Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah Cholelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
frekuensi kejadiannya tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun beban sosial
bagi masyarakat. Sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat.
Angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan
bertambahnya usia. Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada populasi umum dan
laporan menunjukkan bahwa dari 11.840 yang dilakukan otopsi ditemukan 13,1%
adalah pria dan 33,7% adalah wanita yang menderita batu empedu.Di negara barat
penderita cholelitiasis banyak ditemukan pada usia 30 tahun, tetapi rata-rat 2
Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan.
Kondisi ini menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab
nomor lima perawatan di rumah sakit pada usia muda. Choleltiaisis biasanya timbul
pada orang dewasa, antara usia 20-50 tahun dan sekitar 20% dialami oleh pasien yang
berumur diatas 40 tahun. Wanita berusia muda memilikiresiko 2-6 kali lebih besar
mengalami cholelitiasis. Cholelitiasis mengalami peningkatan seiring meningkatnya
usia seseorang. Sedangkan kejadian cholelitiasis di negara Asia 3%-15% lebih rendah
dibandingan negara barat. Di Indonesia, cholelitiasis kurang mendapat perhatian
karena sering sekali asimtomatik sehingga sulit di deteksi atau sering terjadi
kesalahan diagnosis. Penelitian di Indonesia pada Rumah Sakit Columbia Asia Medan
sepanjang tahun 2011 didapatkan 82 kasus cholelitiasis (Ginting, 2012).
Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatiansetelah di klinis, sementara
publikasi penelitian tentang cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan studi
kolesitografi oral didapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi pada wanita
sebesar 76% dan pada laki-laki 36%dengan usia lebih dari 40 tahun. Sebagian besar
pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu
empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian,
sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka 3
resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat (Cahyono,2014).
Kurang lebih 50% penderita cholelitiasis tidak memiliki dan menunjukan
keluhan, danhampir 30% penderita cholelitiasis mengalami gejala nyeri dan 20%
berkembang menjadi komplikasi penyakit. Tetapi saat penderita cholelitiasis

1
mengalami serangan nyeri colic yang spesifik akan beresiko menimbulkan masalah
dan penyakit (Sudoyo,2006).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ndraha (2014) didapatkan hasil
sebanyak 87 pasien didiagnosis cholelitiasis dengan rentang usia 45,6. Prevalensi
pada pasien perempuan lebih banyak daripada laki-laki. (54,47) dengan usia rata-rata
40 tahun (80,46%). Sejumlah 68,97 merupakan pasien di ruang rawat inap. Saat ini
penderita cholelitiasis di Indonesia cenderung meningkat karena perubahan gaya
hidup seperti orang-orang barat yang suka mengkonsumsi makanan cepat saji yang
dapat menyebabkan kegemukan karena timbunan lemak dan menjadikan pemicu
terjadinya cholelitiasis. Tetapi jumlah secara pasti berapa banyaknya penderita batu
empedu belum diketahui karena belum ada studi mengenai hal tersebut (Djumhana,
2010).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya cholelitiasis adalah faktor
keluarga, tingginya kadar estrogen, insulin, dankolesterol, penggunaan pil KB,
infeksi, obesitas, gangguan pencernaan, penyakit arteri koroner, kehamilan, tingginya
kandung lemak dan rendah serat, 4 merokok, peminum alkohol, penurunan berat
badan dalam waktu yang singkat,dan kurang olahraga (Djumhana, 2010).
Berdasarkan beberapa banyaknya faktor yang dapat memicu atau
menyebabkan terjadinya cholelitiasis adalah gaya hidup masyarakat yang semakin
meningkat terutama masyarakat dengan ekonomi menengah keatas lebih suka
mengkonsumsi makanan cepat saji dengan tinggi kolesterol sehingga kolesterol darah
berlebihan dan mengendapdalam kandung empedu dan menjadi kantung empedu dan
dengan kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang akibat dari salah konsumsi
makanan sangat berbahaya untuk kesehatan mereka(Haryono,2012).
Menurut data pelaporan dari bidang rekam medis di RSI Surakarta penyakit
cholelitiasis masuk dalam daftar 10 besar diagnosa pasien yang rawat inap di RSI
Surakarta, berdasarkan catatan bagian rekam medis RSI Surakarta pada bulan Mei
2014 sampai dengan bulan Desember 2014 merawat 129 pasien, kemudian pada bulan
Januari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015 merawat 113 pasiendan disemua ruang
rawat inap hampir setiap bulan merawat pasien dengan cholelitiasis dan beberapa
diantaranya menjalani pembedahan pengangkatan batu empedu (Kepala Rekam Medis
Rumah Sakit Islam Surakarta).

2
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Cholelitiasis
2. Untuk mengetahui Etiologi Cholelitiasis
3. Untuk mengetahui Anatomi dan fisiologi Cholelitiasis
4. Untuk mengetahui Klasifikasi Cholelitiasis
5. Untuk mengetahui Manifestasi klinis Cholelitiasis
6. Untuk mengetahui Etoiologi Cholelitiasis
7. Untuk mengetahui Woc Cholelitiasis
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang Cholelitiasis
9. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Cholelitiasis
10. Untuk mengetahui komplikasi Cholelitiasis

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu
(Brunner & Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid
(Price & Wilson, 2005).
Batu empedu berbentuk lingkaran, oval dan facet ditemukan pada saluran
empedu.Batu empedu mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat, kalsium
bilirubinat atau gabungan elemen-elemen ini.

2. Etiologi
Menurut berbagai teori, terdapat empat kemungkinan penjelasan pembentukan
empedu:
a) Pertama, kandung empedu kemungkinan mengalami perubahan komposisi.
Penelitian subjek dengan batu empedu kolesterol mengindikasikan bahwa
empedu superjenuh dengan kolesterol tapi kekurangan garam empedu.
Kejenuhan kolesterol empedu tampak meningkat dengan usia. Perubahan
di dalam komposisi empedu, namun tidak dijelaskan lengkap mengapa
membentuk batu empedu.
b) Kedua, statis kandung empedu mungkin mengarah kepada statis empedu
yaitu perubahan komposisi empedu, empedu superjenuh dengan kolesterol
dan pembekuan beberapa unsur empedu. Statis kandung empedu mungkin
akibat dari penurunan kontraktilitas pengosongan kandung empedudan
dari spasme sfingter Oddi
c) Ketiga, infeksi juga menjadi penyebab pembentukan batu empedu
seseorang. Terkait cidera jaringan mungkin merubah komposisi empedu
dengan meningkatkan reabsorpsi garam empedu dan lesitin.

4
d) Keempat, genetik dan demografi dapat mempengaruhi pembentukan batu
empedu, seperti ditunjukkan dengan pravelensi lebih tinggi di Amerika
Indian, Chili Hispanik, Eropa utara, dan Amerika Selatan dibanding Asia.

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Faktor resiko tersebut antara lain :
a. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
b. Usia lebih dari 40 tahun .
c. Kegemukan (obesitas).
d. Faktor keturunan
e. Aktivitas fisik
f. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
g. Hiperlipidemia
h. Diet tinggi lemak dan rendah serat
i. Pengosongan lambung yang memanjang
j. Nutrisi intravena jangka lama  
k. Dismotilitas kandung empedu
l. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
m. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan  penyakit ileus (kekurangan
garam empedu)
n. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih,
baru orang Afrika)

5
3. Anatomi dan fisiologi

Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk


menyimpan cairan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang
dihasilkan oleh hati). Kandung empedu memiliki bentuk seperti buah pir dengan
panjang 7-10 cm dan merupakan membran berotot. Terletak didalam fossa dari
permukaan visceral hati. Kandung empedu terbagi kedalam sebuah fundus, badan
dan leher.
Nama lain dari kandung empedu adalah Gallbladder, yakni tempat cairan
empedu dikumpulkan sebelum disekresikan kedalam usus halus.

6
Bagian-bagian dari kandung empedu, terdiri atas:
 Fundus vesikafelea, merupakan bagian kandung empedu yang paling akhir
setelah korpus vesikafelea.
 Korpus vesikafelea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisi
getah empedu. Getah empedu adalah suatu cairan yang disekeresi oleh sel
hati sebanyak 500-1000 cc setiap harinya, sekresinya berjalan terus menerus,
jumlah produksi cairan empedu dapat meningkat pada saat mencerna lemak.
 Leher kandung empedu. Merupakan saluran pertama tempat masuknya getah
empedu ke badan kandung empedu lalu berkumpul dan dipekatkan dalam
kandung empedu.
 Duktus sistikus. Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm. berjalan dari leher
kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk
saluran empedu ke duodenum.
 Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.
 Duktus koledokus saluran yang membawa empedu ke duodenum.
Kandung empedu tidak memiliki submukosa. Pembungkus pada kandung
empedu terdiri dari tiga lapis, yakni permukaan luar dari kandung empedu adalah
Visceral peritoneum, pada bagian tengah, otot dari dindingnya terdiri dari serat
otot halus (sel), dan disebelah dalam merupakan membran mukosa yang
tersambung dengan lapisan saluran empedu. Membran mukosanya terdiri atas sel-
sel epitel sederhana yang berbentuk sel tiang (silinder), disusun menyerupai epitel
pada permukaan lambung yang mengeluarkan sekret musin dan cepat
mengabsorpsi air dan elektrolit, tetapi tidak mensekresikan garam-garam empedu
dan pigmen, karena itu, cairan empedu menjadi pekat. 

Fungsi Kandung Empedu


Kandung empedu memiliki fungsi yaitu :
a. sebagai tempat menyimpan cairan empedu. Cairan empedu ini adalah
cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan
empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. 

b. Memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara


mengabsorpsi air dan elektrolit. Dalam kandung empedu, cairan empedu

7
dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan
oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat.
Fungsi empedu adalah :
a. Untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil
pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol)
b. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak.
c. Meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam
lemak
d. Membantu penyerapan garam empedu
e. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah
menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam
empedu.
f. Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi empedu
juga disekresi dalam empedu

4. Klasifikasi
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Tipe kolesterol.
Batu kolesterol terjadi akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol
berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis ke larutan kolesterol dalam
empedu.
2. Tipe pigmen empedu.
Tipe pigmen biasanya akibat proses hemolitik atau investasi E. Coli ke dalam
empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas
yang mungkin dapat menjadi Kristal kalsium bilirubin.
3. Tipe campuran.

5. Manifestasi klinis
a. Nyeri pada punggung dan bahu kanan
b. Kram duktus bilier
c. Gelisah
d. Mual
e. Muntah

8
f. Kembung
g. Sendawa
h. Sensasi samar-samar pada perut atas
i. Perubahan warna urin

6. Patofisiologi
Penyakit batu empedu disebabkan oleh faktor internal da eksternal. Faktor internal
disebabkan oleh penurunan kontraktilitas pengosongan kandung empedu yang
akan mengakibatkan statis kandung empedu, berkurangnya penyerapan air
kemudian perubahan komposisi empedu terjadi dan empedu superjenuh dengan
adanya kolesterol sehingga menyebabkan pembekuan beberapa unsur empedu.
Selain itu batu empedu juga disebabkan oleh faktor gen. Faktor eksternal berasal
dari virus yang menginfeksi jaringan sehingga terjadi perubahan komposisi
empedu dan meningkatkan reabsorbsi garam empedu. Dari kedua faktor tersebut
terjadilah kolelitiasis atau batu empedu sehingga berefeksamping peradangan pada
duktus empedu yang menyebabkan keram pada duktus bilier dan terjadinya nyeri.
Peradangan duktus empedu juga mengakibatkan batu empedu mengalami infark
dan mikrosis dan sepsis. Kolealitiasis juga mengakibatkan mual, muntah, sehingga
juga terjadinya intoleransi terhadap makanan lemak.

7. WOC
(Terlampir)

8. Pemeriksaan penunjang
a. laboratorium : lekositosis, blirubinemia ringan, peningkatan alkali posfatase.
b. USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan
akurasi 95%.
c. CT Scan Abdomen
d. MRI.
e. Sinar X abdomen
f. Koleskintografi / Pencitraan Radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan
secara

9
intravena. Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama, membuat
pasien terpajar sinar radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.
g. Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG meragukan.

9. Penatalaksanaan
1) Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
a) Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT,
analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi,
ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.
b) Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim,
daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c) Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat
(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu
radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.
Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk
mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis
kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah
empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut
dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 –
12 bulan untuk melarutkan batu.
d) Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan
suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam
kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan
langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan
melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e) Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan
gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam
kandung empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi
sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan
oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik.
Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi
cairan. Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak 
perlahan secara spontan  dari kandung empedu atau duktus koledokus dan

10
dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam
empedu peroral.
2) Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut.
Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan
menjulur keluar  lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan
serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka
tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus
3) Pendidikan pasien pasca operasi :
a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera
makan, muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24
sampai 48 jam pertama.
c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka
operasi dan sekitarnya
d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin

10. Komplikasi
Komplikasi yang penting adalah terjadinya :
a. kolesistitis akut & kronik,
b. koledokolitrasis & pankreatitis,
c. kolangitis,
d. abses hati,
e. sirosis bilier
f. ikterus obstruktif.

11
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
1) Identitas : biasanya penyakit choleolitiasis atau batu empedu banyak terjadi
pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin meningkat pada usia
75 tahun, dan wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena
choleolitiasis dibandingkan dengan pria.
2) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya Klien memiliki Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi choleolitiasis. Ini karenakan dengan
tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya orang dengan riwayat keluarga choleolitiasis lebih berisiko besar
dibanding yang tidak memiliki riwayat keluarga.
3) Pola eliminasi : biasanya pasien dengan batu empedu terjadi perubahan pada
warna normal urine dan feses.
4) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya pasien dengan penyakit batu empedu mengalami gangguan
gastroinstestinal ringan seperti mual, kadang-kadang disertai muntah.
5) Pola istirahat tidur
Biasanya pola tidur terganggu karena nyeri perut kanan atas.
6) Pola reproduksi seksua
Biasanya karna penyakit batu empedu ini akan mempengaruhi pola reproduksi
seksual.

2. Pemerikasaan fisik
Keadaan umum : biasanya K.U pasien waktu pengkajian lemah, terasa nyeri
pada punggung dan bahu kanan pasien, suhu tubuh tinggi (jika ada infeksi), mual,
muntah, nyeri perut kanan atas, ikterus, distensi abdomen.

12
3. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akutb.d agen cidera biologis, agen cidera fisik


2) Resiko cidera b.d gangguan sensasi, disfungsi integrasi sensori
3) Risiko ketidakseimbangan volume cairan b.d obstruksi intestinal
4) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

4. Intervensi

N DIAGNOSA
NOC NIC
O KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d agen 1) Kontrol Nyeri 1. Pemberian Analgesik
cidera biologis, agen Indicator : Aktivitas-aktivitas :
cidera fisik 1. Mengenali kapan nyeri  Tentukan lokasi,
terjadi (3-4) karakteristik, kualitas
2. Menggambarkan factor dan keparahan nyeri
penyebab nyeri (3-4)  Cek perintah
3. Menggunakan jurnal pengobatan meliputi
harian untuk memonitor obat, dosis dan
gejala dan waktu ke frekuensi obat analgesic
waktu (3-4) yang diresepkan
4. Menggunakan tindakan  Cek adanya riwayat
pencegahan (3-4) alergi obat
5. Menggunakan tindakan  Tentukan pilihan obat
pengurangan tanpa analgesic berdasarkan
analgesic (3-4) tipe dan keparahan nyeri
6. Mengenali apa yang  Tentukan analgesic
terkait dengan gejala sebelumnya, rute
nyeri (3-4) pemberian dan dosis
7. Melaporkan nyeri yang untuk mencapai hasil
terkontrol (3-4) pengurangan nyeri yang
2) Tingkat nyeri optimal
Indikator :  Monitor tanda vital
1. Nyeri yang dilaporkan sebelum dan setelah

13
(2-3) memberikan analgesic
2. Panjangnya episode narkotik pada
nyeri (2-3) pemberian dosis
3. Ekspresi nyeri wajah pertama kali atau jika
(2-3) ditemukan tanda- tanda
4. Mengerinyit (2-3) yang tak biasanya
5. Ketengangan otot (2-3)  Berikan kebutuhan
6. Frekuensi nafas (2-3) kenyamanan dan
7. Denyut jantung apical aktivitas lain yang dapat
(2-3) membantu relaksasi
8. Denyut nadi radial (2-3) untuk memfasilitasi
9. Tekanan darah (2-3) penurunan nyeri
 Berikan analgesic sesuai
waktu paruhnya
terutama pada nyeri
yang berat
 Lakukan tindakan-
tindakan untuk
menurunkan efek
samping analgesic
 Ajarkan tentang
penggunaan analgesic,
strategi untuk
menurunkan efek
samping dan harapan
terkait dengan
keterlibatan dalam
keputusan pengurangan
nyeri
2. Manajemen nyeri
Aktivitas-aktivitas
 Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif

14
yang meliputi lokasi,
karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan
factor pencetus
 Pastikan perawatan
analgesic bagi pasien
dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
 Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan
pasien terhadap nyeri
 Gali pengetahuan dan
kepercayaan pasien
mengenai nyeri
 Gali bersama pasien
factor-faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
 Evaluasi pengalaman
nyeri di masa lalu yang
meliputi riwayat kronik
individu atau keluarga
atau nyeri yang
menyebabkan
ketidakmampuan
dengan tepat
 Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan

15
lainnya, mengenai
efektifitas tindakan
pengontrolan nyeri yang
pernah digunakan
sebelumnya
 Bantu keluarga dalam
mencari dn
menyediakan dukungan
 Gunakan metode
penilaian yang sesuia
dengan tahap
perkembangan yang
memungkinkan untuk
memonitor perubahan
nyeri dan akan dapat
membantu
mengidentifikasi factor
pencetus actual dan
potensial
 Tentukan kebutuhan
frekuensi untuk
melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien
dan
mengimplementasikan
rencana monitor
 Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi
dari ketidaknyamanan
akibat prosedur

16
 Kendalikan factor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyaman
 Kurangi atau eliminasi
factor-faktor yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
 Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
 Pertimbangkan tipe dan
sumber nyeri ketika
memilih strategi
penurunan nyeri
 Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat
 Dorong pasien untuk
menggunakan obat-
obatan penurunan nyeri
yang adekuat
 Berikan individu
penurun nyeri yang
optimal dengan
peresepan analgesic
 Gunakan tindakan
pengontrol nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
 Mulai dan modifikasi
tindakan pengontrol

17
nyeri berdasarkan
respon pasien
 Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
 Berikan informasi yang
akurat untuk
meningkatkan
pengetahuan dan respon
keluarga terhadap
pengalaman nyeri
 Monitor kepuasan
pasien terhadap
manajemen nyeri dalam
interval yang spesifik
3. Bantuan pasien untuk
mengontrol pemberian
analgesik
Aktivitas-aktivitas
 Rekomendasikan
pemberian aspirin dan
obat-obat anti inflamasi
nonsteroid sebagai
pengganti narkotik
sesuai kebutuhan
 Hindari pengguanaan
Demerol
 Pastikan bahwa pasien
tidak alergi terhadap
analgesik yang
diberikan
 Instruksikan pasien dan

18
keluarga untuk
memonitor intensitas,
kualitas dan durasi nyeri
 Instruksikan pasien dan
keluarga untuk
memonitor laju
pernapasan dan tekanan
darah
 Validasi bahwa pasien
dapat menggunakan
PCA
 Bantu pasien dan
keluarga untuk
memberikan
dosisanalgesik yang
tepat
 Instruksikan pasien
bagaiamana
meningkatkan atau
menurunkan tirasi dosis
sesuai dengan laju
pernapasan, intensitas
dan kualitas nyeri
 Instruksikan pasien dan
keluarga terkait reaksi
dan efek samping dari
agen pengurang rasa
nyeri
 Dokumentasikan nyeri
pasien, jumlah dan
frekunsi dosis obat dan
respon terhadap
pengobatan nyeri dalam

19
catatan perkembangan
 Monitor ketat ad
tidaknya depresi
pernapasan pada pasien
yang beresiko
 Konsultasikan dengan
ahli klinik bagi pasien
yang mengalami
kesulitan dalm
mencapai pengontrolan
nyeri
4. Manajemen sedasi
Aktiivitas-aktivitas
 Review riwayat
kesehatan klien dan
hasil pemeriksaan
diagnostic untuk
mempertimbangkan
apakah klien memenuhi
criteria untuk dialkukan
pembiusan parsial oleh
perawat yang telah
terintegrasi
 Periksa alergi terhadap
obat
 Pertimbangkan intake
cairan dan intake
terakhir makan
 Instruksikan klien dan
keluarga mengenai efek
pembiusan
 Evaluasi tingkat
kesadaran klien dan

20
reflex protektif sebelum
pembiusan
 Dapatkan tanda-tanda
vital, saturasi oksigen,
EKG, tinggi dan berat
badan
2 Resiko cidera b.d Kejadian jatuh Manajemen lingkungan :
gangguan sensasi, Indikator : keselamatan
disfungsi integrasi  Jatuh saat berdiri (2-3) Aktivitas-aktivitas :
sensori  Jatuh saat berjalan (2-  Identifikasi kebutuhan
3) keamanan pasien
 Jatuh saat duduk (2-3) berdasarkan fungsi

 Jatuh dari tempat tidur fisik dan kognitif serta

(2-3) riwayat perilaku

 Jatuh saat kekamar dimasa lalu

mandi (2-3)  Identifikasi hal-hal


yang membahayakan
dilingkungan
 Singkirkan bahan
berbahay dari
lingkungan jika perlu
 Sediakan alat-alat
untuk beradaptasi
 Bantu pasien untuk
pndah kelingkungan
yang lebih aman.
3 Resiko ketidak Keseimbangan cairan Manajemen cairan
seimbangan volume Indikator : Aktivitas :
cairan b.d obstruksi  Tekanan darah (2-3)  Timbang berat badan
intestinal  Denyut nadi radial (2-3) setiap hari dan monitor
 Tekanan arteri rata-rata status pasien
(2-3)  Jaga intake/ asupan yang
 Tekanan vena sentral (2- akurat dan catat output
3) pasien

21
 Keseimbangan intake  Masukkan kateter urin
dan output dalam 24 jam  Monitor status hidrasi
(2-3)  Monitor statu
Hidrasi hemodinamik, termasuk
 Turgor kulit (2-3) CVP, MAP, PAP dan
 Membran mukosa PCWP jika ada
lembab (2-3)  Monitor tanda-tanda vital
 Intake cairan (2-3) pasien.
 Output cairan (2-3)  Monitor berat badan
 Warna urin keruh (2-3) sebelum dan sesudah
dialisis.
Monitor cairan :
Aktivitas :
 Tentukan jumlah dan
jenis intake / asupan
cairan serta kebiasaan
eliminasi
 Tentukan faktor-faktor
resiko yang mungkin
menyebabkan kertidak
seimbangan cairan
(misalnya kehilangan
albumin, luka bakar,
malnutrisi, spsis,
sindrom nefrotik,
hipertemia, patologi
ginjal, gagal jantung
dll)
 Monitor berat badan
 Monitor asupan dan
pengeluaran
 Monitor kadar serum
dan osmolalitas urin

22
4 Resiko cidera b.d Kejadian jatuh Manajemen lingkungan :
gangguan sensasi, Indikator : keselamatan
disfungsi integrasi  Jatuh saat berdiri (2-3) Aktivitas-aktivitas :
sensori  Jatuh saat berjalan (2-  Identifikasi kebutuhan
3) keamanan pasien
 Jatuh saat duduk (2-3) berdasarkan fungsi

 Jatuh dari tempat tidur fisik dan kognitif serta

(2-3) riwayat perilaku

 Jatuh saat kekamar dimasa lalu

mandi (2-3)  Identifikasi hal-hal


yang membahayakan
dilingkungan
 Singkirkan bahan
berbahay dari
lingkungan jika perlu
 Sediakan alat-alat
untuk beradaptasi
 Bantu pasien untuk
pndah kelingkungan
yang lebih aman.
4 Ketidakseimbangan 1. Status nutrisi 1. Managemen gangguan
nutrisi : kurang dari  Asupan gizi (3-4) makan
kebutuhan tubuh  Asupan makanan (3- Aktivitas-aktivitas :
4)  Kolaborasi dengan tim
 Asupan cairan (3-4) kesehatan lain untuk

 Asupan energi (3-4) mengembangkan

2. Status nutrisi : asupan rencana perawatan

nutrisi dengan melibatkan klien

 Asupan kalori (3- dan orang-orang terdekat

4) dengan tepat

 Asupan protein (3-  Rundingkan dengan ahli

4) gizi dalam menentukan

 Asupan lemak (3- asupan kalori harian


yang diperlukan untuk
23
4) mempertahankan berat
 Asupan badan yang sudah
karbohidrat (3-4) ditentukan
 Asupan serat (3-4)  Ajarkan dan dukung
 Asupan Vitamin konsep nutrisi yang baik
(3-4) dengan klien
 Kembangkan hubungan
yang mendukung dengan
klien
 Monitor tanda-tanda
fisiologis
 Monitor intek atau
asupan dan asupan
cairan secara tepat
 Monitor asupan kalori
makanan harian
 Observasi klien selama
dan setelah pemberian
makan atau makanan
ringan untuk
meyakinkan bahwa intek
cairan atau asupan
makanan yang cukup
tercapai dan
dipertahankan
 Monitor prilaku klien
yang berhubungan
dengan pola
makan,penambahan dan
kehilangan berat badan
 Beri dukungan sembari
klien juga berusaha
mengintekrasikan

24
prilaku makan yang
baru,perubahan citra
tubuh dan peruban gaya
hidup
 Rundingkan dengan tim
kesehatan lainya setiap
hari terkait dengan
perkembangan klien
 Bantu klien untuk
mengevaluasi kesesuaian
atau konsekuensi pilihan
makanan dan aktivitas
fisik
2. Managemen nutrisi
Aktifitas-aktifitas :
 Tentukan status gizi
pasien dan kremampuan
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
 Instruksikan pasien
mengenai kebutuhan
nutrisi
 Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
 Atur diet yang
diperlukan
 Ciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi makan
 Lakukan atau bantu

25
pasien terkait perawatan
mulut sebelum makan
 Anjurkan pasien
mengenai modifikasi
diet yang diperlukan
 Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan
makan tertentu
berdasarkan
perkembangan atau usia
 Pastikan diet mencakup
makanan tinggi
kandungan serat untuk
mencegah konstivasi
 Monitor kalori dan
asupan makanan
 Anjurkan pasien untuk
memantau kalori dan
intek makanan
3. Bantuan peningkatan berat
badan
Aktifitas-aktifitas :
 Jika diperlukan lakukan
pemeriksaan diagnostik
untuk mengetahui
penyebab penurunan
berat badan
 Timbang pasien pada
jam yang sama setiap
hari
 Monitor mual muntah
 Kaji penyebab mual
muntah

26
 Monitor asupan kalori
setiap hari
 Monitor nilai
albumin,limfosit,dan
elektrolit
 Dukung peningkatan
asupan kalori
 Instruksikan cara
meningkatan asupan
kalori
 Sediakan variasi
makanan yang tinggi
kalori dan bernutrisi
tinggi
 Lakukan perawatan
mulut sebelum makan
 Berikan istirahat yang
cukup
 Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan dan
menenangkan
 Ajarkan pasien dan
keluarga merencanakan
makan
 Kenali apakah
penurunan berat badan
yang dialami pasien
merupakan tanda
penyakit terminal
 Sediakan suplemen
makanan jika diperlukan

27
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi
kantung empedu. 
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin
terdapat dalam kendung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis).
Kolesisitis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,
bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu
berusia 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu : obesitas,
usia lanjut, diet tinggi, lemak dan genetik.

28
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Singapura : Elsevier


Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Ed.3 Jakarta: EGC
Kowalak, jennifer P. 2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai