INDONESIA
DARURAT RESISTENSI
VEKTOR DBD
DENGUE,
ANTARA VAKSIN DAN SEROTIPE BARU
Ceritaku di Lobar:
“…Yang Berpengaruh Yang Blusukan … “
Japanese encephalitis
Arthropod Viral Disease Yang Belum Banyak Dikenal
KILAS PERISTIWA
Mereka menempuh jarak lebih dari 200 KM un-
tuk sampai di Loka Litbang P2B2 Ciamis dari
Kampus Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Ban-
dung. Beberapa moment kebersamaan tera-
badikan melalui lensa Kilas Peristiwa...
Gerombol segitiga
Bersantai Menonton...
Siap beraksi….
Tanpa meja….
Mounting practice...
Kementerian Kesehatan RI
Badan Litbang Kesehatan
Loka Litbang P2B2 Ciamis
©2015
ISSN : 1978-1253
SUSUNAN REDAKSI
Penanggung Jawab:
Lukman Hakim, SKM, M.Epid
Pemimpin Redaksi:
Mara Ipa, SKM, MSc
Sekretaris Redaksi:
Dani Arif Cahyadi, S.Sos
Redaktur:
Joni Hendri, SKM, M.Biotek Firda Yanuar Pradani, S.Si. M.Si
Rohmansyah W.N, S.Sos Hubullah Fuadzy, S.Si M. Umar Riandi, S.Si
Mutiara Widawati, S.Si Aryo Ginanjar, SKM
Kontributor Tamu:
Endang Puji Astuti, SKM, M.Si Heni Prasetyowati, S.Si, M.Sc Fery Jelitawati
Redaktur Pelaksana:
Pandji Wibawa Dhewantara, S.Si, MIL
Keuangan:
Nela Maliana, SE
Alamat Redaksi:
Loka Litbang P2B2 Ciamis
Jl. Raya Pangandaran Km.03 Ds. Babakan Kp. Kamurang
Pangandaran 46396, Jawa Barat – Indonesia
Telp/Faks: (0265) 639375
Email: sekretariat.inside@gmail.com
Terbit Pertama:
Desember 2006 (Terbit 2 Kali dalam setahun)
Diterbitkan oleh:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan
Loka Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis
Redaksi menerima karya tulis asli. Redaksi berhak menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah isi. Tulisan yang dimuat
sepenuhnya menjadi hak Majalah Inside. Pengiriman karya tulis disertai dengan alamat lengkap, nomor telepon yang dapat dihubungi,
dan alamat pos elektronik (pos-el). Untuk tulisan panjang (5-7 halaman) maksimal 10000 karakter tanpa spasi di Microsoft Word,
sedangkan tulisan pendek (1-2 halaman) maksimal 2000 karakter tanpa spasi.
Hak cipta atas seluruh artikel yang dimuat di majalah ini sepenuhnya milik redaksi. Redaksi berhak untuk mengumumkan dan
memperbanyak, tanpa perlu persetujuan penulis.
Cover image:
DAFTAR ISI
FOKUS UTAMA
6
INDONESIA DARURAT RESISTENSI
VEKTOR DBD
17
DENGUE,
ANTARA VAKSIN DAN SEROTIPE BARU
CAKRAWALA DAERAH
Investigasi
Redaksi
Pendahuluan
Infeksi oleh virus dengue atau yang lebih populer disebut dengan demam
berdarah dengue (DBD) telah menjadi momok yang menakutkan bagi
penduduk dunia termasuk di Indonesia. Pada tahun 2013 Insiden Rate (IR)
DBD di Indonesia tercatat kurang lebih sebesar 35-40 per 100.000 penduduk
dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,73%.1 Dengan jumlah penduduk
sebanyak 253.609.643 jiwa (data BPS 2013) maka kurang lebih 8,9 juta jiwa
penduduk Indonesia berisiko terinfeksi virus dengue dan sebanyak 64.970 jiwa
meninggal dunia akibat virus mematikan ini.
Belum adanya vaksin dan obat anti-dengue yang saat ini siap digunakan,
mengharuskan para pemangku kebijakan menitikberatkan pengendalian in-
feksi dengue pada pengendalian serangga penyebar penyakit (vektor) yaitu
nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus menggunakan berbagai jenis
insektisida. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1973 tentang
“Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Insektisida”, in-
sektisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik, serta virus
yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah binatang-binatang
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. 2 Saat ini beberapa jenis in-
sektisida telah digunakan sebagai pengendali nyamuk seperti Organofosfat,
Karbamat, Sintetis piretroid, Neonikotinoid, Fenilpirasol, Hormon tertentu maupun
beberapa insektisida nabati dan mikroba. 2
Sejarah dunia mencatat, insektisida telah digunakan oleh manusia sekitar 1000
tahun sebelum masehi. Saat itu, insektisida masih berupa insektisida alami seperti
belerang, ekstrak lada maupun nikotin untuk mematikan beberapa hama tanaman.
Pada tahun 1940 tepatnya pada saat perang dunia II, insektisida sintetis telah di-
produksi secara terbatas seperti arsenik, rotenon, gas sianida dan klorit. Dichlorodi-
phenyltrichloroethane (DDT) merupakan insektisida sintesis pertama yang dibuat
sebagai pengendali serangga.3 Penggunaan DDT di Indonesia sebagai insektisida
diawali oleh pemerintah Belanda sebagai pengendali nyamuk malaria pada tahun
1945 di Jawa Barat.4 Selajutnya organofosfat dan piretriod sintetik tercatat telah
digunakan sejak tahun 1970an.5
Selain dapat memutus rantai penularan penyakit serta menurunkan popu-
lasi dan umur vektor, penggunaan insektisida memiliki dampak lainnya yaitu
resistensi. Menurut WHO resistensi adalah gambaran situasi dimana serangga
target seperti nyamuk tidak dapat dibunuh oleh dosis standar insektisida atau
Penutup
Badan kesehatan dunia WHO masih mengandalkan pengendalian vektor
menggunakan insektisida secara terpadu sampai dengan tahun 2020 disamping
harapan keberhasilan vaksin dengue yang saat ini masih dalam tahap uji klinis
tahap III. Oleh karena itu pemetaan status resistensi di Indonesia merupakan
informasi krusial dalam pelaksanaan manajemen resistensi insektisida. Hara-
pannya dengan adanya informasi tersebut insektisida yang digunakan lebih
tepat sesuai dengan status resistensi masing masing daerah. [JH]
Daftar Pustaka
1. Karyanti, M. R. et al. (2014). The changing incidence of Dengue Haemorrhagic Fever in
Indonesia: a 45-year registry-based analysis. BMC Infect. Dis., Vol.14.
2. Ditjen PP dan PL. (2012). Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam Pengen-
dalian Vektor. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
3. Ware, D. . & Whitacre, D. (2006). An Introduction to Insecticides (4th edition). Univer-
sity of Monnesota (Internet). Diakses tanggal 28 Januari 2015. [Tersedia di: http://
ipmworld.umn.edu/chapters/ware.htm].
4. Alfiah, S. (2011). Dikloro Difenil Trikloroetan (DDT). Vektora, III:pp.149–156.
5. Ahmad, I., Astari, S. & Tan, M. (2007). Resistance of Aedes aegypti (Diptera: Cu-
licidae) in 2006 to pyrethroid insecticides in Indonesia and its association with oxidase
and esterase levels. Pakistan J. Biol. Sci., Vol. 10:pp.3688–3692.
6. WHO. (2012). Global strategy for dengue prevention and control 2012-2020. 1–34
WHO Press, Genewa, Swiss.
7. IRAC. Insecticide Resistance: Causes and Action. Southern IPM Centre (Internet) di-
K
reatif, tak terpikirkan, namun belum tentu benar. Sekilas
yang terpikir setelah membaca berita Pikiran Rakyat
(26/01/2015) mengenai masyarakat Desa Jatisura di
Kabupaten Majalengka yang melakukan fogging massal
menggunakan asap dari serabut kelapa dicampur bubuk abate. Pros-
esnya sederhana, hanya menaburkan bubuk abate pada sabut kelapa
kering yang disimpan pada wadah yang terbuat dari batok kelapa,
kemudian dibakar agar mengepul asap. Harapan masyarakat adalah
nyamuk Aedes aegypti yang ada di dalam dan luar rumah dapat mati setelah kontak
dengan asap tersebut. Walaupun, diakui oleh tokoh masyarakat setempat belum ada
bukti yang menyatakan bahwa nyamuk tersebut mati.
Upaya pengendalian vektor tersebut muncul akibat kekecewaan masyarakat Desa
Jatisura kepada pihak pemerintah setempat yang dinilai lamban dalam mengan-
tisipasi merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah tersebut.
Selain itu, muncul pula kekhawatiran masyarakat apabila melihat kondisi curah hu-
jan yang cukup tinggi, serta keadaan lingkungan pemukiman yang sangat berpotensi
bagi perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti sebagai serangga penular penyakit
DBD.
Penyakit DBD ini disebabkan oleh virus dengue, ditularkan oleh nyamuk Aedes ae-
gypti sebagai vektor dominan dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Penu-
laran terjadi karena kebutuhan biologis nyamuk untuk mematangkan telurnya, beru-
pa darah manusia (antropofilik). Apabila darah manusia itu terinfeksi virus dengue,
maka nyamuk selama hidupya akan terinfeksi virus dengue juga. Pada saat nyamuk
tersebut menghisap darah manusia lainnya, maka sebagian virus dengue akan berpin-
dah dari nyamuk ke manusia, terjadilah kesakitan DBD.
Angka kesakitan DBD di Jawa Barat sungguh sangat memperihatinkan. Bahkan Gu-
bernur Jawa Barat secara langsung mengintruksikan jajaranya di Dinas Kesehatan
Jawa Barat untuk segera berkoordinasi dengan Kabupaten/Kota dalam rangka
mengantisipasi wabah DBD tahun 2015. Bukan hal yang berlebihan apabila kita
melihat pengalaman lonjakan kasus DBD di Jawa Barat. Pada tahun 2004 tercatat
kasus DBD di Jawa Barat mencapai 19.012 kasus dengan 214 diantaranya mening-
gal dunia (CFR 1,13%). Pada tahun 2010 meningkat tajam hingga mendapat predikat
sebagai propinsi dengan kasus DBD ke-2 tertinggi di Indonesia dengan jumlah kasus
mencapai 26.661 kasus dengan 184 diantaranya meninggal dunia (CFR 0,69). Ta-
Referensi
Dinas Kesehatan Prop. Jawa Barat. Data Demam Berdarah Dengue di Jawa Barat. Unpublished.
Fuadzy H. 2014. Status Kerentanan Larva Aedes aegypti Linn. Terhadap Temefos Pada Daerah En-
demis DBD Di Kota Tasikmalaya. Laporan Riset Pembinaan Badan Litbang Kesehatan RI.
Garza-Robledo, A. a., Martínez-Perales, J. F., Rodríguez-Castro, V. a., & Quiroz-Martínez, H. 2011.
Effectiveness of Spinosad and Temephos for the Control of Mosquito Larvae At A Tire Dump In
Allende, Nuevo Leon, Mexico. Journal of the American Mosquito Control Association, 27(4), 404–
407. doi:10.2987/11-6133.1
Georghio GP, Melon R. dalam Georghio G.P., and Sito, T., 1998. (editors) Pest Resistance to Pesti-
cides. Plenum Press. New York. p. 769.
Kemenkes RI. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Dirjen Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Pikiran Rakyat. 2015. http://www.pikiran-rakyat.com/node/313670. Diakses tanggal 27 Februari 2015.
Raharjo B. Uji Kerentanan (Susceptibility Test) Nyamuk Aedes aegypti (Linnaeus) Dari Surabaya,
Palembang, dan Beberapa Wilayah di Bandung Terhadap Larvasida Temephos (Abate 1 SG).
Bandung: ITB Bandung. 2006.
WHO. 1976. Expert Committee on Insecticide Resistance of Vectors and Reservoirs of Diseases to
Pesticides. Criteria and meaning of tests for determining the susceptibility or resistance, un-
published document, annex of 585 WHO technical report series, WHO/VBC/ 81.6, 4 pp.
WHO. 2010. Specifications And Evaluations For Public Health Pesticides; Temephos. FAO/WHO Eval-
uation Report 340/2010
DENGUE,
ANTARA VAKSIN DAN SEROTIPE BARU
Oleh: Heni Prasetyowati
B
erbicara masalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat kita. Pen-
yakit yang disebabkan oleh virus dengue ini kerap menjadi wa-
bah yang menelan korban jiwa. Seperti diketahui bahwa virus
Dengue memiliki empat serotipe yang selama ini dikenal oleh masyarakat,
yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus ini menunjukkan banyak
karakteristik yang sama dengan virus lain dari golongan flavivirus, seperti
mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid
ikosahendral dan terbungkus oleh selaput lipid. Juga virionnya mempunyai
diameter kira-kira 50 nm
Struktur antigen ke empat serotipe ini sangat mirip satu dengan yang
lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling
memberikan perlindungan silang. Variasi genetik ini tidak hanya
menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri
tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Secara klinik, ke empat
serotipe memiliki tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari
serotipe virus Dengue
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang mampu me-
nangkal serangan virus Dengue. Sebenarnya, infeksi dengue memberikan
kekebalan seumur hidup untuk serotipe tertentu tetapi untuk infeksi beri-
kutnya dengan tipe berbeda memungkinkan peningkatan derajat kepara-
han. Pada kasus Demam Berdarah (DB) ringan, biasanya pasien akan sem-
buh sendiri, namun untuk beberapa kasus berat membutuhkan pertolongan
medis untuk dapat sembuh. Karena itu para ahli berupaya mengembangkan
vaksin untuk mengeliminasi keempat serotipe tersebut secara bersamaan.
Dasar pengembangan vaksin dengue berdasarkan pada mekanisme pato-
genesis DBD. Teori yang disetujui sampai sekarang ialah ADE yang terlibat
secara langsung dalam progresivitas DBD yang terkait infeksi sekunder het-
erolog. Orang yang sudah terkena infeksi primer dengue akan memiliki re-
spons imunitas humoral maupun seluler yang protektif terhadap tipe DENV
yang sebelumnya telah menginfeksi. Berdasarkan hal itu, dikembangkan
Referensi
Researchers identify fifth dengue subtype” Lisa Schnirring, CIDRAP. http://www.cidrap.umn.edu/news-
perspective/2013/10/researchers-identify-fifth-. dengue-subtype
“First New Dengue Virus Type in 50 Years” Dennis Normile, Science. http://news.sciencemag.org/
health/2013/10/first-new-dengue-virus-type-50-years
“DENV-5: virus from the jungle comes to humans?” Ian McKay, Virology Down Under. http://
virologydownunder.blogspot.com.au/2013/10/denv-5-virus-from-jungle-comes-to-humans.html
“Fever from the forest: prospects for the continued emergence of sylvatic dengue virus and its impact
on public health” N. Vasilakis et al. Nat Rev Microbiol. 2011 June 13; 9(7): 532–541. http://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3321645/
Bahasan kali ini, mari merapat sedikit ke jajaran lintas sektor, kita jeda dulu
bahasan tentang keindahan Pulau Lombok. PKK akronim dari Penggerak Kesejahter-
aan Keluarga sangat akrab di telinga para ibu-ibu, namun bagaimana geliat organ-
isasi terdepan di lingkungan masyarakat di era kekinian ini? Untuk yang satu ini Ka-
bupaten Lombok Barat sangat layak untuk bersuara lantang, adalah Ny. Hj. Nanik
Suryatiningsih Zaini Arony. Ketua Penggerak PKK yang satu ini berbagi kisahnya atas
perannya sebagai pembisik orang nomor satu di Kabupaten Lombok Barat, sehingga
gaya blusukan-nya sukses sebagai jalan tol dalam menyampaikan aspirasi warga
Kabupaten Lombok Barat.
Apa sih peran Ibu sebagai Ketua Penggerak PKK Kabupaten Lobar?
“Saya selaku ketua ini tugasnya membantu pemerintah yaa program pemerintah
apa yang harus saya lakukan karena saya sebagai isteri bupati berkewajiban untuk
membahasakan menyampaikan pesan dari Pemerintah Kabupten Lombok Barat…di
samping itu juga kami PKK punya program sendiri tapi saya sinergikan dengan pro-
gram pemerintah…”
Kenapa harus pake blusukan … apa ngga capek kan tinggal tunjuk
saja pasti diikuti?
“Ndak bisa itu … ndaak bisa karena sudah saya sampaikan seperti itu dengan
berbagai macam pola dan gaya…saya itu sampaikan ke isteri camat sampe saya
sudah evaluasi mau saya kasih hadiah kecamatan yang terbaik bagaimana isteri
Camat membina masyarakatnya sering turun ke desa-desa..karena begini masyara-
kat Indonesia ini kan masih berpikir emosional …mana yang sering didatengin mana
yang sering dikunjungi salaman itu yang dia senengi kan tapi dia apa isinya itu tidak
dia camkan…”
Menurut Ibu apa sih daya ungkit dari blusukan itu sendiri?
“Kendala-kendala di masyarakat di dusun kita tampung saya sampaikan ke Pak
Bupati karena kalau saya sampaikan ke Pak Bupati kan lewat jalan tol yaa pagi
berangkat sore nyampe laaa…”
“…kalau saya ke dusun lewat jalan yang goyang-goyang saya sampaikan ke
Pak Bupati ke dinas PU, ya walaupun gak langsung dibangun masyarakat itu
sudah seneng karena saya sudah janji nanti akan saya sampaikan, terus
petugas PU datang ngukur saja sudah seneng, kan merasa diperhatikan…”
Gaya blusukan menjadi hal yang biasa saat ini semenjak Presiden Jokowi
meng-expose-nya ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Terlepas segala
pro dan kontra dari gaya blusukan ini, hal positif yang ditangkap sesuai dengan ura-
ian Ibu Bupati Kabupaten Lombok Barat bahwa ada kekuatan terhadap penerimaan
pesan itu sendiri ketika masyarakat lebih melihat “siapa” bukan “apa”. Penyam-
paian pesan dalam komunikasi kesehatan harus diakui bahwa ada perbedaan tang-
gapan atas pesan dan komunikator. Masyarakat lebih suka atau percaya pada
“siapa” yang mengatakan pesan dan bukan pesan itu sendiri. Hal ini membuktikan
bahwa pesan sangat erat hubungannya dengan siapa yang menyampaikannya
(Effendy,1992).*MI+
Penulis adalah peneliti Loka Litbang P2B2 Ciamis, Badan Litbang Kesehatan, Kemen-
terian Kesehatan RI
Referensi
Effendy, Onong Uchyana. 1992. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosda-
karya. Bandung.
MENGENAL PERNAPASAN
SERANGGA AKUATIK
Oleh: Muhammad Umar Riandi
Pendahuluan
Serangga akuatik berevolusi dari nenek moyang daratan dan beragam adaptasi diper-
lukan untuk dapat kembali ke air. Kadar oksigen dalam air relatif lebih sedikit
dibandingkan di udara karena karakteristik fisika dari air. Oksigen berdifusi 32.4000
kali lebih lambat di air dibandingkan dengan di udara. Begitu juga dengan kelarutan
oksigen di air hanya 12-15 ppm dibandingan kelarutan oksigen di udara sebesar
20.000 ppm. Hal tersebut menunjukkan sulitnya serangga untuk mendapatkan oksi-
gen di air. (http://entomology.unl.edu)
Karena itu, untuk mendapatkan jumlah oksigen yang setara di air, serangga air harus
dapat memfasilitasi pertukaran udara saat dipermukaan pada laju yang lebih tinggi
dibandingkan hewan yang bernapas di daratan. Akan tetapi, spirakel dari serangga
darat terlalu kecil untuk berfungsi didalam air, dan kutikula mereka impermeabel
bagi pertukaran udara. Karena itu, agar beberapa serangga dapat mengeksploitasi
kembali relung perairan, diperlukan beberapa adaptasi yang memungkinkan serangga
bernapas di air.
Berdasarkan Chapman (2013), serangga akuatik mendapatkan oksigen langsung dari
udara bebas atau dari oksigen terlarut di air. Untuk mendapatkan oksigen dari udara
bebas, serangga akuatik harus memiliki cara untuk tetap berhubungan dengan udara
di permukaan air atau melakukan kunjungan rutin ke permukaan air. Serangga aku-
atik yang mendapatkan oksigen terlarut di air memiliki kutikula permeabel, modifi-
kasi trakea menjadi insang, atau dengan bantuan gelembung plastron.
Serangga Akuatik yang Mendapatkan Oksigen dari Udara Bebas
Pada cara respirasi ini, serangga akuatik mendapatkan oksigen langsung dari udara
bebas di permukaan air. Dengan kata lain, serangga akuatik ini harus memiliki cara
untuk tetap berhubungan dengan udara bebas ataupun membawa udara bebas tersebut
sebagai cadangan oksigen.
Modifikasi Spirakel
Beberapa serangga, seperti larva Eristalis (Diptera), memiliki alat penghubung semi-
permanen dengan permukaan air ketika berada di dalam air. Hal ini memungkinkan
larva tetap berada di air selama mungkin. Larva Eristalis (Hover fly) memiliki sifon
Gambar 1. Larva Eristalis memiliki siphon panjang untuk dapat mengambil udara dari permukaan air (atas) (Chapman
2013). Nepa cinerea (kiri dan tengah bawah) dan Renatra linearis (kanan bawah) memiliki siphon yang berguna untuk
mengambil udara permukaan saat berada di alam air (http://aramel.free.fr)..
sementara tubuhnya lainnya di dasar lumpur. Modifikasi spirakel menjadi sifon ini
pun dapat dijumpai pada serangga Nepa cinerea (Water scorpion) dan Renatra li-
naris (Chapman, 2013).
Beberapa spesies serangga akuatik lain mendapatkan oksigen dari udara bebas
dengan menancapkan spirakelnya hingga ke jaringan aerenkim tumbuhan air. Kebia-
saan ini dilakukan oleh larva Donacia (Coleoptera), Chrysogaster (Diptera), larva
dan pupa Notiphila (Diptera) dan larva
nyamuk Mansonia. Terkecuali larva
Mansonia, semua serangga akuatik
tersebut hidup di lumpur dengan kan-
dungan oksigen sangat sedikit
(Chapman, 2014).
Gambar 4. Gelembung udara cadangan pada (a) Dytiscus dan (b) Abedus (http://aramel.free.fr & dragonflywom-
an.wordpress.com)
Sebuah gelembung udara menyediakan oksigen bagi serangga lebih besar saat bere-
nang karena berfungi juga sebagai insang sementara. Ketika serangga berenang, kan-
dungan gas-gas pada gelembung mengalami kesetimbangan dengan gas-gas terlarut
di air.
Secara normal, pada awal penyelaman, gelembung akan mengandung kira-kira 21%
oksigen dan 79% nitrogen. Gas karbondioksida sangat mudah larut di air, sehingga
tidak pernah terkandung banyak pada gelembung. Dalam jangka pendek
Gambar 6. (a) Stadium pertama larva Simulium dan (b) larva Chironomus (http://
naturalvision.co.uk & http://bugguide.net)
Gambar 7. Insang caudal pada larva Zygoptera (kiri atas) dan abdominal gill pada larva
Trichoptera (tengah atas). Pada larva Anisoptera memiliki insang pada brachial chamber
(kanan atas, bawah)
Pada beberapa serangga seperti pupa Simulium (Diptera), adaptasi zona pasang-surut
dilakukan dengan adanya organ khusus, yakni insang spirakel. Organ insang spirakel
ini merupakan modifikasi dari kutikula pada spirakel dan membawa plastron yang
dihubungkan dengan sistem trakea melalui aerofil. Di air, plastron menyediakan
antarmuka gas-air yang cukup besar untuk difusi, sedangkan celah-celah pada insang
menyediakan saluran langsung untuk masuknya oksigen. (Chapman, 2013)
S
ebagai salah satu aspek yang punya peranan pent-
ing untuk membentuk negara yang berkualitas,
seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tentunya perlu
mengembangkan ilmunya. Aparatur negara diharap-
kan dapat memiliki kemampuan yang terus berkembang seir-
ing dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Setiap ta-
hunnya, angka pelajar yang berkarir sebagai PNS kian
meningkat. Kemajuan teknologi berupa jaringan internet men-
jadi faktor pemicu, banyak dari abdi-abdi negara ini yang semakin terdorong untuk
belajar, memperluas wawasan, dan melihat dunia baik di dalam negeri maupun di
luar negeri.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya untuk melanjutkan sekolah tidaklah
murah. Apalagi jika kita ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri yang memerlukan
biaya yang tidak sedikit dan sangat tergantung pada kondisi nilai mata uang rupiah
yang terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Untuk urusan melanjutkan
sekolah, kita harus menyiapkan dana hingga ratusan juta rupiah setahun. Tentunya
bagi seorang PNS, hal ini akan terasa berat jika hanya bergantung pada dengan
pembiayaan pribadi.
Namun, melanjutkan sekolah saat ini bukan lagi menjadi impian yang sulit di-
wujudkan. Sebenarmya, banyak sekali peluang beasiswa bagi PNS untuk mengen-
yam pendidikan yang lebih tinggi, baik di dalam negeri ataupun di luar negeri.
Melanjutkan pendidikan dengan beasiswa tentunya memiliki kelebihan tersendiri
dibandingkan dengan biaya sendiri. Secara finansial kita akan terbantu untuk ma-
salah biaya pendidikan hingga masalah biaya hidup. Untuk itu kita harus rajin men-
cari informasi tentang ketersediaan beasiswa-beasiswa ini. Akses teknologi infor-
masi yang cepat dan mudah seperti saat ini memungkinkan kita untuk mengumpul-
kan informasi beasiswa dengan cepat. Kita hanya harus bersabar dan teliti dalam
mencermati informasi beasiswa tersebut.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum kita melamar beasiswa adalah
sebagai berikut:
Ijazah, Transkrip Nilai, dan Surat Rekomendasi dari Dosen Pembimbing atau
Atasan
Banyak situs-situs yang kunci memuat informasi seputar beasiswa. Biasanya situs
universitas juga memuat informasi beasiswa dan menampilkannya pada menu inter-
national student atau scholarship. Dapat pula kita cari pada search engine pada
Google atau yang lain, masukkan kata kunci „beasiswa‟ atau „scholarship’, dan situs-
situs tersebut dapat kita telusuri. Jika kita menggunakan twitter, kita juga bisa mem-
follow akun @beasiswa atau sejenisnya yang selalu berbagi informasi tentang
beasiswa, dan kita akan lebih mudah dan cepat untuk diakses karena kita akan lang-
sung mendapatkan informasi yang kita butuhkan.[MW]
D
alam beberapa tahun terakhir, kita semua pernah
dikejutkan dengan adanya beberapa kasus yang men-
impa kalangan akademisi di Indonesia yang terjerat
dengan plagiasi, kan? Apa yang terlintas dalam benak kita
saat mendengar hal itu? Dari mulai, “Kok bisa ya?” atau “Ngeri juga
ya kalo kena kasus seperti itu, tersebar luas di media massa se-
Indonesia bahkan seluruh dunia pun tahu!”
So, menjadi seorang ilmuwan, baik itu peneliti maupun akademisi,
merupakan profesi yang tidak kalah mulia dengan profesi lainnya. Menggali fenom-
ena, mencari kebenaran, berinovasi, dan membuat terobosan untuk menyelesaikan
masalah secara ilmiah melalui riset-riset untuk kepentingan bersama dan kese-
jahteraan masyarakat luas merupakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang
ilmuwan. Memberikan informasi ilmiah secara jujur dan netral, artinya bahwa infor-
masi tersebut bebas dari berbagai kepentingan, merupakan aspek yang wajib di-
miliki untuk menjadi ilmuwan profesional.
Publikasi, apapun bentuknya, baik itu jurnal ilmiah, buku, laporan teknis, tesis, dis-
ertasi, bahkan opini di media massa, merupakan salah satu bentuk pertanggungja-
waban ilmiah sebagai seorang ilmuwan. Dalam menyebarluaskan informasi hasil
penelitian tersebut ke masyarakat luas tentu ada batasan-batasan yang perlu kita
perhatikan sebagai ilmuwan. Ketika kita menjadi seorang ilmuwan, maka kita telah
menjadi bagian dari komunitas ilmiah. Tentu, ada norma-norma yang perlu dijaga
dan dipatuhi. Kontribusi kita terhadap ilmu pengetahuan yang dituangkan dalam
bentuk publikasi ilmiah akan selalu diperhatikan dan dibaca oleh jutaan ilmuwan di
dunia ini. Apalagi di era teknologi informasi yang pesat seperti sekarang ini, setiap
orang dapat dengan mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan melalui
publikasi-publikasi ilmiah yang setiap detik selalu update.
Berbicara tentang etik peneliti dalam meneliti dan memublikasikan hasilnya,
menurut Kode Etik Peneliti yang diterbitkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo-
nesia (LIPI), norma yang perlu kita jaga sebagai seorang peneliti maupun akade-
misi , khususnya dalam memublikasikan penelitian adalah menghindari berperilaku
tidak jujur dalam bentuk pemalsuan data (falsifikasi), pemalsuan hasil penelitian
(fabrikasi), pencurian proses, data, atau hasil (plagiarisme), dan pemublikasikan
Falsifikasi.
Jebakan pertama yang harus kita hindari adalah falsifikasi. Menurut Committee
“manipulating research data with the intention of giving a false impression. This
includes manipulating images (e.g. micrographs, gels, radiological images), re-
moving outliers or ‘inconvenient’ results, changing data points, etc...”
Fabrikasi
Selain itu, jebakan kedua adalah fabrikasi. Definisi fabrikasi menurut Perka LIPI
Nomor 06/E/2013 tentang Kode Etik Peneliti adalah “mengarang, mencatat,
dan/atau mengumumkan hasil penelitian tanpa pembuktian telah melakukan
Plagiarisme
Plagiat, menurut Perka LIPI tentang
Kode Etik Peneliti , adalah bentuk pen-
curian hasil pemikiran, data atau
temuan, termasuk yang belum dipub-
likasikan. Secara singkat, plagiarisme
adalah “mengambil alih gagasan atau
pernyataan tertulis dari orang lain,
tanpa pengakuan pengambilalihan
dan menggunakannya sebagai bagian
dari karyanya.”
(Ilustrasi oleh: almeradhika_toon)
Nah, untuk plagiarisme ini ada beberapa jenis plagiarisme. Dan, apabila kita tidak
berhati-hati, maka dapat menjerumuskan kita pada kategori plagiat. Berdasarkan
definisinya, bahwa mengambil ide penelitian seseorang juga sudah termasuk pla-
giat. Jangan lupa, bahwa ide seseorang itu juga adalah kekayaan intelektual.
Dengan kata lain, selain kita plagiat, kita pun telah mencuri kekayaan intelektual-
nya, lho!
Dengan demikian, hal yang perlu diperhatikan oleh kita semua adalah kehati-hatian
kita dalam mencuplik atau mengutip publikasi. Mengutip hasil penelitian, pern-
yataan, atau materi identik karya seseorang bahkan karya sendiri pun, jika tanpa
ada sitasi publikasi asli penelitian sebelumnya adalah tindakan plagiasi. Ingat, bah-
wa pada saat kita mengutip pernyataan atau hasil penelitian sendiri yang telah
dipublikasikan juga perlu mencantumkannya sebagai rujukan, karena jika tidak
demikian, maka kita pun termasuk melakukan self-plagiarism. Dalam plagiarisme
juga dikenal istilah publikasi “salami-slicing”. Istilah publikasi salami ini adalah
memublikasikan hasil sebuah penelitian dengan cara memotong-motong hasil
penelitian tersebut ke dalam beberapa artikel.
Lalu, bagaimana langkah kita untuk terhindar dari “jebakan -jebakan” ini? Setelah
Sumber:
COPE Website: http://publicationethics.org/category/keywords/data-
manipulation-/-falsification
Perka LIPI Nomor 06/E/2013 tentang Kode Etik Peneliti
Japanese encephalitis
Arthropod Viral Disease Yang Belum Banyak Dikenal
Oleh: Aryo Ginanjar
Mekanisme Penularan
Virus dapat menyebar lewat gigitan nyamuk khususnya Culex
tritaeniorhynchus dan Culex gelidus serta beberapa jenis nyamuk lainnya
seperti Culex vishnui, Culex pseudovishnui dan Culex fuscocephala.5
Interval antara infeksi virus dan permulaan sekresi nyamuk tidak
dipengaruhi umur nyamuk, konsentrasi asupan gula nyamuk dewasa,
sejarah kenyang darah sebelum pengambilan darah terinfeksi, atau
sejarah kenyang darah setelah terinfeksi. Selain suhu lingkungan,
Interval sekresi virus juga diduga sedikit dipengaruhi dipengaruhi oleh
nutrisi yang berbeda saat fase larva dan konsentrasi virus yang berbeda
saat konsumsi darah. Sekresi virus akan terhambat jika nyamuk yang
terinfeksi ditempatkan pada suhu 20°C. Penghambatan ini kemungkinan
besar terjadi karena aktivitas fisiologis jaringan nyamuk yang menurun
pada suhu rendah, dibandingkan dengan penundaan perbanyakan
Diagnosa
Pasien dengan gejala klinis JE, pada pemeriksaan darah lengkapnya
dapat ditemukan gambaran anemia, laju endap darah meningkat, dan
leukositosis ringan dengan jenis polimorfonuklear yang lebih banyak
dibanding sel mononuklear. Pada cairan serebrospinal umumnya
menunjukkan jumlah sel 100–1000/ml yang pada awalnya berupa sel
polimorfonuklear yang dengan cepat menjadi sel mononuklear.
Sedangkan uji laboratorium yang berperan sebagai standar baku
diagnostik JE adalah menggunakan teknik ELISA (enzyme linked
immunosorbent assay).9
Spesimen yang dapat digunakan untuk uji ELISA adalah darah dan
cairan serebro spinalis (CSS). Kedua spesimen sebaiknya diambil
sesegera mungkin untuk mendeteksi antibody IgM terhadap virus
Japanese encephalitis. Spesimen darah harus dikumpulkan dalam waktu
4 hari setelah mulai sakit untuk isolasi virus dan setidaknya 5 hari
setelah mulai sakit untuk deteksi antibodi IgM fase akut. Pengambilan
spesimen kedua pada fase konvalesens harus dikumpulkan 10-14 hari
setelah spesimen pertama.8 Konfirmasi diagnostik JE dapat dilakukan
dengan melakukan isolasi virus dari darah, CSS atau jaringan otak.
Teknik lain yang dapat digunakan untuk konfirmasi adalah pemeriksaan
RT-PCR (reverse transcriptase polymerase chain reaction), namun
metode-metode konfirmasi ini memerlukan teknik dan peralatan
khusus.10
Penulis adalah peneliti Loka Litbang P2B2 Ciamis, Badan Litbangkes, Kemenkes
RI
Pendahuluan
Filariasis yang juga dikenal dengan sebutan kaki gajah merupakan pen-
yakit yang ditularkan oleh nyamuk. Penyebab penyakit kaki gajah adalah
cacing filaria, di Jawa Barat cacing penyebab penyakit ini didominasi oleh
spesies Wuchereria bancrofti. Proses penularannya berlangsung lama dan tid-
ak terlihat secara sepesifik sehingga banyak penemuan kasus sudah menjadi
kronis. Kasus filariasis di Indonesia, pada tahun 2000 telah tercatat di 231
kabupaten dari 26 provinsi. Pelaporan kasus klinis pada tahun 2009 telah
mencapai 11.914 dan tersebar di 308 kabupaten/kota di 33 provinsi (Ditjen
PP dan PL, Depkes RI, 2009) (Anonim, 2010).
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penyumbang data kasus filari-
asis,.Pada tahun 2009 Provinsi Jawa Barat merupakan penyumbang ke-enam
tertinggi di Indonesia dengan 474 kasus (Anonim, 2010 dan merupakan
provinsi penyumbang kasus tertinggi di Pulau Jawa. Kasus klinis yang
merupakan hasil pemeriksaan Sediaan Darah Jari (SDJ) selama tahun 1999 –
2008 ditemukan di 12 wilayah dari 25 kabupaten/kota di Jawa Barat. Kasus
kronis yang tercatat tahun 2002 – 2013 sebanyak 886 penderita yang terse-
bar di 25 kabupaten/kota, salah satunya adalah Kabupaten Ciamis (Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2012). Berdasarkan latarbelakang tersebut
maka dalam studi ini akan dikemukakan mengenai sebaran kasus dan karak-
teristik penderita filariasi di Kabupaten Ciamis
Survey yang dilaksanakan tim Loka Litbang P2B2 Ciamis pada tanggal
21 Maret 2012 di Desa Medanglayang Kecamatan Panumbangan, Kabupat-
en Ciamis dengan menggunakan 30 responden yang telah menandatangani
persetujuan untuk diwawancarai (informed concent). Desain penelitian
menggunakan potong lintang (cross sectional) dengan teknik pengambilan
sampel secara purposive sampling. Perilaku masyarakat yang dinilai meliputi
pengetahuan dan persepsinya tentang filariasis.
Penutup
Penularan filariasis sebagai penyakit vektor perlu di waspadai karena
dapat menyebabkan kecacatan dan psikososial bagi penderita dan keluarga.
Penderita kronis yang di dalam darahnya sudah tidak ditemukan mikrofilaria
(negatif) harus tetap di rawat sehingga luka yang ditimbulkan tidak semakin
memperparah kondisi penderita.
Penyuluhan tentang penyakit filariasis harus lebih diperkuat karena pen-
yakit ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan manusia itu sendiri.
Masyarakat perlu mengetahui cara penularan, cara pencegahan dan pen-
gobatan dan tatalaksana perawatan penderita. Informasi tentang kesehatan
yang tepat akan mempengaruhi kondisi perilaku hidup bersih dan sehat indi-
vidu dan masyarakat.[EPA]
Referensi
Anonim. 2010. “Filariasis di Indonesia” [Topik Utama]. Buletin Jendela Epidemiologi. Vol. I Juli
2010 hal. 1 – 8. ISSN 2087 – 1546. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Kementerian
Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2012. Situasi P2 Filariasis Provinsi Jawa Barat 2007 –
2011. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Kemenkes RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis. 2011. Situasi P2 Filariasis Kab. Ciamis. Dinas Kesehatan
Kabupaten Ciamis. Kementerian Kesehatan RI.
Anonim. Profil Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis. [Disitasi : 2 Desember 2012].
www.ciamiskab.go.id/
Dasar Hukum :
UU nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
UU nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaima-
na telah diubah dengan Undang-undang nomor 43 Tahun 1999
Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Per-
aturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian PNS
Keputusan Kepala BAKN 1158a/KEP/1983 tanggal 25 April 1983 ten-
tang Karis/Karsu PNS
Surat Edaran Kepala Kantor Wilayah II BAKN nomor 22a/KW.II.K/II/86
tanggal 3 Februari perihal Permintaan Karpeg dan Karis/Karsu
Surat Edaran Kepala BAKN nomor 08/SE/1983 tanggal 26 Maret 1983
tentang Petunjuk Permintaan, Penetapan, Penggunaan Kartu Isteri/Kartu
Suami Pegawai Negeri.
Sang serangga? Serangga itu terbang penuh dengan nuansa elok dan ele-
gan. Bak Paduka Raja yang melangkah tapak demi tapak menuju singgasa-
na. Tubuhnya hitam panjang dengan nuansa putih yang menawan. Kepala,
toraks, dan abdoman menjadi penyangga untuk tetap lestari menjalani
hidup. Melekat sebuah probosis pada bagian kepala yang berperan sebagai
petanda jati diri, juga menjadi alat untuk memperoleh asupan nutrisi nan
bergizi. Ketika nutrisi berkurang, nektar menjadi pelepas rasa lapar. Ketika
hendak mematangkan embrio, darah segar menjadi bahan utama selimut
keturunan. Disajikan pula lukisan dua buah lyra seperti lengkungan arit
dipisahkan oleh sebuah garis tegas pada bagian dorsal toraks. Abdomen
dengan guratan putih dan hitam yang tertata rapih, membuat serangga ini
begitu cantik nan rupawan.
Ketika terlahir ke dunia sebagai serangga dewasa, dia mengepakkan sa-
yapnya untuk terbang dengan begitu gagahnya. Serangga tahu berapa
jumlah kepak sayap yang harus dihasilkan untuk dapat terbang, dan berapa
kepak sayap untuk dapat mendarat di permukaan. Bahkan pada saat kawin
di udara, serangga tahu kepakan sayap yang harus dilakukan untuk dapat
menyaingi kepakan sayap pasangannya. Sehingga serangga tidak mengala-
mi kecelakaan pada saat take off, terbang, kawin, dan landing.
Benar bahwa serangga ini berperilaku sebagai penular penyakit demam
berdarah dengue. Benar bahwa serangga ini dapat mengganggu kenya-
manan. Benar bahwa serangga ini hidup pada daerah yang sangat, sangat
bersih, sehingga setiap manusia kurang menyadari keberadaan sang se-
rangga. Benar pula bahwa penyakit yang ditularkan serangga ini dapat
membawa pada kematian.
Cerita yang mengejutkan adalah kelas serangga telah diketahui berada di
dunia sejak 400 juta tahun sebelum manusia menginjakkan kaki di bumi.
Telah ribuan tahun lamanya, manusia menyatakan perang terhadap se-