Filsafat IPA PDF
Filsafat IPA PDF
Filsafat IPA
Kata ‘Filsafat’ berasal dari kata Yunani ‘Philosophia’. ‘Philos’ artinya ‘suka kepada’ dan
‘sophia’ artinya ‘kebijaksanaan’. Jadi philosophia secara harfiah artinya ‘suka kepada
kebijaksanaan’. Kata ‘Filsafat’ atau Philosophia pada mulanya berarti pengetahuan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan alam semesta.
Segala sesuatu yang kita ketahui baik melalui pengamatan panca-indera, pemikiran, atau
dari manapun asal usulnya, semua itu merupakan pengetahuan. Jadi filsafat pun merupakan
pengetahuan. Pengetahuan (knowledge) adalah buah dan aktivitas berpikir yang dilakukan
oleh manusia berpikir, seperti apa saja yang diketahui manusia, tanpa menghiraukan
apakah benar atau salah tanpa menghiraukan dari mana datangnya pengetahuan itu
(Nasution, 2016: 3). Pengetahuan manusia itu dapat digolongkan menjadi dua bagian
menurut sumbernya, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui usaha atau pengalamannya
sendiri dan pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan (wahyu Illahi). Pengetahuan yang
berasal dari usaha sendiri dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah diuji kebenarannya melalui metode
ilmiah.
2. Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui pikiran, tak terbatas
pada pengamatan panca-indera.
3. Pengetahuan yang tak termasuk golongan satu dan dua.
Sedikitnya ada tiga hal yang mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk
berfilsafat, yaitu (1) keheranan, (2) rasa ingin tahu yang sedalam-dalamnya, dan (3)
kekaguman. Dari rasa heran orang akan terdorong untuk mencari jawab atas pertanyaan
mengapa demikian. Adalah suatu naluri manusia untuk mempunyai rasa ingin tahu.
Sebagian dari rasa ingin itu dapat dijawab melalui pengamatan panca-inderanya. Namun
sebagian besar yang lain tidak terjawab. Untuk menjawab pertanyaan itu semua manusia
harus berpikir sedalam-dalamnya melampaui batas panca-inderanya. Pendorong munculnya
filsafat yang ketiga adalah kagum. Orang yang merasa kagum selalu merasa dirinya kecil,
lemah, sedangkan yang dikaguminya adalah besar dan bagus. Hal-hal semacam itulah yang
mendorong orang berpikir tentang betapa besar dan hebatnya yang dikagumi itu. Kemudian
mereka juga berpikir tentang dirinya yang merupakan bagian yang sangat kecil dan mungkin
tidak berarti terhadap apa yang mereka kagumi itu.
Filsafat IPA
Filsafat itu pada hakikatnya adalah penafsiran dari apa yang ada di alam semesta ini
dengan segala isinya melalui pemikiran untuk memperoleh kebenaran, makna, tujuan, dan
nilai-nilai. Untuk itu semua filsafat dapat menelaah segala sesuatu atau objeknya melalui
tiga sudut pandang (Nasution, 2016: 33-34), yaitu:
1. Teori Hakikat (Ontologi)
Teori hakikat adalah cabang filsafat yang membicarakan sesuatu atau hakikat benda.
Teori ini memberikan tugas untuk mencari jawab atas pertanyaan “apa” sesungguhnya
objek yang diselidiki itu.
2. Teori Pengetahuan (Epistemologi)
Teori pengetahuan adalah cabang filsafat ilmu yang membicarakan atau mengkaji
tentang cara memperoleh pengetahuan. Dalam cabang ini dikaji soal sumber
pengetahuan dan bagaimana manusia secara metodologis memperoleh pengetahuan
yang benar. Dengan kata lain, cabang ini memberikan tugas untuk mencari jawab atas
pertanyaan “dari mana” asal-usul dari objek yang diselidiki.
3. Teori Nilai (Aksiologi)
Teori nilai adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai buat
kehidupan. Cabang ini dapat menjadi dasar untuk menjawab sesuatu yang fundamental
yaitu bagaimana manusia harus hidup dan bertindak berdasarkan nilai yang dianggap
benar baik dalam kehidupan bermasyarakat atau beragama. Dengan istilah lain, cabang
ini memberikan tugas untuk mencari jawab atas pertanyaan “kemanakah akhir dari
segala sesuatu” atau dapat juga diartikan “apakah tujuan/manfaatnya”.
Filsafat IPA
FILSAFAT IPA
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar,
yaitu Ilmu Pengetahuan Alam yang bidang sasarannya adalah alam semesta dan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang bidang sasarannya adalah tingkah laku manusia. Ilmu
Pengetahuan Alam pun berkembang menjadi dua cabang ilmu yang besar yaitu bidang
ilmu Alam yang bidang sasarannya adalah benda-benda tak hidup dan bidang Biologi
atau ilmu Hayat yang bidang sasarannya adalah makhluk hidup.
Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang objeknya adalah alam dengan
segala isinya. Ilmu Pengetahuan Alam sering juga disebut science atau sains dalam
bahasa Indonesia. Sains juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan
yang sistematik dari gejala-gejala alam.
Filsafat IPA adalah penafsiran terkait ilmu pengetahuan yang objeknya adalah alam
semesta dengan segala isinya melalui pemikiran untuk memperoleh kebenaran, makna,
tujuan, dan nilai-nilai.
Satu langkah lebih maju dari membedakan adalah mengamati. Untuk dapat berburu
tentulah mereka mengamati kelakuan dari binatang buruannya itu.
Manusia pada masa itu telah pandai menggunakan alat, hal ini dapat diartikan
mereka telah mampu meningkatkan efisiensi dari alat tubuhnya sendiri untuk
memenuhi hidupnya. Pada zaman itu manusia juga telah dapat bercocok tanam
atau bertani. Tentunya mereka telah mampu untuk memilih mana pucuk tanaman
yang enak dimakan atau buah-buahan yang enak disantap. Kemampuan bertani
berarti pula bahwa mereka telah mampu untuk membuat desain ataupun membuat
rencana. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia pada zaman
itu telah pandai menulis maupun berhitung. Oleh karena itu, perkembangan
pengetahuan mereka begitu lamban. Zaman ini disebut zaman pra sejarah.
Waktu satu hari dihitung dari peredaran matahari ‘mengelilingi bumi’ dari suatu titik
ke titik semula. Dan ternyata dalam waktu satu bulan ada tiga puluh hari. Jadi satu
tahun sama dengan tiga ratus enam puluh hari. Kenyataan-kenyataan itu membuat
orang-orang Babilonia mempunyai system perhitungan Matematika kombinasi
Filsafat IPA
antara decimal dan Sexagesimal, artinya segala perhitungan didasarkan atas fraksi
atau bagian dari enam puluh. Meskipun demikian mereka pada akhirnya membuat
koreksi berdasarkan perhitungan matematika yang tepat. Mereka berkesimpulan
bahwa satu tahun sama dengan 365,25 hari.
Dari kerajaan Mesir pada masa itu didapatkan sisa-sisa kebudayaan yang
menunjukkan bahwa mereka juga telah pandai tulis baca serta matematika.
Tulisannya didasarkan atas abjad dengan tanda-tanda bunyi yang kita kenal
sebagai huruf hieroglif. Dalam bidang matematika orang Mesir telah mengenal
bilangan phi (𝜋) untuk menghitung luas suatu lingkaran. Mereka membagi hari
menjadi dua bagian yaitu siang dan malam yang masing-masing dibagi menjadi
dua belas jam. Terdapatnya pula peninggalan jam matahari yang didasarkan atas
panjang bayang-bayang tongkat.
Dari negeri Cina ada dua hal yang menarik yaitu tulisannya yang didasarkan atas
gambar-gambar. Dan juga tentang mesin hitung berupa abacus yang mungkin
merupakan kalkulator tertua di dunia yang ternyata masih digunakan sampai saat
ini. Dari kenyataan-kenyataan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pada
1500 SM orang telah mampu berpikir abstrak.
Baik orang Babilonia maupun Mesir percaya kepada adanya dewa-dewa artinya
mereka percaya ada suatu kekuatan gaib di luar jangkauan pengalaman yang
nyata. Ini berarti pikirannya telah jauh melampaui batas pengalamannya.
Pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman, pemikiran, dan kepercayaan
semacam itu kita sebut mitos.
Seorang ahli pikir bangsa Yunani bernama Thales (624 – 565 SM) seorang
astronom yang juga ahli di bidang matematika dan teknik. Ialah yang pertama kali
berpendapat bahwa bintang-bintang mengeluarkan sinarnya sendiri sedangkan
Filsafat IPA
bulan hanya sekedar memantulkan cahayanya dari matahari. Dialah orang pertama
yang mempertanyakan asal-usul dari semua benda yang kita lihat di alam raya ini.
Ia berpendapat bahwa adanya beraneka ragam benda-benda di alam sebenarnya
merupakan gejala alam saja bahan dasarnya amat sederhana.
Pendapat tersebut merupakan perubahan besar dari alam pikiran manusia masa
itu. Pada masa itu, orang-orang beranggapan bahwa aneka ragam benda di alam
itu diciptakan oleh dewa-dewa seperti apa adanya. Karena kemampuan berpikir
manusia makin maju dan disertai pula oleh perlengkapan pengamatan, misalnya
berupa teropong bintang yang makin sempurna, maka mitos dengan berbagai
legendanya makin ditinggalkan orang. Mereka cenderung menggunakan akal
sehatnya atau rasionya.
Orang-orang Yunani yang patut dicatat sebagai pemberi iuran kepada perubahan
pola berpikir masa itu adalah Anaximander (610 – 547 SM) seorang pemikir
kontemporer, ia adalah murid Thales. Juga Anaximenes (585 – 528 SM),
Herakleitos (540 – 480 SM), dan Pythagoras (540 SM). Pythagoras terkenal di
bidang matematika. Salah satu temuannya yang terpakai sampai sekarang adalah
‘dalil pythagoras’ tentang segitiga siku-siku, yaitu: “Kuadrat panjang sisi miring
sebuah segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-
sikunya”. Pernyataan yang lain tentang segitiga oleh pithagoras adalah bahwa
jumlah sudut suatu segitiga adalah 180°.
Yang lainnya adalah Demokritos (460 – 370 SM), Empedokles (480 – 430 SM),
Plato (427 – 347 SM), dan Aristoteles (348 – 322 SM). Aristoteles merupakan
pemikir terbesar pada zamannya. Ia membukukan intisari dari ajaran orang-orang
sebelumnya. Ia membuang hal-hal yang tidak masuk diakalnya dan menambahkan
pendapat-pendapatnya sendiri. Ajaran Aristoteles yang penting adalah suatu pola
berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika.
Orang besar 450 tahun setelah Aristoteles adalah Ptolomeus (127 – 151 SM).
Pendapatnya yang patut dicatat ialah bahwa bumi adalah pusat jagat raya,
berbentuk bulat, diam, setimbang tanpa tiang penyangga. Bintang-bintang
menempel pada langit dan berputar mengelilingi bumi sekali dalam 24 jam. Planet
beredar melalui garis edarnya sendiri dan terletak antara bumi dan bintang.
Filsafat IPA
Hal ini ditandai dengan munculnya ajaran Nicolas Copenicus (1473 - 1543). Ia
adalah seorang ahli bintang, matematika, dan ahli dalam bidang pengobatan.
Dalam buku itu Copernicus berpendapat bahwa pusat dari alam semesta itu
bukanlah Bumi seperti ajaran falsafah Yunani tetapi mataharilah yang menjadi
pusatnya. Ajaran demikian disebut heliosentrisme. Buku tersebut tidak segera
diterbitkan karena bertentangan dengan kepercayaan para penguasa pada masa
itu, pokok-pokok ajarannya antara lain adalah:
▪ Matahari adalah pusat dari solar sistem. Di dalam sistem itu bumi adalah salah
satu di antara planet-planet lain yang beredar mengelilingi matahari.
▪ Bulan beredar mengelilingi bumi dan bersama bumi mengelilingi matahari.
▪ Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur yang mengakibatkan adanya
siang dan malam dan pandangan gerakan bintang-bintang
Pengikut Copernicus yaitu Bruno (1548 – 1600) memperoleh kesimpulan lebih jauh
lagi, yaitu:
▪ Alam raya tak ada batasnya.
▪ Bintang-bintang tersebar di seluruh ruang angkasa.
Pendapat lain yang didasarkan atas observasi dan eksperimental ialah tentang
adanya gaya percepatan dari benda-benda yang jatuh ke bumi, yang bertentangan
dengan ajaran Aristoteles. Pelopor ilmu pengetahuan alam lain yang perlu dicatat
adalah Johanes Kepler (1571 – 1630). Orang Jerman ini mempunyai pandanan
yang sangat penting yang merupakan reformasi dari pengetahuan yang telah ada
tentang peredaran alam semesta. Pendapatnya itu didasarkan atas penggunaan
matematika sebagai alat bantu empirik untuk menarik kesimpulan. Ia menyelidiki
hukum-hukum ikatan antara anggota-anggota tatasurya. Pendapatnya kita kenal
sebagai hukum Kepler, yaitu:
▪ Planet-planet bergerak mengelilingi matahari tidak dalam bentuk lingkaran
yang bulat tetapi berbentuk elips, di mana matahari merupakan salah satu titik
pusatnya.
▪ Sebuah planet dalam geraknya mengelilingi matahari tidak uniform tetapi
dengan cara sedemikian rupa sehingga sebuah garis yang ditarik dari planet
tersebut ke matahari bergeser membentuk bidang yang sama luasnya pada
waktu yang sama.
IPA tidak menjangkau masalah etika (tata krama) yang mempermasalahkan tingkah
laku baik atau buruk. Juga tidak menjangkau masalah estetika yang berhubungan
dengan keindahan. Juga tidak mungkin tentang sistem nilai. Hal ini disebabkan karena
itu semua mengandung unsur subjektivitas yang sangat tinggi sedangkan tolok ukur IPA
adalah objektivitas. Jadi, IPA membatasi kajiannya terhadap gejala alam dalam batas
pengalaman manusia termasuk metode ilmiah yang diterapkan.
Kelima cabang ini masing-masing disebut sebagai Ilmu Dasar. Tiap cabang IPA
tersebut terus berkembang dengan membagi dirinya lagi menjadi beberapa ranting yang
dikenal sebagai Ilmu Murni, Misalnya:
1. Fisika (Physics); membentuk ranting ilmu murni sebagai Mekanika, Hidrodinamika,
Termodinamika, Optika, Elektronika, Magnetika, Fisika Nuklir, dan sebagainya.
2. Kimia (Chemistry); membentuk ranting ilmu murni sebagai Kimia Anorganik, Kimia
Organik, Biokimia, Kimia Bumi, Kimia Bahan, dan sebagainya.
3. Biologi (Biology); membentuk ranting ilmu murni sebagai Zoologi, Botani,
Mikrobiologi, dan sebagainya.
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan ilmu pengetahuan yang membahas semua
hal yang berhubungan dengan alam dan bersifat konkret. Sehingga dalam IPA,
pengetahuan dianggap benar bila sesuai dengan objeknya. Untuk menentukan
kebenaran pengetahuan tentang IPA, diperlukannya pengujian dengan menggunakan
metode penelitian ilmiah. Dengan kata lain, metode penelitian ilmiah merupakan ciri
khusus dari IPA.
Menurut Subagyo (1977) dalam Bahri (2014: 3) menjelaskan bahwa metode penelitian
ilmiah adalah suatu cara atau jalan untuk mendapatkan kembali pemecahan terhadap
segala permasalahan yang diajukan. Proses penelitian ilmiah bersifat empiris,
terkendali, analitis, dan sistematis (Gulo, 2002: 14-18).
Filsafat IPA
6. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan dapat
diterima atau ditolak. Apabila dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup
mendukung hipotesis, maka hipotesis diterima. Sebaliknya, jika dalam proses
pengujian tidak terdapat cukup fakta yang mendukung hipotesis, maka hipotesis
ditolak.
Untuk mengenal apa IPA itu, kita juga dapat menjelaskan melalui segi fungsinya. Dari
berbagai pustaka dapat dirangkum bahwa fungsi IPA itu ada lima, yaitu:
1. Membangun pola berpikir
Dapat kita simak dari fakta sejarah, bagaimana IPA terbagun dari pola berpikir
manusia yang berkembang dari zaman ke zaman. Di sisi lain, IPA itu sendiri juga
dapat membangun pola berpikir manusia dengan ciri-ciri khusus.
2. Menjelaskan adanya hubungan antara berbagai gejala alam
Dalam menjelaskan sesuatu, IPA mempunyai ciri-ciri yang khusus, yaitu :
▪ Analitis, artinya lengkap mendeskripsikan semua bagian dari objek
penelitiannya, serta hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya.
▪ Logis, artinya dapat diterima oleh akal.
▪ Sistematis, artinya disusun secara logis dan sistematis sehingga tampak jelas
tata urutan serta hubungan satu dengan yang lain dan jelas pula bahwa tidak
ada kebenaran ilmu pengetahuan yang bertumpang tindih dalam arti
berlawanan satu dengan yang lain.
Filsafat IPA
▪ Kausatif, maksudnya IPA menjelaskan mengapa segala gejala alam itu terjadi.
▪ Kuantitatif, yang meliputi tiga arti:
1) Kesimpulan yang diuji kebenarannya melalui statistika,
2) Penjelasannya disertai dengan angka-angka dengan besaran hasil
pengukuran atau dengan rumusan-rumusan matematika,
3) Kuantitatif dalam artiannya yang tak langsung menyatakan kecermatan
pengukuran.
Menurut Carl Hempel ada dua tujuan IPA dalam menjelaskan berbagai gejala alam
ini, yaitu untuk hal yang bersifat praktis, maksudnya untuk kepentingan
kesejahteraan umat manusia, dan untuk memenuhi hasrat ingin tahu.
3. Meramalkan
Peramalan dari IPA ini adalah peramalan yang didasarkan atas adanya konsistensi
atau keteraturan dari gejala-gejala alam. Kunci pokok dari sesuatu yang dapat
digunakan untuk meramalkan itu adalah adanya keteraturan yang konsisten.
4. Menguasai atau mengontrol alam guna kesejahteraan manusia
Dengan IPA orang bisa mengolah sumber daya alam. Orang juga dapat mendirikan
industri-industri untuk menghasilkan barang-barang bagi kesejahteraan manusia.
Dengan IPA orang dapat mempermudah hubungan komunikasi maupun
transportasi. Dengan IPA orang dapat mencegah atau menghindari malapetaka
akibat gejala alam.
5. Melestarikan berbagai gejala alam
Suatu gejala alam mungkin sekali tak terulang kejadiannya sehingga IPA dalam hal
ini selaku kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis secara tak langsung
merekam gejala-gejala alam, misalnya kehadiran komet, pergeseran benua,
perubahan flora dan fauna.
Pada dasarnya, IPA ditempatkan sebagai dasar ilmu bagi ilmu-ilmu terapan dan
teknologi. Teknologi dapat dibentuk dari IPA, tetapi dapat juga terbentuk tanpa IPA.
Teknologi yang dibentuk bisa digunakan dalam berbagai bidang, seperti transportasi
(kereta listrik), alat rumah tangga (ricecooker, sterika listrik, mesin cuci, oven-head
projector, LCD), alat komunikasi (radio, telepon, media cetak, televisi), komputer
(email), dan informasi (tagihan telepon internet, belanja barang, robot).