Anda di halaman 1dari 133

SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISITIK PERAWAT DENGAN


PEMAHAMAN PENERAPAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)
DI RUANGAN IGD DAN ICU RSUD Dr.ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2017

Penelitian Keperawatan Kegawatdaruratan

Oleh

MISYE HERLINDAWATI

13103084105023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes PERINTIS PADANG

TAHUN 2017

SKRIPSI
HUBUNGAN KARAKTERISITIK PERAWAT DENGAN
PEMAHAMAN PENERAPAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)
DI RUANGAN IGD DAN ICU RSUD Dr.ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2017

Penelitian Keperawatan Kegawatdaruratan

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melakukan Penelitian


Keperawatan

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang

Oleh

MISYE HERLINDAWATI

13103084105023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes PERINTIS PADANG

TAHUN 2017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES PERINTIS
PADANG

Skripsi, 4 Agustus 2017

Misye Herlindawati

Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi


Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2017

xiv + VI BAB + 95 Halaman + 10 Tabel + 3 Skema + 10 Lampiran.

ABSTRAK

World Health Organization (WHO) melakukan survey yang menyimpulkan


bahwa, diperkirakan 17,1 juta orang meninggal (29% dari jumlah kematian total)
karena penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari kematian 17,1 jutaorang
tersebut, diperkirakan 7,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung
koroner. Kasus penyakit jantung koroner meningkat pada negara maju dan negara
berkembang dan diperkirakan pada tahun 2020 kasus penyakit jantung koroner
sudah mencapai 82 juta kasus. Lebih dari 60% beban kasus penyakit jantung
koroner secara global terjadi di negara berkembang. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui Hubungan Karakterisitik Perawat Dengan Pemahaman
Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) di Ruangan IGD Dan ICU RSUD
Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017. Metode penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain pendekatan corelation
study, kemudian data diolah dengan menggunakan uji Chi Square. Sampel dalam
penelitian ini sebanyak 33 orang responden.Hasil uji statistik diperoleh nilai p
value = 0,014 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan Usia Perawat
Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP), diperoleh nilai p
value = 0,003 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan pendidikan
Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP), diperoleh
nilai p value = 0,031 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan masa kerja
Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP), diperoleh
nilai p value = 0,010 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan jenis
kelamin masa kerja Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung
Paru (RJP). Saran dalam penelitian ini adalah Hasil penelitian ini dapat menjadi
gambaran dalam meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam penerapan
Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Kata Kunci : Karakteristik Perawat, Pemahaman Penerapan Resusitasi


Jantung Paru (RJP)
Daftar Bacaan : 27 (2001-2016)
NURSING OF STUDY PROGRAM
PERINTIS SCHOOL OF HEALTH SCIENCE PADANG

Scription, 4 August 2017

Misye Herlindawati

Relationships Understanding Application Characteristics Nurse With Cardiac


Pulmonary Resuscitation (CPR) at room ER and ICU Hospital Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi in 2017

xiv + VI CHAPTER + 95 Pages + 10 Table + 3 Schemes + 10 Attachments.

ABSTRACT

World Health Organization (WHO) conducted a survey which concluded that an


estimated 17.1 million people died (29% of total deaths) due to heart and blood
vessel disease. From the death of 17.1 million people, an estimated 7.2 million
deaths are caused by coronary heart disease. Cases of coronary heart disease are
increasing in developed and developing countries and it is estimated that by 2020
cases of coronary heart disease have reached 82 million cases. More than 60% of
coronary heart disease burden globally occurs in developing countries. The
purpose of this study was to determine the relationship Understanding
Application Characteristics Nurse With Cardiac Pulmonary Resuscitation (CPR)
in the ER and ICU hospital room Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Year 2017.
This research method used descriptive analytic study designs Correlation
approach, then the data is processed by using Chi Square test. The sample in this
study as many as 33 people responden.Hasil obtained statistical test p value =
0.014 (p <α), it can be concluded the Relationship Age Nurse With Application
Understanding Cardiac Pulmonary Resuscitation (CPR), the value of p value =
0.003 (p <α ), It can be concluded that there is a relationship of Nurses education
with the understanding of Implementation of Pulmonary Heart Resuscitation
(RJP), obtained p value = 0,031 (p <α) it can be concluded the existence of work
relationship Nurses With Understanding Implementation of Pulmonary Heart
Resuscitation (RJP) value = 0.010 (p <α), it can be concluded their tenure gender
relations nurse With Application understanding Cardiac Pulmonary Resuscitation
(CPR). Suggestion in this research is The result of this research can be picture in
improving health service especially in application of Lung Heart Resuscitation
(RJP).

Keywords :Characteristic of Nurse, Understanding Application of


Pulmonary Heart Resuscitation (CPR)
Bibliografi : 27 (2001-2016)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi
Nama : Misye Herlindawati

Tempat / Tanggal Lahir : Koto Baru / 14 Agustus 1994

Agama : Islam

Jumlah Saudara : 4 (Empat)

Alamat : Jor. Sawah Tapi Lubuak Aguang Nagari Koto


Baru Kec. Kubung Kab.Solok

II. Data Keluarga

Ayah : Asril Leo (Alm)

Ibu : Mengesti

Kakak : Roli Asri

Riko Asri

Hari Azhari

Sri Rahayu Rahmi, Amd.Kep

III. Riwayat Pendidikan

1. SD N 10 Koto Baru : Lulusan Tahun 2007

2. MTsN Koto Baru : Lulusan Tahun 2010

3. SMA N 1 Kubung : Lulusan Tahun 2013

4. STIKes Perintis Bukittinggi : Lulusan Tahun 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir

Program S1 Keperawatan STIKes Perintis Padang tahun 2017 dengan judul

penelitian “Hubungan Karakterisitik Perawat Dengan Pemahaman

Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) di Ruangan IGD Dan ICU RSUD

Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017”.

Selama penulisan Skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang

telah memberikan arahan dan masukan yang membangun, demi terselesaikannya

penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Yendrizal Jafri, S.Kp, M.Biomed Selaku Ketua STIKes Perintis

Padang.

2. Ibuk Yaslina, M.Kep, Ns. Sp. Kep. Kom Selaku Ketua Program Studi

Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang.

3. Ibuk Ns.Ida Suryati, M.Kep Selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan petunjuk, arahan yang sangat bermanfaat sehingga peneliti

dapat meneruskan Skripsi ini.

4. Bapak Ns. Aldo Yuliano, S.Kep, M.M Selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan petunjuk, arahan yang sangat bermanfaat sehingga

peneliti dapat meneruskan Skripsi ini.


5. Kepada seluruh staf Di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi yang ikut

membantu dalam mendapatkan data dan pendataan responden.

6. Bapak dan ibu staf pengajar di program studi ilmu keperawatan perintis

Padang terutama perkuliahan riset keperawatan yang telah banyak

memberikan ilmu serta bimbingan yang bermanfaat bagi penulis.

7. Yang teristimewa ayah (almarhum) dan ibu yang telah banyak berkorban

secara moril ataupun materil demi masa depan Ananda.

8. Rekan-rekan Mahasiswa angkatan 2013 yang senasib sepenanggungan

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini masih sangat sederhana dan

jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu

dengan segala kerendahan hati dan tangan terbuka, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Harapan peneliti semoga

Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi peneliti sendiri, maupun

pembaca dikemudian hari.

Bukittinggi, 4 Agustus 2017

Peneliti
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORIGINALITAS......................................... i


ABSTRAK ...................................................................................................... ii
ABSTRACT ..................................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.. ........................................................................................ xi
DAFTAR SKEMA.. ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.1 Rumusan Masalah……………………………………………………….. 11
1.2 Tujuan Penelitian………………………………………………………… 11
1.2.1 Tujuan Umum……………………………………………………. 11
1.2.2 Tujuan Khusus…………………………………………………… 11
1.3 Manfaat Penelitian……………………………………………………….. 12
1.3.1 Bagi Peneliti …………………………………………………….. 12
1.3.2 Bagi Peneliti Lain……………………………………………... 13
1.3.3 Bagi Perawat…………………………………………………….. 13
1.3.4 Bagi Rumah Sakit……………………………………………….. 13
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Resusitasi Jantung Paru (RJP)………………………………………… 15
2.1.1 Pengertian……………………………………………………… 15
2.1.2 Indikasi RJP…………………………………………………… 16
2.1.3 Tujuan Utama RJP…………………………………………….. 17
2.1.4 Tahap Pemberian resusitasi jantung paru (RJP)………………. 17
2.2 Pemahaman ............................................................................................ 34
2.2.1 Defenisi Pemahaman .................................................................. 34
2.2.2 Tingkatan Pemahaman ............................................................... 35
2.3 Karakteristik Perawat.............................................................................. 38
2.3.1 Usia............................................................................................. 38
2.3.2 Tingkat Pendidikan .................................................................... 39
2.3.3 Masa Kerja ................................................................................ . 41
2.3.4 Jenis Kelamin ............................................................................ . 42
2.3.5 Status Perkawinan ...................................................................... 43
2.3.6 Jumlah Anggota Keluarga .......................................................... 43
2.3.7 Sumber pembiayaan .................................................................. . 44
2.3.8 Pendapatan ................................................................................ . 44
2.3.9 Domisili ...................................................................................... 44
2.3.10 Tingkat Jabatan ........................................................................ 45
2.3.11 Gaji .......................................................................................... . 45
2.4 Kerangka Teori .............................................................................. 46

BAB III KERANGKA KONSEP


3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... . 47
3.2 Defenisi Operasional ................................................................................ . 49
3.3 Hipotesis................................................................................................... . 51

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 52
4.2 Tempat dan Waktu penelitian .................................................................. . 52
4.2.1 Tempat Penelitian .......................................................................... . 52
4.2.2 Waktu .............................................................................................. . 53
4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling .............................................................. . 53
4.3.1 Populasi ........................................................................................... . 53
4.3.2 Sampel............................................................................................. . 53
4.3.3 Teknik Sampling ............................................................................. . 54
4.4 Pengumpulan Data ................................................................................... . 54
4.4.1 Alat Pengumpulan Data .................................................................. 54
4.4.2 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 55
4.5 Cara Pengolahan dan Analisa Data .......................................................... 56
4.5.1 Cara Pengolahan Data ...................................................................... 56
4.5.2 Analisa Data .................................................................................... . 58
4.6 Etika Penelitian ......................................................................................... 60

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 63
5.2 Analisa Univariat ..................................................................................... . 63
5.2.1 Usia ................................................................................................ . 64
5.2.2 Pendidikan Perawat ......................................................................... . 64
5.2.3 Masa Kerja Perawat ....................................................................... . 65
5.2.4 Jenis Kelamin Perawat .................................................................... . 65
5.2.5 Pemahaman Penerapan RJP ........................................................... . 66
5.3 Analisa Bivariat ........................................................................................ . 67
5.3.1 Hubungan Usia Perawat dengan Pemahaman Penerapan RJP......... 67
5.3.2 Hubungan Pendidikan Perawat dengan Pemahaman
Penerapan RJP ................................................................................. 68
5.3.3 Hubungan Masa Kerja Perawat dengan Pemahaman
Penerapan RJP ................................................................................. 69
5.3.4 Hubungan Jenis Kelamin Perawat dengan Pemahaman
Penerapan RJP ............................................................................... 70
5.4 Pembahasan .............................................................................................. . 71
5.4.1 Univariat ......................................................................................... 71
5.4.2 Bivariat ............................................................................................ 80

BAB VI Penutup
6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 93
6.2 Saran ......................................................................................................... . 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional .........................................................................49

Tabel 5.2.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Perawat


di Ruangan IGD dan ICU Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2017.........................................................................................64

Tabel 5.2.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Perawat


di Ruangan IGD dan ICU Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2017.........................................................................................64

Tabel 5.2.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja Perawat


di Ruangan IGD dan ICU Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2017.........................................................................................65

Tabel 5.2.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Perawat


di Ruangan IGD dan ICU Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2017.........................................................................................65

Tabel 5.2.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemahaman Penerapan


Resusitasi Jantung Paru (RJP) di Ruangan IGD dan ICU
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 ..................................66

Tabel 5.3.1 Hubungan Usia Perawat dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi


Jantung Paru (RJP) di Ruangan IGD dan ICU
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 ..................................67

Tabel 5.3.2 Hubungan Pendidikan Perawat dengan Pemahaman Penerapan


Resusitasi Jantung Paru (RJP) di Ruangan IGD dan ICU
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 ..................................68

Tabel 5.3.3 Hubungan Masa Kerja Perawat dengan Pemahaman Penerapan


Resusitasi Jantung Parus (RJP) di Ruangan IGD dan ICU
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 ..................................69

Tabel 5.3.4 Hubungan Jenis Kelamin Perawat dengan Pemahaman Penerapan


Resusitasi Jantung Paru (RJP) di Ruangan IGD dan ICU
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017 ..................................70
DAFTAR SKEMA

2.1 Algoritma BLS (Basic Life Support) menurut AHA 2015 ........................ 33

2.4 Kerangka Teori........................................................................................... 46

3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 48


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Respons Sentuh/Goyang (shake) ................................................. 19

Gambar 2.2 Panggil Bantuan ........................................................................... 19

Gambar 2.3 Pemeriksaan Nadi Karotis ........................................................... 21

Gambar 2.4 Posisi Tangan Kompresi Dada ..................................................... 24

Gambar 2.5 Melakukan Penekanan Dada ....................................................... 24

Gambar 2.6 Chin Lift – Head Titl ................................................................... 27

Gambar 2.7 Jaw Thrust ................................................................................... 28

Gambar 2.8 Menutup Hidung Korban Sedangkan Posisi Kepala Tetap

Ekstensi ....................................................................................... 29

Gambar 2.9 Pemberian Nafas Dari Mulut ke Mulut ....................................... 29

Gambar 2.10 Ventilasi Mulut ke Mask ............................................................ 30

Gambar 2.11 Ventilasi Mulut ke Bagvalvemask ............................................. 30

Gambar 2.12 Posisi Pemulihan (Recovery Position) ...................................... 32


Daftar lampiran

Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Kisi - Kisi Kuesioner

Lampiran 3 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4 : Format Persetujuan Responden

Lampiran 5 : Lembar Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 : Surat Izin Pengambilan Data dan Penelitian

Lampiran 7 : Surat Balasan Penelitian

Lampiran 8 : Lembar Master Tabel

Lampiran 9 : SPSS

Lampiran 10 : Lembar Konsultasi


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam sistem sirkulasi, jantung berfungsi untuk memompa darah dan

kerjanya sangat berhubungan erat dengan sistem pernafasan. Pada umumnya,

semakin cepat kerja jantung berlaku, semakin cepat pula frekuensi pernafasan

dan sebaliknya. Terdapat banyak sebab jantung dapat berhenti bekerja

antaranya penyakit jantung, gangguan pernafasan, syok, penurunan

kesadaran, dan komplikasi penyakit lain,seperti stroke. (Ganthikumar,2016)

Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung

untuk memenuhi kebutuhan oksigen keotak dan organ vital lainnya secara

mendadak dan dapat balik normal, jika dilakukan tindakan yang tepat atau

akan menyebabkan kematian dan kerusakan otak menetap kalau tindakan

tidak adekuat. Henti jantung yang terminal akibat usia lanjut,penyakit kronis

tertentu tidak termasuk henti jantung atau cardiac arrest.

(Ganthikumar,2016). World Health Organization (WHO) pada tahun 2004

melakukan survey yang menyimpulkan bahwa, diperkirakan 17,1 juta orang

meninggal (29% dari jumlah kematian total) karena penyakit jantung dan

pembuluh darah. Dari kematian 17,1 jutaorang tersebut, diperkirakan 7,2 juta

kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Kasus penyakit jantung

koroner meningkat pada negara maju dan Negara berkembang dan


diperkirakan pada tahun 2020 kasus penyakit jantung koroner sudah

mencapai 82 juta kasus. Lebih dari 60% beban kasus penyakit jantung

koroner secara global terjadi di negara berkembang (Mackay, 2004:13)

Kejadian henti jantung di dunia cukup meningkat. Seseorang yang sedang

dirawat dirumah sakit khususnya pada ruang gawat darurat mempunyai risiko

terjadinya henti jantung. 1000 pasien yang dirawat di rumah sakit dibeberapa

negara berkembang diperkirakan mengalami henti jantung dan kurang dari

20% dari jumlah pasien tersebut tidak mampu bertahan hingga keluar dari

rumah sakit (Goldbelger, 2012). Amerika Serikat dan Kanada mengalami

henti jantung setiap tahunnya mencapai 350.000 yang mana setengahnya

meninggal dirumah sakit. Suatu penelitian menerangkan bahwa 81% henti

jantung disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Orang yang memiliki

penyakit jantung akan meningkatkan risiko untuk terjadinya henti jantung

(Vanden, 2010).

Menolong orang dengan henti jantung mendadak, perlu adanya “rantai

keselamatan” (chain of survival) yang meliputi pengenalan tanda-tanda henti

jantung dan memanggil bantuan; pemberian resusitasi jantung paru (RJP);

pemberian kejut jantung (defibrilasi) apabila tersedia; serta pemberian

pertolongan lanjutan di fasilitasi kesehatan (dengan obat dan peralatan

lanjutan). (IKAPI,2013)

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi

pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti
jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Tindakan RJP ini tidak

hanya berlaku dalam ruangan operasi, tapi dapat juga diluar jika terdapat

suatu kejadian dimana ada seorang pasien atau korban, dalam usaha

mempertahankan hidupnya dalam keadaan mengancam jiwa. Hal ini dikenal

dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basic Life Support (BLS).

Sedangkan bantuan yang dilakukan dirumah sakit sebagai lanjutan dari BHD

disebut Bantuan Hidup Lanjut atau Advance Cardiac Life Support (ACLS).

(Ganthikumar,2016)

Angka kejadian kasus yang memerlukan resusitasi jantung paru (RJP)

sebagian besar adalah akibat henti jantung mendadak (cardiac arrest).

Jantung merupakan organ vital, gangguan atau menghilangnya fungsi dari

salah satu organ ini dapat berakibat kematian. Proses kematian pada cardiac

arrest berlangsung dengan mulai berhentinya jantung, dan diikuti dengan

hilangnya fungsi sirkulasi berakibat pada kematian jaringan. (IKAPI,2013)

Resusitasi harus dimulai sedini mungkin. Semakin dini RJP, semakin besar

pula kemungkinan bertahan hidup korban. Setiap menit penundaan RJP akan

mengurangi angka keselamatan hingga 1-10%. Kematian klinis terjadi ketika

korban berhenti bernafas dan jantung berhenti berdetak. Setelah 30 menit

dilakukan RJP. Jika pupil tetap lebar atau melebar, berarti telah terjadi

kerusakan otak. Sel otak tidak dapat bertahan kurang dari 4 menit tanpa

oksigen. Setelah 6-10 menit, kematian biologis terjadi dan sel otak mulai

mati. (IKAPI,2013)
Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif),

antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit

(oleh karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini),

pada keganasan stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paru-paru

refrakter, syok yang mendahului arrest, kelainan neurologic yang berat, serta

pada penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut. (Alkatiri dkk, 2007)

Laporan dari Centers for Disease Control and Prevention(CDC) di United

States selama periode 1 Oktober 2005–31 December 2010 didapatkan sekitar

31,689 kasus cardiac arrest , sejumlah 33, 3% memperoleh bantuan CPR dan

hanya 3,7% yang mendapatkan bantuan automated external defibrillator

(AED) sebelum personel EMS dating (Bryan, 2011). Di Jepang angka

keberhasilan RJP mencapai 50-74 persen. Resusitasi elektif yang dilakukan

pada tahun 1940an dan awal 1950 seperti perawatan pernafasan intensif

meningkatkan harapan hidup pasien poliomyelitis bulbar dari 15% menjadi

lebih dari 50%. Satu dekade kemudian, 14 dari 20 pasien (70%) yang

ditangani dengan pemijatan jantung paru tertutup dapat bertahan hidup.

Keuntungan terbesar dari tindakan RJP, dengan kemungkinan hidup lebih

dari 20%, telah dilaporkan pada henti jantung selama tindakan anestesi,

overdosis obat, dan penyakit jantung koroner atau aritmia ventriculer primer.

Pada tahun 1995 tingkat pemulangan pasien hanya sekitar 17% (Sampurna,

2009).
Tenaga kesehatan yang merupakan ujung tombak untuk peningkatan derajat

kesehatan seharusnya lebih meningkatkan pengetahuan untuk menunjang

perilaku dalam melakukan pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang yaitu tingkat pengetahuan. Pengetahuan

adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (melihat dan mendengar). Pengetahuan juga sangat

erat dengan pendidikan, sebab pengetahuan didapat baik melalui pendidikan

formal maupun informal (Notoatmodjo, 2010). Memahami diartikan sebagai

suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari (Notoatmodjo, 2010).Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru

tergantung pada cepat tindakan dan tepatnya teknik pelaksanaannya. Untuk

memfasilitasi peningkatan pengetahuan dan kompetensi tenaga kesehatan

dalam menangani pasien gawat darurat, menyelenggarakan Pelatihan Basic

Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) bagi Perawat (Alihsan, 2010).

Perawat adalah seorang profesional yang mempunyai kemampuan, tanggung

jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan pada

berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Pemenuhan kebutuhan kepuasan

pasien selama di rumah sakitdiperlukan tenaga kesehatan yang harus


mempunyai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) yang tinggi serta

mempunyai sikap profesional (attitude) dan dapat menunjang pembangunan

kesehatan. Pelayanan yang diberikan akan berkualitas dan dapat memberikan

kepuasan pada pasien sebagai penerima pelayanan (Hamid, 2007).

Karakteristik dari perawat terdiri dari kemampuan dan keterampilan fisik dan

mental dari individu sebagai perawat. Karakteristik ini dipengaruhi juga oleh

latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, usia, jenis kelamin, dan

etnis. Perawat sebagai pekerja memiliki karakteristik individu yang

berpengaruh terhadap hasil manajemen. Karakteristik ini dapat memberikan

hasil manajemen baik dan tidak baik. Demikian pula dengan tingkat

pengetahuan perawat sebagai pekerja, dapat mempengaruhi keterampilan

dalam melaksanakan apa yang sudah direncanakan oleh manajemen (Widya,

2015).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and

Prevention dari 2005-2010 didapatkan usia rata-rata penderita cardiac arrest

adalah 64 tahun (Standar deviasi 18,2), 61% (19.360) penderita OHCA adalah

laki-laki, 21,6% pasien meninggal setelah mendapat resusitasi, 26,3%

berhasil dilarikan ke rumah sakit dan hanya 9,6% berhasil bertahan sampai

keluar dari rumah sakit. Sejumlah 36,7% penderita OHCA diketahui oleh

seorang bystander. Hanya 33,3% dari pasien tersebut yang mendapatkan CPR

dari bystander, 3,7% nya juga mendapatkan penanganan defibrilator (AED)

(Gathikumar, 2016)
Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) yang

dilakukan oleh Balitbangkes pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

nasional penyakit jantung koroner sebesar 1,5%, sedangkan prevalensi untuk

kejadian henti jantung mendadak belum didapatkan. Namun hasil Riset

Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan data bahwa kematian yang disebabkan

oleh penyakit jantung mendapatkan porsi 4,6% dari 4.552 mortalitas dalam 3

tahun. Negara Indonesia tidak ada data statistik yang pasti mengenai jumlah

kejadian henti jantung di rumah sakit setiap tahunnya (Suharsono & Ningsih,

2012)

Data yang peneliti dapatkan di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi

jumlah kunjungan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) tahun 2015

sebanyak 15709 orang. Dari 15709 didapatkan 3808 orang pasien menderita

Congestive Heart Failure (CHF) yang dilakukan resusitasi jantung paru

sebanyak 173 orang. 33 diantaranya berhasil diselamatkan. Tahun 2016

Jumlah kunjungan di IGD sebanyak 17417 didapatkan 4112 orang pasien

menderita CHF yang dilakukan resusitasi jantung paru sebanyak 192 orang,

45 diantaranya berhasil diselamatkan. Penyakit CHF menempati urutan

pertama dari 10 penyakit terbanyak sebanyak 261 yang dirawat di ICU tahun

2015 ,114 orang diantaranya dilakukan resusitasi jantung paru dan 18

diantaranya berhasil dilakukan resusitasi jantung paru. Tahun 2016 penyakit

CHF masih menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak sebanyak

342 ,213 orang diantaranya dilakukan resusitasi jantung paru dan 23


diantaranya berhasil dilakukan resusitasi jantung paru. Jumlah total pasien

menderita CHF di IGD dan ICU tahun 2015 adalah 4069 dilakukan RJP 287

diantaranya 51 berhasil dilakukan RJP dan mengalami peningkatan pada

tahun 2016 sebanyak 4454, dilakukan RJP 405 diantanya 68.

Jumlah perawat yang ada 17 orang dimana terdapat 9 orang perawat laki –

laki dan 8 orang perawat perempuan dengan masa kerja 2 orang < 3 tahun, 15

orang > 3 tahun. Adapun tingkat pendidikan perawat di IGD adalah 1 orang

pendidikan S2, 5 orang dengan pendidikan S1, dan 11 orang dengan

pendidikan DIII. Sedangkan diruang ICU ada 16 orang perawat dimana

terdapat 3 orang perawat laki – laki dan 13 orang perempuan dengan masa

kerja 4 orang < 3 tahun, 12 orang > 3 tahun. Adapun tingkat pendidikan

perawat di ICU adalah 6 orang dengan pendidikan S1, dan 10 orang dengan

pendidikan DIII. Usia perawat di IGD dan ICU berkisar antara 24 – 45 tahun

dengan status pekerjaan 19 orang pegawai tetap dan 11 orang pegawai

kontrak dengan jumlah perawat IGD dan ICU 33 orang. Pelatihan yang sudah

didapatkan perawat IGD dan ICU adalah pelatihan BTCLS, namun belum

semua perawat yang mengikuti pelatihan tersebut karena ada 4 orang yang

masih melanjutkan kuliah.

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilaksanakan peneliti pada bulan

April didapatkan hasil observasi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan ruang

Intensive Care Unit (ICU) di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi dari 10

orang perawat yang dinas pagi 4 orang dintaranya saat pasien yang
membutuhlan pertolongan pertama resusitasi jantung paru perawat , perawat

dengan masa kerja 5 – 15 tahun lebih cekatan, memanggil dan memberikan

respon nyeri untuk membangunkan pasien. setelah tidak ada respon dari

pasien, perawat langsung melakukan pengecekan nadi karotis setelah tidak

ada denyut jantung, perawat langsung memberikan bantuan sirkulasi dengan

cara resusitasi jantung paru (RJP) sebelum dilakukan RJP perawat

menentukan terlebih dahulu posisinya.

Saat melakukan RJP posisi tangan dipertahankan lurus, berbeda dengan

perawat dengan masa kerja 2 – 5 tahun yang langsung melakukan pengecekan

nadi karotis setelah tidak ada denyut jantung, perawat langsung memberikan

bantuan sirkulasi dengan cara resusitasi jantung paru (RJP) sebelum

dilakukan RJP perawat menentukan terlebih dahulu posisinya, saat

melakukan RJP posisi tangan tidak dipertahankan lurus. Dan hasil wawancara

yang yang peneliti lakukan di ruangan IGD dan ICU terhadap 4 orang

perawat berpendidikan DIII Keperawatan dengan usia 22-25 tahun, dengan

masa kerja <3 tahun didapatkan bahwa pada penalataksanaan pasien yang

membutuhlan pertolongan pertama resusitasi jantung paru perawat melakukan

pengecekan nadi karotis setelah tidak ada denyut jantung, perawat langsung

memberikan bantuan sirkulasi dengan cara resusitasi jantung paru (RJP)

sebelum dilakukan RJP perawat menentukan terlebih dahulu posisinya, saat

melakukan RJP posisi tangan dipertahankan lurus. Hal ini disebabkan karena

usia yang masih muda, tingkat pendidikan yang rendah dan masa kerja <3

tahun, dimana usia semakin meningkat dan meningkat pula kebijaksanaan


kemampuan seseorang dalam pengambilan keputusan, berfikir rasional,

kinerja akan meningkat dan kepuasan kerja akan tercapai. Tingkat pendidikan

menurut Gibson (2000) mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi

pada umumnya menyebabkan seseorang lebih mampu dan bersedia menerima

posisi dan tanggung jawabnya. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja dan

kepuasan kerja.

Dari uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Karakterisitik Perawat Dengan

Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) di Ruangan IGD Dan

ICU RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, telah diketahui Hubungan Karakterisitik

Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) di

Ruangan IGD Dan ICU RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini telah dilakukan untuk mengetahui Hubungan Karakterisitik

Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) di

Ruangan IGD Dan ICU RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun

2017

.
1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahui Usia Perawat Di Ruangan IGD Dan ICU RSUD Dr.Achmad

Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.3.2.2 Diketahui Tingkat Pendidikan Perawat Di Ruangan IGD Dan ICU RSUD

Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.3.2.3 Diketahui Masa Kerja Di Ruangan IGD Dan ICU RSUD Dr.Achmad

Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.3.2.4 Diketahui Jenis Kelamin Perawat Di Ruangan IGD Dan ICU RSUD

Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.3.2.5 Diketahui Pemahaman Penerapan RJP Perawat Di Ruangan IGD Dan ICU

RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.3.2.6 Diketahui Hubungan Usia Perawat dengan Pemahaman Penerapan

Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD Dan ICU

RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.3.2.7 Diketahui Hubungan Tingkat Pendidikan Perawat dengan Pemahaman

Penerapan Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD Dan

ICU RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.


1.3.2.8 Diketahui Hubungan Masa Kerja Perawat dengan Pemahaman Penerapan

Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD Dan ICU

RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.3.2.8 Diketahui Hubungan Usia Perawat dengan Pemahaman Penerapan

Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD Dan ICU

RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Mengembangkan ilmu pengetahuan, meningkatkan pemahaman dalam

bidang riset keperawatan dan menambah wawasan peneliti dalam

menyusun skripsi penelitian serta pemahaman tentang konsep resusitasi

jantung paru (RJP).

1.4.2 Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi bagi

peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama dan

variabel yang berbeda.

1.4.3 Bagi Perawat

Di harapkan perawat dapat meningkatkan kemampuan pemahaman tentang

penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sehingga dapat meningkatkan

kemampuan skill dengan pemahaman yang sudah baik.


1.4.4 Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan hususnya

dalam penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sehingga dapat

mengurangi angka kematian pasien dengan henti nafas dan henti jantung.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti membahas tentang “Hubungan Karakteristik

Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di

Ruangan IGD Dan ICU RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun

2017”. Variable dalam penelitian ini adalah karakteristik perawat yakni

usia, tingkat pendidikan, masa kerja, jenis kelamin dan pemahaman

penerapan resusitasi jantung paru (RJP). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua perawat yang dinas diruang IGD dan ICU RSUD dr.Achmad

Mochtar Bukittinggi yang berjumlah 33 orang dan teknik pengambilan

sampel secara Total Sampel. Penelitian ini merupakan studi korelas dengan

menggunakan pendekatan cross sectional dan pengolahan data dilakukan

dengan menggunakan aplikasi SPSS. Penelitian ini dilakukan tanggal 5

Juni sampai 9 Juni 2017.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resusitasi Jantung Paru (RJP)

2.1.1 Pengertian

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah sekumpulan intervensi uang bertujuan

untuk mengembalikan dan mempertahakan fungsi vital organ pada korban

henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian kompresi

dada dan bantuan nafas (Hardisman, 2014). Caldiopulmonary Resuscitation

(CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) diberikan ketika tidak ada tanda –

tanda kehidupan, tidak bernafas, tidak berespons, dan tidak bergerak

(Aryono, 2011).

Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan menggunakan

kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi.. Dalam empat sampai lima menit

tidak dilakukan resusitasi dengan kompresi maka otak sudah mati dan tidak

berfungsi lagi (Ganthikumar, 2016)

Resusitasi jantung paru adalah prosedur kegawatdaruratan medis yang

ditujukan untuk serangan jantung dan pada henti nafas (Aryono, 2011).

Menurut Krisanty (2009) bantuan hidup dasar adalah memberikan bantuan

eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada pasien henti jantung atau

henti nafas melalui RJP/ CPR. RJP merupakan salah satu yang mendasari

bantuan hidup dasar dan dapat bervariasi dalam pendekatan optimal


terhadap RJP, tergantung pada penolong, korban dan sumber daya yang

bersedia. Tetapi hal-hal yang mendasar tidak mengalami perubahan, yaitu

bagaimana melakukan RJP segera dan efektif. Mengingat hal ini terus

menjadi prioritas. (Ambulans gawat darurat 118, 2010)

Pada tahun 2015 America Heart Association (AHA) membuat perubahan

dalam melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dan memberikan

rekomendasi ini memungkinkan flesibilitas untuk pengaktifan sistem

penanggulangan penderita gawat darurat terpadu (SPGDT) untuk lebih

menyesuaikan dengan kondisi klinis penyedia pelayanan kesehatan.

Penolong terlatih didorong untuk menjalankan tahapan – tahapan tindakan

secara bersamaan (misal: memeriksa pernafasan dan denyut nadi secara

bersamaan) dalam upaya mengurangi waktu untuk kompresi dada pertama.

2.1.2 Indikasi RJP

a. Henti nafas

Henti nafas dapat disebabkan karena tenggelam, stroke, obstruksi jalan

nafas oleh benda asing, inhalasi asap, kelebihan dosis, obat, terkena

aliran listrik, trauma, suffocation, Miocard Cardiac Infark (MCI) , koma.

b. Henti jantung

Henti jantung dapat mengakibatkan : fibrilasi ventrikel, takhikardi

ventrikel, asistol. (Krisanty, 2009)


2.1.3 Tujuan utama RJP

Tindakan resusitasi jantung paru (RJP) memiliki berbagai macam tujuan

(Krisanty, 2009), yaitu:

a. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ-organ

vital (otak, jantung dan paru).

b. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.

c. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari

korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui

resusitasi jantung paru (RJP).

2.1.4 Tahap pemberian resusitasi jantung paru (RJP) (AHA 2015)

1. Safety

Keamanan merupakan hal yang harus diingat setiap penolong karena

merupakan hal yang utama dalam melaksanakan rumus penanganan

prehospital, yaitu “do not further harm” (jangan membuat cidera lebih

lanjut ). Urutan perioritas keamanan saat memasuki daerah tugas :

a. Keamanan diri sendiri

Keamanan diri sendiri lebih diutamakan karena apabila anda cidera

maka perhatian teman anda (sesama penolong) akan beralih kepada

anda dan penderita menjadi tidak diperhatikan (yang semula

menjadi fokus utama). Rumus “do not further harm” berlaku juga

pada diri anda. Tentu kita semua tidak menginginkan adanya korban

baru. Untuk menjaga keamanan diri anda dari penyakit menular,

penolong idealnya melakukan PPD (persiapan pengamanan diri),


yaitu dengan memakai alat-alat proteksi diri (mis.,sarung tangan,

kaca mata, masker, dan lain-lain.)

b. Keamanan lingkungan

Lingkungan sekitar korban yang belum terkena cedera.

c. Keamanan korban

Apapun yang dilakukan pada korban, ingatlah untuk “do not further

harm” .

2. Response

a. Respons panggil (shout)

Mulailah dengan berbicara kepada penderita, katakana nama dan

jabatan anda. Apabila korban tampak pingsan, anda dapat

memanggil “pak, pak, bagaimana keadaan bapak?”. Respons

panggil ini dapat dilakukan bersamaan dengan respons sentuh.

b. Respons sentuh/goyang (shake)

Lakukan dengan menepuk-nepuk tangannya, pipinya (jika keadaan

mengizinkan) atau menggoyang-goyangkan pundaknya.

Gambar 2.1 Respons sentuh/goyang (shake) (Charles, 2010)


3. Pengaktifan SPGDT

Jika anda sendiri tanpa telepon selular, tinggalkan korban untuk

mengaktifkan SPGDT dan mengambil Automated External Defiblator

(AED) sebelum memulai RJP atau meminta bantuan orang lain untuk

melakukan dan memulai RJP secepatnya, gunakan AED segera setelah

tersedia.

Gambar 2.2 Panggil Bantuan (Charles, 2010)

4. Memperbaiki posisi korban dan posisi penolong

1) Posisi korban

a) Supin, permukaan datar dan lurus

b) Memperbaiki posisi korban dengan log rool / in line bila dicurigai

cidera spinal.

c) Jika pasien tidak terlentang, misalnya operasi tulang belakang

lakukan RJP dengan posisi tengkurap.

2) Posisi penolong
Posisi penolong harus diatur senyaman mungkin dan memudahkan

untuk melakukan pertolongan yakni disamping atau diatas kepala

korban.

5. Circulation

Periksa apakah nafas pasien berhenti atau tersengal (misalnya: nafas

tidak normal) tidak ada denyut nadi yang teraba dalam 10 detik

(pemeriksaan nafas dan denyut nadi dapat dilakukan secara bersamaan

kurang dari 10 detik). Memeriksa ada tidaknya nafas pada korban

cukup dengan melihat langsung pergerakan dada atau tidak. Sulitnya

menilai nafas yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar dalam

hal tersebut tidak dianjurkan. Nafas yang terengah dapat disalah artikan

sebagai nafas uyang adekuat oleh professional maupun bukan.

Contohnya pada korban dengan sindroma koroner akut sering kali

terdapat nafas terengah yang disalah artikan sebagai pernafasan yang

adekuat. Maka tidak dianjurkan memeriksa pernafasan dengan “look,

listen and feel” dan direkomendasikan untuk menganggap pernafasan

terengah sebagai tidak ada pernafasan.

a. Bernafas normal, ada denyut

b. Bernafas tidak normal, ada denyut

Berikan nafas buatan: 1 nafas buatan setiap 5 – 6 detik atau sekitar

10 – 12 nafas buatan permenit


Gambar 2.3 Pemeriksaan Nadi Karotis (Charles, 2010)

Aktifkan sistem tanggapan darurat (jika belum dilakukan) setelah 2

menit

Terus berikan nafas buatan, periksa denyut kurang lebih setiap 2

menit. Jika tidak ada denyut, mulai RJP (lanjutkan dengan kontak

RJP). Berikan bantuan sirkulasi atau yang disebut kompresi jantung

luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

 Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang

iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada

(sternum).

 Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih

2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk

meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan

sirkulasi.

 Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk

satu telapak tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu

telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari –


jari tangan menyentuh dinding dada korban / korban, jari – jari

tangan dapat diluruskan atau menyilang.

 Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding

dada korban dengan tengah dari badannya secara teratur

sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan minimum 2 inci

(5 cm).

 Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhan dan dada

dibiarkan mengembang kembali keposisi semula setiap kali

melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan

untujk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat

melakukan kompresi (50% duty cycle).

 Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada atau merubah

posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.

 Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian nafas adalah 30:2,

dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong jika korban / korban tidak

terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 – 120 x / menit.

Berikan 1 nafas buatan setiap 6 detik (10 nafas buatan/menit).

Rasio kompresi – bantuan nafas tanpa airway definitive :

Lakukan kompresi dada sebanyak satu siklus yang dilanjutkan

dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. Rasio kompresi –

bantuan nafas dengan airway definitive : Kompresi

berkelanjutan pada kecepatan 100 – 120/menit. Berikan 1 nafas

buatan setiap 6 detik (10 nafas buatan/menit). Untuk bayi harus


2 jari diatas sternum, dan menekan dengan kedalaman 1 ½ inci

atau 4 cm, dengan rasio kompresi dan ventilasi 30 : 2 untuk 1

penolong dan 15 : 2 untuk 2 penolong.

 Lakukan recoil penuh dada setelah setiap kali kompresi,

jangan bertumpu diatas dada setiap kali kompresi

 Batasi gangguan dalam kompresi dada menjadi kurang dari

10 detik.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai

tekanan sistolik 60 – 80 mmHg, dan diastolic yang sangat

rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25%

dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menentukan

korban dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya.

Tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh

melebihi 30 detik. (Sudiharjo, 2013)

Gambar 2.4 Posisi Tangan Kompresi Dada (Charles, 2010)


Gambar 2.5 melakukan penekanan dada (Charles, 2010)

Indikasi Dihentikannya Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Rjp dihentikan apabila :

a. Sirkulasi dan ventilasi spontan secara efektif telah membaik,

b. Pelayanan dilanjutkan oleh tenaga medis ditempat rujukan atau

ditingkat pelayanan yang lebih tingginseperti ICU,

c. Ada kriteria yang jelas menunjukkan sudah terjadi kematian

yang irreversible, (seperti pupil mata dilatasi maksimal, refleks

cahaya negatif, rigormotis atau kayu mayat, dekapitasi,

dekomposisi atau pucat) atau tidak ada manfaat fisiologis yang

dapat diharapkan karena fungsi vital telah menurun walau telah

diberi terapi maksimal,

d. Penolong sudah tidak bisa meneruskan tindakan karena lelah

atau ada keadaan lingkungan yang membahayakan atau

meneruskan tindakan resusitasi akan menyebabkan orang lain

cidera,
e. Pasien berada pada stadium terminal suatu penyakit atau

keterangan DNAR (do not attempt resuscitation) diperlihatkan

kepeda penolong. (Hadisman, 2014)

6. Airway control

Pada orang yang tidak sadar, tindakan pembukaan jalan nafas harus

dilakukan. Satu hal penting untuk diingat adalah, bahwa hanya dengan

melikat pergerakan pipi pasien tidaklah menjamin bahwa pasien

tersebut benar – benar bernafas (pertukaran gas), tetapi secara

sederhana pasien itu sedang berusaha untuk bernafas, pengkajian pada

airway juga harus melihat tanda – tanda adanya sumbatan benda asing

dalam mulut yakni dengan menggunakan teknik cross finger , jika

terdapat benda asing dalam mulut yakni dengan menggunakan teknik

cross finger, jika terdapat benda asing dalam mulut maka harus

dikeluarkan dengan usapan jari atau dikenal dengan teknik finger swab.

Teknik yang digunakan dalam membuka jalan nafas yakni dengan chin

lift – head tilt dan jika dicurigai terdapat trauma servikal dapat

menggunakan teknik jaw thrust.

Cara melakukan teknik chin lift – head tilt :

1) Teknik chin lift – head tilt :

a) Posisikan pasien dalam keadaan terlentang, letakkan satu tangan

didahi dan letakkan ujung jari tangan yang lain dibawah daerah

tulang pada bagian tengah ranhang bawah pasien (dagu)


b) Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien

c) Gunakan ujung jari anda untuk mengangkat dagu dan

menyokong rahang bagian bawah. Jangan menekan jaringan

lunak dibawah rahang karena dapat menimbulkan obstruksi

jalan nafas

d) Usahakan mulut tidak menutup. Untuk mendapatkan

pembukaan mulut yang adekut, anda dapat menggunakan ibu

jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik

kebelakang

Gambar 2.6 Chin Lift – Head Tilt (Charles, 2010)

2) Teknik Jaw Thrust

a) Pertahankan dengan hati – hati agar posisi kepala, leher dan

spinal pasien tetap satu garis

b) Ambil posisi diatas kepala pasien, letakkan lengan sejajar

dengan permukaan pasien berbaring


c) Pertahankan letakkan tangan pada masing – masing sisi rahang

bawah pasien, pada sudut rahang dibawah telinga

d) Stabilkan kepala pasien dengan lengan anda

e) Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah

pasien kearah atas dan depan

f) Anda mungkin membutuhkan mendorong kedepan bibir bagian

bawah pasien dengan menggunakan ibu jari untuk

mempertakankan mulut tetap terbuka

g) Jangan mendingakkan atau memutar kepala pasien

Gambar 2.7 Jaw Thrust (Charles, 2010)

7. Breathing Support

Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran

oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang

baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma.

Setiap komponen ini harus dievaluasi dengan cepat selama 5 detik,

paling lama 10 detik.

1) Bantuan nafas dilakukan dengan cara :


a) Mulut ke mulut

Penolong memberikan bantuan nafas ke mulut korban dengan

menutup hidung dan meniup udara langsung kemulut, namun

hal ini sangat beresiko untuk melakukan apalagi pasien yang

tidak dikenal memngingat penyakit menular.

Gambar 2.8 Menutup Hidung Korban Sedangkan Posisi Kepala

Tetap Ekstensi (Charles, 2010)

b) mulut ke hidung

Gambar 2.9 pemberian nafas dari mulut ke mulut (Charles,

2010)
c) Ventilasi mulut ke mask

Gambar 2.10 Mountho-Mask Ventilation (Charles, 2010)

d) Ventilasi mulut ke bagvalvemask

Gambar 2.11 Mulut ke Bagvalvemask (Charles, 2010)

8. Defibrilasi dengan AED (Automatic External Defibrilation)

AED adalah suatu terapi kejut jantung dengan memberikan energy

listrik. Hal ini dilakukan jika oenyebab henti jantung (cardiac arrest)

adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan fibrasi ventrikel

tubuh. Perawat seharusnya dilatih menggunakan defiblirasi AED,

karena ventrikel fibrilasi (VF) umumnya merupakan irama awal yang

dapat ditanggulangi pada henti jantung. Untuk korban dengan VF


kelangsungan hidup tinggi ketika RJP segera dilakukan dengan

defibrilasi dilakukan dalan 3 sampai 5 menit setelah tidak sadar.

Kompresi dada dapat mengembalikan aliran darah ke mikrovaskuler

dalam 1 menit.

9. Evaluasi dan posisi pemulihan (recorvery position)

Setelah pemberian 5 siklus kompresi dada dan ventilasi (2 menit)

penolong kemudian melakukan evaluasi dengan ketentuan; jika tidak

ada nadi karotis, penolong kembali melanjutkan RJP. Jika ada nadi dan

nafas belum ada, korban / pasien diberikan bantuan nafas 1 nafas buatan

setisp 5 – 6 detik atau sekitar 10 – 12 x / menit. Jika ada nafas dan ada

nadi tetapi pasien belum sadar, letakkan pasien atau korban pada posisi

pemulihan. Posisi ini dirancang untuk menjaga jalan nafas paten dan

mengurangi resiko obstruksi jalan nafas dan aspirasi.

Langkah – langkah pemberian posisi pemulihan, sebagai berikut :

1) Lengan yang dekat penolong diluruskan kearah kepala

2) Lengan yang satunya menyilang dada, kemudian tekankan tangan

tersebut kepipi korban

3) Tangan penolong yang lain aih tungkai diatas lutut dan angkat

4) Tarik tungkai hingga tubuh pasien terguling kearah penolong.

Baringkan miring dengan tungkai atas membentuk sudut dan

menahan tubuh dengan stabil agai tidak menelungkup

5) Periksa pernafasan terus - menerus


Gambar 2.12 Posisi Pemulihan (Recovery Position) (Charles, 2010)
Amankan lokasi kejadian

Korban tidak menunjukkan reaksi. Teriaklah Berikan nafas buatan: 1


untuk mendaptkan pertolongan terdekat. nafas buatan setiap 5 – 6
Aktifkan SPGDT melalui perangkat bergerak detik atau sekitar 10 – 12
(jika tersedia). Ambilah AED dan perawatan nafas buatan permenit
gawat darurat (atau minta seseorang untuk 1. Aktifkan sistem
melakukannya) tanggapan darurat
(jika belum dilakukan)
setelah 2 menit
2. Terus berikan nafas
Perhatikan apakah nafas berhenti buatan, periksa denyut
atau tersengal dan periksa denyut kurang lebih setiap 2
Bernafas normal, Bernafas tidak menit. Jika tidak ada
nadi (secara bersamaan). Apakah
Ada denyut normal, denyut, mulai RJP
denyut nadi benar – benar teraba (lanjutkan dengan
Pantau hingga dalam 10 detik ? Ada denyut kontak RJP).
tenaga medis 3. Jika kemungkinan
terjadi overdosis opoi,
terlatih tiba berikan nalokson
RJP
sesuai protocol, jika
Mulai siklus 30 kompresi dan 2 nafas berlaku.
buatan. Gunakan AED segera setelah
tersedia

AED tersedia

Periksa irama denyut jantung, irama


dapat dikejut ?

Ya, irama dapat

dikejut Segera lanjutkan dengan RJP kurang lebih


Berikan 1 kejut. Segera lanjutkan
selama 2 menit (sampai AED membacairama
dengan RJP kurang lebih selama 2
jantung). Lanjutkan hingga tenaga ALS
menit (sampai AED membaca irama
mengambil alih atau korban memulai
jantung). Lanjutkan hingga tenaga ALS
mengambil alih atau korban mulai bergerak.
bergerak.
Skema 2.1 : Algoritma BLS (Basic Life Support) menurut AHA 2015
2.2 Pemahaman

2.2.1 Definisi Pemahaman

Beberapa definisi tentang pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.

Menurut Sudaryono (2012), pemahaman (comprehension) adalah kemampuan

seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu

diketahui atau diingat, yang mencakup kemampuan untuk menangkap makna

dari arti dan bahan yang telah dipelajari, yang dinyatakan dengan

menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan

dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Menurut Eko Putro Widoyoko (2014), pemahaman merupakan proses

mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat

lisan, tulisan, atau grafik yang telah disampaikan melalui pengajaran, buku,

dan sumber-sumber belajar lainnya. Sementara Ngalim Purwanto (2013)

menyatakan bahwa pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan

seseorang yang diharapkan mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta

fakta yang diketahuinya sehingga seseorang tidak hanya hafal secara

verbalistis tetapi juga memahami konsep dari masalah atau fakta yang

ditanyakan. Menurut Berns & Erickson (2001) mengungkapkan bahwa,

dalam suatu domain belajar, pemahaman merupakan prasyarat mutlak untuk

tingkatan kemampuan kognitif yang lebih tinggi, aplikasi, analisis, sintesis,

dan evaluasi.

Sudjana (2010) membagi pemahaman kedalam tiga kategori, yakni sebagai

berikut:
1. Tingkat pertama atau tingkat rendah, yaitu pemahaman terjemahan, mulai

dari terjemahan dalam arti sebenarnya.

2. Tingkat kedua atau sedang adalah pemahaman penafsiran, yaitu

menghubungkan bagian – bagian terdahulu dengan yang diketahui

berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan

kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.

3. Pemahaman tingkat tiga atau tingkat tertinggi, yakni pemahaman

ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan mempu melihat dibalik yang

tertulis, dapat membuat ramalan tantang konsekuensi atau dapat

memperluas persepsi dalam waktu dimensi kasus ataupun masalah.

Sedangkan pengkategorian pemahaman yang umum digunakan yaitu:

a. Tingkat tinggi dengan nilai 76 – 100 %

b. Tingkat sedang dengan nilai 56 – 75 %

c. Tingkat rendah dengan nilai <56%

2.2.2 Tingkatan Pemahaman

Tingkatan dalam pemahaman.Menurut Daryanto (2005) kemampuan

pemahaman berdasarkan tingkat kepekaan dan derajat penyerapan materi

dapat dijabarkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu:

1. Menerjemahkan (translation).

Pengertian menerjemahkan bukan hanya berarti pengalihan arti dari

bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Tetapi dapat berarti dari

konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik untuk mempermudah

orang dalam mempelajarinya.


2. Menafsirkan (interpretation).

Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan. Hal ini

merupakan kemampuan untuk mengenal dan memahami. Menafsirkan

dapat dilakukan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang lalu

dengan pengetahuan yang diperoleh berikutnya, menghubungkan

antara grafik dengan kondisi yang dijabarkan sebenarnya, serta

membedakan yang pokok dan tidak pokok dalam pembahasan.

3. Mengekstrapolasi (extrapolation).

Berbeda dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi

sifatnya karena menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi

sehingga seseorang dituntut untuk bisa melihat sesuatu yang tertulis.

Menurut Ngalim Purwanto (2013), Pemahaman atau komprehensi juga

dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

a. Komprehensi terjemahan seperti dapat menjelaskan arti Bhineka

Tunggal Ika dan dapat menjelaskan fungsi hijau daun bagi suatu

tanaman.

b. Komprehensi penafsiran seperti dapat menghubungkan bagian -

bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, dapat

menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian atau

dapat membedakan yang pokok dari yang bukan pokok.

c. Komprehensi ekstrapolasi, seseorang diharapkan mampu melihat

dibalik yang tertulis, atau dapat membuat ramalan tentang


konsekuensi sesuatu, atau dapat memperluas persepsinya dalam

arti waktu, dimensi, kasus, atau masalahnya.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Kilpatrick dan Findel (2001),

bahwa indikator pemahaman konsep dibagi menjadi tujuh, antara

lain:

1) Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari.

2) Kemampuan mengklarifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi

atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut.

3) Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma.

4) Kemampuan memberikan contoh dari konsep yang dipelajari.

5) Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk

representasi matematis.

6) Kemampuan mengaitkan berbagai konsep.

7) Kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup

suatu konsep.

2.3 Karakteristik Perawat

Karakteristik adalah kemampuan untuk memadukan nilai – nilai yang

menjadi filosofi atau pandangan yang utuh, memperhatikan komitmen yang

teguh, dan respons yang konsisten terhadap nilai – nilai itu dengan

menggenerasikan pengalaman tertentu menjadi suatu sistem nilai

(Notoatmodjo, 2003).
Karakteristik adalah merupakan salah satu aspek kepribadian yang

menggambarkan suatu susunan bathin manusia yang nampak pada kelakuan

dan perbuatan (Purwanto Heri,2000).

2.3.1 Usia

Usia atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu

benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, usia

manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu usia

itu dihitung. Oleh yang demikian, usia itu diukur dari tarikh ianya lahir

sehingga tarikh semasa(masa kini). Manakala usia pula diukur dari tarikh

kejadian itu bermula sehinggalah tarikh semasa(masa kini) (Depkes RI,

2009).

Usia adalah variable yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan –

penyelidikan epidemiologi. Angka – angka kesakitan maupun kematian di

dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan usia

(Notoatmojo, 2003).

Usia berkaitan dengan kedewasaan atau maturitas seseorang. Kedewasaan

adalah kedewasaan tehnis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun

kedesawaan psikologis (Kurniadi,2013). Menurut Siagian (2001), semakin

lanjut usia seseorang semakin meningkat pula kedewasaan tehnis maupun

psikologisnya, serta menunjukkan kematangan jiwa. Usia semakin

meningkat akan meningkatkan pula kebijakan kemampuan seseorang dalam

mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi dan

bertoleransi terhadap pandangan orang lain.


Menurut Hasibuan (1995) karyawan yang masih muda tuntutan kepuasan

kerjanya tinggi, sedangkan karyawan yang tua tuntutan kepuasa kerja dapat

tercipta karena adanya perspsi yang positif terhadap sesuatu yang berkaitan

dengan pekerjaannya. Pendapat ini sesuai dengan yang kemukakan oleh

Mangkunegara (2004) yang menyatakan bahwa ada kecendrungan keryawan

lebih merasa puas dari pada karyawan yang berusia relative muda. Kategori

Usia Menurut Depkes RI (2009): dewasa Awal = 26- 35 tahun, dewasa

Akhir = 36- 45 tahun.

2.3.1 Tingkat pendidikan

Menurut Hasibuan (2000), pendidikan merupakan indikator yang

mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu

pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan

mampu menduduki suatu jabatan tertentu.

Tingkat pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi

mengembangkan kemapuan dan kualitas kepribadian seseorang, dimana

semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar untuk memanfaatkan

pengetahuan dan keterampilan. (Siagian, 2001). Tingkat pendidikan lebih

tinggi pada umumnya menyebabkan seseorang lebih mampu dan bersedia

menerima posisi dan tanggung jawabnya (Gibson, Ivancevich & Donnelly,

2011).

Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan Indonesia dan sebutan Gelar:


1. Pendidikan jenjang Diploma Tiga keperawatan lulusannya mendapat

sebutan Ahli Madya Keperawatan (AMD.Kep)

2. Pendidikan jenjang Ners (Nurse) yaitu (Sarjana+Profesi), lulusannya

mendapat sebutan Ners(Nurse),sebutan gelarnya (Ns)

3. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan, Lulusannya mendapat gelar

(M.Kep)

4. Pendidikan jenjang Spesialis Keperawatan, terdiri dari:

a)Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, lulusannya (Sp.KMB)

b)Spesialis Keperawatan Maternitas, Lulusannya (Sp.Kep.Mat)

c)Spesialis Keperawatan Komunitas, Lulusannya (Sp.Kep.Kom)

d)Spesialis Keperawatan Anak, Lulusannya (Sp.Kep.Anak)

e)Spesialis Keperawatan Jiwa, Lulusannya (Sp.Kep.Jiwa)

5. Pendidikan jenjang Doktor Keperawatan, Lulusannya (Dr.Kep).

(Akademik Pendidikan keperawatan Indonesia, 2015)

Sedangkan lulusan pendidikan tinggi keperawatan sesuai dengan level

KKNI, adalah sebagai berikut:

a. DIII ( Diploma tiga ) Keperawatan - Level KKNI 5,

b. Ners ( Sarjana + Ners ) - Level KKNI 7,

c. Magister keperawatan - Level KKNI 8,

d. Ners Spesialis Keperawatan - Level KKNI 8,

e. Doktor keperawatan - Level KKNI 9.

(Akademik Pendidikan keperawatan Indonesia, 2015)


2.3.3 Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di

suatu tempat (Handoko, 2010). Masa kerja adalah jangka waktu yang telah

dilalui seseorang sejak menekuni pekerjaan. Masa kerja dapat

menggambarkan pengalamannya dalam menguasai bidang tugasnya. Pada

umumnya, pertugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak

memerlukan bimbingan dibangdingkan dengan petugas yang

pengalamannya sedikit. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu

organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga

kecakapan kerjanya semakin baik. (Ranupendoyo dan Saud, 2005)

Masa kerja dikategorikan menjadi 2 yaitu:

1). Masa kerja kategori baru ≤ 3 tahun

2). Masa kerja kategori lama > 3tahun (Handoko, 2010)

2.3.4. Jenis Kelamin

Jenis kelamin (bahasa Inggris: sex) adalah kelas atau kelompok yang

terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat

digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan

keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu akibat

dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-

laki dan perempuan. Pada kebanyakan hewan non-hermafrodit,

tumbuhan berumah dua (dioecious), dan berbagai organisme rendah orang


menyebutnyajantan dan betina. Jantan adalah kelompok yang. (Depkes

RI,2009)

Penelitian menunjukkan bahwa perempuan secara keseluruhan lebih dapat

menerima perawatan medis dan mengambil risiko lebih sedikit pada

kesehatan mereka dari pada laki-laki. Hal ini mungkin karena perempuan

pada dasarnya telah ikut berperan sebagai pemberi perawatan sehingga

mereka lebih terbuka terhadap pengajaran tentang promosi kesehatan.

Selain itu, mereka lebih sering berhubungan dengan penyelenggara

kesehatan saat mengandung dan membesarkan anak. Laki-laki sebaliknya,

cenderung kurang dapat menerima intervensi perawatan-kesehatan dan

mungkin lebih beresiko. Karena banyak dari perilaku ini yang dianggap

terjadi secara sosial, maka perubahan dalam perilaku mencari-kesehatan

pada laki-laki dan perempuan mulai terlihat seiring dengan meningkatnya

perhatian yang diberikan terhadap gaya hidup yang lebih sehat dan karena

perpaduan peran gender di rumah dan di tempat kerja (Kurniadi,2016).

2.3.5 Status Perkawinan

Status perkawinan memerlukan tanggung jawab dan membuat oekerjaan

lebih berharga serta lebih penting. Karyawan yang telah menikah lebih

sedikit absensinya, mengalami pergantian yang lebih rendah dan lebih

puas dengan pekerjaan mereka dari pada rekan sekerjanya yang bujangan

(Robbins & Judge, 2013).


2.3.6 Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap

perilaku pembeli sebuah produk atau pemanfaatan jasa pelayanan.

Menurut Aday dan Anderson (1974, dalam Taylor & Cosenza, 1999, A

Conceotual choice model for hospitals service), jumlah orang didalam

rumah tangga yang merupakan karakteristik demografi dan sosial ekonomi

mempengaruhi pemanfaatan sebuah pelayanan kesehatan / rumah sakit.

2.3.7 Sumber Pembiayaan

Menurut Ahuja (1998 dalam Taylor dan Cosenza, 1999, A Conceptual

choice model for hospitals service), sumber pembiayaan (jaminan

pemeliharaan / asuransi kesehatan) yang dimiliki mempengaruhi proses

pemilihan rumah sakit. Sumber pembiayaan untuk pelayanan rawat inap

rumah sakit menurut hasil Surkesnas 2004 (Depkes, 2005)

2.3.8 Pendapatan

Pilihan produk atau pemanfaatan jasa pelayanan sangat dipengaruhi oleh

keadaan ekonomi seseorang yaitu pendapatan atau penghasilan yang dapat

dibelanjakan (Kotler, 2002; Simamora, 2002). Jika indikator ekonomi

menandakan resesi, pemasar dapat mengambil langkah untuk merancang

ulang dan menetapkan kembali harga produk dan pelayanan mereka

sehingga dapat terus ditawarkan kepada pelanggan sasaran (Kotler, 2002).


2.3.9 Domisili

Domisili adalah daerah atau tempat dimana seseorang tinggal. Tempat

tinggal seseorang mempengaruhi pemanfataannya terhadap rumah sakit

yang berada dalam kotabtempat tinggalnya (Taylor & Cosenza, 1999).

Egunjobi (1983), dalam penelitiannya tentang Factors influencing choice

of hospitals : a case study of the northern part of Oyo State, Nigeria, pada

penelitiannya menyatakan bahwa pasien yang tinggal dekat dan sekota

dengan rumah sakit mempengaruhi dalam memanfaatkan rumah sakit

tersebut.

2.3.10 Tingkat Jabatan

Tingkat jabatan umumnya berkaitan erat dengan lama kerja

(Vecchio, 1995) dan tingkat pendidikan yang lebih tinggis, sehingga

oaring yang menduduki jabatan yang tinggi adalah mereka yang

mempunyai pendidikan tinggi dan masa kerja yang cukup lama dan tentu

akan cendrung akan mendapatkan kepuasan kerja atas jerih payah

sebelumnya. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Mangkunegara

(2003) bahwa pegawai yang menduduki jabatan yang lebih tinggi

cenderung lebih puas daripada pegawai yang menduduki jabatan yang

lebih rendah.

2.3.11 Gaji

Gaji atau penghasilan adalah pembayaran berupa uang dan pembayaran

dari keuntungan tambahan yang diterima untuk pekerjaan yang dilakukan

(Stams, 1997). Gaji dan pendapatan lainnya merupakan komponen yang


cukup penting dalam menentukan kepuasa kerja seorang pegawai. Namun

beberapa studi yang menggunakan IWS ini gaji selalu menempati nomor

enam predictor yang menentukan kepuasan kerja perawat (Stams, 1997).


2.4. Kerangka Teori

Congestive Heart Failure


(CHF)

1. Tanda Dominan (meningkatnya volume


Karakterstik perawat :
intravaskuler)
2. Gagal Jantung Kiri - Umur
- Tingkat pendidikan
a. Dispneu
- Masa kerja
b. Batuk - Jenis kelamin
c. Mudah lelah - Status Perkawinan
- Jumlah anggota
d. Kegelisahan dan kecemasan
keluarga
3. Gagal Jantung Kanan - Sumber pembiayaan
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral. - Pendapatan
- Domisi
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen
- Tingkat Jabatan
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran - Gaji
kanan atas
d.Anoreksia dan mual
e.Nokturia
f. Kelemahan

Pemahaman
Penerapan Resusitasi
Jantung Paru (RJP)

Skema 2.2 kerangka teori : Hubungan Karakterisitik Perawat Dengan


Pelaksanaan Tindakan Resusitasi Jantung Paru (Rjp). Sumber Hardisman.2014,
Notoatmojo.2003, Krisanty.2009 Sudiharto.2013, America Heart Association
(AHA).2015, Kurniadi.2016.
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah sekumpulan intervensi uang

bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahakan fungsi vital organ

pada korban henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini terdiri dari

pemberian kompresi dada dan bantuan nafas (Hardisman, 2014).

Menurut Sudaryono (2012), pemahaman (comprehension) adalah

kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah

sesuatu itu diketahui atau diingat, yang mencakup kemampuan untuk

menangkap makna dari arti dan bahan yang telah dipelajari, yang

dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Karakteristik adalah kemampuan untuk memadukan nilai – nilai yang

menjadi filosofi atau pandangan yang utuh, memperhatikan komitmen

yang teguh, dan respons yang konsisten terhadap nilai – nilai itu dengan

menggenerasikan pengalaman tertentu menjadi suatu sistem nilai.

(Notoatmodjo, 2003)

Dari teori konsep diatas, peneliti tertarik meneliti tentang Hubungan

Karakterisitik Perawat Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru


(Rjp) Di Ruangan IGD Dan ICU Rsud Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi

Tahun 2017.

Untuk melihat hubungan variabel tersebut dapat digambarkan dalam

kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia

Tingkat pendidikan

Masa kerja

Jenis kelamin
Pemahaman Penerapan
Status perkawinan
Resusitasi Jantung Paru
Jumlah anggota keluarga
(RJP)
Sumber pembiayaan

Pendapatan

Domisili

Tingkat jabatan

gaji

Skema 3.1 : kerangka konsep


3.2. Defenisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian. Definisi operasional ini bertujuan untuk

membuat variabel menjadi lebih konkrit dan dapat diukur. Dalam

mendefinisikan suatu varabel harus dijelaskan tentang apa yang harus

diukur, bagaimana mengukurnya, apa saja kriteria pengukurannya,

instrument yang digunakan untuk mengukurnya dan skala pengukurannya

(Dharma, 2011).

Tabel 3.1 : Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Hasil ukur

Operasional

Variabel
independen
Karakteristik
perawat
Berbagai macam
hal yang ada pada
diri seseorang yang
berpengaruh
terhadap sikap dan
perilaku

Masa yang dilalui


oleh seseorang
Usia
mulai dari
dilahirkan sampai
saat ini Angket Kuesioner Ordinal Dewasa Awal :
tertutup
26- 35 tahun

dewasa Akhir :
36- 45 tahun

(Depkes RI,

2009)

Tingkat Pendidikan yang Angket Kuesioner Ordinal Tinggi :


pendidikan dilalui oleh tertutup
perawat sebagai S2
tenaga profesi Keperawatan
berdasarkan dan S1
pendidikan formal Keperawatan
dan telah di uji
Rendah:
kompetensi
DIII
Keperawatan

Masa kerja Waktu yang dilalui Angket Kuesioner Ordinal Baru


perawat dimulai tertutup
sejak pertama ≤3tahun
mulai bekerja
Lama :
sampai saat
sekarang ini >3 tahun

(Handoko,
2010)

Jenis kelamin merupakan suatu Angket Kuesioner Nominal Laki – laki


akibat tertutup
dari dimorfisme Perempuan
seksual, yang pada (Depkes RI,
manusia dikenal 2009)
menjadi laki-
laki dan perempuan

Merupakan
serangkaian usaha
penyelamatan
hidup pada pasien 1. Tingkat tinggi
henti nafas dan Angket : bila
Variabel tertutup Kuesioner Ordinal responden
henti jantung
dependen mampu
menjawab
Pemahaman dengan benar
penerapan 76 – 100 %
resusitasi 2. Tingkat
jantung paru sedang: bila
(RJP) responden
mampu
menjawab
dengan benar
56 – 75 %
3. Tingkat
rendah : bila
responden
mampu
menjawab
dengan benar
<56

Sudjana
(2010)

3.3 Hipotesa

Hipotesa dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara

terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti kebenarannya melalui data

yang terkumpul (Saeban, 2008).

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah :

Ha : Ada Hubungan Karakterisitik Perawat Dengan Pemahaman Penerapan

Resusitasi Jantung Paru (RJP) di Ruangan IGD Dan ICU RSUD Dr.Achmad

Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi korelasi. Studi korelasi

merupakan penelitian atau telaah hubungan antara dua variable pada suata

situasi atau sekelompok subjek. (Notoatmojo, 2005)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan karakteristik perawat

dengan pemahaman penerapan tindakan resusitasi jantung paru (RJP) di

ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017.

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, dimana

pengumpulan variable independen dan variable dependen dilakukan secara

bersamaan atau sekaligus. (Notoadmojo, 2005)

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan diruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi.

4.2.2 Waktu

Waktu penelitian telah dilakukan pada tanggal 5 Juni sampai 9 juni 2017.
4.3 Populasi, Sampel dan Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variable yang menyangkut masalah

yang diteliti (Notoarmodjo, 2005). Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas: objek /subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan (Sugiyono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

perawat yang dinas diruang IGD dan ICU di RSUD Dr.Achmad Mochtar

Bukittinggi yang berjumlah 33 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau yang mewakili populasi yang diteliti

(Notoarmodjo, 2005). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah semua

perawat yang dinas diruang IGD dan ICU yang berjumlah 33 orang.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Perawat yang bersedia diteliti

b. Perawat yang berada di ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.Achmad

Mochtar Bukittinggi

c. Perawat yang tidak sedang cuti

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :

a. Perawat yang tidak bersedia diteliti


b. Perawat yang sedang cuti

4.3.3 Teknik Sampling

Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pendekatan “total

sampling”, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian.

Jumlah sampel dalam penelitian adalah 33 orang.

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Alat Pengumpulan Data

Instumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar kuesioner pertama

untuk melihat karakteristik. Lembar kuesioner kedua untuk melihat

pemahaman penerapan resusitasi jantung paru (RJP) menggunakan skala

Guttman, dimana jawaban responden hanya terbatas 2 jawaban, ya atau

tidak. Peneliti mengambil kuesioner yang pernah diteliti oleh Shella

Rachmawaty FIK UI 2012.

4.4.2 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin

pelaksanaan penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

STIkes Perintis Padang. Kemudian mendapat izin dari Direktur RSAM

Bukittinggi. Selanjutnya peneliti melaksanakan pengumpulan data.

b. Melakukan sosialisasi kepada kepala ruangan dijadikan sampel

penelitian.
c. Peneliti menjelaskan kepada kepala ruangan akan melakukan

penelitian setelah selesai melaksanakan PMPKL ( Pengabdian

Masyarakat Praktek Kerja Langsung ).

d. Setelah melaksanakan PMPKL, peneliti melakukan penelitian yang

sebelumnya sudah sosialisasi dengan kepala ruangan.

e. Peneliti meminta jadwal dinas kepada kepala ruangan diruang IGD dan

ICU.

f. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat,

prosedur pengumpulan data serta menanyakan kesediaan calon

responden, dimana calon responden dianggap telah memenuhi kriteria

penelitian.

g. Responden yang bersedia menandatangani informed consent.

h. Setelah menandatangani informed consent, penetili memberikan

lembar kuesioner kepada responden, sebelum pengisian kuesioner

peneliti menjelaskan petunjuk pengisian pernyataan. Kemudian minta

responden mengisi lembar kuesioner yang sudah diberikan, yang mana

kuesioner yang diberikan responden ditunggu oleh peneliti sampai

responden selesai mengisinya.

i. Peneliti melakukan penelitian sesuai jadwal dinas responden. Bagi

responden yang sedang libur dinas, peneliti memberikan kuesioner saat

responden sudah masuk dinas.

j. Bagi responden sudah mengisi kuesioner, peneliti memberikan tanda

ceklis pada jadwal dinas yang sudah diberikan.


4.5 Cara Pengolahan dan Analisa Data

4.5.1 cara pengolahan data

Data yang telah terkumpul pada peneliti ini dianalisa melalui tahap – tahap

berikut :

a. Editing (pemeriksaan data)

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul. (Hidayat, 2009)

b. Coding (pemberian kode)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat

penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya

dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi

dan arti suatu kode dari suatu variable (Hidayat, 2009: 108). Untuk

kategori usia Dewasa Awal : 26- 35 tahun di beri kode 1 dewasa Akhir :

36- 45 tahun diberi kode 2. Untuk kategori tingkat pendidikan S2

keperawatan dan S1 Keperawatan diberi kode 1, DIII Keperawatan

diberi kode 2. Untuk kategori masa kerja ≤ 3 tahun diberi kode 1, >

3tahun diberi kode 2. Untuk kategori jenis kelamin Laki – laki diberi
kode 1, Perempuan diberi kode 2. Untuk Kategori tingkat tinggi diberi

kode 1, tingkat sedang diberi kode 2, tingkat rendah diberi kode 3.

c. Scoring (pemberian nilai)

Pada tahap ini peneliti memberikan nilai atau skor pada tiap – tiap

pernyataan kuesioner untuk variable dependen jika jawaban ya diberi

nilai 1 jika tidak diberi nilai 0.

d. Tabulasi data (membuat tabel)

Setelah instrument diisi dengan baik kemudian ditabulasi dan disajikan

dalam bentuk master tabel dan tabel distribusi frekuensi.

e. Prosesing (memproses data)

Hasil tabel distribusi frekuensi masing – masing variabel diolah

menggunakan program komputer untuk mengetahui hubungan kedua

variabel yang diteliti dengan menggunakan chi-square.

f. Clearning (pembersihan data)

Setelah semua tahapan dilakukan, maka dilakukan pembersihan data

atau pemeriksaan kembali semua tahapan yang telah dilakukan,

sehingga diyakini hasil pengolahan data dan hasil yang diperoleh adalah

benar.

4.5.2 Analisa Data

a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan dengan distribusi frekuensi dan statistik

deskriptif. Untuk melihat distribusi frekuensi dari masing – masing

variabel yang diteliti, yaitu karakteristik perawat dan pelaksanaan

tindakan resusitasi ajntung paru (RJP). Hasil sebaran distribusi frekuensi

dari masing – masing variabel kemudian dikelompokkan dalam kategori

yang telah ditetapkan, yaitu sebagai berikut :

Untuk karakteristik usia responden dikategorikan atas :

Dewasa Awal : 26- 35 tahun

dewasa Akhir : 36- 45 tahun

(Depkes RI, 2009)

Untuk karakteristik tingkat pendidikan responden dikategorikan atas :

Tinggi : S2 Keperawatan dan S1

Keperawatan

Rendah : DIII Keperawatan

Untuk karakteristik masa kerja responden dikategorikan atas :

Masa kerja kategori baru : ≤ 3 tahun

Masa kerja kategori lama : > 3tahun

(Handoko, 2010)

Untuk karakteristik jenis kelamin responden dikategorikan atas :

Laki – laki
Perempuan

(Depkes RI,2009)

Untuk pemahaman penerapan resusitasi jantung paru (RJP)

dikategorikan atas :

Tingkat tinggi dengan nilai : 76 – 100 %

Tingkat sedang dengan nilai : 56 – 75 %

Tingkat rendah dengan nilai : <56%

(Sudjana 2010)

b. Analisa Bivariat

analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara dua variabel yang diteliti. Pengujian hipotesis untuk

mengambil keputusan apakah hipotesis yang diujiakan cukup

meyakinkan ditolak atau diterima, dengan menggunakan chi-square test.

Untuk melihat kemaknaan perhitungan statistik digunakan batasan

kemaknaan 95% dam α = 0,05 sehingga P value ≤ 0,05 maka statistic

“bermakna” jika P value > 0,05 maka statistic disebut “tidak bermakna”.

4.6 Etika Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan pengurusan

proses penelitian ke pendidikan, mulai dari perizinan dari Program Studi Ilmu

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Padang, kemudian peneliti kr

bagian Diklat di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi untuk mendapatkan


izin pengambilan data dan penelitian. Setelah mendapat izin, peneliti

melanjutkan menghubungi kepala ruangan untuk meminta izin pengambilan

data dan penelitian, dan selanjutnya melakukan pengambilan data.

Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan pendekatan secara total

sampling.

4.6.1 Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitan dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed

Consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia,maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,maka

peneliti harus menghormati hak pasien (Hidayat, 2009).

4.6.2 Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

akan disajikan (Hidayat, 2009)


4.6.3 confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah – masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset. (Hidayat, 2009).

4.6.4 Nonmaleficense

Proses penelitian yang dilakukan haruslah tidak menimbulkan dampak

respon pada responden

4.6.5 Beneficense

Prinsip ini yang penting untuk menumbuhkan kerja sama yang baik dengan

responden, dan penelitian ini akan memberikan manfaat yang baik terhadap

responden baik secara langsung ataupun tidak langsung

4.6.6 Justice

Keadilan harus diperlakukan secara adil, baik sebelum, selama, sesudah

keikutsertaannya dalam penelitian tenpa deskriminasi.


BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan pada responden sebanyak 33 orang

responden dengan judul Hubungan karakteristik perawat dengan pemahaman

penerapan resusitasi jantung paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.

Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017. Penelitian ini telah dilakukan pada

tanggal 5 Juni sampai tanggal 9 Juni 2017.

Pada penelitian ini 33 orang dijadikan sebagai subjek penelitian. Metode

pengumpulan data yang digunakan adalah dengan membagikan kuesioner

kepada responden yaitu perawat yang berada Di Ruangan IGD dan ICU

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, Sesuai dengan kondisi responden

pada saat itu tanpa pengaruh ataupun paksaan dari orang lain termasuk

peneliti.

5.2 Analisa Univariat

Dari hasil penelitian yang peneliti dapat pada responden yang berjumlah

sebanyak 33 orang responden, maka peneliti mendapatkan hasil univariat

tentang Hubungan karakteristik perawat dengan pemahaman penerapan

resusitasi jantung paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2017, sebagai berikut pada tabel dibawah ini.
5.2.1 Usia

Tabel 5.2.1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Perawat Di
Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2017

Usia Perawat Frekuensi Persentase (%)


Dewasa Akhir 9 27,3
Dewasa Awal 24 72,7
Total 33 100

Berdasarkan tabel 5.2.1 peneliti dapat menjelaskan lebih dari sebagian

besar 24 (72,7%) orang responden yang berusia antara 26 sampai 35 yang

disebut dewasa awal. Dewasa akhir sebanyak 9 (27,3%) orang responden.

5.2.2 Pendidikan Perawat

Tabel 5.2.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Perawat
Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2017

Pendidikan Perawat Frekuensi Persentase (%)


Rendah 16 48,5
Tinggi 17 51,5
Total 33 100

Berdasarkan tabel 5.2.2 peneliti dapat menjelaskan bahwa lebih dari

separoh 17 (51,5%) orang responden berpendidikan tinggi, dan sebanyak

16 (48,5%) orang responden berpendidikan rendah.


5.2.3 Masa Kerja Perawat

Tabel 5.2.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja Perawat
Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2017

Masa Kerja Perawat Frekuensi Persentase (%)


Baru 16 48,5
Lama 17 51,5
Total 33 100

Berdasarkan tabel 5.2.3 peneliti dapat menjelaskan bahwa lebih dari

separoh 17 (51,5%) orang responden dengan masa kerja perawat lama,

dan sebanyak 16 (48,5%) orang responden dengan masa kerja perawat

yang baru.

5.2.4 Jenis Kelamin Perawat

Tabel 5.2.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Perawat
Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2017

Jenis Kelamin Perawat Frekuensi Persentase (%)


Laki-laki 14 42,4
Perempuan 19 57,6
Total 33 100

Berdasarkan tabel 5.2.4 peneliti dapat menjelaskan bahwa lebih dari

separoh 19 (57,6%) orang responden berjenis kelamin perempuan, dan

sebanyak 14 (42,4%) orang responden dengan berjenis kelamin laki-laki.


5.2.5 Pemahaman Penerapan RJP

Tabel 5.2.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemahaman Penerapan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Pemahaman Penerapan RJP Frekuensi Persentase (%)


Tingkat Rendah 5 15,2
Tingkat Sedang 8 24,2
Tingkat Tinggi 20 60,6
Total 33 100
Berdasarkan tabel 5.2.5 peneliti dapat menjelaskan bahwa lebih dari

separoh 20 (60,6%) orang responden dengan pemahaman penerapan RJP

tingkat tinggi, 8 (24,2%) orang responden dengan pemahaman penerapan

RJP tingkat sedang, dan sebanyak 5 (15,2%) orang responden dengan

pemahaman penerapan RJP tingkat rendah.

5.3 Analisa Bivariat

5.3.1 Hubungan Usia Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi


Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Tabel 5.3.1
Hubungan Usia Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi
Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2017

Pemahaman Penerapan Resusitasi


Jantung Paru (RJP) p
Usia Total
Tingkat Tingkat Tingkat value
Perawat
Rendah Sedang tinggi
Dewasa
1 4,2% 6 25% 17 70,8% 24 100%
Awal
0,014
Dewasa
4 44,4% 2 22,2% 3 33,2% 9 100%
Akhir
Total 5 15,2% 8 24,2% 20 60,6% 33 100%
Tabel 5.3.1 menunjukkan dari 24 orang responden berusia dewasa awal,

terdapat 17 (70,8%) orang responden pemahaman penerapan RJP tingkat

tinggi. Dari 9 orang responden berusia dewasa akhir, dan 4 (44,4%) orang

responden pemahaman penerapan RJP tingkat rendah. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p value = 0,014 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya

Hubungan Usia Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi

Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2017.

5.3.2 Hubungan Pendidikan Perawat Dengan Pemahaman Penerapan


Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Tabel 5.3.2
Hubungan Pendidikan Perawat Dengan Pemahaman Penerapan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2017

Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung


p
Paru (RJP)
Pendidikan Total valu
Tingkat Tingkat Tingkat
Perawat e
Rendah Sedang Tinggi
Rendah 5 31,3% 6 37,5% 5 31,3% 16 100%
0,00
Tinggi 0 0% 2 11,8% 15 88,2% 17 100%
3
Total 5 15,2% 8 24,2% 20 60,6% 33 100%

Tabel 5.3.1 menunjukkan dari 17 orang responden berpendidikan tinggi,

terdapat 15 (88,2%) orang responden pemahaman penerapan RJP tingkat

tinggi. Dari 16 orang responden berpendidikan rendah, terdapat 6 (37,5%)

orang responden pemahaman penerapan RJP tingkat sedang. Hasil uji

statistik diperoleh nilai p value = 0,003 (p<α) maka dapat disimpulkan


adanya Hubungan pendidikan Perawat Dengan Pemahaman Penerapan

Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.

Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017.

5.3.3 Hubungan Masa Kerja Perawat Dengan Pemahaman Penerapan


Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Tabel 5.3.3
Hubungan Masa Kerja Perawat Dengan Pemahaman Penerapan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2017

Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung


Paru (RJP)
Masa Kerja Total p value
Tingkat Tingkat Tingkat
Perawat
Rendah Sedang Tinggi
Lama 1 5,9% 2 11,8% 14 82,4% 17 100%
Baru 4 25% 6 37,5% 6 37,5% 16 100% 0,031
Total 5 15,2% 8 24,2% 20 60,6% 33 100%

Tabel 5.3.1 dari 16 orang responden dengan masa kerja baru, terdapat 6

(37,5%) orang responden pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi. Dari

17 orang responden dengan masa kerja lama, terdapat 14 (82,4%) orang

responden pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p value = 0,031 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya

Hubungan masa kerja Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi

Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2017.


5.3.4 Hubungan jenis kelamin Perawat Dengan Pemahaman Penerapan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Tabel 5.3.4
Hubungan jenis kelamin Perawat Dengan Pemahaman Penerapan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2017

Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung


Jenis Paru (RJP)
Total p value
kelamin Tingkat Tingkat Tingkat
Perawat Rendah Sedang Tinggi
Laki-laki 2 14,3% 7 50% 5 35,7% 14 100%
Perempuan 3 15,8% 1 5,3% 15 78,9% 19 100% 0,010
Total 5 15,2% 8 24,2% 20 60,6% 33 100%

Tabel 5.3.1 menunjukkan dari 14 orang responden berjenis kelamin laki-

laki, terdapat 7 (50%) orang responden pemahaman penerapan RJP tingkat

sedang. Dari 19 orang responden dengan masa kerja lama, terdapat 15

(78,9%) orang responden pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi. Hasil

uji statistik diperoleh nilai p value = 0,010 (p<α) maka dapat disimpulkan

adanya Hubungan jenis kelamin masa kerja Perawat Dengan Pemahaman

Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017.


5.4 Pembahasan

5.4.1 Univariat

a. Usia Perawat

Berdasarkan tabel 5.2.1 peneliti dapat menjelaskan lebih dari separoh 24

(72,7%) orang responden yang berusia antara 26 sampai 35 yang disebut

dewasa awal. Dewasa akhir sebanyak 9 (27,3%) orang responden.

Menurut Hasibuan karyawan yang masih muda tuntutan kepuasan

kerjanya tinggi, sedangkan karyawan yang tua tuntutan kepuasa kerja

dapat tercipta karena adanya perspsi yang positif terhadap sesuatu yang

berkaitan dengan pekerjaannya. Pendapat ini sesuai dengan yang

kemukakan oleh Mangkunegara (2004) yang menyatakan bahwa ada

kecendrungan keryawan lebih merasa puas dari pada karyawan yang

berumur relative muda. Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):

dewasa Awal = 26- 35 tahun, dewasa Akhir = 36- 45 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martini tahun 2007, tentang

hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan fasilitas

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap Bprsud

Kota Salatiga. Didapatkan hasil 41% umur responden 20 sampai 30 tahun.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

(72,7%) orang responden yang berusia antara 26 sampai 35 yang disebut

dewasa awal.
Menurut asumsi peneliti usia sangat menentukan kedewasaan seseorang,

karena semakin tinggi usia seseorang maka pengalaman seseorang juga

akan tinggi pula. Orang yang dewasa maka akan memperlihatkan

kematangan berfikir, dalam menelaah sesuatu dengan pikiran yang

positive, sehingga responden yang berusia dewasa akhir akan memiliki

pola pikir yang lebih dewasa dibandingkan dewasa awal. Umur yang

semakin meningkat akan meningkatkan kebijakan kemampuan seseorang

dalam mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi dan

bertoleransi terhadap pandangan orang lain.

b. Pendidikan Perawat

Berdasarkan tabel 5.2.2 peneliti dapat menjelaskan bahwa lebih dari

separoh 17 (51,5%) orang responden berpendidikan tinggi, dan sebanyak

16 (48,5%) orang responden berpendidikan rendah.

Menurut Hasibuan (2000), pendidikan merupakan indikator yang

mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu

pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap

akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu.

Tingkat pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi

mengembangkan kemapuan dan kualitas kepribadian seseorang, dimana

semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar untuk memanfaatkan

pengetahuan dan keterampilan. (Siagian, 2001). Tingkat pendidikan lebih

tinggi pada umumnya menyebabkan seseorang lebih mampu dan bersedia


menerima posisi dan tanggung jawabnya (Gibson, Ivancevich & Donnelly,

2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martini tahun 2007, tentang

hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan fasilitas

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap Bprsud

Kota Salatiga. Didapatkan hasil 77% pendidikan responden tinggi.

Menurut asumsi peneliti pendidikan yang tinggi akan mencerminkan

kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan

baik. Orang yang mempunyai pendidikan tinggi maka mempunyai

pengalaman yang tinggi pula, dan memiliki pola pikir yang lebih matang

sehingga bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tingkat

pendidikan seseorang juga bisa menentukan kedudukan seseorang,

semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula jabatan

yang akan diduduki oleh seseorang tersebut. Tingkat pendidikan yang

tinggi akan mempunyai kemampuan berfikir yang matang, berfikir

rasional sehingga akan terlihat kualitas kerja yang baik dibandingkan

dengan tingkat pendidikan yang rendah.

c. Masa Kerja Perawat

Berdasarkan tabel 5.2.3 peneliti dapat menjelaskan bahwa lebih dari

separoh 17 (51,5%) orang responden dengan masa kerja perawat lama,

dan sebanyak 16 (48,5%) orang responden dengan masa kerja perawat

yang baru.
Masa kerja dapat menggambarkan pengalamannya dalam menguasai

bidang tugasnya. Pada umumnya, pertugas dengan pengalaman kerja yang

banyak tidak memerlukan bimbingan dibangdingkan dengan petugas yang

pengalamannya sedikit. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu

organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga

kecakapan kerjanya semakin baik. (Ranupendoyo dan Saud, 2005). Masa

kerja dikategorikan menjadi 2 yaitu: Masa kerja kategori baru ≤ 3 tahun,

Masa kerja kategori lama > 3tahun (Handoko, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martini tahun 2007, tentang

hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan fasilitas

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap Bprsud

Kota Salatiga. Didapatkan hasil 53% masa kerja responden antara 1

samapi 10 tahun.

Menurut asumsi peneliti masa kerja perawat sangat menentukan kualitas

perawat yang ada didalam ruangan. Perawat yang sering terpapar dengan

RJP maka pemahaman perawat tentang RJP meningkat. Karena Perawat

yang sudah lama bekerja memiliki kualitas kerja yang baik dibandingkan

dengan orang yang baru bekerja. Perawat yang mempunyai masa kerja

baru maka pengalaman perawat tersebut masih terbatas dibandingkan

dengan perawat yang telah lama berada diruangan tersebut.


d. Jenis Kelamin Perawat

Berdasarkan tabel 5.2.4 peneliti dapat menjelaskan bahwa lebih dari

separoh 19 (57,6%) orang responden berjenis kelamin perempuan, dan

sebanyak 14 (42,4%) orang responden dengan berjenis kelamin laki-laki.

Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada

manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. Pada kebanyakan

hewan non-hermafrodit, tumbuhan berumah dua (dioecious), dan

berbagai organisme rendah orang menyebutnyajantan dan betina. Jantan

adalah kelompok yang. (Depkes RI,2009)

Penelitian menunjukkan bahwa perempuan secara keseluruhan mengambil

risiko lebih sedikit pada kesehatan mereka dari pada laki-laki. Hal ini

mungkin karena perempuan pada dasarnya telah ikut berperan sebagai

pemberi perawatan sehingga mereka lebih terbuka terhadap pengajaran

tentang promosi kesehatan. Selain itu, mereka lebih sering berhubungan

dengan penyelenggara kesehatan saat mengandung dan membesarkan

anak. Laki-laki sebaliknya, cenderung kurang dapat menerima intervensi

perawatan-kesehatan dan mungkin lebih beresiko. Karena banyak dari

perilaku ini yang dianggap terjadi secara sosial, maka perubahan dalam

perilaku mencari-kesehatan pada laki-laki dan perempuan mulai terlihat

seiring dengan meningkatnya perhatian yang diberikan terhadap gaya

hidup yang lebih sehat dan karena perpaduan peran gender di rumah dan di

tempat kerja (Kurniadi, 2016).


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martini tahun 2007, tentang

hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan fasilitas

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap Bprsud

Kota Salatiga. Didapatkan hasil 53% responden berjenis kelamin

perempuan.

Menurut asumsi peneliti jenis kelamin sangat menentukan kualitas kerja

perawat. Hal ini disebabkan perempuan pada dasarnya telah ikut berperan

sebagai pemberi perawatan sehingga mereka lebih terbuka terhadap

pengajaran yang telah diberikan. Perempuan lebih memiliki perasaan yang

bisa membuat pasiennya bisa sembuh dan menerima keadaannya pada saat

sakit. Perempuan juga memiliki kemampuan yang lebih dari pada laki-laki

ini semua dibuktikan perempuan bisa melakukan pekerjaan yang dobel

yaitunya pekerjaan yang berada di rumah, dan di rumah sakit.

e. Pemahaman Penerapan RJP

Berdasarkan tabel 5.2.5 peneliti dapat menjelaskan bahwa lebih dari

separoh 20 (60,6%) orang responden dengan pemahaman penerapan RJP

tingkat tinggi, 8 (24,2%) orang responden dengan pemahaman penerapan

RJP tingkat sedang, dan sebanyak 5 (15,2%) orang responden dengan

pemahaman penerapan RJP tingkat rendah.

Beberapa definisi tentang pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.

Menurut Sudaryono (2012), pemahaman (comprehension) adalah


kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah

sesuatu itu diketahui atau diingat, yang mencakup kemampuan untuk

menangkap makna dari arti dan bahan yang telah dipelajari, yang

dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Menurut Eko Putro Widoyoko (2014), pemahaman merupakan proses

mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat

lisan, tulisan, atau grafik yang telah disampaikan melalui pengajaran,

buku, dan sumber-sumber belajar lainnya. Sementara Ngalim Purwanto

(2013) menyatakan bahwa pemahaman atau komprehensi adalah tingkat

kemampuan seseorang yang diharapkan mampu memahami arti atau

konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya sehingga seseorang tidak

hanya hafal secara verbalistis tetapi juga memahami konsep dari masalah

atau fakta yang ditanyakan. Menurut Berns & Erickson (2001)

mengungkapkan bahwa, dalam suatu domain belajar, pemahaman

merupakan prasyarat mutlak untuk tingkatan kemampuan kognitif yang

lebih tinggi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah sekumpulan intervensi uang

bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahakan fungsi vital organ

pada korban henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini terdiri dari

pemberian kompresi dada dan bantuan nafas (Hardisman, 2014).

Caldiopulmonary Resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP)


diberikan ketika tidak ada tanda – tanda kehidupan, tidak bernafas, tidak

berespons, dan tidak bergerak (Aryono, 2011).

Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan menggunakan

kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Dalam empat sampai lima

menit tidak dilakukan resusitasi dengan kompresi maka otak sudah mati

dan tidak berfungsi lagi (Ganthikumar, 2016). Resusitasi jantung paru

adalah prosedur kegawatdaruratan medis yang ditujukan untuk serangan

jantung dan pada henti nafas (Aryono, 2011). Menurut Krisanty (2009)

bantuan hidup dasar adalah memberikan bantuan eksternal terhadap

sirkulasi dan ventilasi pada pasien henti jantung atau henti nafas melalui

RJP/ CPR. RJP merupakan salah satu yang mendasari bantuan hidup dasar

dan dapat bervariasi dalam pendekatan optimal terhadap RJP, tergantung

pada penolong, korban dan sumber daya yang bersedia. Tetapi hal-hal

yang mendasar tidak mengalami perubahan, yaitu bagaimana melakukan

RJP segera dan efektif. Mengingat hal ini terus menjadi prioritas.

(Ambulans gawat darurat 118, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyorini pada tahun 2011,

tentang hubungan pengetahuan perawat dengan keterampilan perawat

dalam melaksanakan RJP. Didapatkan hasil 76,7 % responden memiliki

keterampilan melakukan RJP baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti separoh 20 (60,6%) orang responden dengan

pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi.


Menurut asumsi peneliti pemahaman penerapan RJP merupakan

persayaratan yang dilakukan oleh seorang perawat untuk meningkatkan

kemampuan kognitif yang lebih tinggi dalam penerapan RJP, dan bisa

mengaplikasikan, menganalisis, dan bisa mengevaluasi kemampuan

seseorang dalam penerapan RJP. Pemahaman resusitasi jantung paru

sangat diperlukan oleh seorang perawat karena, dengan bisanya RJP

seorang perawat menolong pada saat pasiennya dalam gawat nafas, tidak

mempunyai respon, dan tidak bergerak. Pemahaman perawat dalam

penerapan resusitasi jantung paru sangat dibutuhkan sekali pada ruangan

IGD dan ruangan ICU karena pada runagan tersebut kebanyakan

pasiennya mengalami kegawatan sehingga membutuhkan resusitasi

jantung paru.

5.4.2 Bivariat

a. Hubungan Usia Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi


Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Tabel 5.3.1 menunjukkan Hubungan Usia Perawat Dengan Pemahaman

Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017, dari 24 orang

responden berusia dewasa awal, terdapat 17 (70,8%) orang responden

pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi. Dari 9 orang responden berusia

dewasa akhir, dan 4 (44,4%) orang responden pemahaman penerapan RJP

tingkat rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,014 (p<α)

maka dapat disimpulkan adanya Hubungan Usia Perawat Dengan


Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD

dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017.

Umur berkaitan dengan kedewasaan atau maturitas seseorang.

Kedewasaan adalah kedewasaan tehnis dalam melaksanakan tugas-tugas

maupun kedesawaan psikologis (Kurniadi,2013). Menurut Siagian (2001),

semakin lanjut usia seseorang semakin meningkat pula kedewasaan tehnis

maupun psikologisnya, serta menunjukkan kematangan jiwa. Umur

semakin meningkat akan meningkatkan pula kebijakan kemampuan

seseorang dalam mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan

emosi dan bertoleransi terhadap pandangan orang lain.

Beberapa definisi tentang pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.

Menurut Sudaryono (2012), pemahaman (comprehension) adalah

kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah

sesuatu itu diketahui atau diingat, yang mencakup kemampuan untuk

menangkap makna dari arti dan bahan yang telah dipelajari, yang

dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Menurut Eko Putro Widoyoko (2014), pemahaman merupakan proses

mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat

lisan, tulisan, atau grafik yang telah disampaikan melalui pengajaran,

buku, dan sumber-sumber belajar lainnya. Sementara Ngalim Purwanto

(2013) menyatakan bahwa pemahaman atau komprehensi adalah tingkat


kemampuan seseorang yang diharapkan mampu memahami arti atau

konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya sehingga seseorang tidak

hanya hafal secara verbalistis tetapi juga memahami konsep dari masalah

atau fakta yang ditanyakan. Menurut Berns & Erickson (2001)

mengungkapkan bahwa, dalam suatu domain belajar, pemahaman

merupakan prasyarat mutlak untuk tingkatan kemampuan kognitif yang

lebih tinggi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan menggunakan

kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Dalam empat sampai lima

menit tidak dilakukan resusitasi dengan kompresi maka otak sudah mati

dan tidak berfungsi lagi (Ganthikumar, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martini tahun 2007, tentang

hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan fasilitas

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap Bprsud

Kota Salatiga. Didapatkan hasil 41% umur responden 20 sampai 30 tahun.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

(72,7%) orang responden yang berusia antara 26 sampai 35 yang disebut

dewasa awal.

Menurut asumsi peneliti usia sangat mempengaruhi seseorang dalam

melakukan tindakan terutama tindakan yang membutuhkan tenaga yang

lebih seperti tindakan resusitasi jantung paru. Semakin tinggi usia

seseorang perawat maka memiliki pengalaman yang baik, pola pikir yang
matang dalam mengahadapi pasien yang mengalami kegawatan sehingga

membutuhkan tindakan resusitasi jantung paru. Usia yang matang akan

memperlihatkan kualitas kerja perawat sehingga pemahaman perawat

dalam penerapan resusitasi jantung paru sangatlah baik. Pemahaman

penerapan resusitasi jantung paru pada setiap ruangan, dan juga pada

setiap perawat merupakan hal yang wajib diberikan untuk melakukan

tindakan pada saat terjadinya kegawatan.

b. Hubungan Pendidikan Perawat Dengan Pemahaman Penerapan


Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Tabel 5.3.1 menunjukkan Hubungan pendidikan Perawat Dengan

Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD

dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017, dari 17

orang responden berpendidikan tinggi, terdapat 15 (88,2%) orang

responden pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi. Dari 16 orang

responden berpendidikan rendah, terdapat 6 (37,5%) orang responden

pemahaman penerapan RJP tingkat sedang. Hasil uji statistik diperoleh

nilai p value = 0,003 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan

pendidikan Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung

Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi tahun 2017.

Menurut Hasibuan (2000), pendidikan merupakan indikator yang

mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu


pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap

akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu.

Tingkat pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi

mengembangkan kemapuan dan kualitas kepribadian seseorang, dimana

semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar untuk memanfaatkan

pengetahuan dan keterampilan. (Siagian, 2001). Tingkat pendidikan lebih

tinggi pada umumnya menyebabkan seseorang lebih mampu dan bersedia

menerima posisi dan tanggung jawabnya (Gibson, Ivancevich & Donnelly,

2011).

Beberapa definisi tentang pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.

Menurut Sudaryono (2012), pemahaman (comprehension) adalah

kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah

sesuatu itu diketahui atau diingat, yang mencakup kemampuan untuk

menangkap makna dari arti dan bahan yang telah dipelajari, yang

dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Menurut Eko Putro Widoyoko (2014), pemahaman merupakan proses

mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat

lisan, tulisan, atau grafik yang telah disampaikan melalui pengajaran,

buku, dan sumber-sumber belajar lainnya. Sementara Ngalim Purwanto

(2013) menyatakan bahwa pemahaman atau komprehensi adalah tingkat

kemampuan seseorang yang diharapkan mampu memahami arti atau


konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya sehingga seseorang tidak

hanya hafal secara verbalistis tetapi juga memahami konsep dari masalah

atau fakta yang ditanyakan. Menurut Berns & Erickson (2001)

mengungkapkan bahwa, dalam suatu domain belajar, pemahaman

merupakan prasyarat mutlak untuk tingkatan kemampuan kognitif yang

lebih tinggi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan menggunakan

kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Dalam empat sampai lima

menit tidak dilakukan resusitasi dengan kompresi maka otak sudah mati

dan tidak berfungsi lagi (Ganthikumar, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martini tahun 2007, tentang

hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan fasilitas

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap Bprsud

Kota Salatiga. Didapatkan hasil 77% pendidikan responden tinggi.

Menurut asumsi peneliti pendidikan yang tinggi bisa mencerminkan

kualitas kerja yang baik. Perawat yang mempunyai pendidikan tinggi pada

umunya mengikuti pelatihan yang ada seperti resusitasi jantung paru,

sehingga orang yang telah mengikuti pelatihan resusitasi jantung paru akan

mengerti dengan tindakan yang dilakukan pada saat terjadinya kegawatan.

Tingkat Pemahaman orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan

berbeda dengan tingkat pemahaman orang yang berpendidikan rendah. Ini

semua dibuktikan pada orang yang memiliki tingkat pemahaman tinggi


tentang resusitasi jantung paru, pada saat terjadinya kegawatan orang

tersebut akan langsung mengambil tindakan tanpa menunggu atau

melalaikan pasien yang sedang gawat napas, tidak bergerak, tidak

berespon.

c. Hubungan Masa Kerja Perawat Dengan Pemahaman Penerapan

Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.

Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Tabel 5.3.1 menunjukkan Hubungan masa kerja Perawat Dengan

Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD

dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017, dari 16

orang responden dengan masa kerja baru, terdapat 6 (37,5%) orang

responden pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi. Dari 17 orang

responden dengan masa kerja lama, terdapat 14 (82,4%) orang responden

pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p value = 0,031 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan masa

kerja Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru

(RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi

tahun 2017.

Masa kerja dapat menggambarkan pengalamannya dalam menguasai

bidang tugasnya. Pada umumnya, pertugas dengan pengalaman kerja yang

banyak tidak memerlukan bimbingan dibangdingkan dengan petugas yang

pengalamannya sedikit. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu


organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga

kecakapan kerjanya semakin baik. (Ranupendoyo dan Saud, 2005

Beberapa definisi tentang pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.

Menurut Sudaryono (2012), pemahaman (comprehension) adalah

kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah

sesuatu itu diketahui atau diingat, yang mencakup kemampuan untuk

menangkap makna dari arti dan bahan yang telah dipelajari, yang

dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Menurut Eko Putro Widoyoko (2014), pemahaman merupakan proses

mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat

lisan, tulisan, atau grafik yang telah disampaikan melalui pengajaran,

buku, dan sumber-sumber belajar lainnya. Sementara Ngalim Purwanto

(2013) menyatakan bahwa pemahaman atau komprehensi adalah tingkat

kemampuan seseorang yang diharapkan mampu memahami arti atau

konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya sehingga seseorang tidak

hanya hafal secara verbalistis tetapi juga memahami konsep dari masalah

atau fakta yang ditanyakan. Menurut Berns & Erickson (2001)

mengungkapkan bahwa, dalam suatu domain belajar, pemahaman

merupakan prasyarat mutlak untuk tingkatan kemampuan kognitif yang

lebih tinggi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.


Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan menggunakan

kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Dalam empat sampai lima

menit tidak dilakukan resusitasi dengan kompresi maka otak sudah mati

dan tidak berfungsi lagi (Ganthikumar, 2016). Resusitasi jantung paru

adalah prosedur kegawatdaruratan medis yang ditujukan untuk serangan

jantung dan pada henti nafas (Aryono, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martini tahun 2007, tentang

hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan fasilitas

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap Bprsud

Kota Salatiga. Didapatkan hasil 53% masa kerja responden antara 1

samapi 10 tahun.

Menurut asumsi peneliti masa kerja seorang perawat sangat

mempengaruhi kualitas kerja seorang perawat yang bekerja dirungan.

Semakin lama perawat tersebut bekerja di rumah sakit maka semakin

banyak pengalaman yang didapatkan oleh perawat tersebut, sehingga

perawat tersebut mempunyai kualitas kerja yang baik, pada penelitian ini

pemahaman perawat yang sudah lama bekerja dirumah sakit sangat

berbeda dengan pemahaman orang yang baru bekerja dirumah sakit

tersebut, itu disebabkan karena perawat yang sudah lama bekerja memiliki

pemahaman yang lebih karena sering terpapar dengan tindakan tersebut

sehingga lebih paham dengan apa yang harus dikerjakannya. Pada intinya
perawat yang bekerja sudah lama memiliki pola pikir yang matang,

bersikap yang baik, dan mempunyai kualiatas kerja yang baik.

d. Hubungan Jenis Kelamin Perawat Dengan Pemahaman Penerapan


Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

Tabel 5.3.1 menunjukkan Hubungan jenis kelamin Perawat Dengan

Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD

dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017, dari 14

orang responden berjenis kelamin laki-laki, terdapat 7 (50%) orang

responden pemahaman penerapan RJP tingkat sedang. Dari 19 orang

responden dengan masa kerja lama, terdapat 15 (78,9%) orang responden

pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p value = 0,010 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya Hubungan jenis

kelamin masa kerja Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi

Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2017.

Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada

manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. Pada kebanyakan

hewan non-hermafrodit, tumbuhan berumah dua (dioecious), dan

berbagai organisme rendah orang menyebutnyajantan dan betina. Jantan

adalah kelompok yang. (Depkes RI,2009).

Penelitian menunjukkan bahwa perempuan secara keseluruhan lebih dapat

menerima perawatan medis dan mengambil risiko lebih sedikit pada


kesehatan mereka dari pada laki-laki. Hal ini mungkin karena perempuan

pada dasarnya telah ikut berperan sebagai pemberi perawatan sehingga

mereka lebih terbuka terhadap pengajaran tentang promosi kesehatan.

Selain itu, mereka lebih sering berhubungan dengan penyelenggara

kesehatan saat mengandung dan membesarkan anak. Laki-laki sebaliknya,

cenderung kurang dapat menerima intervensi perawatan-kesehatan dan

mungkin lebih beresiko. Karena banyak dari perilaku ini yang dianggap

terjadi secara sosial, maka perubahan dalam perilaku mencari-kesehatan

pada laki-laki dan perempuan mulai terlihat seiring dengan meningkatnya

perhatian yang diberikan terhadap gaya hidup yang lebih sehat dan karena

perpaduan peran gender di rumah dan di tempat kerja (Kurniadi,2016).

Beberapa definisi tentang pemahaman telah diungkapkan oleh para ahli.

Menurut Sudaryono (2012), pemahaman (comprehension) adalah

kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah

sesuatu itu diketahui atau diingat, yang mencakup kemampuan untuk

menangkap makna dari arti dan bahan yang telah dipelajari, yang

dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Menurut Eko Putro Widoyoko (2014), pemahaman merupakan proses

mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat

lisan, tulisan, atau grafik yang telah disampaikan melalui pengajaran,

buku, dan sumber-sumber belajar lainnya. Sementara Ngalim Purwanto


(2013) menyatakan bahwa pemahaman atau komprehensi adalah tingkat

kemampuan seseorang yang diharapkan mampu memahami arti atau

konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya sehingga seseorang tidak

hanya hafal secara verbalistis tetapi juga memahami konsep dari masalah

atau fakta yang ditanyakan. Menurut Berns & Erickson (2001)

mengungkapkan bahwa, dalam suatu domain belajar, pemahaman

merupakan prasyarat mutlak untuk tingkatan kemampuan kognitif yang

lebih tinggi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah sekumpulan intervensi uang

bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahakan fungsi vital organ

pada korban henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini terdiri dari

pemberian kompresi dada dan bantuan nafas (Hardisman, 2014).

Caldiopulmonary Resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP)

diberikan ketika tidak ada tanda – tanda kehidupan, tidak bernafas, tidak

berespons, dan tidak bergerak (Aryono, 2011).

Resusitasi jantung paru (RJP) yang efektif adalah dengan menggunakan

kompresi dan dilanjutkan dengan ventilasi. Dalam empat sampai lima

menit tidak dilakukan resusitasi dengan kompresi maka otak sudah mati

dan tidak berfungsi lagi (Ganthikumar, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martini tahun 2007, tentang

hubungan karakteristik perawat, sikap, beban kerja, ketersediaan fasilitas

dengan pendokumentasian asuhan keperawatan di Rawat Inap Bprsud


Kota Salatiga. Didapatkan hasil 53% responden berjenis kelamin

perempuan.

Menurut asumsi peneliti jenis kelamin sangat menentukan kualitas kerja

perawat. Jenis kelamin perawat yang perempuan lebih peduli. Perawat

perempuan selalu ingin tahu dan selalu ingin menambah wawasan dalam

bidang pengetahuan sehingga dapat meningkatkan pemahaman untuk lebih

maksimal memberikan asuhan keperawatan pada pasiennya. Perawat

perempuan terbuka menerima saran dari pada laki. Hal ini disebabkan

perempuan pada dasarnya telah ikut berperan sebagai pemberi perawatan

sehingga mereka lebih terbuka terhadap pengajaran yang telah diberikan.

Perempuan lebih memiliki perasaan yang bisa membuat pasiennya bisa

sembuh dan menerima keadaannya pada saat sakit. Pada penelitian ini

pemahaman perawat yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi

dibandingkan tingkat pemahaman perawat yang berjenis kelamin laki-laki.


BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Hasil penelitian menjelaskan lebih dari separoh 24 (72,7%) orang

responden yang berusia antara 26 sampai 35 yang disebut dewasa awal.

Dewasa akhir sebanyak 9 (27,3%) orang responden.

6.1.2 Hasil penelitian menjelaskan bahwa lebih dari separoh 17 (51,5%) orang

responden berpendidikan tinggi, dan sebanyak 16 (48,5%) orang

responden berpendidikan rendah.

6.1.3 Hasil penelitian menjelaskan bahwa lebih dari separoh 17 (51,5%) orang

responden dengan masa kerja perawat lama, dan sebanyak 16 (48,5%)

orang responden dengan masa kerja perawat yang baru.

6.1.4 Hasil penelitian menjelaskan bahwa lebih dari separoh 19 (57,6%) orang

responden berjenis kelamin perempuan, dan sebanyak 14 (42,4%) orang

responden dengan berjenis kelamin laki-laki.

6.1.5 Hasil penelitian menjelaskan bahwa lebih dari separoh 20 (60,6%) orang

responden dengan pemahaman penerapan RJP tingkat tinggi, 8 (24,2%)

orang responden dengan pemahaman penerapan RJP tingkat sedang, dan

sebanyak 5 (15,2%) orang responden dengan pemahaman penerapan RJP

tingkat rendah.
6.1.6 Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,014 (p<α) maka dapat

disimpulkan adanya Hubungan Usia Perawat Dengan Pemahaman

Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD

Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017.

6.1.7 Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,003 (p<α) maka dapat

disimpulkan adanya Hubungan pendidikan Perawat Dengan Pemahaman

Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD

Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017.

6.1.8 Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,031 (p<α) maka dapat

disimpulkan adanya Hubungan masa kerja Perawat Dengan Pemahaman

Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD dan ICU RSUD

Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017.

6.1.9 Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,010 (p<α) maka dapat

disimpulkan adanya Hubungan jenis kelamin masa kerja Perawat Dengan

Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD

dan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2017

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengembangkan ilmu

pengetahuan, meningkatkan pemahaman dalam bidang riset keperawatan

dan menambah wawasan peneliti dalam menyusun skripsi serta

pemahaman tentang konsep resusitasi jantung paru (RJP).


6.2.2 Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian dapat dijadikan sumber referensi bagi peneliti lain yang

akan melakukan penelitian dengan tema yang sama dan variabel yang

berbeda secara eksperimen dengan jumlah sampel yang lebih besar.

6.2.3 Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran untuk meningkatkan

pemahaman penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP), serta untuk

mencegah komplikasi lanjutan yang bisa ditimbulkan apabila kurangnya

pemahaman penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

6.2.4 Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran dalam meningkatkan

pelayanan kesehatan khususnya dalam penerapan Resusitasi Jantung Paru

(RJP) di Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.


Daftar pustaka

Aryono, A., (2011). Advance Life Support (Bantuan Hidup Lanjut) Final Draft.

IDSAI

Bern, Robert G. dan Patricia M. Erickson. (2001). Contextual Teaching and

learning : Preparing Students for the New Economy.

http://eric.ed.gov/?id=ED452376 diakses pada 23 Maret 2016.

BT&CLS (Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support, Yayasan

Ambulans Gawat Darurat 118 & PT Ambulans Satu Satu Delapan ; editor,

Aryono Pusponegoro. Jakarta : Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118.

Charles, D, Deakin. (2010). European Resusciation Council Guidelines for

Resuciation 2010 Section 4. Adult Advanced Life Support. Resusciation.

Depkes RI (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depertemen Republik

Indonesia.

Depkes RI. (2005). Instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di

rumah sakit (cetakan keempat). Jakarta : Depkes.

Ernawati. (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika

Siswa SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi Jurusan

Pendidikan Matematika FPMIPA UPI (tidak dipublikasikan).

Ganthikumar, K. (2016). Indikasi dan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru

(RJP). Vol. 6 No.1, Hal:58-64.


Gibson, J. L., Ivancevich, J.M., Donelly, J.H (2011). Organization: behavior,

structur, and process. 14 edition. Kentucky: McGraw-Hill Educiation.

Goldbelger, K.G.S.2012. Pertolongan pertama dan RJP Ed.2. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. (2009). Metode penelitan keperawatan dan Teknik Analisa Data.

Jakarta: Salemba Medika.

Hadisman. (2014). Gawat Darurat Medis – Praktik. Yogyakarta: Gosyen

Publishing.

Hamid, Achir Yani S. (2007). Buku Ajar Riset Keperawatan, Konsep Etika Dan

Instrumentasi. Jakarta : EGC

Handoko, Hani. (2010). Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia. Edisi

kedua. Yogyakarta: BPFE UGM.

Hasibuan, M.S.P. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Hasibuan, M.S.P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. (edisi dua), Jakarta:

Bumi Aksara.

Hasibuan, M.S.P. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. (edisi revisi),

Jakarta: Bumi Aksara.

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, D. (Eds). (2001). Adding It Up: Helping

Children Learn Mathematics. Washington: National Academy Press.

Source: http://www.eurekapendidikan.com/2016/12/tingkat-pemahaman-
konsep.html

Disalin dan Dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan.

Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran, Jakarta : Prehallindo.

Kutipan dari Naskah Akademik Pendidikan keperawatan Indonesia oleh

PPNI,AIPNI,AIPDIKI dan dukungan dari Kemendiknas (Project HPEQ

2009-2015).

Krisanty, P. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info

Mediksa.

Kurniadi. (2013). Analisis hubungan antara karakteristik perawat dengan

kepuasan kerja dan prestasi kerja perawat di RSUD Budi Asih. Tesis,

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan

Mackay, S.S. (2004). Asuhan Kegawatdaruratan. Jakarta : Trans Info Media

Mangkunegara, A.A.A.P. (2004). Manajemen sumber daya manusia perusahaan.

Cetakan ke 5. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Ngalim Purwanto. (2013). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Notoatmodjo, S. (2003). Prinsip – Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Trans Info

Media.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian . Jakarta : PT Bumi Aksara


Purwanto Heri (2000), Manajement And Leadership In Nursing And Health Care

: An Experiental Approach. Third Edition. Boston: John and Bartlett

Publiser Inc.

Ranupendoyo dan Suad, (2005). Manajemen personalia, edisi4, Pustaka Binawan

Presindo FE - UGM, Yogyakarta.

Robbins, P. S., & Jugge, T.A. (2013). Organizational Behavior: Concept,

Controversies Aplication (15 th ed.). New Jersey Prentice-Hall, Inc., Upper

Saddle River

Sampurna, M., 2009. Pertolongan pertama dan RJP Ed.3. Jakarta: EGC.

Sartono., Masudik., Suhaeni, AE. Basic Trauma Life Support. Ed.2, Cetakan ke –

XXII, revisi 2016. GADAR Medik Indonesia, Bekasi.

Siagian, S.P. (2001). Manajemen sumber daya manusia; Human resourse

management. Cetakan kedelapan, Jakarta : Bumi Aksara.

Sudaryono. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung :

Alfabeta.

Suharsono, T. Ningsih, D. (2012) Penatalaksanaan Henti Jantung Di Luar Rumah

Sakit. Malang : UMMP Press

Sudiharto, Sartono. (2013). Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta.

Sudjana, Nana. (2010). Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran. Jakarta: Bumi

Aksara.
Taylor & Cozenza, (1994). Conceptual choice model for hospitals service,

Diakses dari:http://proques.umi.com/pqdweb, diperoleh tanggal 12 Maret

2008)

Usman, Moh. Uzer. (2002). Menjadi Guru Profesional. (Cet. XIV). Ed. II.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Virlianti, Y. (2002). Analisis Pemahaman Konsep Siswa dalam Memecahkan

Masalah kontekstual pada Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan

Realistik. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI (tidak

dipublikasikan).

Widya A. (2015). Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta ;

Rinerka Citra.

WHO. (2004). C-Reactive Protein and primary prevention of heart disease


Lampiran 1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan/Tahun

No Uraian Kegiatan 2016-2017

Desember Januari Februari Maret April Mei

1 Pemilihan Peminatan &


Pengajuan Tema Penelitian
2 Registrasi Judul
3 Penulisan Proposal
4 Ujian Seminar Proposal
5 Perbaikan Proposal
Penelitian
6 Pengumpulan Proposal
Penelitian
7 Penelitian
8 Penulisan hasil skripsi
9 Ujian skripsi
Lampiran 2

KISI – KISI KUESIONER

Tujuan Variable Jumlah pertanyaan Nomor item

pertanyaan

Mengetahui Karakteristik 4 1, 2, 3, 4

karakteristik perawat

perawat dan

pemahaman

penerapan

resusitasi jantung Pemahaman


20 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
paru (RJP) penerapan
8, 9, 10, 11, 12,
resusitasi jantung
13, 14, 15, 16, 17,
paru (RJP)
18, 19, 20
Lampiran 3

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth:
Calon Responden di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
Kota Bukittinggi
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKes Perintis Padang:
Nama : Misye Herlindawati
Nim : 13103084105023
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Karakteristik Perawat
Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di Ruangan
IGD Dan ICU RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017”.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudara sebagai
responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian.
Apabila saudara menyetujui, maka dengan ini saya mohon kesediaan untuk
menandatangani lembar persetujuan (informed concent) dan melakukan tindakan
yang saya berikan.
Demikian atas perhatiannya dan kesediaan saudara sebagai responden saya ucapkan
terimakasih.

Peneliti

Misye Herlindawati
Lampiran 4

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah dijelaskan maksud dari peneliti, maka saya bersedia menjadi responden yang
dilakukan oleh saudari Misye Herlindawati Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Perintis Padang yang akan mengadakan penelitian dengan judul
“Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Pemahaman Penerapan Resusitasi
Jantung Paru (RJP) Di Ruangan IGD Dan ICU RSUD Dr.Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2017”.

Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan sesungguhnya sukarela tanpa
paksaan siapapun agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, Juni 2017

Responden

( )
Lampiran 5

LEMBAR KUESIONER

No.Responden

HUBUNGAN KARAKTERISITIK PERAWAT DENGAN

PEMAHAMAN PENERAPAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

DI RUANGAN IGD DAN ICU RSUD Dr.ACHMAD

MOCHTARBUKITTINGGI TAHUN 2017

Petunjuk pengisian pernyataan

1. Baca dan isilah lembaran kuesioner dengan lengkap

2. Berilah tanda ceklis ( √ ) pada salah satu yang ditentukan

3. Jika telah diisi dengan lengkap diserahkan kembali pada peneliti

4. Terimakasih atas partisipasi Bapak / Ibu dan Selamat Mengisi

A. Karakteristik Perawat

Nama :

Ruang dinas :
1. Usia :

2. Pendidikan : DIII Keperawatan

S1 Keperawatan

S2 Keperawatan

3. Masa kerja : ≤3 tahun

>3 tahun

4. Jenis Kelamin : Laki – laki

Perempuan
B. Pemahaman Perawat terhadap RJP

Petunjuk pengisian pernyataan

1. Baca dan isilah lembaran kuesioner dengan lengkap

2. Berilah tanda ceklis ( √ ) pada salah satu yang ditentukan

3. Jika telah diisi dengan lengkap diserahkan kembali pada peneliti

4. Terimakasih atas partisipasi Bapak / Ibu dan Selamat Mengisi

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Resusitasi dilakukan kepada orang yang tidak bias bernafas, dan

tidak ada pergerakan sama sekali

2. Resusitasi jantung paru adalah prosedur kegawatdaruratan medis

yang ditujukan untuk serangan jantung dan henti nafas

3. Resusitasi jantung paru dilakukan untuk membuat seseorang

bernafas kembali

4. Resusitasi dapat dilakukan dipinggir jalan, yang penting korban

dan penolong terlindungi

5. Untuk mengecek respon korban dilakukan dengan menepuk bahu

korban
6. Jika korban tidak merespon langsung memanggil bantuan

7. Berikan nafas buatan setiap 10 detik

8. Kecepatan kompresi dada dilakukan selama 120 x / menit

9. Kedalaman penekanan dada saat resusitasi sekitar 5 cm

10. Kompresi dada merupakan penekanan dibagian garis tengah dada

11. Langsung amankan korban ketika korban sudah tersadar

12. Cek nadi dilakukan pada nadi yang ada dibagian leher

13. Apabila sudah terlihat adanya pengembangan dada berarti nafas

buatan yang diberikan penolong sudah berhasil

14. Kompresi dada yang efektif dilakukan dengan penekanan yang

tegas dan cepat

15. Semakin cepat kompresi semakin cepat korban tersadar

16. Sebagai penolong harus selalu menyiapkan alat perlindungan diri

seperti sarung tangan dan masker

17. Jika penolong sudah lelah harus ada yang menggantikan untuk

mengkompresi korban
18. Ketika melihat orang kecelakaan langsung telpo0n ambulans

19. Jika korban sudah tidak teraba nadinya langsung lakukan

kompresi dada

20. Resusitasi hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah pernah

ikut pelatihan

Skor

(Shella Rachmawaty, FIK UI, 2012)


MASTER TABEL

Karakteristik Perawat Pemahaman Penerapan RJP

Tingkat Jenis
Usia Masa Kerja
Pendidikan Kelamin
No.
Nama Lam
KT a
Umur KTG Pend. KTG L/P KTG P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 ∑
G Kerj P
a
1 Tn. M 26 1 D3 2 2 1 L 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 15
2 Ny. L 31 1 S1 1 5 2 P 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 16
3 Ny. E 33 1 S1 1 4 2 P 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 17
4 Ny. I 32 1 S1 1 4 2 P 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 18
5 Tn. R 37 2 D3 2 2 1 L 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 11
6 Ny. M 28 1 S1 1 6 2 P 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19
7 Ny. Y 31 1 S1 1 4 2 P 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 17
8 Ny. S 33 1 S1 1 4 2 P 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19
9 Tn. C 32 1 D3 2 3 1 L 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 16
10 Tn. M 32 1 S1 1 7 2 L 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 17
11 Tn. A 32 1 S1 1 3 1 L 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 17
12 Ny. A 38 2 D3 2 3 1 P 2 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 11
13 Tn. N 27 1 D3 2 5 2 L 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 14
14 Ny,M 43 2 S2 1 7 2 P 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 17
15 Tn. H 25 1 D3 2 3 1 L 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 15
16 Ny. G 38 2 D3 2 3 1 P 2 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 11
17 Ny. D 28 1 S1 1 4 2 P 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19
18 Tn. J 28 1 S1 1 2 1 L 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 17
19 Ny. K 37 2 D3 2 5 2 P 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19
20 Tn. P 36 2 D3 2 1 1 L 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 11
21 Tn. Y 27 1 S1 1 2 1 L 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 16
22 Ny. N 28 1 D3 2 4 2 P 2 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 11
23 Ny. M 36 2 D3 2 1 1 P 2 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13
24 Ny. E 28 1 S1 1 5 2 P 2 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 17
25 Tn. I 28 1 S1 1 2 1 L 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 12
26 Tn. N 36 2 D3 2 5 2 L 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 15
27 Ny. R 26 1 D3 2 2 1 P 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 17
28 Tn. R 28 1 S1 1 3 1 L 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 15
29 Ny. D 24 1 D3 2 2 1 P 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19
30 Ny. N 43 2 S1 1 5 2 P 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 16
31 Tn. H 28 1 D3 2 1 1 L 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 14
32 Ny. D 26 1 D3 2 4 2 P 2 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 16
33 Ny. B 27 1 S1 1 2 1 P 2 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 18

Keterangan Usia Keterangan Masa Kerja


∑ = Jumlah 1. Baru : ≤3tahun
KAT = Kategori 2. Lama : >3 tahun
1. Dewasa Awal : 26- 35 tahun
2. Dewasa Akhir : 36- 45 tahun Keterangan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

1. Tingkat tinggi : bila responden mampu menjawab dengan benar 76 – 100 %


Keterangan Pendidikan (Pend.) 2. Tingkat sedang: bila responden mampu menjawab dengan benar 56 – 75 %
1. Tinggi : S2 Keperawatan dan S1 Keperawatan 3. Tingkat rendah : bila responden mampu menjawab dengan benar <56
2. Rendah: DIII Keperawatan

Keterangan Jenis Kelamin (JK)

1. Laki – laki = L
2. Perempuan = P

Anda mungkin juga menyukai