ABSTRAK
Pendahuluan: Self efficacy yang tinggi adalah faktor kunci dalam keberhasilan manajemen diri pada
penderita DM. Tingkat self efficacy yang rendah dapat mempengaruhi berbagai hal seperti motivasi dan
kepatuhan sehingga manajemen perawatan diri penderita DM tidak dapat berjalan dengan baik. Belajar
dari pengalaman orang lain melalui metode self help group dapat meningkatkan self efficacy. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self help group terhadap self efficacy penderita DM tipe 2.
Metode: Desain penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan one group pre-post test design. Variabel
independent penelitian ini adalah self help group dan variabel dependent penelitian adalah self efficacy.
Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Populasi meliputi seluruh penderita
DM tipe 2 di Desa Pandanwangi Diwek Jombang, jumlah sampel sebanyak 30 responden. Pengambilan
data self efficacy menggunakan kuesioner DMSES (Diabestes Management Self Efficacy Scale). Uji
statistik dengan Uji Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden sebelum dilakukan intervensi self help group memiliki tingkat self efficacy rendah
(56,7%) dan setelah dilakukan intervensi self help group sebagian besar responden memiliki tingkat self
efficacy sedang (56,7%) dan hampir setengahnya memiliki self efficacy tinggi (26,7%). Hasil statistik
menggunakan Uji Wilcoxon didapatkan hasil signifikansi ρ = (0,000) < α=0,005 sehingga H 1 diterima.
Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh self help group terhadap self efficacy
pendeita diabetes mellitus tipe 2.
Kata Kunci : Self help group, Self efficacy, Diabetes Mellitus tipe 2
ABSTRACK
Background: High self-efficacy is a key factor in the success of self-management in people with DM. A
low level of self efficacy can affect various things such as motivation and compliance so that the self-care
management of people with DM cannot run properly. Learning from other people's experiences through
the self help group method can improve self efficacy. This study aims to determine the effect of self help
group on self efficacy type 2 DM patients. Method: The design of this study was pre-experimental with
one group pre-post test design. The independent variable of this study is the self help group and the
dependent variable of the study is self efficacy. Sampling using simple random sampling technique. The
population included all patients with type 2 diabetes in the Pandanwangi Village of Jombang Diwek, with
a total sample of 30 respondents. Retrieval of self efficacy data using the DMSES (Diabestes
Management Self Efficacy Scale) questionnaire. Statistical tests with the Wilcoxon Signed Rank Test.
Result: The results of the research study of the majority of respondents before the self help group
intervention had a low level of self efficacy (56.7%) and after the self help group intervention the
majority of respondents had a moderate level of self efficacy (56.7%) and almost half had self efficacy
high (26.7%). Statistical results using the Wilcoxon Test showed a significance ρ = (0,000) < α =
(0.005), so H1 was accepted. Conclusion: The conclusion of this study is that there is an effect of self help
group on self efficacy in type 2 DM patients
Keywords: Self help group, Self efficacy, Diabetes Mellitus type 2
2. Analisis Bivariat
Berdasarkan tabel 5.8 di atas diketahui bahwa dengan jumlah sebanyak 7 responden (23,3%).
dari 30 responden penderita DM tipe 2 di Desa Tingkat pendidikan yang rendah menentukan
Pandanwangi Diwek Jombang sebelum rendah pula pengetahuan yang dimiliki, hal
dilakukan intervensi self help group sebagian tersebut akan membuat seseorang kesulitan
besar mempunyai self efficacy yang rendah yaitu untuk mencerna dan mengakses berbagai
sebanyak 17 responden (56,7%), dan setelah informasi mengenai penyakit yang diderita dan
dilakukan intervensi self help group didapatkan penatalaksanaannya untuk mencegah komplikasi
bahwa sebagian besar responden mempunyai lebih lanjut, sehingga akan berdampak pada
self efficacy sedang yaitu sebanyak 17 responden rendahnya self efficacy yang dimilki. Sedangkan
(56,7%). seseorang dengan pendidikan tinggi akan
cenderung lebih mudah dalam pemahaman dan
Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon Signed Ranks penerimaan informasi serta lebih matang
Test ρ value = 0,000 dengan nilai α = 0,05. terhadap proses perubahan pada dirinya,
Sehingga nilai ρ 0,000<0,05 maka H0 ditolak dan sehingga lebih mudah menerima pengaruh luar
H1 diterima, yang berarti ada pengaruh self help yang positif, objektif dan terbuka terhadap
group terhadap self efficacy penderita DM tipe 2 informasi termasuk informasi tentang kesehatan.
di Desa Pandanwangi Diwek Jombang.
Faktor selanjutnya adalah pekerjaan,
PEMBAHASAN berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak bekerja/sebagai
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan data hasil IRT (ibu rumah tangga) yaitu sebanyak 18
penelitian dengan menggunakan kuesioner responden (60%). Pekerjaan berhubungan
Diabetes Management Self Efficacy Scale dengan aktualisasi diri seseorang dan
(DMSES) sebelum dilakukan intervensi self mendorong seseorang lebih percaya diri serta
help group diperoleh hasil sebagian besar bertanggung jawab untuk menyelesaikan
responden mempunyai tingkat self efficacy tugasnya. Seseorang yang tidak bekerja akan
rendah yaitu sebanyak 17 responden (56,7%). cenderung memiliki self efficacy yang rendah
sehingga akan merasa kurang percaya diri untuk
Self efficacy pada setiap penderita tingkatannya melakukan rejimen pengobatan yang teratur, hal
berbeda-beda sekalipun mereka menghadapi ini berhubungan dengan tidak adanya atau
masalah yang sama, faktor-faktor yang rendahnya penghasilan yang dimiliki. Seseorang
mempengaruhi rendahnya self efficacy dengan penghasilan yang rendah akan cenderung
responden antara lain adalah pendidikan dan lebih mengutamakan kebutuhan dasar seperti
pekerjaan. Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan pangan dan sandang daripada untuk pengobatan.
bahwa hampir seluruhnya pendidikan responden
adalah SMP dengan jumlah sebanyak 16 Pendapat peneliti tentang faktor pendidikan dan
responden (53,3%) dan sebagian kecil adalah SD pekerjaan yang mempengaruhi rendahnya self
efficacy didasarkan pada hasil kuesioner yang sehingga penderita memiliki peluang yang lebih
menunjukkan bahwa responden yang luas untuk meningkatkan self efficacy.
berpendidikan rendah dan yang tidak memiliki
pekerjaan rata-rata mengisi kuesioner pada Faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya
rentang 1 dan 2 yaitu tidak yakin dan kurang self efficacy adalah jenis kelamin, berdasarkan
yakin, sementara responden dengan pendidikan tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar
yang tinggi serta memiliki pekerjaan mengisi penderita DM tipe 2 berjenis kelamin
kuesioner pada rentang 3 dan 4, yaitu cukup perempuan yaitu sebanyak 21 responden (70%).
yakin dan yakin. Hal tersebut sejalan dengan Perempuan memiliki self efficacy yang lebih
penelitian Kusuma (2013) yang didapatkan hasil baik daripada laki-laki, perempuan cenderung
bahwa faktor eksternal yang dapat lebih patuh dalam menjalani pengobatan dan
mempengaruhi rendahnya self efficacy seseorang perawatan diri, terlebih lagi setelah mengikuti
diantaranya adalah faktor pendidikan dan self help group, perempuan akan menggunakan
pekerjaan. Menurut Ariani (2011) pasien dengan informasi dan solusi yang didapat kemudian
tingkat pendidikan yang lebih tinggi menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
menunjukkan self efficacy dan perilaku Selain itu perempuan juga dipercaya memiliki
perawatan yang lebih baik. Semakin tinggi mekanisme koping yang lebih baik daripada
pengetahuan seseorang maka semakin tinggi laki-laki dalam menghadapi masalah. Opini
pula self efficacy yang dimiliki dan sebaliknya tersebut didasarkan pada hasil kuesioner dimana
(Okatiranti dkk., 2017). Penelitian Lau-Walker responden yang berjenis kelamin perempuan
dalam Wantiyah (2010) menunjukkan bahwa menujukkan peningkatan skor self efficacy yang
pekerjaan secara signifikan sebagai prediktor lebih tinggi daripada responden laki-laki. Hal ini
self efficacy secara umum, atau dengan kata lain sejalan dengan teori Amila dkk. (2018) yang
seseorang yang bekerja memiliki kepercayaan menyebutkan bahwa mayoritas yang berjenis
diri atau self efficacy yang lebih tinggi daripada kelamin perempuan memiliki self efficacy yang
yang tidak bekerja. tinggi yaitu sebesar 54,6%.
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa Faktor pendukung lainnya yaitu adanya
sebagian besar responden setelah dilakukan pasangan hidup, berdasarkan tabel 5.4
intervensi self help group mempunyai tingkat menunjukkan bahwa hampir seluruhnya
self efficacy sedang yaitu sebanyak 17 responden responden berstatus menikah yaitu sebanyak 23
(56,7%). Faktor yang mempengaruhi responden (76,7%). Pada hasil kuesioner
keberhasilan self help group terhadap didapatkan bahwa responden yang memiliki
peningkatan self efficacy antara lain adalah usia pasangan hidup menunjukkan peningkatan self
yang sebaya. Berdasarkan tabel 5.2 efficacy yang lebih tinggi daripada responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak memiliki pasangan. Bentuk dukungan
berusia antara 46-55 tahun yaitu sebanyak 21 pasangan hidup dapat berupa dukungan simpati,
responden (70%). Kelompok dengan rata-rata empati, kepercayaan, cinta dan penghargaan.
usia sebaya akan mempunyai pola fikir yang Seseorang yang memiliki masalah dalam
hampir sama atau satu frekuensi, sehingga akan mengelola penyakitnya tidak akan merasa beban
memudahkan untuk saling bertukar pikiran dan untuk dirinya sendiri, adanya dukungan dari
pendapat untuk menemukan solusi dari masalah pasangan yang memperhatikan, mendengarkan
yang sedang dihadapi. Dengan rata-rata usia dan membantu memecahkan masalahnya akan
yang sama, anggota lebih mudah untuk membuat seseorang lebih yakin dan bersemangat
memahami hal yang menjadi masalah dan lebih dalam melakukan perawatan sehingga dapat
mudah timbul kepercayaan satu sama lain. Hal meningkatkan self efficacy yang dimiliki. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan yang tersebut selaras dengan teori Ariani (2011) yang
dikemukakan Potter dan Perry (2005) bahwa menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki
usia 40-65 tahun disebut juga tahap pasangan hidup akan lebih berpotensi memiliki
keberhasilan, yaitu waktu untuk pengaruh self efficacy yang tinggi daripada yang tidak
maksimal, membimbing dan menilai diri sendiri memiliki pasangan.
Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji
Self help group DM merupakan kelompok “Wilcoxon Signed Ranks Test” dimana
dengan anggota penderita DM yang saling didapatkan hasil nilai ρ = 0,000 dengan nilai α =
berdiskusi, berbagi pengalaman, informasi, 0,05. Nilai ρ = 0,000 < 0,05 maka H 0 ditolak dan
solusi dan pengetahuan tentang berbagai hal H1 diterima, yang berarti ada pengaruh self help
yang berkaitan dengan masalah DM. Self help group terhadap self efficacy penderita DM tipe 2
group memberikan dukungan sosial dari di Desa Pandanwangi Diwek Jombang.
kelompok ke individu sehingga tingkat self Peningkatan self efficacy responden setelah
efficacy atau keyakinan diri pada penderita DM dilakukan intervensi self help group juga
akan meningkat dan perilaku perawatan diri didasarkan pada nilai rerata semua indikator self
dapat dilakukan dengan baik. Keterlibatan efficacy di kuesioner mengalami kenaikan pada
penderita DM dalam self help group dapat post test. Kenaikan skor indikator yang
meningkatkan pemahaman tentang pentingnya mengalami peningkatan cukup signifikan
self efficacy atau keyakinan diri dalam diantaranya pada indikator pengaturan makan
melakukan perawatan DM seperti pengaturan dan BBI. Skor pre test pada indikator
makan, aktivitas fisik, konsumsi obat, pengaturan makan dan BBI adalah 24,53
monitoring gula darah, dan perawatan kaki. meningkat menjadi 33,3667 pada post test. Hal
Ketika pasien DM mendapatkan stimulus berupa ini dikarenakan bertambahnya informasi atau
motivasi, pengetahuan dan solusi dari orang lain pengetahuan pasien DM mengenai pentingnya
yang memiliki masalah yang sama maka pasien mengatur asupan makan atau diet sebagai
akan merasa bahwa dirinya tidak sendiri dalam pengelolaan DM yang didapat melalui self help
melawan penyakit yang diderita dan akan lebih group. Seperti yang dikemukakan oleh
bersemangat dalam menjalani perawatan. Self Sumjangkut dkk. (2013) bahwa kurangnya
help group telah dilakukan sebelumnya dan informasi terkait pentingnya mengatur makan,
terbukti membantu pasien dalam mengenali kebiasaan makan yang kurang tepat dan
emosi, penyakit, memperoleh dukungan sosial, frekuensi makan yang tidak teratur karena
maupun membantu pasien dalam merawat kesibukan masing-masing menyebabkan tidak
dirinya sendiri. terkontrolnya asupan makanan. Phitri dan
Widyaningsih (2013) menyebutkan peningkatan
Hal tersebut didukung oleh teori Mertha dkk., skor atau kepatuhan pengaturan makan dapat
(2016) yang menyatakan bahwa self help group dipengaruhi juga oleh motivasi yang diterima.
menciptakan suasana lingkungan yang dapat Motivasi yang kurang menimbulkan perasaan
memudahkan saling tukar pendapat sehingga malas dan bosan akan prinsip gizi DM.
anggota termotivasi untuk meningkatkan
perawatan mandiri sebagai bentuk pengelolaan Peningkatan skor yang cukup signifikan juga
DM. Aktivitas edukasi yang dilakukan secara terjadi pada indikator self efficacy perawatan
kelompok lebih efektif dalam meningkatkan self kaki. Skor pre test menunjukkan 3,30 dan skor
efficacy yang akan berdampak pada perubahan post test menjadi 5,0333. Peningkatan skor ini
perilaku gaya hidup seperti diet dan aktivitas karena bertambahnya pengetahuan pasien DM
fisik pasien DM daripada secara individu yang didapat dari self help group mengenai
(Rikheim, 2001; Apriani dkk. 2013). Anggota perawatan kaki untuk mencegah terjadinya
kelompok dalam kelompok swabantu (self help komplikasi. Hal ini didukung oleh Rusnoto dkk.
group) mempunyai kesempatan untuk mengenali (2017) yang menyatakan pasien DM yang
koping dan penguasaan model peran dari memiliki perawatan kaki sebagai pencegahan
anggota lain (Mugihartandi, 2015). Pasien yang ulkus diabetikum lebih tinggi disebabkan oleh
masuk dalam kelompok swabantu memiliki self faktor pengetahuan.
efficacy dan semangat yang lebih dalam
menjalani pengobatan, kepatuhan minum obat Pelaksanaan self help group terbagi menjadi dua
maupun jadwal kontrol (Tejada-Tayabas, dan tahap yaitu pembentukan dan implementasi self
Lugo, 2014). help group, pada pertemuan pertama adalah
tahap pembentukan, kelompok belajar tentang
konsep dan lima langkah self help group. Pada dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan
pertemuan kedua dan selanjutnya kelompok apa yang pernah gagal dikerjakan figure yang
melaksanakan lima langkah self help group diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama
diantaranya kelompok membuat daftar masalah (Bandura, 2009). Jika figure yang diamati
yang dihadapi oleh anggota, kemudian berbeda dengan diri si pengamat, pengaruh
kelompok berdiskusi membuat penyelesaian vikarius tidak besar (Kott, 2008), hal tersebut
masalah, selanjutnya kelompok memilih cara menjadi alasan mengapa self help group
pemecahan masalah yang sesuai dengan merupakan pilihan intervensi yang tepat yang
permasalahan yang dihadapi setiap anggota sangat berpengaruh terhadap self efficacy
berdasarkan daftar penyelesaian masalah yang seseorang, karena belajar dari pengalaman orang
telah dibuat. Pada sesi kelompok didapatkan tiga lain yang memiliki masalah yang sama melalui
topik permasalahan, permasalahan tersebut observasi dan meniru perilaku kesehatan yang
antara lain manajemen stress, kesulitan tidur, benar dapat meningkatkan self efficacy
dan rasa bosan dengan pengobatan. (Kusuma, 2013). Hal ini selaras dengan
penelitian yang dilakukan oleh Herlina dan
Kegiatan self help group ini membuat pasien Sitorus (2016) yang didapatkan hasil analisis
DM yang memiliki masalah yang sama akan regresi logistik berganda terlihat nilai OR Exp
saling memberi dukungan sosial satu sama lain. (B) pengalaman orang lain sebesar 0,195 (OR<1
Hal ini didukung oleh teori bahwa dukungan = faktor protektif) dapat diartikan bahwa
sosial meningkat pada seseorang yang responden yang menggunakan pengalaman
bergabung dengan self help group. Timbul orang lain dalam menjalankan pengobatan
kenyamanan dan bebas rasa terasingkan dari diabetes mellitus memiliki peluang 0,567 kali
orang-orang dengan masalah yang sama dan lebih besar untuk memiliki self efficacy yang
memahami emosi satu sama lain (O’Brien dkk., baik dibandingkan dengan yang tidak
2013). Dalam penelitian Rembang dkk. (2017) menggunakan pengalaman orang lain.
menyatakan terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan sosial dengan aktifitas KESIMPULAN DAN SARAN
perawatan diri pasien DM. Dukungan sosial
yang rendah menyebabkan pasien DM Kesimpulan
mengalami stress emosional, kurangnya
motivasi, semangat serta self efficacy atau Ada pengaruh self help group terhadap self
keyakinan diri karena lamanya perawatan DM. efficacy penderita diabetes mellitus tipe 2 di
Tujuan self help group adalah memberikan Desa Pandanwangi Diwek Jombang.
dukungan emosional dan sosial, belajar koping
yang adaptif, serta menemukan strategi untuk Saran
mengatasi suatu kondisi dan memberikan
bantuan kepada setiap anggota kelompok (Coote 1. Bagi responden
& Macleod, 2012; Mccan, Songprakun &
Stephenson, 2016). Pembentukan self help Untuk meningkatkan aktifitas perawatan
group mencegah timbulnya mood dan depresi diri dan kepatuhan terhadap rejimen
serta tercapainya perasaan aman dan sejahtera pengobatan diabetes mellitus seperti
(Salomon, 2004). pengaturan diet dan BBI, aktifitas fisik,
perawatan kaki, pengecekan gula darah dan
Self help group juga merupakan metode yang mengikuti program pengobatan untuk
efektif bagi seseorang untuk belajar dari mencegah komplikasi yang tidak
pengalaman orang lain yang merupakan sumber diharapkan guna kualitas hidup yang lebih
self efficacy. Pengalaman orang lain merupakan baik sehingga mengurangi angka
pengalaman yang diperoleh dari model sosial. morbiditas dan mortalitas.
Self efficacy akan meningkat ketika mengamati
keberhasilan orang lain, sebaliknya ketika 2. Bagi keluarga responden
mengamati kegagalan figure yang setara dengan
Untuk membantu meningkatkan self Hipertensi. Jurnal Kesehatan. Vol. 9,
efficacy penderita diabetes mellitus dengan No. 3, November 2018, Hal. 360-365.
memberikan dukungan baik materil
maupun moril supaya pasien lebih Apriani, S., Raksanagara, A., & Sari, C. (2013).
semangat dalam melakukan perawatan diri Pengaruh Program Edukasi dengan
dan menjalani pengobatan. Metode Kelompok terhadap Perilaku
Perawatan Diri Pasien Diabetes
3. Bagi tenaga kesehatan Mellitus Tipe 2.E-Journal Keperawatan.
Kegiatan self help group dapat menjadi Ariani, Y., R. Sitorus dan D. Gayatri. (2012).
rujukan program atau intervensi untuk Motivasi dan Efikasi Diri Pasien
memberikan motivasi dan juga informasi Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Asuhan
kesehatan kepada pasien tentang Keperawatan. Jurnal Keperawatan
pentingnya self efficacy atau keyakinan diri Indonesia. Vol. 15, No. 1, Maret
yang akan memberi dampak kepatuhan 2012, Hal 29-38.
terhadap perawatan dan rejimen
pengobatan. Ariani, Yesi. (2011). Hubungan antara
Motivasi dengan Efikasi Diri Pasien
4. Bagi institusi pendidikan DM Tipe 2 dalam Konteks Asuhan
Keperawatan di RSUP. H. Adam
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan Malik Medan. Tesis, Depok:
pembelajaran atau kajian bagi mahasiswa, Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
perawat dan tenaga kesehatan tentang Keperawatan Universitas Indonesia.
manfaat self help group sehingga dapat
diaplikasikan dalam asuhan keperawatan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, (2018).
berbasis komunitas. Profil Kesehatan Kabupaten Jombang
2018.
5. Bagi peneliti selanjutnya https://dinkes.jombangkab.go.id/profil-
kesehatan-tahun-2018.koer (Diakses
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang tanggal 4 Maret 2020).
pengaruh karakteristik pasien diabetes
mellitus, pelaksanaan intervensi self help Ghufron, N., dan S. R. Rini. (2017). Teori-
group dalam jangka waktu yang lebih lama Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar Ruzz
dan intervensi yang dilakukan secara Media.
langsung atau tatap muka, serta
pengembangan penelitian metode self help International Diabtes Federation. (2018). IDF
group, misalnya dengan mengubah atau Diabetes Complications Congress
menambah variabel. 2018. https://www.idf.org/our
activities/congress/hyderabad-
DAFTAR PUSTAKA 2018.html (Diakses tanggal : 25
Juni 2018).
Aglen, B., Hedlund, M., & Landstad, B. J.
(2015). Self-help and self-help groups Ismatika, Umdatus Soleha. (2017). Hubungan
for people with long-lasting health Self Efficacy dengan Perilaku Self Care
problems or mental health Pasien Pasca Stroke di Rumah Sakit
difficulties in a Nordic context: A Islam Surabaya. Jurnal
review. Scan J Public Health, Vol. 39, IlmiahKesehatan, Vol. 10, No. 2,
No. 8, September 2011, Hal. 813–822. Agustus 2017, Hal 139-148.
Amila, A., Sinaga, J., dan Sebiring, E. (2018). Kott, K.B. (2008). Self-Efficacy, outcome
Self Efficacy dan Gaya Hidup Pasien expectation, self-care behavior and
glycosylated hemoglobin level in dan Pencegahan DM Tipe 2
persons with type 2 diabetes. Diunduh diIndonesia.https://id.scribd.com/doc/31
tanggal 18 Mei 2014 dari 0474800/Perkeni-Diabetes-Mellitus
http://proquest.umi.com/pqdweb. (Diakses tanggal : 3 Maret 2020).
Kusuma, H. (2013). Hubungan antara Potter. P. A. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar
Motivasi dengan efikasi diri pada Fundamental Keperawatan; Konsep,
Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Proses dan Praktek, Jakarta: EGC.
Persadia Salatiga. Jurnal
Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1, Prakoso, D., Asdie, A., & Pramono, B.
No. 2, November 2013, Hal.132- (2016). The Effectiveness of Self help
141. group Therapy to Type 2 Diabetic
Women with Comorbid Depression.
Mccann, T. V, Songprakun, W., & Globalizing Asia: Integrating Science,
Stephenson, J. (2016). Efficacy of a Technology and Humanities for Future
self help manual in increasing resilience Growth and Development. Hal: 203-
in carers of adults with depression in 209.
Thailand. International Journal
ofMental Health Nursing, Vol. 25, Rashid, Aneesa, A., Z, Hamzah., dan T. Chai-
January 2016, Hal 62-70. Eng. (2018). Social Support, Self
Efficacy and Their
Messina, Rossela., R. Paola., J. Sturt., M. Correlation Among Patients with Type 2
Tatiana., et al. (2018). Assessing Self Diabetes Mellitus: A Primary Care
Efficacy in Type 2 Diabetes Perspective. Med J Malaysia. Vol. 73,
Management : Validation of The No. 4, Agustus 2018, Hal : 197-201.
Italian Version of The Diabetes
Management Self Efficacy Score (IT- Smeltzer, Susan C. (2013). Keperawatan
DMSES). Health and Quality of Life Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Outcomes, Vol. 16, No. 71, April Jakarta : EGC
2018, Hal 1-9.
Tejada-Tayabas, L. M., & Lugo, M. J. R.
Ningsih, H.R. (2018). Hubungan Self (2014). The role of mutual support
Efficacy Terhadap Kepatuhan Diit groups for the control of diabetes in a
Pada Penderita DM. Skripsi. Riau: Mexican City: Achievements and
Program Studi Ilmu Keperawatan limitations from the patients’
Universitas Riau. perspective. Health, Vol. 6, No. 15,
August 2014, 1984-1993.
O’Brien, P., Kennedy, W., & Ballard, K.
(2013). Keperawatan Kesehatan Jiwa Winahyu, Karina Megasarai., dan A.
Psikiatrik: Teori dan Praktik. Jakarta: Badawi. (2016). Hubungan Antara
EGC. Motivasi dengan Efikasi Diri pada
Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas
Okatiranti, E. I., dan F. Amelia. (2017).
Batuceper Kota Tangerang.
Hubungan self efficacy dengan
perawatan diri lansia hipertensi. JKFT, Vol. 2 No.2. Januari 2016,
Jurnal Keperawatan BSI. Vol. 5, Hal : 70-75.
No.2, September 2017, Hal :130–139.