Anda di halaman 1dari 9

199 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204

URGENSI DEMOKRASI DALAM PENEGAKAN


HUKUM DI INDONESIA

Firdaus

Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar


DPK STAI Al-Forqan Makassar

Abstract: The basic principle of democracy that is aimed at establishing guidelines and a system of
government that protect the interests of the people-oriented and to fight for the rights of the people,
without being partial, in the sense mendominankan one group from the other groups in all aspects of
life. Terlaksanaya a good legal system and moral will give birth to a democratic system that is
authoritative, then the proper creation of the bureaucratic system of government in the sense that a
good democracy, the implementation of the application must berekses legal value that is consistent
with the will of the meaning of democracy. The law has a high enough benefit in the struggle of
human life. To that end, the rules that are in it to make a change or transformation of the legal value
of a democracy on any order of statehood

Kata Kunci: Demokrasi dan Penegakan Hukum

I. PENDAHULUAN Dalam Pemikiran Ernest tersebut,


sejalan dengan sistem Caturtunggal Demok-
Dalam sistem hukum dan pene-
rasi Terpimpin di tahun 1960-an masa
rapannya di masa Orde Lama maupun Orde
kepemimpinan Presiden Soekarno, di zaman
Baru pada semua aspek kehidupan, hasilnya
orde lama, saat dimunculkan hakim, jaksa,
dengan jelas bukan masyarakat yang sadar
dan polisi bekerjasama dengan birokrasi
hukum’ akan tetapi sebaliknya menimbul-
lokal dan militer untuk menjamin kontrol
kan penghianatan hukum yang telah meraja-
negara, yang dengan mudah menjelma
lela di dalamnya. Hal ini terjadi disebabkan
menjadi negara intelejen besar-besaran pada
adanya kepentingan politik disertai alasan
lingkup terdekat di sekeliling Soekarno, saat
sikap patriotisme yang tidak jelas dalam
itu dibentuk kopkamtib, intelejen keadaan
membela kepentingan bangsa, yang ada
perang, yang mendapatkan kekuasaan dan
bukan kepentingan bangsa yang diper-
membinasakan aliran kiri pada pertengahan
juangkan akan tetapi kepentingan kelom-
tahun 1960-an, dan sistem administrasi saat
pok, ras, agama dan golongan.
itu, secara resmi pada pengadilan
Hal disebutkan di atas memiliki
didasarkan Undang-undang No.14/1970.
relevansi dengan pendekatan Ernest Gellner
Keadaan ini men-cerminkan penurunan
tentang primordialisme yang cenderung ke
status pengadilan sejak masa itu, yang
sektarianisme yang melihat transformasi
menetapkan kembalinya para hakim sebagai
sosial yang ada merupakan perubahan
fungsionaris negara pada awal tahun 1960-
transisi dari dunia lama penuh keragaman
an2, tidak terelakan hal ini membuat
budaya secara tidak langsung terikat pada
peradilan tunduk hampir mutlak pada
tatanan politik tertentu ke dunia baru yang
kebijakan eksekutif. Dengan demikian
ditandai dengan masyarakat anonim, sangat
hukum dianggap lemah dan tak berdaya
dinamis, tetapi keluar tertutup karena sangat
ketimbang eksekutif, padahal seharusnya
diwarnai kultus kekerabatan1.
197 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204

hukum yang semestinya menguasai dan II. PEMBAHASAN


mengatur eksekutif, dalam arti eksekutif
A. Moral Hukum Penguasa
bekerja berdasarkan atas hukum yang ber-
laku. Era pasca orde baru, masa reformasi
Dengan demikian, sederetan keputu- saat ini muncul model kehidupan hukum
san pengadilan di masa Orde Soeharto yang yang dipraktekkan hampir sejalan dengan
menonjol pada tahun 1990-an, sejauh itu masa Orde lama dan orde baru, dalam
menunjukan pengadilan tidak mampu rangka memberdayakan prangkat dan
bertindak melawan kehendak para eksekutif institusi hukum itu secara transparan serta
(kroni Soeharto/mereka yang ada di se- legitimasi hukum itu secara menyeluruh dan
keliling lingkungan Soeharto atau orang terbuka ke semua strata kehidupan birokrasi
terdekatnya), dengan kepiawaiannya, pemerintahan daerah, dimunculkan sistem
keputusan-keputusan yang ditempuh ter- pemerintahan daerah melalui Undang-
hadap kasus seperti kedung Ombo, majalah undang No. 32 Tahun 2004 tentang
tempo, dan kasus Marsinah, tidak meng- Pemerintah Daerah, sebagai jawaban dalam
hasilkan tanggapan yang berarti bagi suatu memberikan legitimasi penuh kepada
proses hukum, dengan demikian upaya yang daerah, guna pengelolaan pemerin-tahan
ditempuh oleh pihak pemerintah saat itu secara baik dan menunjang kepentingan
membentuk Komisi Nasional Hak Asasi pembangunan secara nasional dan menye-
Manusia (KOMNASHAM) untuk menun- luruh, termasuk memberikan legitimasi
taskan kasus-kasus tersebut, akan tetapi khusus kepada daerah untuk member-
pada setiap penyelesaian kasus tersebut, dayakan potensi wilayahnya bagi kelang-
hasil akhirnya tetap tidak berdampak per- sungan pembangunan di daerah secara
ubahan, walaupun terdapat kritik yang berkesinambungan, sebagaimana yang di-
tersebar luas, baik secara domestik maupun atur berdasarkan kepada Bab I pasal 1 ayat
internasional, pemerintahan saat itu dengan 2 bahwa:
angkuh tetap mematahkan proses hukum- Pemerintah daerah adalah penyeleng-
nya, politisasi hukum berjalan, bahkan gara urusan pemerintahan di daerah, dan
sampai tidak dimunculkan ke permukaan bersama DPRD berdasarkan atas asas
sebagai suatu legitimasi pembenaran hukum otonomi dan tugas pembantuan dengan
terhadap hal-hal tersebut. prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
Disamping itu, pengadilan secara sistem dan prinsip Negara Kesatuan RI
politis telah ditundukan oleh eksekutif, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
akibatnya kedudukan hakim saat itu tidak undang Dasar negara RI tahun 19454.
berperan secara maksimal, dan mereka Berdasarkan ayat 2, pada pasal 1 di
hanya dijadikan sebagai alat politik.3 atas menjadi sumber hukum bagi pemerin-
Pernyataan Adi Andoyo di atas me- tah daerah menyelenggarakan roda peme-
rupakan fenomena kehidupan sistem hukum rintahan daerah. Lebih jauh dijelaskan pada
yang disalahgunakan oleh pemerintahan ayat 3, bahwa pemerintahan yang dimaksud
masa orde baru, atau masa Soeharto, adalah Gubernur selaku kepala daerah
merupakan fenomena kehidupan berdemok- provinsi, Bupati atau Walikota selaku
rasi, yang menciptakan birokrasi pemerin- kepala daerah pada tingkat Kabupaten dan
tahan yang rapuh dalam pengelolaan sistem kota, disertai perangkatnya selaku unsur
berdemokrasi di Indonesia. Dengan demi- penyelenggara pemerintahan daerah.
kian dianggap merupakan praktek penyala- Disamping itu, unsur yang dimaksud
gunaan wewenang berdemokrasi yang baik pada pasal tersebut yakni yang didasarkan
dan berkeadilan bagi bangsa ini, termasuk kepada ayat 4, bahwa DPRD disebutkan
penyalagunaan wewenang hukum terhadap sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah,
masyarakat.
198 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204

sekaligus sebagai unsur penyelenggara merumuskan beberapa opsi penyelesaian-


pemerintahan di daerah.5 nya, akan tetapi penyelesaian dimaksud
Acuan hukum tersebut, menjadi dasar menimbulkan tanggapan yang bervariasi,
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sehingga muncul gerakan-gerakan yang
dan atas legitimasi hukum tersebut dilakukan oleh kelompok yang mengatas
kewenangan dimaksud dilaksanakan sesuai namakan kelompok Aliansi Peduli
prosedur dan mekanisme yang diatur PILKADA Bersih yang dimotori oleh Abd.
berdasarkan aturan-aturan yang diberlaku- Hamid Rahayaan, lewat tabloid Ekspresi
kan secara tekhnis mengenai pengelolaan edisi 89 tahun 2006, telah menyampaikan
roda organisasi pemerintahan tersebut, dan sepuluh butir tuntutan, dimana tuntutannya
kiranya tidak akan terjadi pelanggaran yang sengaja memprovakasi masyarakat ikut
dapat merugikan masyarakat secara umum terlibat dalam gerakan tersebut.
dan Negara secara khusus termasuk daerah Hal ini mengundang tanggapan dari
itu sendiri. berbagai pihak, termasuk Ketua Dewan
Oleh karenanya sistem manajemen Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejah-
yang menjadi penopang terselenggaranya tera (PKS) Sulsel, untuk bersikap tegas dan
sistem birokrasi yang tertata secara baik itu, berani memberikan pernyataan bahwa tidak
didasarkan atas mekanisme yang ditempuh ada lagi pelantikan pasangan Syahrul dan
dengan pertimbangan, dapat memberikan Arifin dan meminta pemerintah pusat
kontribusi positif kepada semua pihak, dan memutuskan salah satu dari dua opsi yang
diharapkan terarah sesuai aturan-aturan ter- pernah ditawarkan gubernur kepada
sebut, termasuk tidak mengabaikan aturan Mendagri sebelumnya. Lebih jauh Syahrul
yang berlaku secara nasional, karena pada mengemukakan, jika gubernur Sulel tidak
prinsipnya akan berdampak kepada kelang- bersikap tegas dan adil dalam penyelesaian
sungan hidup masyarakat secara umum. kasus ini, dikuatirkan akan memicu
Polemik sekitar kasus PILKADA terjadinya instabilitas sosial baru di tengah
pada Kabupaten SBB, yang dilansir masyarakat Sulel, dan jika tidak ada
berbagai media cetak dan elektronik, akibat ketegasannya, dikuatirkan akan terjadi
pemalsuan ijazah oleh salah seorang instabilitas sosial khususnya di kabupaten
kandidat calon Bupati telah berakibat SBB, termasuk membuka ruang opini yang
hukum dalam penyelesaiannya, hal mana lebih besar di tengah masyarakat6
format hukum yang digunakan adalah Sehubungan dengan kasus di atas,
Undang-undang No. 32 tahun 2004, pada Keputusan KPUD MTB yang mensahkan
pasal-pasalnya tidak mengatur tentang dukungan dewan pimpinan Cabang Patriot
persoalan tersebut dan dianggap undang- Pancasila versi Timotius Futwembun, yang
undang tersebut tidak mengakomodir suatu telah demisionir kepengurusannya sejak
prangkat hukum yang jelas untuk mengatur tanggal 15 Desember 2003, membuktikan
penyelesaiannya, dengan demikian, ter- betapa lembaga penyelenggara PILKADA
hadap kasus ini dianggap terjadi kekoso- itu tidak professional, dalam melaksanakan
ngan hukum, akibat-nya mengundang proses demokrasi di MTB, kepengurusan
berbagai polemik dalam penafsiran hukum saudara Futwembun dinyatakan demisioner
terhadap penyelesaian masalah tersebut. menyusul SK No.1.16/DPW/PATRIOT/SI/
Kondisi ini mengundang berbagai IX/2005 jo SK NO.1.003/DPW/PATRIOT/
kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh SIII/2006, dengan demikian tidak ada ke-
berbagai pihak untuk penye-lesaian kasus putusan ganda dalam tubuh patriot pancasila
dimaksud, termasuk negosiasi Gubernur kabupaten MTB. Ditambahkan bahwa
selaku yang mewakili pemerintah pusat di pengurus yang sah adalah berdasarkan
daerah, telah bersama KPUD di daerah SK.NO.1.003/2006, tidak pernah member-
berkoordinasi dengan pihak Mendagri dan kan rekomendasi maupun menandatangani
199 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204

segala surat yang berhubungan dengan saja akan terakumulasi dalam berbagai
pengusungan calon bupati dan calon Wakil bentuk sikap antipati yang termanifesi
bupati dari partai Patriot. Demikian dalam bentuk kekerasan terbuka.8
dikemukakan oleh DPC. Partai Patriot Pemikiran yang dikemukakan oleh
Pancasila MTB. Rahmat tersebut merupakan sebuah analisis
Ketua DPC. terkait dengan itu pihak yang menjadi perhatian kita, terkait dengan
mereka telah menyampaikan somasi kepada persoalan demokrasi yang dijalankan, baik
KPUD MTB, tanggal 24-8-2006, menuntut menyangkut PILKADA, maupun aspek
ketua KPUD MTB, karena dengan sengaja lain-nya dalam wacana demokrasi. Untuk
melanggar undang-undang No. 32 tahun itu semestinya dihindari munculnya konflik
2004 dan PP. No. 6 tahun 2005 serta aturan- diantara stekholder atau masyarakat, dan
aturan dalam proses PILKADA, dan telah antara masyarakat dengan pihak pemerin-
melapor-kan kepada KPUD Sulel untuk tah, termasuk institusi lainnya seperti
segerah membatalkan hasil penetapan KPUD, dalam menjalankan kewenangan
KPUD Sulsel7 dimaksud, agar tidak menimbulkan krisis
Kasus yang dikemukakan di atas , demokrasi di tengah masyarakat secara
menjadi asumsi bagi kita bahwa saat ini umum.
pada daerah Sulel, masih terdapat sikap-
B. Transformasi Demokrasi Bagi Penega-
sikap yang tidak menghargai etika hukum
kan Hukum
yang berdemokrasi, dan bila dikaji lebih
jauh, kasus tersebut menunjukan kelemahan Keinginan kita sebagai masyarakat
aparatur hukum yang ada di daerah, kasus hanyalah model kepemimpinan yang
tersebut sengaja menciptakan kesen-jangan demok-ratis dan berwibawa, yang berarti
sosial di tengah masyarakat, dimana keber-adaannya akan membentuk suatu
tentunya kondisi ini sangat memberi mekanisme kepemimpinan yang meng-
dampak negatif bagi percepatan proses ayomi semua pihak, serta mengedepankan
demokrasi di daerah tersebut. Mungkin saja kepentingan bersama ketimbang kepenti-
terdapat indikasi kolusi dan nepotisme yang ngan individu. Jika sebuah demokrasi
dipraktekkan oleh pihak terkait dengan dimainkan hanya untuk menggulingkan
kepentingan di antara pihak-pihak yang sebuah kelompok kekuatan demokrasi yang
saling memiliki keberpiha-kan terhadap bermoral ataupun yang elegan, akan
kelompok yang didukung, untuk itu bagi melahirkan sebuah konfigurasi demokrasi
penulis, terciptanya suatu demokrasi yang bangsa yang tidak elegan pula. Sebaliknya
baik adalah demokrasi yang didasarkan atas berdemokrasi dengan menghargai nilai-nilai
aturan-aturan hukum yang diberlakukan luhur demokrasi, berarti mengandung nilai-
bagi mekanisme PILKADA tersebut, tanpa nilai etika dalam berdemokrasi.
disertai kesengajaan yang sifatnya adminis- Demokrasi itu juga memerlukan etika,
tratif belaka, tetapi dicipta-kan untuk saling dan etika yang dilandasi pada norma
melemahkan diantara para kandidat yang kepribadian sebagai bangsa yang religius,
ikut dalam PILKADA tersebut. karenanya demokrasi juga tidak boleh
Terkait dengan kedua kasus yang menghianati kebenaran, karena kepenti-
penulis kemukakan di atas, menurut Rahmat ngan sesaat.9 Selanjutnya Paul Ricoeur
bahwa jika terdapat perbedaan pendapat di termasuk Eric Weil berpendapat, etika
antara dua orang atau lebih terhadap suatu berdemokrasi adalah kehendak membidik
kepentingan yang sama, akan melahirkan kehidupan yang baik bersama dan untuk
sikap antipati di antara mereka, dan sikap orang lain dalam kerangka memperluas
itu akan dijadikan sebagai landasan awal lingkup kebebasan dan menciptakan
sebuah konflik, selanjutnya jika ada hal lain institusi-institusi yang lebih adil. Lebih jauh
yang dimun-culkan sebagai pemicunya, bisa dikemukakan Eric Weil bahwa ‘mengikut
200 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204

sertakan sekaligus dimensi moral perilaku apapun usaha itu tidak akan pernah bisa
dan institusi serta memperhitungkan kedua menyamai ideal tersebut.
demensi etika dimaksud, merupakan faktor 2. Perwujudan cita-cita moral tidak hanya
stabilisasi tindakan yang berasal dari dalam dipahami sebagai cakrawala yang tidak
diri pelaku, sedangkan institusi menjamin mempunyai eksistensi atau dalam ben-
stabilitas tindakan dari luar diri pelaku, tuk gagasan semata, tetapi dalam per-
maka etika berdemokrasi dapat merefleksi- juangan di tengah-tengah pertarungan
kan masalah hukum, tatanan sosial dan kekuatan dan kekuasaan, dengan begitu
institusi yang adil10 dapat dibangun realitas moral.
Dalam teori Etis, dikemukakan oleh 3. Moral dimengerti juga sebagai sesuatu
Van Kan, disebutkan bahwa hukum itu yang transenden yang tidak dapat
dibuat untuk menjaga kepentingan tiap-tiap direduksi ke dalam hukum dan politik,
individu (manusia), agar kepentingan- dan satu-satunya cara untuk menjamin
kepentingan itu tidak dapat diganggu dan ke-sinambungan antara moral dan hukum
mencegah agar setiap orang tidak menjadi atau kehidupan konkrit adalah menerap-
hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is kan pemahaman kehendak sebagai
verboden) dengan kata lain hukum dibuat kehendak murni, seakan-akan kehendak
untuk menjaga dan sekaligus memulihkan adalah identik dengan tindakan13.
keseimbangan sosial, untuk hal-hal yang Bila dikaitkan dengan landasan negara
merusak dan merawankan struktur sosial kita yang ada, Ketiga pola sebagai-mana
harus diberantas dengan kekuatan hukum. yang dikemukakan oleh Jean ter-sebut,
Hukum harus mengendalikan elit struktural, seharusnya diberlakukan manajemen ke-
hukum tidak boleh teralienasikan dan pemimpinan yang disenerjikan sesuai nilai-
dimarjinalkan dari kehidupan masyarakat nilai moral yang pancasilais serta dinamis,
dan pembangunan, sebab bilamana hukum bukan format manajemen kepemimpinan
sampai di luar pergulatan hidup manusia, lembaga yang rapuh dan bersifat statis,
maka akibatnya masyarakat akan menjadi manajemen yang dimaksud-kan itu adalah
fulgar dan arogan, masing-masing individu sistem lembaga birokrasi yang penuh
ingin tampil menjadi yang terkuat dan tak nuansa pluralis dan bernilaikan demokratis,
terkalahkan, serba bisa dan bangga men- berwibawa penuh santun dan elegan,
jadikan orang lain sebagai ’bemper’ (kor- sehingga dapat menjadi kekuatan hukum
ban), sementara kita menginginkan kehidu- bagi tegaknya keadilan.
pan masyarakat selalu terjaga kehar- Paul Recor juga telah menekankan
monisan, kesejahteraan dan hak-haknya.11 bahwa moralitas seorang pemimpin dalam
Sehubungan dengan hal yang di- kepemimpinannya dibutuhkan bagi ter-
kemukakan di atas, oleh Paul Ricoeur juga selenggaranya suatu pemerintahan yang
mengemukakan bahwa “Pemimpin yang baik dan ideal, karena dengan modal moral
baik adalah pemimpin yang memiliki moral tersebut, menjadi dasar melakukan tinda-
atau etika yang dilandasi oleh aturan kan atau kebijakan yang akan dilakukan.
hukum, dan untuk menghubungkan ke- Kehendak berdemokrasi di Indonesia
duanya12, oleh Jean Ladriere berpendapat’ adalah kebutuhan penting bagi terlak-
ada tiga pola yang menjadi landasan sananya sistem dan tata pemerintahan yang
kepemimpinan tersebut, yakni: baik, yang selanjutnya dapat berekses
1. Moral dipahami sebagai yang meng- kepada mekanis-me penyelenggaraan peme-
hubungkan hukum dengan ideal rintahan yang demokratis dan berdasarkan
kehidupan sosial-politik, kesejahteraan pancasila sebagai landasan idiologi dan
bersama dan keadilan sosial, yang berarti UUD 45 sebagai landasan konstitusi
upaya-upaya nyata dilakukan untuk Negara.
mencapai ideal itu, tetapi sesempurna
201 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204

Kelembagaan negara yang baik adalah 4. Norma kejujuran, pemelihara hukum


lembaga yang lepas dari kepentingan- atau penegak hukum harus bersikap jujur
kepentingan sepihak. Sebaliknya, kelem- dalam mengurus atau menangani hukum,
bagaan itu diarahkan untuk melaku-kan serta dalam melayani ‘justitiable’ yang
kebijakan-kebijakan yang bermuara kepada berupaya untuk mencari hukum dan
keberpihakannya terhadap rakyat, agar se- keadilan atau dengan kata lain, setiap
jalan dengan makna demokrasi, dimana yurits diharapkan sedapat mungkin
prinsip dasar demokrasi itu bertujuan mem- memelihara kejujuran dalam dirinya dan
bangun ta laksana sistem pemerintahan menjauhkan diri dari perbuatan-
yang mengayomi kepentingan rakyat perbuatan yang curang dalam mengurus
banyak dan berorientasi kepada memper- perkara. 14
juangkan hak-hak rakyat, tanpa bersikap Keempat norma sebagaimana yang
parsial, dalam arti (mendominankan satu dikemukakan oleh Notohamidjojo di atas
kelompok dari kelom-pok yang lain) dalam menjadi aturan-aturan dasar bagi manusia,
segala aspek kehidupan, selanjutnya prinsip yang mana norma itu dapat digunakan
mendasar yang dianut oleh demokrasi sebagai pertimbangan hukum yang diper-
tersebut adalah mengedepankan keber- lukan bagi penegakan hukum, sehingga
samaan, dimana mengandung unsur musya- hukum itu dapat dianggap melindungi
warah dalam bertindak maupun me-lakukan masyarakat secara menyeluruh. Dikatakan
suatu kebijakan termasuk putusan yang demikian karena empat norma hukum
hendak ditempuh. tersebut mengandung empat makna yang
Meskipun hak otoritas kekuasaan mendasar bagi manusia, sesuai landasan
yang ada pada pemerintah bersama hukum yang dianut oleh Negara kita, bahwa
kelembagaan Negara yang lain, seperti dalam perlakuan suatu hukum dibutuhkan
DPR, MPR dan MA, bersama prangkat di adanya keadilan, kejujuran, kepatutan, atau
bawahnya, akan tetapi seharusnya kebijakan equity, yang berasaskan kemanusiaan,
itu selamnya ditempuh dengan mem- dalam arti segala hal yang dilakukan harus
pertimbangkan hak-hak suara rakyat selaku sesuai norma-norma hukum tersebut.
stik holder sekaligus sebagai warga negara, Pemikiran Notohamidjojo yang dise-
yang perlu dilindungi oleh hukum atas hak- butkan di atas mestinya menjadi landasan
hak tersebut, dan dalam kaitan itulah, prilaku kita selaku warga Negara yang baik,
menurut Notohamidjojo bahwa, ada empat terlepas dari pemikirannya, oleh Sulastomo
norma bagi penegakan hukum tersebut, mengemukakan bahwa demokrasi, ternyata
yaitu: mempunyai esensi yang bermakna luhur
1. Norma kemanusiaan, menuntut agar dan bernilai positif, bagaimana tidak, semua
penegakan hukum, manusia senantiasa Negara merasa tidak nyaman jika
diperlakukan sebagai manusia sebab ia Negaranya dikatakan sebagai Negara yang
memiliki keluhuran pribad. tidak ber-demokratis, untuk itu Negara yang
2. Norma keadilan, adalah kehendak yang tidak demokratis dan bahkan otoriterpun
langgeng dan kekal untuk memberikan menyebut dirinya sebagai Negara demok-
kepada orang lain apa saja yang menjadi rasi, padahal Negara tersebut tidak ada
haknya demokrasi dalam arti yang sebenar-benar-
3. Norma kepatutan, atau equity, adalah hal nya, bagaimana dikatakan sebagai Negara
yang wajib dipelihara dalam pem- yang demokratis, sementara tidak mem-
berlakuan undang-undang dengan maksud punyai akses infor-masi yang berbeda dan
untuk menghilangkan ketaja-mannya. bahkan kontrol terhadap informasi yang
Kepatutan ini perlu diperhatikan ter- berjalan begitu ketat15
utama dalam pergaulan hidup manusia Sehubungan dengan pernyataan
dalam masyarakat. Sulastomo tersebut oleh Pendapat J.E
202 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204

Sahetapy, menyatakan bahwa kondisi masyarakat miskin RT.001 RW.06 Desa


penyelenggaraan hukum di Indonesia Batumerah17, pada Harian Makassar
sedang menyidik “pembusukan hukum” Ekspres tertanggal 1 Maret 2006, menun-
artinya hukum tidak lagi berlaku sebagai- jukan sikap aparatur pemerintah yang tidak
mana yang terumus dalam pasal-pasal jujur dan berwibawa, karena tinda-kannya
perundang-undangan. Dimana-mana terjadi merupakan penyalagunaan wewenang yang
pengebiran, pemolitisiran atau ‘pemanipu- dilimpahkan kepadanya selaku aparatur
lasian penegakan hukum yang mencita- pemerintah, sementara warga yang ber-
citakan terwujudnya pengayoman terhadap sangkutan adalah salah satu anggota
para pencari keadilan (Justiabelen), antara masyarakat yang dikategori sebagai
hukum yang tertulis (law inbook) dengan keluarga miskin dan berhak menerima
hukum dalam prakteknya (law inaction), bantuan ter-sebut.
terjadi ketidak pastian dan sarat oleh ke- Hal yang demikian telah mencer-
bijakan yang menyimpang dan tidak bijak minkan moral aparatur negara yang
(impolicy), suatu hal yang dalam konstelasi bersikap elegal dan tidak memberi kesem-
kehidupan bangsa Indonesia dan pem- patan kepada masyarakat untuk mendapat-
bangunan memiliki tempat dan peran kan kehidupan yang layak, sebagaimana
strategis sungguh menjadi mem-perhatin- yang dikemukakan oleh Paul Recour,
kan. bahwa kepemimpinan yang baik adalah
Siapapun mengakui bahwa kaedah kepemim-pinan yang dapat memberikan
hukum itu memiliki daya manfaat cukup kesejahteraan bagi rakyat, sesuai kapasitas
tinggi dalam pergumulan hidup manusia, yang dimiliki selaku aparatur negara.
seperti pola interaksi sosial, kepentingan Dengan demikian, untuk dapat ter-
yang diperjuangkan, peradaban yang di- laksananya suatu sistem hukum yang baik
bangun, orientasi politik, target kebutuhan dan bermoral sehingga terbentuk sistem
perekonomian yang dikejar dan lainnya, demokrasi yang berwibawa, maka selayak-
dapat memperoleh pengayoman yuridis, nya diciptakan sistem birokrasi pemerinta-
bisa berkompetisi secara sehat, tidak han yang baik, mengacu kepada prinsip-
terseret melakukan tindak kriminalitas atau prinsip birokrasi yang bermoral, bukan yang
tidak menkontruksi pola hidup yang semau elegan, seperti yang dimaknai dengan
gue, atau homo-homini lopus (siap mengor- manipulasi, kolusi dan nepotisme dalam
bankan siapa atau menerkam siapa/ manusia tubuh suatu birokrasi. Praktik kenegaraan
menjadi serigala antar sesamenya.16 dalam suatu birokrasi yang diselimuti oleh
Terkait dengan proses PILKADA sikap yang demikian, akan melahirkan
yang bermasalah, dari sisi lain pelayanan ketidakadilan dalam suatu kehidupan
public yang dipraktekkan oleh sejumlah berdemokrasi ter-masuk terbentuknya
kalangan birokrasi pemerintahan di daerah, sistem hukum yang baik, dan selamanya
menimbulkan berbagai kasus penyala- mengedepankan kejujuran, ke-adilan dalam
gunaan wewenang yang dilakukan oleh segala aktifitas keseharian-nya.
pihak aparaturnya, seperti yang terjadi pada Pemikiran yang dikemukakan oleh J.E
kantor kecamatan Baguala, beras khusus Sahetapy tersebut sangat relevan dengan
(raskin) yang semestinya diperuntukan apa yang dikemukakan oleh Laurence M.
kepada masyarakat berekonomi lemah Friedman yang mengemu-kakan bahwa
disalah-gunakan dengan dijual tidak sesuai agar hukum (undang-undang) dapat bekerja
harga patokan pemerintah, dari seribu dengan baik di tengah kehidupan masyara-
rupiah dijual seharga Rp. 4.200 perkilo kat, maka harus didukung dengan terapli-
gram, adalah perbuatan yang tidak kasikannya hukum di tengah komonitas
bermoral. Hal ini sebagaimana yang sosial yang tidak terlepas dari pengaruh
dikemukakan oleh L. Kajobo, warga struktur, substansi dan kondisi kultural
203 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204

masyarakat.18 Dengan demikian, dapat Dengan demikian dapat dikata-kan bahwa,


dikatakan hukum itu dibutuhkan oleh hukum memberi dampak positif bagi
manusia dan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan manusia secara menyeluruh.
hidupnya, seperti yang dikemu-kakan oleh
Sudikno Mertokusumo bahwa, hukum III. KESIMPULAN
berfungsi sebagai perlindungan kepentingan 1. Prinsip dasar demokrasi itu adalah
manusia, agar kentingan manusia ter- bertujuan membangun tata laksana dan
lindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelak- sistem pemerintahan yang mengayomi
sanaan hukum dapat berlangsung secara kepentingan rakyat banyak dan ber-
tentram, damai, tetapi dapat terjadi juga orientasi kepada memperjuangkan hak-
pelanggaran terhadap hukum, dalam hal ini hak rakyat, tanpa bersikap parsial, dalam
hukum yang telah dilanggar harus arti mendominankan satu kelom-pok dari
ditegakkan, melalui penegakan hukum. kelompok yang lain dalam segala aspek
Lebih jauh menurut Sudikno Mertokusumo, kehidupan.
dalam mene-gakkan hukum ada tiga unsur 2. Terlaksanya suatu sistem hukum yang
yang harus diperhatikan, yaitu kepastian baik dan bermoral akan melahirkan
hukum (reachts-sichherheit), kemanfaatan sistem demokrasi yang berwibawa, maka
(zweckmassigkeit) dan keadilan (gerechtig- selayaknya penciptaan sistem birokrasi
keit)19. pemerintahan dalam arti berdemokrasi
Ketiga unsur yang dikemukakan oleh yang baik, harus berekses kepada
Sudikno merupakan syarat bagi perlakuan terlaksananya aplikasi nilai hukum yang
suatu hukum, karena untuk tercapainya selaras dengan kehendak dari makna
tujuan hukum itu sendiri ketiga unsur demokrasi.
tersebut menjadi tolak ukur bagi penilaian 3. Hukum itu memiliki daya manfaat yang
atas berhasil tidaknya penerapan hukum di cukup tinggi dalam pergumulan hidup
tengah masyarakat, lebih jelasnya, penera- manusia. Untuk itu, aturan-aturan yang
pan suatu hukum jika tidak memberi ada di dalamnya dapat memberi
kepastian hukum terhadap suatu persoalan perubahan atau tranformasi nilai hukum
yang disengketakan, juga tidak memberi kepada kehidupan demokrasi pada setiap
rasa keadilan terhadap mereka yang tatanan hidup bernegara.
berperkara, itu berarti hukum tersebut tidak
memberi manfaat kepada manusia.
Atas dasar pemikiran di atas, sebagai DAFTAR PUSTAKA
warga Negara yang baik semestinya dalam
keseharian kita, selamanya dituntut untuk Gubernur diminta tegas soal kelanjutan
berprilaku dengan mempertimbangkan pilkada di SBB, dalam Makassar
segala akibat hukum yang akan terjadi, baik Ekspres, 28 Agustus 2006
terkait dengan urusan birokrasi yang kita “KPUD MTB disomasi” dalam Makassar
jalani, maupun praktek berdemokrasi, Ekspres, tanggal 28 Agustus 2006
seperti yang dipraktekkan melalui pelaksa-
Abdul Wahid, Etika Profesi Hukum Dan
naan PIL-KADA, mapun pelayanan birok-
Nuansa Tantangan Profesi Hukum Di
rasi oleh pegawai kantor Kecamatan
Indonesia, (Bandung: Tarsiti, 1997
Baguala terhadap masyarakat, hendaknya
tidak menyepelekan aspek-aspek hukum Fisher, Simon, Manajemen Pengelolaan
yang menjadi dasar hukumnya, agar tidak Konflik, (tampa data)
mudah terdapat penyalagunaan hukum di Hariatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan,
dalamnya, sehingga masyarakat dapat Jakarta: Kompas, 2003
menganggap bahwa hukum itu bermanfaat
bagi dirinya, dan melindungi hak-haknya.
204 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013, hlm 196 - 204
5
Kilwouw, Menyetujui Hasil Tes SBT Identik Ibid.
Kezaliman, dalam Makassar Ekspres, 6
“Gubernur diminta tegas soal
tanggal 1 Maret 2006 kelanjutan pilkada di SBB”, dalam
Manning, Chris dan Van Diermen, Makassar Ekspres, 28 Agustus 2006, h. 16
Indonesia Di Tengah Transisi Aspek- 7
“KPUD MTB disomasi” dalam
Aspek Sosial Reformasi Dan Krisis, Makassar Ekspres, tanggal 28 Agustus
cet I, Yogyakarta: LKiS, 2000 2006, h. 3
Republik Indonesia, Undang-Undang RI 8
Rahmat, Manajemen Pengelolaan
No. 32 Tahun 2004 Tentang Konflik, (tampa data), h. 8
Pemerintahan Daerah
9
Th. Sumartana dan Elga Sarapung,
Sumartana, Th. dan Elga Sarapung, Merajut Merajut Masa Depan Indonesia,
Masa Depan Indonesia, Yogyakarta: (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 48-
Pustaka Pelajar, 2002
49
Sumaryono, E. Etika Profesi Hukum 10
Hariatmoko, op. cit., h. 240
Norma-Norma Bagi Penegak Hukum,
11
Yogyakarta: Kanisius, 1995 Abdul Wahid, Etika Profesi Hukum
Dan Nuansa Tantangan Profesi Hukum Di
Yuliyanto, Arif. Hubungan Sipil-Militer di Indonesia, (Bandung: Tarsiti, 1997), h. 158-
Indonesia Pasca Orde Baru, Jakarta: 159
Raja Grafindo Persada, 2002
12
Hariatmoko, loc. cit.
Catatan Akhir: 13
Ibid., h. 192-193
1
Hariatmoko, Etika Politik dan 14
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum
Kekuasaan, (Jakarta: Kompas, 2003), h. 168 Norma-Norma Bagi Penegak Hukum,
2
Chris Manning dan Van Diermen, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 115
Indonesia Di Tengah Transisi Aspek-Aspek 15
Th. Sumartana dan Elga Sarapung,
Sosial Reformasi Dan Krisis, (cet I, op. cit., h. 48-49
Yogyakarta: LKiS, 2000), h. 348 16
3 Ibid., h. 143-144
Arif Yuliyanto, Hubungan Sipil- 17
Militer di Indonesia Pasca Orde Baru, Kilwouw, Menyetujui Hasil Tes
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. SBT Identik Kezaliman, dalam Makassar
604 Ekspres, tanggal 1 Maret 2006
18
4
Republik Indonesia, Undang-Undang Ibid. h. 163
RI No. 32 Tahun 2004 Tentang 19
Abd wahid, op. cit., h. 183-184
Pemerintahan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai