yang biasa disebut carbonated-
hydroxyapatite. Berdasarkan grafik FTIR, sampel hidroksiapatit cangkang telur
memiliki titik puncak dan intensitas yang hampir sama dengan hidroksiapatit
sintetik.
Uji konsentrasi unsur kalsium (Ca) didapatkan bahwa kadar kalsium pada
hidroksiapatit cangkang telur lebih rendah jika dibandingkan dengan
hidroksiapatit sintetik, sedangkan kadar fosfat pada hidroksiapatit cangkang telur
lebih tinggi dibandingkan hidroksiapatit sintetik. Hal tersebut dikarenakan,
hidroksiapatit cangkang telur merupakan hasil sintesis dari pemanfaatan limbah
cangkang telur ayam broiler, dimana pada proses sintetis tidak dapat dikendalikan
secara pasti kandungan kalsium dan fosfornya, selain itu perbedaan kandungan
fosfor dan kalsium juga dipengaruhi oleh faktor pakan yang dikonsumsi ayam
broiler, yaitu konsentrat yang sudah dinaikan kadar gizinya (Wadu dkk., 2018).
Hidroksiapatit sintetik merupakan hidroksiapatit yang dihasilkan di laboratorium
dengan serangkaian reaksi kimia yaitu: mereaksikan prekusor kalsium dan
prekusor fosfat, pada sintesis hidroksiapatit sintetik ini dapat dikendalikan rasio
kalsium dan fosfatnya (Darwis,2008).
Pada hasil uji kadar kalsium dan kadar fosfor dalam fosfat, sampel
hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur memiliki rasio Ca/P ≥ 1
yaitu 1,23 dan 1,14. Rasio dari kedua sampel memenuhi syarat apabila
diaplikasikan sebagai material dalam bidang medis (Wadu dkk., 2018). Pada hasil
uji, rasio cenderung rendah dikarenakan pengaruh adanya ion karbonat (CO 32-)
yang terbentuk dalam senyawa hidroksiapatit. Ion karbonat dapat terbentuk karena
36

adanya karbon dioksida (CO2) bebas diudara, hal ini memungkinkan karena
proses sintesis yang dilakukan di ruangan terbuka. Proses penambahan asam dan
pemanasan saat sintesis berlangsung menyebabkan terbentuknya ion karbonat
(CO3) yang mempengaruhi rasio Ca/P pada sampel hidroksiapatit sintetik dan
hidroksiapatit cangkang telur. Penambahan asam yang terlalu cepat atau terlalu
lambat dapat menyebabkan ion karbonat bergabung dengan struktur apatitnya
(Suryadi,2011). Adanya konsentrasi ion karbonat (CO3) yang tidak terkontrol
dapat dikategorikan sebagai pengotor. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji
untuk mendeteksi pengotor lain seperti kandungan logam pada kelompok sampel.
Pengotor lainnya dapat diasumsikan ada sebelum proses sintesis atau merupakan
bawaan bahan baku (Purwasasmita dkk., 2008).
Pada uji FTIR hidroksiapatit cangkang telur didapatkan puncak peak,
panjang gelombang dan intensitas yang hampir sama dengan hidroksiapatit
sintetik sehingga dapat dikatakan bahwa hidroksiapatit cangkang telur memiliki
karakteristik gugus fungsi yang identik dengan hidroksiapatit sintetik. Pada Uji
Spektrofotometer Serapan Atom dan Spektrofotometer UV-Vis diidentifikasi
adanya kandungan kalsium dan fosfat dengan konsentrasi yang hampir sama.
Pada uji konsentrasi unsur kalsium/fosfat Ca/P didapatkan hasil bahwa rasio
konsentrasi unsur hidroksiapatit cangkang telur memenuhi syarat sebagai
biomaterial di bidang medis. Pada penelitian ini menunjukan bahwa hidroksiapatit
cangkang memiliki karakteristik kimia dan konsentrasi unsur yang hampir sama
dengan hidroksiapatit sintetik sehingga berpeluang untuk dijadikan salah satu
komponen dalam scaffold pada tissue engineering.
37

BAB 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Hidroksiapatit cangkang telur memiliki karakteristik gugus fungsi yang
hampir sama dengan hidroksiapatit sintetik. Sehingga berpeluang dijadikan
sebagai alternatif biomaterial dalam kedokteran gigi.
2. Hidroksiapatit cangkang telur memiliki rasio konsentrasi unsur (Ca/P) yang
memenuhi syarat sebagai biomaterial di bidang medis.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
38

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan alat ICP-AES untuk


mengetahui unsur logam yang merupakan zat pengotor dari hidroksiapatit
cangkang telur.
2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas
hidroksiapatit cangkang telur dengan merubah suhu pemanasan dan proses
sintesis.
3. Perlu adanya pengujian karakteristik lain meliputi karakteristik morfologi dan
struktur hidroksiapatit cangkang telur.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, I., H.I Tijani, B.A. Mohammed, H. Saidu, H. Yusuf, M.N. Jibrin,
dan S. Mohammed. 2014. From Garbage to Biomaterials : An Overview
on Egg Shell Based Hydroxyapatite. 2014 : 802467,6 pages.

Al-Munajjed, A.A., J.P. Gleeson, F.J. O'Brien. Development of a collagen


calcium-phosphate scaffold as a novel bone graft substitute. Studies in
Health Technology and Informatics. Medicine Meets Engineering. Volume
133 11-20.

Amini A.R., C.T. Laurencin, dan S.P. Nukavarapu. 2012. Bone Tissue
Engineering : Recent Advances and Challenges. Critical Reviews in
Biomedical Engineering Vol.40.

Anusavice, J.K., 2003. Phillips Science of Dental Materials, Edisi 11, W.B.
Saunders Company, Philadelphia, 64 – 66, 560.
39

Ardhiyanto, H.B., Y. Yustisia, A. 2016. Naini. Sintesis dan karakterisasi


Hidroksiapatit dari Limbah Dental Gypsum Tipe 2 sebagai Bahan Baku
Bone Graft. Proccedings Book FORKINAS VI FKG UNEJ 14th-15th
2016

Chan, E.C., dan H.O.Kim. Structure and Chemical Composition of Eggs. Egg
Bioscience and Biotechnology. 2008.

Chaeriyana, R., Ridho, F., dan Bandriananto, D. A. N., 2013, Peningkatan Jumlah
Pembuluh Darah akibat Aplikasi Graft Hidrogel-CHA pada Soket pasca
Pencabutan Gigi (Kajian in vivo), BIMKGI, 1(2): 14-18.

Craig, R.G. and Powers J.M., 2012. Restorative Dental Materials, 13th Ed,
Mosby Inc, St Louis Missouri. 111 – 112.

Damayanti, I., 2015. Validasi Meode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)


Untuk Penetapan Kadar Kalsium Dalam Tulang Femur Tikus. Fakultas
Farmasi Universitas Jember.

Dachryanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.


ISBN 78-602-60613-5-5.

Dandayuthapani. 2011. Polymeric Scaffolds in Tissue Engineering Application.


International Journal of Polymeric Science. 2011: 1-3.

Darwis, D., Y. Warastuti, 2008. Sintesis dan Karakterisasi Komposit


Hidroksiapatit (HA) sebagai graft tulang sintetik. Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi — BATAN, Jakarta. ISSN 1907-0322.

Davis, H.E., dan J.K. Leach. 2008. Hybrid And Composite Biomaterials in Tissue
Engineering. Topics in Multifunctional Biomaterial and Devices.

Doyle W.M. 2017. Principles and Aplication of Fourier Transform Infrared


(FTIR) Process Analysis. AN-906.

Escobar-Sierra D.M., J. Martins, C.P. Ossa-Orozco. 2015.


Chitosan/Hidroxyapatite scaffolds for Tissue Engineering Manufacturing
Method Effect Comparison. Rev. Fac. Ing. Univ.Antioqula N. 75.

Garg, N., dan A. Garg. 2010. Textbook of Endodontics second edition. New
Delhi : Jaypee Brother Medical Publisher.

Gergely G., Wéber, F., Lukács, I., Tóth, A.L., Horváth, Z.E., Mihály, J. &
Balázsi, C., (2010). Preparation and Characterization of hydroxyapatite
from eggshell. Ceramics International. 36(2): 803-806.

Gintu, A.R., M.W. Salenusa, I. Wadu. S. Hartini. 2017. Sintesis Biokeramik


Hidroksiapatit (Hap) Telur Ayam Kampung, Telur Ayam Broiler, Dan
40

Bebek Menggunakan Metode Pengendapan Basa Dan Hidrolisis Brushit.


Bioma, Vol.6, No.2.

Gonda, Y., K. Shibata, Y. Okuda, T. Kawachi, G. Kamitakahara, Masanobu,


Murayama, H. Hideshima, K. Kamihira, S. Yonezawa, I. Kurosawa, H.
Ikeda, Tohru. 2009. Stimulatory effect of hydrothermally synthesized
biodegradable hydroxyapatite granules on osteogenesis and direct
association with osteoclasts. Biomaterials, 30(26), pp.4390-4400; 2009.

Gracia, R. dan A.P. Baez. 2012. Atomic Absorpstion Spectrometry (AAS),


https://www.intechopen.com/books/atomic-absorptionpectroscopy/atomic-
absorption-spectrometry-aas-. [Diakses pada 27 September 2018]

Hanura, A.B., W. Trilaksani, P. Suptijah. 2017. Karakterisasi Nanohidroksiapatit


Tulang Tuna Thunnus sp Sebagai Sediaan Biomaterial. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis Vol. 9 No. 2

Haries, Yusron. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah


Gipsum Kedokteran Gigi Tipe III. Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas
Jember. 10.

Harmita. 2006. Buku Ajar Fisikokimia. Jakarta. Universitas Indonesia.

Ikhsani, I.Y., E.N. Dida, dan S.Y. Cahyarini. 2017. Evaluasi Penggunaan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom Nyala (FAAS) untuk analisis Konsentrasi
SR/CA dalam Karang Porites dari Teluk Ambon dan Pulau Jukung. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(!): 247-253.

Jamila. 2014. Pemanfaatan Limbah Cangkang Telur. Program Studi Peternakan,


Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Khan, F., dan M. Tanaka. 2017. Designing Smart Biomaterials fot Tissue
Engineering. International Journal of Molecular Sciences. Int.J.Mol.Sci.
2018,19,17.

Khopkar, S.M. 2010 Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek).


eBookPangan.com. diakses pada tanggal 4 April 2018.

Mozartha, M. 2015. Aplikasi Hidroksiapatit dalam Kedokteran Gigi. Departemen


Dental Material Program Studi Kedokteran Gigi-Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. Cakradonya Dent J 2015; 7(2):807-868.

Mulyaningsih, N.N. Karakterisasi Hidroksiapatit Sintetik dan Alami Pada Suhu


1400̊ C. Skripsi. Bogor (ID): IPB Pr.2007.
41

Murphy, C.M., F.J. O’Brien, D.G. Little, dan A. Schindeler. 2013. Cell-Scaffold
Interactions in Bone Tissue Engineering Triad. European Cell and
Materials Vol.26 pages 120-132.

Muzdaleni. 2011. Analisa Kandungan Logam Berat Pb Dan Fe Dengan Metode


Spektrofotometri Serapan Atom Terhadap Ikan Sardine Di Pekanbaru.
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau Pekanbaru.

Noviyanti, A.R., R.P. Haryono., D.R. Eddy. 2017. Cangkang Telur Ayam Sebagai
Sumber Kalsium dalam Pembuatan Hidroksiapatit untuk Aplikasi Graft
Tulang. Bandung. Vol. 5 No. 3: 107-111.

Nurlaela A., S.U. Dewi, K. Dahlan, D.S. Soejoko. 2014. Pemanfaatan Limbah
Cangkang Telur Ayam dan Bebek Sebagai Sumber Kalsium Untuk
Sintesis Mineral Tulang. DOI: 10.15294.

O’Brien F.J. 2011. Biomaterial and Scaffolds For Tissue Engineering. Vol.14.
Bone Graft Subtitute : Allograft and Xenograft. 32(1):21-34. 

Okazaki Yohei, Yasuhiko A., Keisuke Y., Kyou H. dan Isao H. 2014. Osteoclas
Response to Bioactive Surface Modification of Hydroxyapatite. Open
Journal of Stomatology. 4: 340-344.

Neel. E.A.A., W. Chrzanowski, V.M. Salih, H.W. Kim, J.C. Knowless. 2014.
Tissue Engineering in Dentistry. Tonta. 2297 1-14.

Pandharipande, S., dan S.S. Sondawale. 2016. Review on Synthesis of


Hydroxiapatite and its Bio-composites. International Journal of Advanced
Information Science and Technology Vol.05 Issue.17.

Pandharipande, S., dan S.S. Sondawale. 2016. Synthesis of Hydroxyapatite from


egg shell and preparation of bone like bio-composites using it.
International Journal of Advanced Information Science and Technology
Vol.52 No.52.

Purwasasmita. B.S., dan R.S. Gultom. 2008. Sintesis dan Karakterisasi Serbuk
Hidroksiapatatit Sub-Mikron Menggunakan Metode Prespitasi. Jurnal
Bionatura, Vol. 10, No. 2, Juli 2008 : 155 - 167

Scheller, E.L., P.H. Krebsbach, dan D.H. Kohn. 2009. Tissue Engineering : State
of the Art in Oral Rehabilitation. Vol.36 368-389.

Sedyono, J., dan A.E. Tantowi. 2008. Proses Sintesis dan Karakterisasi
Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Kulon Progo. media mesin, vol. issn
1411-4348
42

Soejoko, D.S., dan Wahyuni, S. 2007. Spektroskopi Inframerah Senyawa Kalsium


Fosfat Hasil Prespitasi. J.Sci. Vol 6 (3):117-120.

Suryadi. 2011. Sintesis Dan Karakterisasi Biomaterial Hidroksiapatit Dengan


Proses Pengendapan Kimia Basah. Tesis, Program Studi Teknik Metalurgi
Dan Material. Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Suseno, J.E., dan K.S. Firdausi. 2008. Rancang Bangun Spektroskopi FTIR
(Fourier Transform Infrared) Untuk Penentuan Kualitas Susu Sapi.
Berkala Fisika ISSN : 1410 - 9662 Vol 11. hal. 23-28 23

Shibuya N., dan Jupiter. 2015. Senthilarasan, K., P. Sakthiviel. 2015. Synthesis
and Characterization of Nano Hydroxyapatite with Pectin Citrus (Bio-
Polymer) for Biomedical Application. International Journal of Pharma
and Bio Sciences. 6(2): 526-531.

Shu, W., L. Liu, G. Bao, H. 2015. Tissue Engineering of The Temporomandibular


Joint Disc: Current Status and Future Trends. International Journal Artif
Organs. 38 (2): 55-68.

Sierra. D.M., J. Martins, C.P. OssaOrozco. Chitosan/ hydroxyapatite scaffolds for


tissue engineering manufacturing method effect comparison. Medellín,
Colombia. 24-35.

Vitria, E.E., B.S. Latif. 2010. Tissue Engineered Bone as An Alternative For
Repairing Bone Defects. Dental Journal Vol. 43 No.1

Wadu, Imelda, H. Soetjipto, dan M.N. Cahyati. 2018. Sintesa dan Penentuan
Kadar Kalsium-Fosfat Hidroksiapatit dari Kerabang Telur Ayam. Jurnal
Kimia an Pendidikan Kimia Vol 3. No1.

Wunas, Y. dan Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua).
Makassar : Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UNHAS.

Xiaojun Z,, W. Chang, P.l Lee,Y. Wang, M.Yang, J. Li, S.G. Kumbar, dan
Xiaojun Yu. Polymer-Ceramic Spiral Structured Scaffolds for Bone Tissue
Engineering: Effect of Hydroxyapatite Composition on Human Fetal
Osteoblasts. Vol:9.

Yuwanta,T. 2010. Telur dan Kualitas Telur.Yogyakarta : Gadjah Mada University


Press.
43

LAMPIRAN A. HASIL ANALISIS FTIR

A.1 Grafik Spektrum FTIR Hidroksiapatit Sintetik Transmitan


44

A.2 Grafik Spektrum FTIR Hidroksiapatit Cangkang Telur Transmitan


45

A.4 Grafik Spektrum FTIR Superimpose Transmitan


46

LAMPIRAN B. PROSEDUR PENELITIAN

B.1 Prosedur Uji Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR)


47

a. percampuran sampel dengan kalium bromida (KBr) dengan perbadingan 1


bagian sampel dan 5 bagian KBr

b. Pemampatan ke dalam sample holder

c. Peletakan plat uji pada alat Fourier Transform InfraRed Spectroscopy


48

B.2 Prosedur Uji Konsentrasi Kalsium

a. Pengambilan sampel hidroksiapatit sintetik dan hidroksiapatit cangkang telur


49

b. Pengambilan larutan HCl pekat 10 ml menggunakan pipet ukur.

c. Pelarutan 1 gram sampel ke dalam larutan HCl pekat

x
50

d. Pengenceran larutan dengan menambahkan akuades sampai 100 ml

B.3 Prosedur Uji Konsentrasi Fosfat

a. Penimbangan sampel
51

b. Sampel dilarutkan kedalam asam nitrat HNO3

c. pemanasan diatas hot plate


52

d. Penambahan larutan asam sulfat H2SO4

e. pengenceran dengan menambahkan akuades


53

f. Larutan setelah ditambahkan reagen

Anda mungkin juga menyukai