Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pusat Kesehatan Masyarakat
1. Definisi
Pusat kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan tingkat pertama dengan mengutamakan promotif, preventif untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya.6
2. Tujuan Puskesmas
Tujuan dari pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas yang mana
tujuannya : 6
a. Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat.
b. Untuk mewujudkan masyarakat yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan
bermutu.
c. Untuk mewujudkan masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat.
d. Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal,
baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
3. Prinsip penyelenggaraan Puskesmas1
Prinsip dalam menyelenggarakn puskesmas yaitu meliputi :
a. Paradigma sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen
dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
b. Pertanggungjawaban wilayah.
Puskesmas menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerja.
c. Kemandirian masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
d. Pemerataan
Puskesmas menyelenggarakn pelayanan kesehatan yang mudah diakses oleh
seluruh masyarakat diwilayah kerjanya secara adil tanpa harus membedakan
status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan
e. Teknologi tepat guna
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanaatkan
teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan sehingga mudah untuk
dimanaatkan dan tidak berdampak buruk bagi masyarakat.
f. Keterpaduan dan kesinambungan
Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasi penyelenggaraan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) untuk
menjalankan lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan
yang didukung dengan manajemen puskesmas.
4. Struktur Organisasi Puskesmas
Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-
masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan penetapannya
dilakukan dengan peraturan daerah.1 Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur
organisasi puskesmas sebagai berikut :
a. Kepala puskemas
b. Kepala Tata Usaha
Kepala Tata Usaha yaitu tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan paling
rendah Diploma 3 yang memahami administrasi keuangan dan sistem informasi
kesehatan. Kepala Tata Usaha membawahi beberapa kegiatan diantaranya
Koordinator tim Manajemen Puskesmas, Sistem Informasi Puskesmas,
kepegawaian, rumah tangga, dan keuangan.
c. Penanggung jawab UKM esensial dan keperawatan kesehatan masyarakat
yang membawahi:
1) pelayanan promosi kesehatan
2) pelayanan kesehatan lingkungan
3) pelayanan kesehatan keluarga yang bersifat UKM
4) pelayanan gizi yang bersifat UKM
5) pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
6) pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat.
d. Penanggung jawab UKM Pengembangan, membawahi upaya pengembangan
yang dilakukan Puskesmas, antara lain:
1) pelayanan kesehatan gigi masyarakat
2) pelayanan kesehatan tradisional komplementer
3) pelayanan kesehatan olahraga
4) pelayanan kesehatan kerja
5) pelayanan kesehatan lainnya
e. Penanggung jawab UKP, kefarmasian, dan laboratorium membawahi beberapa
kegiatan, seperti:
1) pelayanan pemeriksaan umum
2) pelayanan kesehatan gigi dan mulut
3) pelayanan kesehatan keluarga yang bersifat UKP
4) pelayanan gawat darurat
5) pelayanan gizi yang bersifat UKP
6) pelayanan persalinan
7) pelayanan kefarmasian
8) pelayanan laboratorium
f. Penanggung jawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring Puskesmas,
yang membawahi:
1) Puskesmas pembantu
2) Puskesmas keliling
3) Praktik bidan desa
4) Jejaring Puskesmas
g. Penanggung jawab bangunan, prasarana, dan peralatan puskesmas
h. Penanggung jawab mutu.
5. Fungsi Puskesmas6
a. Penyelenggaran UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
1) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisi masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
2) Melakukan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
3) Melaksanakan komunikasi informasi edukasi dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan.
4) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lainnya.
5) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
6) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas.
7) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
8) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,
dan cakupan Pelayanan Kesehatan.
9) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap system kewaspadaan dini dan respon.
b. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama diwilayah kerja
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif
berkesinambungan dan bermutu.
2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif.
3) Menyelenggarakn pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu
keluarga, kelompok dan masyarakat
4) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan
dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
5) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsif koordinatif dan
kerjasama inter dan antar profesi.
6) Melaksanakan rekam medis.
7) Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan.
8) Melakukan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.
9) Mengkoordinasi dan melaksakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya dan melaksanakan penapisan rujukan
sesuai dengan indikasi medis dan Sistem Rujukan.
6. Wewenang Puskesmas1
a. Dalam menyelenggarakan UKM tingkat pertama diwilayah kerjanya,
puskesmas berwenang untuk :
1) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
2) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
3) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan
masyarakat dalm bidang kesehatan.
4) Menggerakkan masyarakat untuk mendidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
berkerjasama dengan sektor lain terkait.
5) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
6) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas.
7) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
8) Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap askes, mutu
dan cakupan pelayanan kesehatan.
9) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit
b. Dalam menyelenggarakan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya,
Puskesmas berwenang untuk:1
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu.
2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya
promontif dan preventif.
3) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
4) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan
dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
5) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerjasama inter dan antar profesi.
6) Melaksanakan rekam medis.
7) Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap mutu dan
akses pelayanan kesehatan.
8) Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.
9) Mengkoordinasi dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya,
10) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.
7. Upaya Kesehatan
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama yang dilaksanakan secara
terintegrasi dan berkesinambungan. 6
Untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan tersebut
maka Puskesmas harus menyelenggarakan manajemen Puskesmas, pelayanan
kefarmasian, pelayanan imunisasi, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
dan pelayanan laboratorium. 6

a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)


Upaya Kesehatan Masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan
masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Upaya
kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas
untuk mendukung penapaian standar pelayanan minimal Kabupaten/Kota
bidang kesehata. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi: 6
1) Pelayanan promosi kesehatan
2) Pelayanan kesehatan lingkungan.
3) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.
4) Pelayanan gizi.
5) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan


masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan
atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan
prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber
daya tersedia di masing-masing Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan
dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada, yakni:6
1) Upaya Kesehatan sekolah.
2) Upaya Kesehatan Olahraga.
3) Upaya perawatan Kesehatan Masyarakat.
4) Upaya Kesehatan Kerja.
5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut.
6) Upaya Kesehatan Jiwa.
7) Upaya Kesehatan Mata.
8) Upaya Kesehatan Usia Lanjut.
9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional.
b. Upaya Kesehatan Perseorangan.
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan sesuai
dengan standar operasional prosedur dan standar pelayanan dalam bentuk
rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan satu hari (one day care)
termasuk pelayanan kefarmasian, pelayanan imunisasi,
pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dan pelayanan
laboratorium, home care dan atau rawat inap berdasarkan pertimbangan
kebutuhan pelayanan kesehatan. 6

8. Penyelenggaraan Puskesmas
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan
harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas
penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas.
Dasar pemikiran yang digunakan ialah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari
masing-masing fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas,
baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.6
a. Azas pertanggung jawaban wilayah
Azas penyelenggaraan puskesmas yang pertama adalah pertanggung jawaban
wilayah, dalam arti puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, untuk itu
puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan sebagai berikut:
1) Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga
berwawasan kesehatan.
2) Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.
3) Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.
4) Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata
dan terjangkau di wilayah kerjanya.
5) Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh puskesmas
pembantu, puskesmas keliling, bidan di desa serta berbagai upaya
kesehatan di luar gedung puskesmas lainnya (outreach activities) pada
dasarnya merupakan realisasi dari pelaksanaan azas pertanggungjawaban
wilayah.
b. Azas pemberdayaan masyarakat
Azas penyelenggarakan puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan
masyarakat, dalam arti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga,
dan masyarakat, agar berperan aktif dalam menyelenggarakan setiap upaya
puskesmas. Untuk itu, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui
pembentukan Badan Penyantunan Puskesmas (BPP).6 Beberapa kegiatan yang
harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat
antara lain:
1) Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga Balita
(BKB).
2) Upaya pengobatan: posyandu, pos obat (POD).
3) Upaya kesehatan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, keluarga sadar gizi
(kadarzi).
4) Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali
murid, Saka Bakti Husada (SBH), pos kesehatan pesantren (poskestren).

5) Upaya kesehatan lingkungan: kelompuk pemakai air (pokmair), Desa


Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL).
6) Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu lansia, panti wreda.
7) Upaya kesehatan kerja: pos Upaya Kesehatan Kerja (pos UKK).
8) Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa
Masyarakat (TPKJM).
9) Upaya pembinaan pengobatan tradisional: taman obat keluarga (toga),
pembinaan pengobatan tradisional (battra).
10) Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan (inovatif): dana sehat, tabungan
ibu bersalin (tabulin), mobilisasi dan keagamaan.
c. Azas keterpaduan
Azas penyelenggaraan puskesmas yang ketiga adalah
keterpaduan. Guna mengatasi keterbatasan sumberdaya serta
diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya
puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak
dari tahap perencanaan.1 Ada dua keterpaduan yang perlu diperhatikan,
yakni:
1) Keterpaduan lintas program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan
penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi
tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program
antara lain:
a) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS): keterpaduan KIA
dengan P2M, gizi, promosi kesehatan, pengobatan.
b) Upaya kesehatan sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan
lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan,
kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan
jiwa.
c) Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan
KIA/KB, gizi, promosi kesehatan, kesehatan gigi.
d) Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M,
kesehatan jiwa, promosi kesehatan.
2) Keterpaduan lintas sektor
Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan
penyelenggaraan upaya puskesmas dengan berbagai program dari
sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi
kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas
sektor antara lain:
i. Upaya kesehatan sekolah: keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama.
ii. Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama,
pertanian.
iii. Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi,
organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB.
iv. Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, koperasi, dunia
usaha, PKK, PLBK.
v. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan
sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga
kerja, koperasi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan.
vi. Upaya kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha.
9. Kedudukan Puskesmas
Kedudukan puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem
Kesehatan Nasional (SKN), sistem kesehatan kabupaten atau kota dan sistem
pemerintah daerah.6

a. Sistem Kesehatan Nasional


Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah
sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.

b. Sistem Kesehatan Kabupaten atau Kota


Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten atau Kota
adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan
kesehatan kabupaten atau kota di wilayah kerjanya.

c. Sistem Pemerintah Daerah


Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintah Daerah adalah sebagai Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang merupakan unit
struktural Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota bidang kesehatan di
tingkat kecamatan.

d. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama


Wilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan
strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti
praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik bidan, poliklinik, dan balai
kesehatan masyarakat terdapat di wilayah kerja puskesmas. Kedudukan
puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama ini
adalah sebagai mitra. Pada wilayah kerja puskesmas terdapat pula berbagai
bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumber daya masyarakat seperti Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu). atau Pondok Bersalin Desa (Polindes).
Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan
berbasis dan bersumberdaya masyarakat adalah sebagai pembina.6
B. Informed Consent
1. Pengertian Informed Consent
Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti
informasi atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau
memberi izin. jadi pengertian Informed Consent adalah suatu persetujuan yang
diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian Informed Consent
dapat di definisikan sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya
yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran yang
diajukan oleh dokter setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat
membuat persetujuan atau penolakan. Persetujuan tindakan yang akan
8
dilakukan oleh Dokter harus dilakukan tanpa adanya unsur pemaksaan.
Istilah Bahasa Indonesia Informed Consent diterjemahkan sebagai
persetujuan tindakan medik yang terdiri dari dua suku kata Bahasa Inggris
yaitu Inform yang bermakna Informasi dan consent berarti persetujuan.
Sehingga secara umum Informed Consent dapat diartikan sebagai persetujuan
yang diberikan oleh seorang pasien kepada dokter atas suatu tindakan medik
yang akan dilakukan, setelah mendapatkan informasi yang jelas akan tindakan
17
tersebut.

Informed Consent menurut Permenkes No.585 / Menkes / Per / I/1989,


Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
18
dilakukan terhadap pasien tersebut.
e. Dasar Hukum Informed Consent
Persetujuan tindakan Kedokteran telah diatur dalam Pasal 45 Undang
– undang no. 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran. Sebagaimana
dinyatakan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap, sekurang-kurangnya mencakup :
diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan,
alternatif tindakan lain dan risikonya,risiko dan komplikasi yang mungkin
20
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Persetujuan
tersebut dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. Disebutkan
didalamnya bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
19
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang
persetujuan tindakan Kedokteran dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu:
Pasal 1

1) Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan


oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan terhadap pasien.
2) Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
3) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut
tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif,
diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien.
4) Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
5) Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan
medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan.
6) Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan
dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran
gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7) Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut
peraturan perundang undangan atau telah/pernah menikah, tidak
terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar,
tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan
tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuatkeputusan
secara bebas.

Pasal 2

1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien


harus mendapat persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
secara tertulis maupun lisan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan.

Pasal 3

1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus


memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan
persetujuan lisan.
3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat
untuk itu
4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan
kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan
tertulis.
Peraturan Informed Consent apabila dijalankan dengan baik antara
Dokter dan pasien akan sama-sama terlindungi secara Hukum. Tetapi
apabila terdapat perbuatan diluar peraturan yang sudah dibuat tentu
dianggap melanggar Hukum. Dalam pelanggaran Informed Consent telah
diatur dalam pasal 19 Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran, dinyatakan terhadap dokter yang melakukan
tindakan tanpa Informed Consent dapat dikenakan sanksi berupa teguran
lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik.

Informed Consent di Indonesia juga di atur dalam peraturan


berikut:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang


Kesehatan.
2) Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
3) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis.
4) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005
tentang Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga

Kesehatan.

6) Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88.

f. Fungsi dan Tujuan Informed Consent


9
Fungsi dari Informed Consent adalah :
a. Promosi dari hak otonomi perorangan;
b. Proteksi dari pasien dan subyek;
c. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan;
d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan
introspeksi terhadap diri sendiri;
e. Promosi dari keputusan-keputusan rasional;
f. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai
suatu nilai social dan ngawasan dalam penyelidikan biomedik.
Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan / tujuannya dibagi
15
tiga, yaitu:

a. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi


subyek penelitian).
b. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi
subyek penelitian).
c. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis yang bertujuan untuk
terapi.
Tujuan dari Informed Consent menurut J. Guwandi adalah :

a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan


tanpa sepengetahuan pasien;
b. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang
tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment
yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan
semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.
1) Bentuk Persetujuan Informed Consent
16
a. Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :
1) Implied Consent (dianggap diberikan)
Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal,
artinya dokter dapat menangkap persetujuan tindakan medis
tersebut dari isyarat yang diberikan/dilakukan pasien. Demikian
pula pada kasus emergency sedangkan dokter memerlukan
tindakan segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa
memberikan persetujuan dan keluarganya tidak ada ditempat,
maka dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut
dokter.
2) Expressed Consent (dinyatakan)
Dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan
medis yang bersifat invasive dan mengandung resiko, dokter
sebaiknya mendapatkan persetujuan secara tertulis, atau yang
secara umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi.
b. Persetujuan tertulis dalam suatu tindakan medis dibutuhkan saat:
1) Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut
resiko atau efek samping yang bermakna.
2) Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
3) Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang
bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi
dan sosial pasien.
4) Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
2) Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan
Pemberi informasi dan penerima persetujuan merupakan tanggung
jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/ tindakan untuk
memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak.
Dokter memang dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan
penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada dokter
pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar
8
dan layak.
Seseorang dokter apabila akan memberikan informasi dan menerima
persetujuan pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin
bahwa dirinya mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang
diajukan pasien berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan
terhadapnya–untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara
benar dan layak.
3) Pemberi Persetujuan
Persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau dari segi
usia, maka seseorang dianggap kompeten apabila telah berusia 18 tahun atau
lebih atau telah pernah menikah. Sedangkan anak-anak yang berusia 16 tahun
atau lebih tetapi belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan
kedokteran tertentu yang tidak berrisiko tinggi apabila mereka dapat
menunjukkan kompetensinya dalam membuat keputusan. Alasan hukum yang
8
mendasarinya adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka seseorang
yang berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah dianggap
sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan
persetujuan.
b. Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

maka setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap

sebagai orang yang sudah bukan anak-anak. Dengan demikian

mereka dapat diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang

kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.

c. Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang

masih tergolong anak menurut hukum, namun dengan menghargai

hak individu untuk berpendapat sebagaimana juga diatur dalam UU

No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka mereka dapat

diperlakukan seperti orang dewasa dan dapat memberikan

persetujuan tindakan kedokteran

tertentu, khususnya yang tidak berrisiko tinggi. Untuk itu mereka harus

dapat menunjukkan kompetensinya dalam menerima informasi dan

membuat keputusan dengan bebas. Selain itu, persetujuan atau penolakan

mereka dapat dibatalkan oleh orang tua atau wali atau penetapan

pengadilan.

Sebagaimana uraian di atas, setiap orang yang berusia 18 tahun atau

lebih dianggap kompeten. Seseorang pasien dengan gangguan jiwa yang

berusia 18 tahun atau lebih tidak boleh dianggap tidak kompeten sampai

nanti terbukti tidak kompeten dengan pemeriksaan. Sebaliknya, seseorang

yang normalnya kompeten, dapat menjadi tidak kompeten sementara

sebagai akibat dari nyeri hebat, syok, pengaruh obat tertentu atau keadaan

kesehatan fisiknya.
Anak-anak berusia 16 tahun atau lebih tetapi di bawah 18 tahun

harus menunjukkan kompetensinya dalam memahami sifat dan tujuan

suatu tindakan kedokteran yang diajukan. Jadi, kompetensi anak bervariasi

bergantung kepada usia dan kompleksitas tindakan.

10. Penolakan Pemeriksaan/ Tindakan

Pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan

mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu

pemeriksaan atau tindakan kedokteran, meskipun keputusan pasien tersebut

terkesan tidak logis. Kalau hal seperti ini terjadi dan bila konsekuensi

penolakan tersebut berakibat serius maka keputusan tersebut

harus didiskusikan dengan pasien, tidak dengan maksud untuk mengubah

pendapatnya tetapi untuk mengklarifikasi situasinya. Untuk itu perlu dicek

kembali apakah pasien telah mengerti informasi tentang keadaan pasien,

8
tindakan atau pengobatan, serta semua kemungkinan efek sampingnya.

Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana pengobatan yang

terkesan tidak rasional bukan merupakan alasan untuk mempertanyakan

kompetensi pasien. Meskipun demikian, suatu penolakan dapat mengakibatkan

dokter meneliti kembali kapasitasnya, apabila terdapat keganjilan keputusan

tersebut dibandingkan dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Dalam setiap

masalah seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan

8
dengan baik.
11. Penundaan Persetujuan
Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda
pelaksanaannya oleh pasien atau yang memberikan persetujuan dengan berbagai
alasan, misalnya terdapat anggota keluarga yang masih belum setuju, masalah
keuangan, atau masalah waktu pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup
lama, maka perlu di cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau
8
tidak.
12. Pembatalan Persetujuan Yang Telah Diberikan
Prinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka
dengan membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran. Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum tindakan dimulai.
Selain itu, pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat
dari pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten
untuk dapat membatalkan persetujuan.Kompetensi pasien pada situasi seperti ini
seringkali sulit. Nyeri, syok atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi
kompetensi pasien dan kemampuan dokter dalam menilai kompetensi pasien. Bila
pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan persetujuannya,
maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau
pengobatannya. Kadang-kadang keadaan tersebut terjadi pada saat tindakan
sedang berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena
nyeri, tidak perlu diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi
persetujuan secara lisan yang didokumentasikan di rekam medis sudah cukup
untuk melanjutkan tindakan. Tetapi apabila pasien menolak dilanjutkannya
tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus menghentikan tindakannya,
mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya apabila
tindakan tidak dilanjutkan. Dalam hal tindakan sudah berlangsung sebagaimana di
atas, maka penghentian tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan
mengakibatkan hal yang membahayakan
13. Lama Persetujuan Berlaku
Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut
kembali oleh pemberi persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila informasi
baru muncul, misalnya tentang adanya efek samping atau alternatif tindakan yang
baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya dikonfirmasikan lagi.
Apabila terdapat jedah waktu antara saat pemberian persetujuan hingga
dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baik apabila ditanyakan kembali
apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut pasti juga akan
membantu pasien, terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-
8
ragu atau masih memiliki pertanyaan.
C. Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Definisi Mutu
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan mengemukan
mutu adalah suatu derajat kesempurnaan pelayan rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai standar
profesi, sumberdaya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif
serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika hukum dan sosio
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
masyarakat konsumen.4
Mutu adalah penentuan pelanggan, pasar atau ketetapan
manajemen.Mutudinilai berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap
produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau
tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subjektif sama sekali
dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif.5
Dalam memberikan pelayanan kesehatan mutu memberi peranan penting.
Batasan tentang mutu pelayanan banyak macam nya, yaitu:
a. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah sebagai berikut:4
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang
diamati.
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program .
3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau dihasilkan,
yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman
atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang
dihasilkan tersebut.
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
b. Batasan mutu yang dipandang cukup penting adalah:5
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan seseuatu yang sedang
diamati.
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
3) Mutu adalah totalitas dan wujud serta ciri suatu barang atau jasa, yang
didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman dan pemenuhan
kebutuhan para pengguna.
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
2. Batasan Mutu Pelayanan4
Batasan mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Derajat kepuasan pasien yaitu kepuasan bersifat umum yakni sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk.
b. Upaya yang telah dilakukan yaitu batasan untuk melindungi kepentingan
pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap
tindakan kedokteran, ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai
dengan kode etik serta standar pelayanan profesi.
3. Dimensi Mutu
Kualitas pelayanan sesuai dengan metode SERVQual (Servise Quality) ada
lima, yaitu6
a. Bukti Kualitas Pelayanan (Tangibles)
Bukti langsung meliputi keadaan fisik, misalnya kebersihan ruangan
tunggu kamar periksa, kamar mandi, peralatan medis non medis, serta
kerapian petugas kesehatan.
b. Kehandalan Pelayanan (Reliability)
Kehandalan atau kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, tepat dan memuaskan, misalnya kecekatan dalam
memberikan pelayanan, ketersediaan petugas pelayanan dan ketepatan waktu
pelayanan.
c. Daya Tanggap Pelayanan (Responsiveness)
Ketanggapan yaitu keinginan para petugas dalam memberikan
pelayanan kepada pasien dengan tanggap, cepat dan tepat, misalnya
menanggapi keluhan pasien, membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien.
d. Jaminan Pelayanan (Assurances)
Jaminan yang mencakup kemampuan, ketrampilan, kesopanan dan
kejujuran bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan dalam bertindak.
e. Sikap Empati Petugas (Emphaty)
Kemudahan dalam melakukan komunikasi, perhatian keramahan dan
memahami kebutuhan pasien.
4. Komponen Mutu Pelayanan Kesehatan
Terdapat faktor pokok yang berperan penting dalam menentukan keberhasilan
manajemen mutu pelayanan kesehatan, yaitu:7
a. Masukan (input)
Input (masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat
melaksanakan pekerjaan. Input berfokus pada sistem yang dipersiapkan serta
kebijakan saranan dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.
b. Proses (process)
Proses (process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
c. Keluaran (output)
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajeman.
d. Hasil (outcome)
Hasil (outcome) adalah hasil dari sutu proses manajemen.
e. Dampak (impact)
Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh output. Untuk
manajemen kesehatan dampak yang diharapkan adalah untuk meningkatkan
derajat kesehatan.
5. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan meliputi:7
a. Kompetensi teknik (Technical Competence)
b. Akses terhadap pelayanan (acces to service)
c. Efektifitas pelayanan (effectiveness)
d. Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
e. Kelangsungan pelayanan (Continuity of care)
f. Keamanan pelayanan (Safety)
g. Kenyamanan pelayanan (Amenities) dan
h. Ketepatan waktu (Timeless).
6. Prinsip Perbaikan Mutu5
a. Jaminan mutu berorientasi pada pemenuhan harapan dan kebutuhan pelanggan
(pasien) dan masyarakat
b. Jaminan mutu berfokus pada sistem dan proses
c. Jaminan mutu menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian
pelayanan
d. Jaminan mutu mendorong diterapkannya pendekatan tim untuk pemecahan
masalah dan perbaikan mutu yang berkesinambungan.
7. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan dalam mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai
berikut:7
a. Membangun kesadaran mutu
Merupakan upaya penggeseran cara pandang peran dan fungsi organisasi
pelayanan kesehatan yang biasa dilakukan menjadi pelayanan yang sesuai
dengan standart.
b. Pembentukan tim jaminan mutu
Tim jaminan mutu dapat terdiri dari sub tim pembuat standar sub tim
pelaksana, dan sub tim penilai kepatuhan terhadap standar dan evaluasi.
c. Pembuatan alur kerja dan standar pelayanan
Alur pelayanan di tempel di dinding agar mudah diketahui dan sebagai
petunjuk jalan bagi pasien maupun pengunjung unit layanan kesehatan.
d. Penilaian kepatuhan terhadap standar
Dibutuhkan daftar tilik untuk mengukur kelengkapan saran dan prasarana,
pengetahuan pemberi pelayanan, standar kompetensi teknis petugas dan
persepsi penerima pelayanan.
e. Penyampaian hasil kerja
Data temuan diolah dan dianalisa kemudian disajikan di lokakarya mini
jika nilai dibawah 80% maka keadaan ini perlu diperbaiki dengan melakukan
intervensi terhadap rendahnya tingkat kepatuhan terhadap standart.
f. Survey Pelanggan
Dilakukan dengan metode survey pada klien atau pasien
g. Penyusunan rencanan kegiatan dengan menggunakan siklus problem solving
8. Analisa Penyebab Masalah pada Manajemen Mutu5
Permasalahan yang dapat timbul pada mutu pelayanan kesehatan di puskesmas
dapat dibedakan menjadi dua yitu, sebagai berikut :
a. Simple problem (masalah sederhana)
Berikut adalah ciri-ciri masalah simple problem yaitu :
1) Kecil
2) Berdiri sendiri
3) Tidak ada hubungan dengan masalah lain.
4) Tidak mengandung kosekuensi yang besar.
5) Pemecahannya tidak memerlukan pemikiran yang luas, dimana
pemecahannya dilakukan secara individual oleh pimpinan atas dasar
institusi, pengalaman, kebiasaan dan fakta yang sederhana.
Pada simple problem masalah yang didapat dari perbandingan antara
Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan kenyataan yang ada
dilakukan petugas dalam pelayanan.
b. Complex problem (masalah rumit)
Berikut adalah ciri-ciri pada masalah complex problem, yaitu :
1) Masalahnya besar.
2) Tidak berdiri sendiri.
3) Saling berkaitan dengan masalah lain.
4) Mengandung konsekuensi yang besar.
5) Pemecahannya memerlukan pemikiran luas dimana pemecahannya
dilakukan secara tim, pimpinan dibantu staf.
9. Prinsip perbaikan mutu5
a. Jaminan mutu berorientasi pada pemenuhan harapan dan kebutuhan
pelangganan (pasien) dan masyarakat.
b. Jaminan mutu berfokus pada sistem dan proses
c. Jaminan mutu menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian
pelayanan.
d. Jaminan mutu mendorong diterapkannya pendekatan tim untuk pemecahan
masalah dan pebaikan yang berkesinambungan.
D. Teori Problem Solving
Pengambilan kuputusan merupakan fungsi utama manajemen dalam suatu
organisasi, karena keputusan yang telah dibuat akan mengikat seluruh komponen
organisasi untuk melaksanakan hasil keputusan tersebut. Pengambilan keputusan
adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan
mengumpulkan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang
dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan suatu
tindakan yang paling tepat.8,9
Langkah pertama dalam siklus pemecahan masalah adalah menentukan
masalah dengan baik. Ini dimulai dengan kegiatan analisis situasi atau disebut juga
identifikasi masalah. Untuk mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat yang
berkembang di wilayah kerja Puskesmas dan pengembangan program intervensinya,
pimpinan Puskesmas dapat menganalisis masalah kesehatan tersebut dengan
menggunakan pendekatan epidemiologi, prinsip-prinsip kesehatan masyarakat,
kedokteran pencegahan, paradigma hidup sehat menurut Blum dan analisis sistem. 8,9
Dari analisis situasi akan diketemukan banyak masalah. Masalah adalah
kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang menjadi kenyataan.
Umumnya dalam kehidupan sehari-hari, sumber daya yang tersedia tidak cukup untuk
memecahkan semua masalah tersebut. Oleh sebab itu, perlu ditentukan masalah
kesehatan mana yang harus diutamakan. Ada beberapa teknik untuk menentukan
peringkat prioritas masalah antara lain teknik skoring, teknik non skoring, dan
mempertimbangkan kebijakan. Masalah yang sudah menjadi prioritas, perlu
dirumuskan dengan jelas. Perumusan masalah yang baik adalah jika: (1) ada
pernyataan tentangkesenjangan secara kualitatif dan/atau kuantitatif, (2) didukung
oleh data, dan (3) dinyatakan secara spesifik apa masalah tersebut (butir 1 dan 2),
siapa yang terkena, dimana lokasinya, kapan waktunya. Untuk masalah yang sudah
dirumuskan dengan baik, kemudian ditentukan tujuan yang akan dicapai, yaitu
apakah: (1) masalah tersebut akan dikurangi sampai tingkat tertentu atau, (2) masalah
tersebut dihilangkan sama sekali. Selanjutnya adalah memilih alternatif intervensi
atau kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diatas. Untuk itu,
perlu dilakukan analisis determinan masalah atau kadang-kadang disebut analisis
faktor risiko. 8,9
Selanjutnya adalah menguraikan alternatif tersebut dalam bentuk rencana
kegiatan program. Ini disebut penyusunan rencana operasional Puskesmas.
Selanjutnya rencana operasional program Puskesmas tersebut dilaksanakan. Untuk itu
memerlukan suatu organisasi yang tertata dengan baik. Pelaksanaan program atau
implementasi memerlukan fungsi penggerakan dan pelaksanaan dengan
melaksanakan fungsi kepemimpinan, motivasi, komunikasi, dan pengarahan serta
pengawasan dan pengendalian. Hasil implementasi dan pelaksanaan kemudian
dilakukan penilaian. Evaluasi ini kemudian dipergunakan sebagai masukan dalam
proses atau siklus selanjutnya dalam pemecahan masalah. 8,9

Analisis
penyebab
masalah

Prioritas Prioritas penyebab


masalah masalah

Masalah Alternatif
Identifikasi pemecahan
masalah masalah

Pelaksanaan Keputusan
pemecahan
masalah
Plan of
Action
Gambar 2.1 Siklus Problem solving

Siklus Problem Solving adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah
Masalah didefinisikan sebagai suatu kesenjangan antara apayang ada saat ini
dan apa yang semestinya. Langkah-langkah identifikasi masalah mencakup
pengumpulan data (analisis situasi, survei cepat, data sekunder, hasil rekam medis
puskesmas), analisis data dan perumusan masalah. Untuk mengidentifikasi
masalah dapat menggunakan rumus

Compliance Rate (CR) total


∑ Ya x 100 %
∑ Ya+ ∑ Tidak
2. Prioritas Masalah
Prioritas masalah kesehatan ditentukan oleh beberapa tolok ukur yaitu,
community concern (mencakup masyarakat luas), prevalence (besarnya
masalah), seriousness/severity (dampaknya terhadap masyarakat luas),
manageability (dapat dipecahkan), political climat (situasi politik), technical
feasibility ketersediaan teknologi), resources availability (ketersediaan sumber
daya). Untuk menentukan prioritas masalah dapat menggunakan matriks
prioritas masalah.6
Matriks prioritas masalah atau problem priority matriks merupakan salah
satu alat dalam menyusun urutan prioritas dari sejumlah masalah. Setiap
masalah ditentukan rangking manfaat dan rangking usahanya untuk
menyelesaikan masalah. Rangking dimulai dari yang terbaik dengan urutan 1-5.
Rangking manfaat kemudian dikalikan dengan nilai rangking usaha sebagai
extended value. Nilai extended value terkecil dapat dipilih sebagai prioritas
masalah.8
3. Analisis Penyebab Masalah
Menganalisi penyebab masalah dapat menggunakan Fish Bone Analisis.8
a. Konsep dan Pengertian
Fishbone Diagram (Diagram Tulang Ikan) merupakan konsep analisis
sebab akibat yang dikembangkan oleh seorang dr. Kaoru Ishikawa untuk
mendiskripsikan suatu permasalahan dan penyebabnya dalam sebuah kerangka
tulang ikan. Diagram ini pertama kali digunakan oelh dr. Kaoru Ishikawa
untuk manajemen kualitas di perusahaan Kawasaki yang selanjutnya diakui
sebagai salah satu pioner pembangunan dari proses manajemen modern.
Beberapa keuntungan dari kontruksi diagram tulang ikan antara lain
membantu untuk mempertimbangkan akar berbagai dari permasalahan dengan
pendekatan struktur, mendorong adanya partisipan kelompok dan
meningkatkan pengetahuan anggota kelompok terhadap proses analisa
penyebab masalah, dan untuk mengidentifikasi wilayah dimana data
seharusnya dikumpulkan untuk dilakukan penelitian baru.

Gambar 2.2 Diagram Fishbone (Diagram Tulang Ikan) atau Diagram Ishikawa
b. Tujuan Fishbone Diagram (Diagram Tulang Ikan) 8,9
Tujuan utama dari tulang ikan adalah untuk menggambarkan secara grafik
carahubungan antara penyampaian akibat dan semua faktor yang berpengaruh
pada akibat ini.Fishbone Diagrams adalah alatanalisis yang menyediakan
carasistematis melihat penyebab yang membuat atau berkontribusi terhadap
akibat tersebut. Karena fungsi diagram Fishbone, dapat disebut sebagai
diagram sebab-akibat.
4. Manfaat8,9
Pada dasarnya diagram tulang ikan dapat dipergunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan sebagai berikut :
1) Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah dari suatu masalah.
2) Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
3) Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
4) Mengidentifikasi tindakan untuk menciptakan hasil yang diinginkan.
5) Membantu issue secara lengkap dan rapi.
6) Menghasilkan pemikiran baru.
a. Kelebihan dan Kekurangan Fishbone Diagrams (Diagram Tulang Ikan)
Kelebihan Fishbone diagram adalah dapat menjabarkan setiap masalah
yang terjadi dan setiap orang yang terlibat didalamnya dapat
menyumbangkan saran yang mungkin menjadi penyebab masalah tersebut.
Sedangkan kekurangan Fishbone diagrams adalah opinion based on tool dan
didesain membatasi kemampuan tim/pengguna secara visual
dalam.Menjabarkan masalah yang mengunakan metode “level why” yang
dalam, kecuali bila kertas yang digunakan benar-benar besar untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Serta biasanya voting digunakan
untuk memilih penyebab yang paling mungkin yang terdaftar pada diagram
tersebut.
5. Penyebab yang paling Mungkin8,9
Untuk mencari penyebab masalah yang paling mungkin yaitu membandingkan
penyebab masalah dengan masalah lainnya dengan paired comparison kemudian
menghitung distribusi frekuensi dengan menggunakan tally.
Untuk mengurutkan penyebab masalah dimulai dari jumlah atau frekuensi
masalah yang terbesar sampai ke frekuensi masalah yang terkecil dengan
menggunakan analisi pareto.
Gambar 2.3. Diagram Pareto
6. Alternatif Pemecahan Masalah8,9
Alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan brainstorming. Dimana
brainstorming dilakukan dengan melakukan wawancara kepada Kepala Puskesmas
dan pemegang program.
7. Pengambilan Keputusan8,9
Pengambilan keputusan dilakukan dengan menggunakan matriks cost benefit
(manfaat dibandingkan biaya)
8. Rencana Penerapan8,9
Menyusun rencana kegiatan masalah (Plan of Action) dapat menggunakan
table 4W + 1H
E. Standar Operasional Prosedur (SOP)
1. Definisi
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu pedoman tertulis yang
dipergunakan untuk mendorong atau menggerakkan suatu kelompok untuk
mencapai tujuan organisasi.6
Menurut Depkes RI Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah protap yang
merupakan tata atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja
tertentuyang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang atau yang
bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi
tertentu sehingga suatu kegiatan dapat terselesaikan secara efektif dan efesien.6
2. Tujuan SOP6
a. Menjaga konsistensi dan tingkat kerja petugas atau tim dalam organisasi atau
unit.
b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap posisi dalam organisasi.
c. Menjelaskan alur tugas wewenang dan tanggungjawab dari petugas terkait.
d. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktek atau kesalahan administrasi
lain.
e. Untuk menghindari kesalahan keraguan duplikasi.
3. Fungsi SOP6
a. Memperlancar tugas petugas atau tim.
b. Sebagai hukum bila ada penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan bila ada dan mudah dilacak.
d. Mengarahkan ptugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas rutin.
4. Prinsip SOP6
a. Harus ada pada setiap kegiatan pelayanan.
b. Bila berubah, harus sesuai standar profesi atau perkembangan iptek serta
peraturan yang berlaku.
c. Memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipatuhi pada setiap
upaya.
d. Harus didokumentasikan.
5. Monitoring Tolok Ukur SOP6
Monitoring tolok ukur standar operasional adalah tingkat kepatuhan atau
compliance rate (CR). Dikatakan baik apabila prosentase lebih dari 80%

Nilai CR = Jumlah Ya x 100 %

Jumlah Ya + Jumlah Tidak

F. Indeks Kepuasan Masyarakat

Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan


keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat adalah konsumen dari produk
yang dihasilkannya. Oleh karena itu badan usaha harus dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan masyarakat sehingga mencapai kepuasan masyarakat dan efek jangka
panjang pada kesetiaan masyarakat.10
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat
kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan
kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur
penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan
kebutuhannya.Unaur Survei Kepuasan Masyarakat dalam peraturan ini meliputi :10
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Sistem, Mekanis dan Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan.
3. Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya/Tarif
Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam
mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
5. Produk spesifikasi jenis pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan dan
diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini
merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana
Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana
meliputi pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana
Perilaku pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Penanganan pengaduan saran dan masukan.
Penanganan pengaduan, saran dan masukan adalah tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.

9. Saran dan Prasarana


Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang
utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Sarana
digunakan untuk benda yang bergerak (komputer, mesin) dan prasarana untuk
benda yang tidak bergerak (gedung).
Nilai IKM dihitung sesuai langkah-langkah sebagai berikut :10
1. Nilai masing-masing unsur pelayanan di jumlahkan (kebawah) sesuai dengan
jumlah responden yang menjawab, kemudian untuk mendapatkan nilai rata-
rata per unsur pelayanan, jumlah nilai dibagi jumlah responden yang
menjawab.
2. Untuk mendapat nilai rata-rata tertimbangan per unsur pelayanan, jumlah nilai
rata-rata per unsur pelayanan, jumlah nilai rata-rata per unsur dikali 0,11
sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang
3. Untuk mendapat nilai indeks pelayanan, dengan cara menjumlahkan 9 unsur
dari nilai rata-rata tertimbangan.
4. Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25-100
maka hasil nilai indeks pelayanan dikonversikan dengan nilai dasar 25.
Pedoman menentukan kinerja unit pelayanan berdasarkan IKM
tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Nilai persepsi, interval IKM, interval konversi IKM, mutu pelayanan
dan kerja unit pelayanan

Nilai Nilai Interval Nilai Interval Mutu Kinerja Unit


Persepsi IKM Konversi IKM pelayanan Pelayanan
G. Media
1 1,00 – 2,5996 25 – 64,99 D Tidak Baik
2 2,60 – 3,064 65,00 – 76,600 C Kurang Baik
3 3,0644 - 3,532 76,61 – 88,30 B Baik
4 3,5324 - 4,00 88,31 – 100,00 A Sangat Baik

Edukasi
1. Latar belakang pembuatan Media Edukasi
Komunikasi adalah proses yang menyangkut hubungan manusia dengan
lingkungan sekitarnya. Tanpa komunikasi manusia jadi terpisah dari lingkungan.
Namun tanpa lingkungan komunikasi menjadi kegiatan yang tidak relevan.
Dengan kata lain manusia berkomunikasi karena perlu mengadakan hubungan
dengan lingkungannya. Dalam berkomunikasi,manusia tentunya memerlukan
media komunikasi. Media komunikasi adalah semua sarana yang dipergunakan
untuk memproduksi, mereproduksi, mendistribusikan atau menyebarkan dan
menyampaikan informasi.11
Media komunikasi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat. Proses
pengiriman informasi di zaman keemasan ini sangat canggih. Teknologi
telekomunikasi paling dicari untuk menyampaikan atau mengirimkan informasi
ataupun berita karena teknologi telekomunikasi semakin berkembang, semakin
cepat, tepat, akurat, mudah, murah, efektif dan efisien. Berbagi informasi antar
Benua dan Negara di belahan dunia manapun semakin mudah. 11
2. Tujuan Pembuatan Media Edukasi
a. Tujuan Umum
Dengan pembuatan media edukasi diharapkan petugas dapat melakukan
tugasnya sesuai dengan SOP yang berlaku. 11
b. Tujuan Khusus11
1) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3) Media dapat memperjelas informasi
4) Media dapat mempermudah pengertian.
5) Media dapat mengurangi komunikasi yang verbalitis.
6) Media dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap mata.
7) Media dapat memperlancar komunikasi.

c. Proses komunikasi11
1) reference : stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi
dengan orang lain, dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
2) Pengirim atau komunikator, dapat berupa perorangan atau kelompok,
3) Pesan: Informasi yang dikirimkan, dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh
atau ekspresi wajah,
4) Median: Alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan
pesan pada penerima/sasaran
5) Penerima sasaran: Kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut
dituju
6) Umpan balik: Reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.
3. Macam Media Edukasi
Media edukasi dalam penyuluhan kesehatan adalah media yang digunakan
untuk menyampaikan pesan kesehatan karena alat tersebut digunakan untuk
mempermudah penerimaan pesan kesehatan bagi masyarakat yang dituju.11
Media cetak yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan
visual. Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari
gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk
dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar
balik), rubrik atau tulisan pada suratkabar atau majalah, poster, foto yang
mengungkapkan informasi kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak antara
lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-
mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan
gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir
efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat dan efek suara. Media cetak terdiri
dari : 11
a. Booklet atau brosur
suatu media untuk menyampaikan pesan kesehatan dan bentuk buku,
baik tulisan ataupun gambar. Merupakan barang cetakan yang berisikan
gambar dan tulisan (lebih dominan) yang berupa buku kecil setebal 10-25
halaman, dan paling banyak 50 halaman. Booklet ini dimaksudkan untuk
memepengaruhi pengetahuan dan keterampilan sasaran tetapi pada tahapan
menilai, mencoba dan menerapkan.
Dalam penggunaan media cetak brosur sebagai media edukasi ada
bebrapa hal yang harus diperhatikan yaitu12
1) Gaya bahasa, kata-kata dan istilah harus mudah dimengerti kalimatnya
ringkas dan jelas sesuai dengan tingkat kemampuan sasaran.
2) Sebaiknya kata yang tertulis dilengkapi dengan gambar atau foto agar
lebih jelas dan mudah dimengerti.
3) Tulisan atau materi yang disajikan harus bersifat nyata, baik, dan
menguntungkan sesuai dengan kebutuhan sasaran.
4) Harus mengandung daya penarik pembaca, kertas yang baik, berwarna,
bergambar, atau bentuknya menarik untuk dibaca.
b. Leaflet atau folder
Suatu bentuk penyampaian informasi melalui lembar yang dilipat. Isi
informasi dapat berupa kalimat maupun gambar, sama halnya dengan pamflet
keduanya merupakan barang cetakan yang juga dibagi-bagikan kepada sasaran
penyuluhan. Bedanya adalah umumnya dibagikan langsung oleh penyuluh,
leaflet selembar kertas yang dilipat menjadi dua (4 halaman) sedangkan folder
dilipat menjadi 3 (6 halaman) atau lebih, leaflet dan folder lebih banyak
berisikan tulisan daripada gambarnya dan keduanya ditujukan kepada sasaran
untuk memepengaruhi pengetahuan dan keterampilannya pada tahapan minat,
menilai dan mencoba.12

c. Selebaran
Suatu bentuk informasi yang berupa kalimat maupun kombinasi.
Selebaran yaitu barang cetakan yang berupa selebar kertas bergambar atau
bertulisan yang dibagi-bagikan oleh penyuluh secara langsung kepada
sasarannya, disebarkan ke jalan raya atau disebarkan dari udara melalui
pesawat terbang atau helikopter. Alat peraga seperti ini dimaksudkan untuk
menumbuhkan kesadaran dan minat sasarannya meskipun demikian, jika berisi
informasi yang lebih lengkap dapat dimanfaatkan oleh sasaran pada tahapan
menilai dan mencoba.11
d. Flipchart
Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk
lembar balik berisi gambar dan dibaliknya berisi pesan yang berkaitan dengan
gambar tersebut. Atau sekumpulan poster selebar kertas karton yang
digabungkan menjadi satu. Masing-masing berisikan pesan terpisah yang jika
digabungkan akan merupakan satu kesataun yang tidak terpisahkan yang ingin
disampaikan secara utuh. Flipchart dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap,
pengetahuan atau keterampilan. Akan tetapi, karena biasa digunakan dalam
pertemuan kelompok, alat peraga ini lebih efektif dan efisien untuk disediakan
bagi sasaran pada tahapan minat, menilai, mencoba.11
e. Rubrik atau tulisan pada surat kabar mengenai bahasan suatu masalah
kesehatan.
f. Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan kesehatan yang biasanya
ditempel di tempat umum, merupakan barang cetakan yang ukurannya relatif
besar untuk ditempel atau direntangkan di pinggir jalan. Berbeda dengan
placard yang banyak berisiskan tulisan, poster justru lebih banyak berisi
gambar. Keduanya dimaksudkan untuk mempengaruhi perasaan/sikap dan
pengalaman pada tahapan sadar dan minat.11
g. Foto yang mengungkap informasi kesehatan yang berfungsi untuk memberi
informasi dan menghibur, merupakan alat peraga yang dimaksudkan untuk
mengenalkan inovasi atau menunjukkan bukti-bukti keberhasilan/keunggulan
satu inovasi yang ditawarkan. Photo ini dimaksudkan untuk mempengaruhi
sikap dan pengetahuan sasaran pada tahapan sadar, minat, menilai.12
h. Media elektronik yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan
didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantuelektronika. Media
ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar
dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam
media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD. Seperti halnya
media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah
dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut
sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-
ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah
biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk
produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan
berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya. Adapun macam media elektronik: televisi, radio,
video,slide dan film.12
i. Luar ruangan yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar ruangan
secara umum melalui media cetak dan elektronika secara statis. Kelebihan dari
media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi
umum dan hiburan, bertatap muka, mengikutsertakan seluruh panca indera,
penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relative besar. Kelemahan
dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk
produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah,
memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya. Misalnya:Pameran; Banner; TV Layar Lebar; Spanduk;
dan Papan Reklame.11
j. Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu
memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah
perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.11
H. Kerangka teori

PUSKESMAS

Pelaksanaan informed consent pemeriksaan


klinis di Puskesmas Tlogosari Wetan
Input :
Man

Money Proses : SIMPLE PROBLEM


P1 : Menyusun SOP
Material kepatuhan
Output : Cakupan
petugasmenggunakan
pelayanan
Methods daftar tilik dan kuesioner
kepuasan pelanggan
Market P2 : Melakukan survey
mutu pelayanan Outcome:
Marketing menggunakan daftar Mutu
tilikdan kuisioner kepuasan Pelayanan
Environment pelanggan
P3 : Kepatuhan petugas
terhadap SOP

Impact: peningkatan
status atau derajat
TINGKAT Kesehatan
KEPATUHAN
PETUGAS

COMPLEX
PROBLEM

MASALAH
MUTU

Gambar 2.4. Kerangka Teori Pendekatan Sistem


I. Kerangka Konsep

Tingkat Kepatuhan Petugas terhadap


Tingkat Kepuasan Pasien terhadap
SOP pelayanan SOP Pelayanan
pelaksanaan informed consent
informed consent pemeriksaan klinis
pemeriksaan klinis di Poli KIA
Poli KIA Puskesmas Tlogosari Wetan
Puskesmas Tlogosari Wetan

Mutu pelaksanaan informed


consent pemeriksaan klinis Poli
KIA Puskesmas Tlogosari
Wetan

Gambar 2.5 Kerangka Teori


Konsep

Anda mungkin juga menyukai