Anda di halaman 1dari 14

FILSAFAT IPA

Filsafat IPA

Apa itu filsafat?

Kata ‘Filsafat’ berasal dari kata Yunani ‘Philosophia’. ‘Philos’ artinya ‘suka kepada’ dan
‘sophia’ artinya ‘kebijaksanaan’. Jadi philosophia secara harfiah artinya ‘suka kepada
kebijaksanaan’. Kata ‘Filsafat’ atau Philosophia pada mulanya berarti pengetahuan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan alam semesta.

Segala sesuatu yang kita ketahui baik melalui pengamatan panca-indera, pemikiran, atau
dari manapun asal usulnya, semua itu merupakan pengetahuan. Jadi filsafat pun merupakan
pengetahuan. Pengetahuan (knowledge) adalah buah dan aktivitas berpikir yang dilakukan
oleh manusia berpikir, seperti apa saja yang diketahui manusia, tanpa menghiraukan
apakah benar atau salah tanpa menghiraukan dari mana datangnya pengetahuan itu
(Nasution, 2016: 3). Pengetahuan manusia itu dapat digolongkan menjadi dua bagian
menurut sumbernya, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui usaha atau pengalamannya
sendiri dan pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan (wahyu Illahi). Pengetahuan yang
berasal dari usaha sendiri dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah diuji kebenarannya melalui metode
ilmiah.
2. Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui pikiran, tak terbatas
pada pengamatan panca-indera.
3. Pengetahuan yang tak termasuk golongan satu dan dua.

Sedikitnya ada tiga hal yang mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk
berfilsafat, yaitu (1) keheranan, (2) rasa ingin tahu yang sedalam-dalamnya, dan (3)
kekaguman. Dari rasa heran orang akan terdorong untuk mencari jawab atas pertanyaan
mengapa demikian. Adalah suatu naluri manusia untuk mempunyai rasa ingin tahu.
Sebagian dari rasa ingin itu dapat dijawab melalui pengamatan panca-inderanya. Namun
sebagian besar yang lain tidak terjawab. Untuk menjawab pertanyaan itu semua manusia
harus berpikir sedalam-dalamnya melampaui batas panca-inderanya. Pendorong munculnya
filsafat yang ketiga adalah kagum. Orang yang merasa kagum selalu merasa dirinya kecil,
lemah, sedangkan yang dikaguminya adalah besar dan bagus. Hal-hal semacam itulah yang
mendorong orang berpikir tentang betapa besar dan hebatnya yang dikagumi itu. Kemudian
mereka juga berpikir tentang dirinya yang merupakan bagian yang sangat kecil dan mungkin
tidak berarti terhadap apa yang mereka kagumi itu.
Filsafat IPA

Filsafat itu pada hakikatnya adalah penafsiran dari apa yang ada di alam semesta ini
dengan segala isinya melalui pemikiran untuk memperoleh kebenaran, makna, tujuan, dan
nilai-nilai. Untuk itu semua filsafat dapat menelaah segala sesuatu atau objeknya melalui
tiga sudut pandang (Nasution, 2016: 33-34), yaitu:
1. Teori Hakikat (Ontologi)
Teori hakikat adalah cabang filsafat yang membicarakan sesuatu atau hakikat benda.
Teori ini memberikan tugas untuk mencari jawab atas pertanyaan “apa” sesungguhnya
objek yang diselidiki itu.
2. Teori Pengetahuan (Epistemologi)
Teori pengetahuan adalah cabang filsafat ilmu yang membicarakan atau mengkaji
tentang cara memperoleh pengetahuan. Dalam cabang ini dikaji soal sumber
pengetahuan dan bagaimana manusia secara metodologis memperoleh pengetahuan
yang benar. Dengan kata lain, cabang ini memberikan tugas untuk mencari jawab atas
pertanyaan “dari mana” asal-usul dari objek yang diselidiki.
3. Teori Nilai (Aksiologi)
Teori nilai adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai buat
kehidupan. Cabang ini dapat menjadi dasar untuk menjawab sesuatu yang fundamental
yaitu bagaimana manusia harus hidup dan bertindak berdasarkan nilai yang dianggap
benar baik dalam kehidupan bermasyarakat atau beragama. Dengan istilah lain, cabang
ini memberikan tugas untuk mencari jawab atas pertanyaan “kemanakah akhir dari
segala sesuatu” atau dapat juga diartikan “apakah tujuan/manfaatnya”.
Filsafat IPA

FILSAFAT IPA

A. Pengertian Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)


Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah diuji kebenarannya melalui metode
ilmiah. Ada perbedaan yang nyata antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan yaitu di
mana pengetahuan adalah semua yang kita ketahui tanpa menghiraukan yang benar
dan yang salah, adapun ilmu pengetahuan membatasi pada yang benar saja. Jadi ilmu
pengetahuan merupakan bagian dari pengetahuan, yaitu yang benar saja.

Pada hakikatnya ilmu pengetahuan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar,
yaitu Ilmu Pengetahuan Alam yang bidang sasarannya adalah alam semesta dan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang bidang sasarannya adalah tingkah laku manusia. Ilmu
Pengetahuan Alam pun berkembang menjadi dua cabang ilmu yang besar yaitu bidang
ilmu Alam yang bidang sasarannya adalah benda-benda tak hidup dan bidang Biologi
atau ilmu Hayat yang bidang sasarannya adalah makhluk hidup.

Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang objeknya adalah alam dengan
segala isinya. Ilmu Pengetahuan Alam sering juga disebut science atau sains dalam
bahasa Indonesia. Sains juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan
yang sistematik dari gejala-gejala alam.

Filsafat IPA adalah penafsiran terkait ilmu pengetahuan yang objeknya adalah alam
semesta dengan segala isinya melalui pemikiran untuk memperoleh kebenaran, makna,
tujuan, dan nilai-nilai.

B. Asal-Usul Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)


1. Zaman Batu Purba (4.000.000 – 10.000 SM)
Sisa-sisa budaya manusia yang dapat ditemui dari masa itu adalah berbagai batu
yang jelas dibentuk oleh manusia, kecuali batu mereka juga menggunakan tulang
binatang untuk alat, jelas dari adanya lubang pada tulang untuk memasukkan tali
seperti halnya lubang pada jarum masa kini. Penggunaan batu sebagai alat berburu
dapat ditafsirkan bahwa manusia pada masa itu telah mampu berpikir untuk dapat
membedakan mana batu yang dapat diguanakan untuk alat berburu dan mana
yang tidak, mana binatang yang enak disantap atau diburu dan mana yang tidak.
Filsafat IPA

Satu langkah lebih maju dari membedakan adalah mengamati. Untuk dapat berburu
tentulah mereka mengamati kelakuan dari binatang buruannya itu.

Manusia pada masa itu telah pandai menggunakan alat, hal ini dapat diartikan
mereka telah mampu meningkatkan efisiensi dari alat tubuhnya sendiri untuk
memenuhi hidupnya. Pada zaman itu manusia juga telah dapat bercocok tanam
atau bertani. Tentunya mereka telah mampu untuk memilih mana pucuk tanaman
yang enak dimakan atau buah-buahan yang enak disantap. Kemampuan bertani
berarti pula bahwa mereka telah mampu untuk membuat desain ataupun membuat
rencana. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia pada zaman
itu telah pandai menulis maupun berhitung. Oleh karena itu, perkembangan
pengetahuan mereka begitu lamban. Zaman ini disebut zaman pra sejarah.

2. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Koheren (10.000 – 500 SM)


Pada zaman ini telah timbul berbagai kerajaan besar di dunia, antara lain di negeri
Cina, India, Mesir, Babilonia, Athena, dan Yunani. Namun yang sangat menonjol
pengaruhnya dan masih terasa sampai saat ini adalah budaya yang ditinggalkan
oleh orang-orang Babilonia dari daerah Mesopotamia. Mereka ternyata telah begitu
tinggi tingkat berpikirnya. Berikut ini adalah beberapa cuplikan budaya mereka
untuk dapat kita simak bagaimana pola ataupun kemampuan berpikir mereka itu
dalam dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Yang pertama adalah dalam bidang perbintangan. Dalam pengamatannya terhadap


peredaran bintang-bintang mereka telah sampai pada kesimpulan bahwa semua
benda-benda angkasa itu beredar menurut garis edarnya masing-masing, dan
semuanya terletak pada suatu sabuk (belt) besar yang melingkar “mengelilingi
bumi” yang mereka sebut zodiak. Peredaran bintang-bintang itu dipergunakan
untuk perhitungan waktu. Waktu satu tahun dihitung dari waktu yang digunakan
oleh bintang itu beredar dari suatu titik sampai ke titik semula. Waktu satu bulan
dihitung dengan memperhatikan peredaran bulan mengelilingi bumi dari suatu
posisi sampai kembali ke posisi semula. Ternyata dalam satu tahun bulan beredar
mengelilingi bumi dua belas kali jadi satu tahun sama dengan dua belas bulan.

Waktu satu hari dihitung dari peredaran matahari ‘mengelilingi bumi’ dari suatu titik
ke titik semula. Dan ternyata dalam waktu satu bulan ada tiga puluh hari. Jadi satu
tahun sama dengan tiga ratus enam puluh hari. Kenyataan-kenyataan itu membuat
orang-orang Babilonia mempunyai system perhitungan Matematika kombinasi
Filsafat IPA

antara decimal dan Sexagesimal, artinya segala perhitungan didasarkan atas fraksi
atau bagian dari enam puluh. Meskipun demikian mereka pada akhirnya membuat
koreksi berdasarkan perhitungan matematika yang tepat. Mereka berkesimpulan
bahwa satu tahun sama dengan 365,25 hari.

Dari kerajaan Mesir pada masa itu didapatkan sisa-sisa kebudayaan yang
menunjukkan bahwa mereka juga telah pandai tulis baca serta matematika.
Tulisannya didasarkan atas abjad dengan tanda-tanda bunyi yang kita kenal
sebagai huruf hieroglif. Dalam bidang matematika orang Mesir telah mengenal
bilangan phi (𝜋) untuk menghitung luas suatu lingkaran. Mereka membagi hari
menjadi dua bagian yaitu siang dan malam yang masing-masing dibagi menjadi
dua belas jam. Terdapatnya pula peninggalan jam matahari yang didasarkan atas
panjang bayang-bayang tongkat.

Dari negeri Cina ada dua hal yang menarik yaitu tulisannya yang didasarkan atas
gambar-gambar. Dan juga tentang mesin hitung berupa abacus yang mungkin
merupakan kalkulator tertua di dunia yang ternyata masih digunakan sampai saat
ini. Dari kenyataan-kenyataan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pada
1500 SM orang telah mampu berpikir abstrak.

Baik orang Babilonia maupun Mesir percaya kepada adanya dewa-dewa artinya
mereka percaya ada suatu kekuatan gaib di luar jangkauan pengalaman yang
nyata. Ini berarti pikirannya telah jauh melampaui batas pengalamannya.
Pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman, pemikiran, dan kepercayaan
semacam itu kita sebut mitos.

3. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Rasional (600 – 200 SM)


Zaman ini dikenal sebagai zaman Yunani oleh karena ajaran-ajaran atau pola
berpikir orang Yunanilah yang paling dominan pada saat itu. Ciri perbedaan yang
khas antara pola berpikir orang-orang Babilonia dengan orang-orang Yunani adalah
dalam hal menetapkan kebenaran. Orang Yunani menggunakan rasional atau akal
sehat dengan metode deduksi. Sedangkan orang Babilonia memasukkan unsur
kepercayaan di dalam mencari kebenaran.

Seorang ahli pikir bangsa Yunani bernama Thales (624 – 565 SM) seorang
astronom yang juga ahli di bidang matematika dan teknik. Ialah yang pertama kali
berpendapat bahwa bintang-bintang mengeluarkan sinarnya sendiri sedangkan
Filsafat IPA

bulan hanya sekedar memantulkan cahayanya dari matahari. Dialah orang pertama
yang mempertanyakan asal-usul dari semua benda yang kita lihat di alam raya ini.
Ia berpendapat bahwa adanya beraneka ragam benda-benda di alam sebenarnya
merupakan gejala alam saja bahan dasarnya amat sederhana.

Pendapat tersebut merupakan perubahan besar dari alam pikiran manusia masa
itu. Pada masa itu, orang-orang beranggapan bahwa aneka ragam benda di alam
itu diciptakan oleh dewa-dewa seperti apa adanya. Karena kemampuan berpikir
manusia makin maju dan disertai pula oleh perlengkapan pengamatan, misalnya
berupa teropong bintang yang makin sempurna, maka mitos dengan berbagai
legendanya makin ditinggalkan orang. Mereka cenderung menggunakan akal
sehatnya atau rasionya.

Orang-orang Yunani yang patut dicatat sebagai pemberi iuran kepada perubahan
pola berpikir masa itu adalah Anaximander (610 – 547 SM) seorang pemikir
kontemporer, ia adalah murid Thales. Juga Anaximenes (585 – 528 SM),
Herakleitos (540 – 480 SM), dan Pythagoras (540 SM). Pythagoras terkenal di
bidang matematika. Salah satu temuannya yang terpakai sampai sekarang adalah
‘dalil pythagoras’ tentang segitiga siku-siku, yaitu: “Kuadrat panjang sisi miring
sebuah segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-
sikunya”. Pernyataan yang lain tentang segitiga oleh pithagoras adalah bahwa
jumlah sudut suatu segitiga adalah 180°.

Yang lainnya adalah Demokritos (460 – 370 SM), Empedokles (480 – 430 SM),
Plato (427 – 347 SM), dan Aristoteles (348 – 322 SM). Aristoteles merupakan
pemikir terbesar pada zamannya. Ia membukukan intisari dari ajaran orang-orang
sebelumnya. Ia membuang hal-hal yang tidak masuk diakalnya dan menambahkan
pendapat-pendapatnya sendiri. Ajaran Aristoteles yang penting adalah suatu pola
berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika.

Orang besar 450 tahun setelah Aristoteles adalah Ptolomeus (127 – 151 SM).
Pendapatnya yang patut dicatat ialah bahwa bumi adalah pusat jagat raya,
berbentuk bulat, diam, setimbang tanpa tiang penyangga. Bintang-bintang
menempel pada langit dan berputar mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam. Planet
beredar melalui garis edarnya sendiri dan terletak antara bumi dan bintang.
Filsafat IPA

4. Zaman Timbulnya Pola Berpikir Induktif


Pengaruh ajaran Aristoteles dapat bertahan sampai kurang lebih seribu lima ratus
tahun. Hal ini ditandai dengan tidak adanya penemuan-penemuan baru ataupun
pola berpikir yang baru. Sepanjang satu setengah abad seolah-olah terbuai oleh
ajaran-ajaran filsafat orang-orang Yunani. Sementara itu orang semakin terampil di
dalam membuat alat-alat untuk keperluan hidupnya termasuk alat-alat pengamat
bintang. Suatu perubahan terjadi karena makin sempurnanya alat pengamat
bintang dan semakin meningkatnya kemampuan berpikir manusia.

Hal ini ditandai dengan munculnya ajaran Nicolas Copenicus (1473 - 1543). Ia
adalah seorang ahli bintang, matematika, dan ahli dalam bidang pengobatan.
Dalam buku itu Copernicus berpendapat bahwa pusat dari alam semesta itu
bukanlah Bumi seperti ajaran falsafah Yunani tetapi mataharilah yang menjadi
pusatnya. Ajaran demikian disebut heliosentrisme. Buku tersebut tidak segera
diterbitkan karena bertentangan dengan kepercayaan para penguasa pada masa
itu, pokok-pokok ajarannya antara lain adalah:
▪ Matahari adalah pusat dari solar sistem. Di dalam sistem itu bumi adalah salah
satu di antara planet-planet lain yang beredar mengelilingi matahari.
▪ Bulan beredar mengelilingi bumi dan bersama bumi mengelilingi matahari.
▪ Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur yang mengakibatkan adanya
siang dan malam dan pandangan gerakan bintang-bintang

Pengikut Copernicus yaitu Bruno (1548 – 1600) memperoleh kesimpulan lebih jauh
lagi, yaitu:
▪ Alam raya tak ada batasnya.
▪ Bintang-bintang tersebar di seluruh ruang angkasa.

Karena keberaniannya mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan


penguasa pada saat itu, maka ia dianggap kemasukan setan lalu ia dibakar sampai
mati pada tahun 1600. Salah seorang pelopor dari ilmu pengetahuan alam yang
penting untuk dicatat adalah Galileo Galilei (1564 - 1642). Orang Italia ini dengan
berani mengumumkan penemuannya dengan teleskopnya yang mutakhir pada saat
itu, yang bertentangan dengan pandangan penguasa. Ia membenarkan teori
Copernicus tentang heliosentrisme yang jelas bertentangan dengan ajaran agama
saat itu yang berpandangan homosentris atau geosentris.
Filsafat IPA

Pendapat lain yang didasarkan atas observasi dan eksperimental ialah tentang
adanya gaya percepatan dari benda-benda yang jatuh ke bumi, yang bertentangan
dengan ajaran Aristoteles. Pelopor ilmu pengetahuan alam lain yang perlu dicatat
adalah Johanes Kepler (1571 – 1630). Orang Jerman ini mempunyai pandanan
yang sangat penting yang merupakan reformasi dari pengetahuan yang telah ada
tentang peredaran alam semesta. Pendapatnya itu didasarkan atas penggunaan
matematika sebagai alat bantu empirik untuk menarik kesimpulan. Ia menyelidiki
hukum-hukum ikatan antara anggota-anggota tatasurya. Pendapatnya kita kenal
sebagai hukum Kepler, yaitu:
▪ Planet-planet bergerak mengelilingi matahari tidak dalam bentuk lingkaran
yang bulat tetapi berbentuk elips, di mana matahari merupakan salah satu titik
pusatnya.
▪ Sebuah planet dalam geraknya mengelilingi matahari tidak uniform tetapi
dengan cara sedemikian rupa sehingga sebuah garis yang ditarik dari planet
tersebut ke matahari bergeser membentuk bidang yang sama luasnya pada
waktu yang sama.

5. Ilmu Pengetahuan Alam dalam Zaman Modern (1600 – 1900)


Yang menjadi perbedaan antara IPA zaman modern dengan IPA sebelumnya
adalah digunakan matematika atau statistika untuk menetapkan kebenaran dengan
perkataan lain ilmu pengetahuan zaman modern dapat disebut sebagai Ilmu
Pengetahuan Alam kuantitatif karena selalu menggunakan pengukuran-pengukuran
serta perhitungan-perhitungan matematika. Sedangkan Ilmu Pengetahuan Alam
sebelum zaman ini cukuplah dikatakan ilmiah bilamana suatu pernyataan itu sesuai
dengan objeknya (objektif) yang didasarkan atas pengamatan panca indera, atau
dengan kata lain IPA semacam ini dapat disebut sebagai IPA kualitatif. Berikut ini
akan dijelaskan beberapa cuplikan berupa temuan-temuan dari masa itu yang
ternyata merupakan masa penemuan ilmu pengetahuan baru yang luar biasa
banyaknya.
1. Christian Huygens (1629 - 1695)
Ia mempunyai penemuan yang sangat penting di bidang cahaya, ia
menyatakan atas hasil percobaannya bahwa cahaya bergerak dengan
kecepatan 600.000 kali kecepatan suara. Penemuan itu bertentangan dengan
pengetahuan manusia sebelumnya melalui ajaran filsafat Yunani yang
menyatakan bahwa cahaya merambat dengan tanpa memerlukan waktu.
Temuan yang lain dari Huygens adalah hukum tentang gerak bandulan.
Filsafat IPA

2. Newton (1643 – 1727)


Ia seorang ahli dalam bidang matematika maupun fisika. Temuannya yang
sangat penting adalah tentang adanya gaya gravitasi yang dapat memberi
keterangan tentang adanya gaya tarik menarik antara matahari, bumi, bulan,
serta planet-planet.
3. Lavoiser (1743 – 1794)
Abad tujuh belas dan delapan belas ini dapat juga disebut sebagai zaman
kejayaan matematika. Hal ini disebabkan karena banyaknya dalil-dalil
matematika yang ditemukan dan yang langsung dikaitkan dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam. Salah satu aliran yang sangat terkenal
adalah sistem Euclids, sehingga matematika pada zaman ini dijuluki sebagai
‘The Queen of Science’.

C. Teori Ontologi Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)


Apakah yang menjadi karakteristik objek ontologis IPA yang membedakannya dengan
disipln keilmuan lainnya? IPA mengkaji alam semesta dalam ruang jelajah pengalaman
(kemampuan) manusia. IPA tidak dapat menjangkau secara sempurna tentang objek
pengamatannya. Apakah sasaran atau objek pengamatan IPA yang konkret itu mampu
diamatinya dengan sempurna? Jawabannya adalah tidak. Hal ini disebabkan oleh
karena pengamatan itu menggunakan panca indera manusia yang memang terbatas
kemampuannya.

IPA tidak menjangkau masalah etika (tata krama) yang mempermasalahkan tingkah
laku baik atau buruk. Juga tidak menjangkau masalah estetika yang berhubungan
dengan keindahan. Juga tidak mungkin tentang sistem nilai. Hal ini disebabkan karena
itu semua mengandung unsur subjektivitas yang sangat tinggi sedangkan tolok ukur IPA
adalah objektivitas. Jadi, IPA membatasi kajiannya terhadap gejala alam dalam batas
pengalaman manusia termasuk metode ilmiah yang diterapkan.

Ilmu-Ilmu Alam (Physical Sciences; yang bertujuan mempelajari zat-zat yang


membentuk alam semesta), sedangkan ilmu-ilmu Hayat (Biological Science; bertujuan
untuk mempelajari makhluk hidup di alam semesta). Kedua kelompok besar ilmu yang
dikenal sebagai Sains atau IPA ini membagi diri dengan memunculkan cabang baru
sebagai:
1. Fisika (Physics); mempelajari massa dan energi
2. Kimia (Chemistry); mempelajari substansi zat
Filsafat IPA

3. Biologi (Biology); mempelajari seluk-beluk makhluk hidup


4. Astronomi (Astronomy); mempelajari benda-benda langit
5. Ilmu bumi (Geology); mempelajari seluk-beluk bumi

Kelima cabang ini masing-masing disebut sebagai Ilmu Dasar. Tiap cabang IPA
tersebut terus berkembang dengan membagi dirinya lagi menjadi beberapa ranting yang
dikenal sebagai Ilmu Murni, Misalnya:
1. Fisika (Physics); membentuk ranting ilmu murni sebagai Mekanika, Hidrodinamika,
Termodinamika, Optika, Elektronika, Magnetika, Fisika Nuklir, dan sebagainya.
2. Kimia (Chemistry); membentuk ranting ilmu murni sebagai Kimia Anorganik, Kimia
Organik, Biokimia, Kimia Bumi, Kimia Bahan, dan sebagainya.
3. Biologi (Biology); membentuk ranting ilmu murni sebagai Zoologi, Botani,
Mikrobiologi, dan sebagainya.

D. Teori Epistemologi Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)


Menurut pendapat dari Nash, L.K. dalam bukunya ‘The Nature of Natural Science’. Ia
mengatakan bahwa IPA itu dipandang sebagai suatu cara atau metode untuk dapat
mengamati sesuatu, dalam hal ini adalah dunia. Cara memandang IPA bersifat analitis,
ia melihat sesuatu secara lengkap dan cermat serta dihubungkannya dengan objek
yang diamati itu. IPA dipandang sebagai suatu pola pikir logis dan seragam. Lalu apa
dan bagaimana pola pikir logis dan seragam itu yang tak lain adalah metode ilmiah.

IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan ilmu pengetahuan yang membahas semua
hal yang berhubungan dengan alam dan bersifat konkret. Sehingga dalam IPA,
pengetahuan dianggap benar bila sesuai dengan objeknya. Untuk menentukan
kebenaran pengetahuan tentang IPA, diperlukannya pengujian dengan menggunakan
metode penelitian ilmiah. Dengan kata lain, metode penelitian ilmiah merupakan ciri
khusus dari IPA.

Menurut Subagyo (1977) dalam Bahri (2014: 3) menjelaskan bahwa metode penelitian
ilmiah adalah suatu cara atau jalan untuk mendapatkan kembali pemecahan terhadap
segala permasalahan yang diajukan. Proses penelitian ilmiah bersifat empiris,
terkendali, analitis, dan sistematis (Gulo, 2002: 14-18).
Filsafat IPA

▪ Penelitian dilakukan secara empiris


Masalah-masalah yang akan diteliti adalah masalah yang bersifat empiris. Semua
konsep yang tercakup dalam penelitian harus terhubung secara operasional
dalam dunia nyata.
▪ Penelitian dilakukan secara terkendali
Perumusan konsep dan hipotesis secara operasional merupakan kendali
mengarahkan seluruh kegiatan penelitian.
▪ Penelitian dilakukan secara kritis
Kritis di sini berarti ada tolok ukur (kriteria) yang dipakai untuk menentukan
sesuatu yang dapat diterima, baik secara eksplisit maupun implisit.
▪ Penelitian dilakukan secara sistematis
Prosesnya dilakukan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Setiap tahap harus
dilakukan secara berturut, tidak boleh melangkahi tahap sebelumnya untuk
langsung pada tahap berakhir atau tahap yang jauh di atasnya.

Menurut Bahri (2014: 6) dalam bukunya menetapkan langkah-langkah metode


penelitian ilmiah secara sistematis, yaitu:
1. Identifikasi Masalah
Masalah merupakan pertanyaan, apa, mengapa, atau bagaimana tentang objek
yang diteliti yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor
yang terkait di dalamnya.
2. Perumusan Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah
yang teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan
dengan permasalahan.
3. Perumusan Hipotesis
Merupakan jawaban sementara atau dugaan sementara dari jawaban pertanyaan
yang diajukan materinya.
4. Pengujian Hipotesis
Pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk
memperhatikan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis itu atau
tidak.
5. Menentukan Langkah Kerja dan Cara Mengolah Data
Dalam penentuan langkah kerja, harus dicantumkan kegiatan, tempat pengumpulan
data, perlengkapan data, dan rancangan hasil analisis data. Data dapat disajikan
dalam bentuk tabel atau grafik. Data yang diperoleh dapat dianalisis secara statistik
dan non-statistik.
Filsafat IPA

6. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan dapat
diterima atau ditolak. Apabila dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup
mendukung hipotesis, maka hipotesis diterima. Sebaliknya, jika dalam proses
pengujian tidak terdapat cukup fakta yang mendukung hipotesis, maka hipotesis
ditolak.

E. Teori Aksiologi Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)


Teori nilai atau aksiologi IPA adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan tentang
orientasi IPA atau nilai IPA buat kehidupan. Salah satunya dalam pendidikan, IPA
sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan. Sehingga
pendidikan IPA mempunyai tujuan tertentu, yaitu:
1. Menanamkan sikap hidup ilmiah
2. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan, pengukuran, dan
menggunakan alat-alat
3. Melatih siswa untuk aktif mencari kebenaran dari pengetahuan yang pernah
mereka terima
4. Melatih siswa untuk bersikap toleran serta dapat menghargai pendapat orang lain
5. Menumbuhkembangkan sikap teliti dan berhati-hati
6. Mendidik siswa untuk tidak mudah putus asa

Untuk mengenal apa IPA itu, kita juga dapat menjelaskan melalui segi fungsinya. Dari
berbagai pustaka dapat dirangkum bahwa fungsi IPA itu ada lima, yaitu:
1. Membangun pola berpikir
Dapat kita simak dari fakta sejarah, bagaimana IPA terbagun dari pola berpikir
manusia yang berkembang dari zaman ke zaman. Di sisi lain, IPA itu sendiri juga
dapat membangun pola berpikir manusia dengan ciri-ciri khusus.
2. Menjelaskan adanya hubungan antara berbagai gejala alam
Dalam menjelaskan sesuatu, IPA mempunyai ciri-ciri yang khusus, yaitu :
▪ Analitis, artinya lengkap mendeskripsikan semua bagian dari objek
penelitiannya, serta hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya.
▪ Logis, artinya dapat diterima oleh akal.
▪ Sistematis, artinya disusun secara logis dan sistematis sehingga tampak jelas
tata urutan serta hubungan satu dengan yang lain dan jelas pula bahwa tidak
ada kebenaran ilmu pengetahuan yang bertumpang tindih dalam arti
berlawanan satu dengan yang lain.
Filsafat IPA

▪ Kausatif, maksudnya IPA menjelaskan mengapa segala gejala alam itu terjadi.
▪ Kuantitatif, yang meliputi tiga arti:
1) Kesimpulan yang diuji kebenarannya melalui statistika,
2) Penjelasannya disertai dengan angka-angka dengan besaran hasil
pengukuran atau dengan rumusan-rumusan matematika,
3) Kuantitatif dalam artiannya yang tak langsung menyatakan kecermatan
pengukuran.
Menurut Carl Hempel ada dua tujuan IPA dalam menjelaskan berbagai gejala alam
ini, yaitu untuk hal yang bersifat praktis, maksudnya untuk kepentingan
kesejahteraan umat manusia, dan untuk memenuhi hasrat ingin tahu.
3. Meramalkan
Peramalan dari IPA ini adalah peramalan yang didasarkan atas adanya konsistensi
atau keteraturan dari gejala-gejala alam. Kunci pokok dari sesuatu yang dapat
digunakan untuk meramalkan itu adalah adanya keteraturan yang konsisten.
4. Menguasai atau mengontrol alam guna kesejahteraan manusia
Dengan IPA orang bisa mengolah sumber daya alam. Orang juga dapat mendirikan
industri-industri untuk menghasilkan barang-barang bagi kesejahteraan manusia.
Dengan IPA orang dapat mempermudah hubungan komunikasi maupun
transportasi. Dengan IPA orang dapat mencegah atau menghindari malapetaka
akibat gejala alam.
5. Melestarikan berbagai gejala alam
Suatu gejala alam mungkin sekali tak terulang kejadiannya sehingga IPA dalam hal
ini selaku kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis secara tak langsung
merekam gejala-gejala alam, misalnya kehadiran komet, pergeseran benua,
perubahan flora dan fauna.

Pada dasarnya, IPA ditempatkan sebagai dasar ilmu bagi ilmu-ilmu terapan dan
teknologi. Teknologi dapat dibentuk dari IPA, tetapi dapat juga terbentuk tanpa IPA.
Teknologi yang dibentuk bisa digunakan dalam berbagai bidang, seperti transportasi
(kereta listrik), alat rumah tangga (ricecooker, sterika listrik, mesin cuci, oven-head
projector, LCD), alat komunikasi (radio, telepon, media cetak, televisi), komputer
(email), dan informasi (tagihan telepon internet, belanja barang, robot).

Anda mungkin juga menyukai