Anda di halaman 1dari 21

1

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Teori

1. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1.Anatomi Jantung

(Tortora, 2014)

Jantung adalah organ otot berongga yang berisi empat ruang yang

kosong dan terisi darah dengan setiap kontraksi (depolarisasi) dan tahap

pemulihan (repolarisasi) dari otot jantung. Ruang atas yang atrium dan

ruang bawah adalah ventrikel. Ketika kontrak atrium, darah dipaksa ke

dalam ventrikel. Kontraksi dari ventrikel kanan memompa darah ke

dalam arteri paru dan ke paru-paru (sistem peredaran darah paru). Tion

kontraksi dari ventrikel kiri memompa darah ke aorta dan ke seluruh

tubuh (sistem peredaran darah sistemik). Ventrikel kiri lebih tebal dari

6
1

ventrikel kanan karena lebih banyak kekuatan yang dibutuhkan untuk

memompa darah ke seluruh tubuh ( Tortora, 2014)

2. Hipertensi

` Tekanan darah adalah gaya (dorongan) darah ke dinding arteri

saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Williams,

2007). Tekanan darah tinggi (hipertensi) didefenisikan sebagai

tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah

diastolik lebih dari 90 mmHg (Ignatavicius, 2009).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan

tekanan darah secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali

pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan beberapa faktor resiko

yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan

tekanan secara normal (Wijaya, 2013) Hipertensi adalah keadaan

peningkatan tekanan darah yang akan memberi gejala lanjut ke suatu

organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner

untuk (pembuluh darah jantung), dan hipertropi ventrikel kanan/left

ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di

otak yang berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke

yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2015).


1

2. Etiologi

Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada

kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral

Total (TPR). Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi

akibat rangsangan abnormal saraf atau hormone pada nodus SA.

Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik

sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan

kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan

volume sekuncup sehingga tidak menimbulkan hipertensi.

Menurut Ignatavicius (2009) dan Aspiani (2016) penyebab

hipertensi diantaranya karena faktor keturunan/genetik, ciri dari

perseorangan (umur, jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan

hidup/gaya hidup seseorang (seperti konsumsi garam tinggi,

kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa,

kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan)

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1) Umur

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih

besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup

tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur

Sedangkan remaja dengan usia 13-18 tahun yang mempunyai

riwayat hipertensi esensial, parenkim ginjal, Koarktasio aorta,

dan gangguan endokrin seperti hiperaldosteronisme esensial,


1

sindrom cushing, sindrom adrenogenital, dan hyperplasia adrenal

kongenital dapat berisiko terkena hipertensi di usia remaja yang

dapat berlanjut hingga usia dewasa.

2) Jenis kelamin

Ditinjau dari perbandingan antara pria dan wanita, para ahli

berpendapat bahwa pria lebih banyak menderita hipertensi

dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk

peningkatan darah sistolik. Tekanan darah remaja laki-laki lebih

tinggi dibanding perempuan.

3) Riwayat keluarga

Remaja yang berasal dari keluarga dengan riwayat hipertensi,

mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi

dibanding dengan keluarga tanpa riwayat hipertensi. Jika kedua

orangtua hipertensi, maka angka kejadian hipertensi pada

keturunannya meningkat 4 sampai 15 kali di banding bila kedua

orangtua adalah normotensi. Bila kedua orangtua menderita

hipertensi esensial, maka 44,8% anaknya akan menderita

hipertensi. Jika hanya salah satu orangtua hipertensi maka 12,8%

keturunannya akan mengalami hipertensi.

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

1) Kebiasaan merokok

Merokok merupakan salah satu penyebab terjadinya

hipertensi. Zat yang terkandung di dalam rokok seperti nikotin dan


1

karbon monoksida dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah

arteri sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis dan hipertensi.

2) Konsumsi natrium/garam

Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam

terjadinya hipertensi, barangkali karena ketidakmampuan

mengeluarkan natrium secara efisien baik yang diturunkan atau

didapat. Ada yang berpendapat bahwa terdapat hormon natriuretik

yang menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-

kalium) dan mempunyai efek penekanan.

3) Konsumsi lemak jenuh

Makan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh

seperti daging dan produk susu tidak secara langsung berkaitan

dengan peningkatan tekanan darah, namun tetap merupakan faktor

risiko penyakit kardiovaskuler karena hal tersebut berkaitan

dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah dan dapat

meningkatkan berat badan (Williams, 2007).

4) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol

Konsumsi alkohol terlalu banyak dapat meningkatkan

tekanan darah dan risiko komplikasi kardiovaskuler. Panduan

terbaru di Inggris menyarankan agar pria dengan tekanan darah

tinggi membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 21 unit per

minggu (sekitar 10 pint bir berkadar alkohol sedang atau ringan per

minggu) dan wanita tidak lebih dari 14 unit per minggu (Williams,

2007).
1

5) Obesitas

Berkaitan dengan tekanan darah, secara umum semakin

tinggi berat badan semakin tinggi pula tekanan darah. Obesitas atau

kegemukan yang dihitung berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) >

25 kg/m2 juga merupakan salah satu faktor risiko timbulnya

hipertensi (Williams, 2007).

6) Olahraga

Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan

terhadap tekanan darah tinggi. Olahraga juga dikaitkan dengan peran

obesitas pada hipertensi. Tidak melakukan olahraga atau aktivitas fisik

secara teratur dapat meningkatkan berat badan dan dapat

menyebabkan obesitas sehingga dapat menaikkan tekanan darah

(Williams, 2007).

7) Stres

Stres atau ketegangan jiwa seperti marah, nyeri, ketakutan,

keingintahuan berlebihan, kegembiraan, dan rasa malu dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah karena dapat merangsang

kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormon adrenalin dan memacu

jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat sehingga tekanan darah

akan meningkat.

3. Tanda dan Gejala

Menurut Williams (2007) tanda dan gejala dari hipertensi

seringkali hipertensi tidak menyebabkan tanda-tanda atau gejala selain

pembacaan tekanan darah tinggi. Akibatnya, hipertensi disebut


1

sebagai "silent killer." Penderita hipertensi sering pertama-tama di

diagnosis ketika mencari perawatan kesehatan untuk alasan-alasan

yang tidak terkait dengan hipertensi. Dalam sejumlah kecil kasus,

pasien dengan hipertensi mungkin mengeluhkan sakit kepala, hidung

berdarah, kecemasan yang parah, atau sesak napas, meskipun biasanya

tidak mungkin untuk pasien berkorelasi ketiadaan atau adanya gejala

dengan tingkat tekanan darah elevasi.

Menurut Wijaya (2013) Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai

kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula di

temukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat

(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus

berat, edema pupil (edema pada discus opticus). Individu yang

menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai

bertahun-tahun, gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan

vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang

divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan

patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan

nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin)(Suddarth, 2005)

Wijaya (2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

yang dapat timbul adalah :

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai rasa mual

muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi


1

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan

saraf pusat.

d. Nuctoria karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan

tekanan kapiler.

Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek

merusak jangka panjang pada pembuluh darah besar dan kecil dari

jantung, ginjal, otak, dan mata. Efek ini dikenal sebagai penyakit

organ target.

4. Klasifikikasi Hipertensi

a. Klasifikasi berdasarkan Etiologi

Menurut Aspiani (2016), Suddarth, (2016) penyakit darah tinggi

atau hipertensi dikenal dengan 2 klasifikasi, diantaranya hipertensi

primer dan sekunder:

1) Hipertensi esensial (primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana

sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti. Beberapa faktor

yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi essensial, seperti:

faktor genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan

diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan

kalium dan kalsium)

2) Hipertensi sekunder
1

Pada hipertensi sekunder, penyebab dari patofisiologi dapat

diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan

dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya

berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal,

kelainan aorta, kelainan endokrin lainya seperti obesitas, resistensi

insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti

kontrasepsi oral dan kortikosteroid.

b. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi

Menurut Ignatavicius (2009) hipertensi dapat diklasifikasikan dalam

beberapa kategori berdasarkan pada JNC VII (The Seventh Joint

National Commitee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment

of High Pressure) yaitu:

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi


No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
Grade 4 (sangat berat) >210 >120
1

5. Patofisiologi

Menurut Putri (2013) mekanisme yang mengontrol konstriksi dan

relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak.

Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke

bawah ke korda spinalis, dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan

dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis

ke ganglia simpati. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin,

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskanya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonrtiksi.

Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap enorepinefrin, meskipun

tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi

kortisol dan steroid lainya, yang dapat memperkuat respon vasokontrikstor

pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,


1

menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin

I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,

yang pada giliranya merangsa sekresi aldosterone dan oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relasasi otot polos

pembuluh darah yang pada giliranya menurunkan kemampuan distensi dan

daya regang pembuluhdarah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar

berkurang kemampuanya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa

oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung

dan peningkatan tahanan perifer (Price, 2006).

WOC

Faktor predisposisi :Umur, jenis kelamin, gaya


hidup, merokok, stress, kurang olahraga, genetic,
alkohol, konsentrasi garam, obesitas

Hipertensi

Jantung Otak gGinjal Retina Pembuluh darah


1

Kerja jantung Retensi pembuluh Vasokontriksi Spasme Vasokontriksi


meningkat darah otak pembuluh arteriole afterload
darah ginjal meningkat

Peningkatan TIK Rangsangan Diplopia


Resiko Cardiac output
penurunan aldosteron
menurun
perfusi jaringan
jantung Nyeri kepala Retensi Na Resiko injury

oedema
Intoleransi Gangguan rasa
aktivitas nyaman nyeri
Gangguan
keseimbangan
cairan

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Williams (2007) Pemeriksaan laboratorium rutin yang

dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya

kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab

hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia

darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total,

kolesterol HDL, dan EKG. Sebagai tambahan dpat dilakukan

pemriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam

urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi. Tes ini membantu


1

menentukan apakah target kerusakan organ telah disebabkan oleh

tekanan darah vated unsur. Contoh dari hal ini adalah pengujian untuk

kerusakan ginjal.

Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang yang sebaiknya

dilakukan adalah :

a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

b. Pemeriksaan retina

c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ

seperti ginjal dan jantung

d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

f. Pemeriksaan : renjogram, pielogram intravena anterior renal,

pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin

g. Foto dada dan CT scan

9. Komplikasi

Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) komplikasi hipertensi yaitu :

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal

c. Aterosklerosi pembuluh darah

d. Retinopati

e. Stroke atau Transient ischemic attack (TIA)

f. Infark miokard

g. Angina pectoris

h. Gagal jantung
1

Tekanan kerusakan darah tinggi pembuluh kecil dari jantung, otak,

ginjal, dan retina. Hasilnya adalah gangguan fungsional progresif dari

organ-organ ini, dikenal sebagai penyakit sasaran-organ.

Menurut Wijaya (2013) tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan

ditangulangi, maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan

arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri

tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai

berikut :

a. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung

dan penyakit jantung coroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja

jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan

berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya,

jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan

tertahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat

menyebabkan sesak nafas atau oedema, kondisi ini disebut gagal

jantung.

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,

apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan

darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan system penyaringan di


1

dalam ginjal, lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat

yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melaui aliran darah dan

terjadi penumpukan di dalam tubuh.

d. Mata

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati

hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

10. Penatalaksanaan

Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) tujuan deteksi dan

penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan menurunkan resiko

penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang

berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan

tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan diastolik dibawah 90 mmHg

dan mengontrol faktor resiko. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan

antara lain :

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi :

Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan memodifikasi

dengan memodifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah

tekanan darah tinggi Penatalaksanaan hipertensi dengan

nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara memodifikasi

gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu:

1. Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass

Index (BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2). BMI dapat

diketahui dengan membagi berat badan anda dengan tinggi


1

badan anda yang telah dikuadratkan dalam satuan meter.

Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan

melakukan diet rendah kolesterol namun dengan kaya serat

dan protein, dan jika berhasil menurunkan badan 2,5-5kg maka

tekanan darah diastolic dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg

2. Kurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara

diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100mmol/hari (kira-

kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari). Jumlah yang lain

dengan mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300

mg (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam

menjadi ½ sendok teh/hari, dapat menurunkan sistolik

sebanyak 5 mmHg dan diastolik sekitar 2,5 mmHg.

3. Batasi konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol

berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum

berat mmpunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih

besar dari pada mereka yang tidak minum minuman

beralkohol.

4. Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500

mg)/hari) dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan

lemak total. Kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan

meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air


1

kencing dengan setidaknya menggonsumsi buah-buahan

sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai

asupan potassium yang cukup.

5. Menghindari merokok

Merokok memang tidak berhubungan secara langsung

dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat

meningkatkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti

penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari

mengonsumsi tembakau (rokok) karena dapat memperberat

hipertensi Nikotin dalam tembakau membuat jantung bekerja

lebih keras karena menyempitkan pembuluh darah dan

meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah,

maka pada penderita hipertensi dianjurkan nuntuk

menghentikan kebiasaan merokok.

6. Meningkatkan aktifitas fisik

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena

hipertensi. Cara untuk meningkatkan aktivitas fisik

seperti melakukan olahraga aerobik seperti: bersepeda,

berenang, berlari dan berjalan cepat secara teratur setidaknya

30 menit sehari selama ≥ 3 kali seminggu.

7. Penurunan stress

Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang

menetap namun jika episode stress sering terjadi dapat

menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi.


1

Menghindari stress dengan menciptakan suasana yang

menyenangkan bagi penderita hipertensi dan memperkenalkan

berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi yang

dapat mengontrol system saraf yang akhirnya dapat

menurunkan tekanan darah

8. Terapi masase (pijat)

Prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi

adalah untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh

sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat

diminimalisir, ketika semua jalur energy terbuka dan aliran

energy tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan

lain maka resiko hipertensi dapat dihentikan.

b. Pengobatan Farmakologi

Menurut Aspiani (2016) tujuan pengobatan hipertensi tidak

hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi

dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita

dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu

dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang

dianjurkan oleh komite dokter ahli hipertensi (Joint National

Committee on detection, evaluation and treatment of high

blood preasure, USA, 2003) menyimpulkan bahwa obat

diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat

ACE dapat digunkan sebagai obat tunggal pertama dengan


1

memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada

pada penderita.

Pengobatan meliputi:

1) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di

tubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung

menjadi lebih ringan.

2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpine)

menghambat aktivitas saraf simpatis

3) Beta blocker (metoprolol, propranolol dan atenolol)

a) Menurunkan daya pompa jantung

b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui

mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.

c) Pada penderita diabetes militus: dapat menutupi gejala

hipoglikemia

4) Vasodilator (prasosin, hidralasin)

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot

polos pembuluh darah.

5) ACE inhibitor (Captopril)

a) Menghambat pembentukan zat angiotensin II

b) Efek samping batuk kering , pusing, sakit kepala dan

lemas.

6) Penghambat reseptor angiotensin II pada reseptor sehingga

memperingan daya pompa jantung.


1

7) Antagonis kalsium (diltiazem dan verapamil)

11. Pisang

a. Definisi Pisang

Pisang merupakan buah yang mudah didapat, memiliki

nilai ekonomi, budaya, serta nilai gizi yang tinggi (Nuramanah,

2013). Komponen utama dalam buah pisang adalah air, karbohidrat

dan juga kaya akan vitamin A, tianin, vitamin B2 dan vitamin C

(Sundari, 2010).

Pisang adalah nama umum yang di berikan pada

tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku

Musacea. Pisang ambon menurut ahli sejarah berasal dari daerah

Asia Tenggara termasuk juga Indonesia. (Roedyarto, 1997).

Pisang dapat ditanam didatarn rendah hangat bersuhu 21-32 derajat

celcius dan beriklim lembab. Topografi yang di hendaki tanaman

pisang berupa lahan datar dengan kemiringan 8 derajat. Lahan

itu terletak didaerah tropis antara 16 derajat LU – 12 derajat LS.

Apabila suhu udara kurang dari 13 derajat celcius atau lebih dari

38 derajat celcius maka pisang akan berhenti tumbuh dan akhirnya

mati (Suyanti dan Ahmad supriyadi, 2008).

Kulit pisang ambon adalah bagian luar untuk melindungi bagian

dalam buah, kulit pisang ambon bisa juga digunakan untuk


1

melihat tingkat kematangan buah. Jika kulit pisang ambon masih

muda akan berwarna hijau dan jika kulit pisang ambon sudah

tua akan berwarna kuning. Kulit pisang ambon memiliki

kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang

cukup.

b. Taksonomi Buah Pisang Ambon

Taksonomi buah pisang ambon adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : musaceae

Genus : musa

Spesies : Musa paradisiacal

Anda mungkin juga menyukai