Anda di halaman 1dari 3

Sebab-sebab Kinayah

Kinayah memiliki beberapa sebab, diantaranya[4] :


1. Peringatan akan keagungan kekuasaan Allah swt, seperti firman-Nya mengenai
kinayah tentang Nabi Adam dalam surat Al-A'raf: 189:
ْ َُ ‫ﱠ‬
‫واﺣ َﺪ ٍة‬
ِ ‫ﺲ‬ ٍ ‫ُﻫ َﻮ اﻟ ِﺬي َﺧﻠ َﻘﻜ ْﻢ ِﻣ ْﻦ َﻧﻔ‬
Artinya: "Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu".
2. Kecerdasan yang berbicara, seperti firman Allah swt mengenai kinayah tentang Zaid
dalam surat Al-Ahzaab: 40:
‫ُﺤ ﱠﻤ ٌﺪ َأﺑﺎ َأ َﺣ ٍﺪ ِﻣ ْﻦ ِرﺟﺎِﻟ ُﻜ ْﻢ‬ َ ‫ﻣﺎ‬
َ ‫ﻛﺎن ﻣ‬
Artinya: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu".
3. Meninggalkan suatu lafadz kepada lafadz yang lebih indah darinya atau
menggantikannya dengan lafadz indah tersebut, seperti kinayah lafadz ‫( اﻟﻨﻌﺠﺔ‬kambing
betina) mengenai ‫( اﻟﻤﺮأة‬wanita) dalam firman Allah swt surat Shaad: 23:
ِ ‫ْﺠ ٌﺔ‬
‫واﺣ َﺪ ٌة‬ َ ‫ْﺠ ًﺔ َوِﻟ َﻲ َﻧﻌ‬ َ ‫ِإ ﱠن ﻫﺬا َأ ِﺧﻲ َﻟ ُﻪ ِﺗ ْﺴ ٌﻊ َوِﺗ ْﺴﻌ‬
َ ‫ُﻮن َﻧﻌ‬
Artinya: "Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing
betina dan aku mempunyai seekor saja".

4. Menyebutkan suatu lafadz yang vulgar atau kasar di dengar, maka dikinayahkan
dengan lafadz yang tidak vulgar atau tidak kasar di dengar, seperti kinayah tentang ‫اﻟﺠﻤﺎع‬
(bersenggama) dengan lafadz ‫( اﻟﻤﻼﻣﺴﺔ‬bersentuhan) sebagaimana dalam firman Allah swt
surat An-Nisa: 43:
ْ ‫َأ ْو ﻻﻣ‬
َ ‫َﺴﺘُ ُﻢ اﻟﻨﱢ َﺴ‬
‫ﺎء‬
Artinya: "Atau kamu telah menyentuh perempuan".
5. Membaguskan suatu lafadz, seperti kebiasaan orang arab mengkinayahkan ‫ﺣﺮاﺋﺮ اﻟﻨﺴﺎء‬
(pakaian sutra perempuan) dengan ‫( اﻟﺒﯿﺾ‬telur), hal ini juga sebagaimana firman Allah swt
dalam surat Ash-Shaaffaat: 49:
ٌ ُ‫َﻜﻨ‬
‫ﻮن‬ ْ ‫ْﺾ ﻣ‬ ٌ ‫َﺑﯿ‬
Artinya: "Telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik".
6. Bermaksud untuk menceritakan kepandaian atau kemahiran, seperti kinayah tentang
‫( اﻟﻨﺴﺎء‬wanita) bahwa mereka dibesarkan dalam keadaan ‫( اﻟﺘﺮﻓﻪ‬kemewahan) dan ‫اﻟﺘﺰﯾﯿﻦ‬
(berhias), sebagaimana firman Allah swt dalam surat Az-Zukhruf: 18:
‫ﯿﻦ‬ ُ ‫ﺼﺎم َﻏﯿ‬ ْ ُ ْ ْ ُ‫َ ْ َﱠ‬
ٍ ‫ْﺮ ﻣُِﺒ‬ ِ ‫أ َو ﻣَﻦ ﯾُﻨﺸﺆا ِﻓﻲ اﻟ ِﺤﻠَﯿ ِﺔ َوﻫ َﻮ ِﻓﻲ اﻟ ِﺨ‬
Artinya: "Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan
berperhiasan".
7. Bermaksud untuk melebih-lebihkan dalam mencaci maki, seperti lafadz ‫اﻟ ُﻐ ﱡﻞ‬
(terbelenggu) kinayah untuk ‫( اﻟﺒﺨﻞ‬kekikiran), sebagaimana firman Allah swt dalam surat
Al-Israa: 29:
‫ﻮﻟ ًﺔ ِإَﻟﻰ ُﻋﻨُِﻘ َﻚ‬
َ ُ‫َﻞ َﯾ َﺪ َك َﻣ ْﻐﻠ‬
ْ ‫َوﻻ َﺗ ْﺠﻌ‬
Artinya: "Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu".

8. Peringatan terhadap ujung nasibnya, seperti ujung nasibnya Abu Lahab adalah ‫اﻟﻠﻬﺐ‬
(api yang berkobar) yakni jahannam, karena itulah Allah swt menyebut namanya denga ‫أﺑﻮ‬
‫( ﻟﻬﺐ‬bapa api yang menyala) dalam surat Al-Masad: 1:
َ
ٍ ‫ﱠﺖ ﯾَﺪا أِﺑﻲ َﻟﻬ‬
‫َﺐ‬ ْ ‫َﺗﺒ‬
Artinya: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa".

9. Bermaksud meringkas, diantaranya kinayah mengenai perbuatan-perbuatan yang


beragam dengan lafadz (‫)ﻓﻌﻞ‬, seperti firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah: 24:
‫َﻓِﺈ ْن َﻟ ْﻢ َﺗ ْﻔﻌَﻠُﻮا َوَﻟ ْﻦ َﺗ ْﻔﻌَﻠُﻮا‬
Artinya: "Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat
membuat(nya)".
Yakni: maka jika kamu tidak dapat mendatangkan satu surat yang seperti itu, dan pasti
kamu tidak dapat mendatangkannya.
10. Menitikberatkan kepada jumlah kalimat yang maknnya berbeda dengan makna
dzahirnya, kemudian diambil kesimpulannya dengan tanpa mempertimbangkan kosakatanya
dari segi haqiqat atau majaznya, sehingga diungkapkannya sesuai dengan maksudnya,
seperti lafadz ‫( اﻻﺳﺘﻮاء‬Arsy) kinayah mengenai ‫( اﻟﻤﻠﻚ‬kekuasaan) sebagaimana firman Allah
dalam surat Thaahaa: 5:
‫اﺳَﺘﻮى‬ ْ ‫ش‬ ِ ‫َﺮ‬ْ ‫ﻤﻦ َﻋَﻠﻰ ْاﻟﻌ‬ ُ ‫اﻟﺮ ْﺣ‬
‫ﱠ‬
Artinya: "Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy".

C. Macam-macam Kinayah
Ulama ahli bayan membagi kinayah ke dalam tiga macam, yaitu sebagai berikut[5]:
1. Kinayah sifat
Kinayah sifat adalah pengungkapan sifat tertentu secara tidak jelas, melainkan dengan
isyarat atau ungkapan yang dapat menunjukkan kepada maknanya yang umum.[6] Istilah
sifat di sini berbeda dengan istilah sifat yang terdapat pada ilmu nahwu (tata bahasa Arab).
Sifat sebagai salah satu karakteristik kinayah mempunyai makna sifat dalam pengertian
maknawinya, seperti kedermawanan, keberanian, panjang, keindahan, dan sifat-sifat
lainnya. Sifat di sini merupakan lawan dari dzat. Kinayah sifat dapat diketahui dari adanya
penyebutan mausuf (yang disifati) dalam konteks kalimat, baik itu dari lafadznya atau
ucapannya maupun dari dzahirnya.
Misalnya seperti penyebutan lafadz ‫ اﻟﺼﺪﯾﻖ‬yakni Abu bakar , ‫ اﻟﻔﺎروق‬yakni Umar dan ‫ﺳﯿﻒ اﷲ‬
yakni Khalid bin Walid.
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt yang menyebutkan sifat-sifat Rasulullah
saw dalam surat Al-Ahzab: 45-46:

‫ﯿﺮا‬ ً ‫اﷲ ِﺑِﺈ ْذِﻧ ِﻪ َو ِﺳ َﺮ‬


ً ‫اﺟﺎ ﱡﻣِﻨ‬ ِ‫اﻋﯿًﺎ ِإَﻟﻰ ﱠ‬ ‫ﺎﻫ ًﺪا َو ُﻣﺒ ﱢ‬
ً ‫َﺸ ًﺮا َوَﻧ ِﺬ‬
ِ ‫ َو َد‬.‫ﯾﺮا‬ َ ‫ﯾَﺎ َأﯾﱡﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺒ ﱡﻲ إﻧﱠﺎ َأ ْر َﺳ ْﻠَﻨ‬
ِ ‫ﺎك َﺷ‬ ِ ِ
Artinya: "Wahaai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan
izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi".

2. Kinayah mausuf (yang di sifati)


Kinayah mausuf dapat di ketahui dari adanya penyebutan sifat dalam konteks kalimat, baik
itu dari segi penyebutannya secara langsung maupun dari segi pembawaannya.
Suatu ungkapan disebut kinayah mausuf apabila yang menjadi mukna anhunya atau lafadz
yang dikinayahkannya adalah mausuf. Lafadz-lafadz yang dikinayahkan pada jenis kinayah
ini adalah maushuf, seperti ungkapan “ ‫ “ أﺑﻨﺎء اﻟﻨﯿﻞ‬yang bermakna bangsa Mesir. Ungkapan
tersebut merupakan maushuf (dzat) bukannya sifat.[7]
Misalnya seperti penyebutan "yang mengucapkan ‫ "ض‬yakni orang Arab, ‫ دار اﻟﺴﻼم‬yakni kota
Baghdad dan ‫ ﻃﯿﺒﺔ‬yakni Madinah Al-munawwarah.
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt mengenai kinayah tentang bahtera dalam
surat Al-Qamar: 13:

‫اح َو ُد ُﺳ ٍﺮ‬ ْ َ ِ ‫َﻠَﻨﺎ ُه َﻋَﻠﻰ َذ‬


ْ ‫َو َﺣﻤ‬
ٍ ‫ات أﻟ َﻮ‬
Artinya: "Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku".
3. Kinayah nisbah
Kinayah nisbah yaitu menisbatkan sesuatu kepada sesuatu yang lain, baik dengan
penetapan bukti maupun penolakan atau sangkalan.
Misalnya dalam pepatah arab yang mengatakan: ‫( ﺧﯿﺮ اﻟﻨﺎس ﻣﻦ ﯾﻨﻔﻊ اﻟﻨﺎس‬sebaik-baik manusia
adalah orang yang memberi manfaat kepada sesama) terdapat kinayah mengenai
penolakan adanya kebaikan di dalam diri orang yang tidak memberi manfaat kepada
sesamanya.
Contoh dari al-Qur'an misalnya firman Allah swt mengenai kinayah tentang persediaan Allah
swt untuk kelanggengan adanya langit dan bumi, seperti persediaan adanya daya listrik
untuk kelanggengan adanya cahaya dalam lampu listrik, apabila persediaan daya listrik
habis atau diputus maka tidak akan ada cahaya lampu listrik tersebut, hal ini sebagaimana
disebutkan dalam surat Faathir: 41:

َ ‫واﻷ ْرض َأ ْن َﺗ ُﺰو‬


‫ﻻ‬ َ ‫ات‬ِ ‫َﺎو‬ ‫ْﺴ ُﻚ ﱠ‬
َ ‫اﻟﺴﻤ‬ َ‫إن ﱠ‬
ِ ‫اﷲ ﯾُﻤ‬ ّ
ِ
Artinya: "Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap".

Zarkasi, Al-Burhan Fi 'Ulum Al-Qur'an. Lebanon : Dar Ihya’ Al-Kutub Al-Aabiyah, 1957, jil. 2,
cet. 1, hal. 301-309.
[5] Al-Midaanii, 'Abdurrahman. Al-Balaaghah Al-'Arabiyyah: Asaasuha Wa 'Uluumuha Wa
Funuunuha, Maktabah Syamilah
[6] Dikutip dari makalah Yayan Nurbayan, Perbedaan Pemahaman Ayat-ayat Kinayah dalam
Al-Qur’an dan Implikasi Hermeneutiknya, hlm. 16
[7] Dikutip dari makalah Yayan Nurbayan, Perbedaan Pemahaman Ayat-ayat Kinayah dalam
Al-Qur’an dan Implikasi Hermeneutiknya, hlm. 7

Anda mungkin juga menyukai