Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit
DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara–negara tropik
dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil studi
epidemiologik menunjukkan bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai
dengan umur sekitar 15 tahun, Aedes aegypti merupakan vektor penular penyakit DBD
(Fauziah, 2012).
Demam Berdarah Dengue masih menjadi permasalahan kesehatan baik di
wilayah perkotaan maupun wilayah semi-perkotaan. Perilaku vektor dan hubungannya
dengan lingkungan, seperti iklim, pengendalian vektor, urbanisasi, dan lain sebagainya
mempengaruhi terjadinya wabah demam berdarah di daerah perkotaan. Belum ada
prediksi yang tepat untuk menunjukkan kehadiran dan kepadatan vektor (terutama Aedes
Aegypti di lingkungan perkotaan dan semi perkotaan). Penyebaran dengue dipengaruhi
faktor iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban. Kelangsungan hidup nyamuk
akan lebih lama bila tingkat kelembaban tinggi, seperti selama musim hujan (Nazri,
Hashim, Rodziah, Hassan, & Yazid, 2013).
Kejadian DBD erat kaitannya dengan keberadaan nyamuk Aedes sp yang
merupakan vektor penyakit DBD. Terdapat empat stadium dalam siklus nyamuk Aedes
sp. yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Tempat perindukan untuk stadium telur, larva,
dan pupa terdapat di dalam air tawar yang bersih, jernih, dan tenang. Genangan air di
dalam suatu wadah atau container yang merupakan tempat penampungan air, potensial
menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sp. (breeding place) (Ridha, dkk., 2013).
Di Indonesia pada awal tahun 2019 data yang masuk sampai tanggal 29 Januari
2019 tercatat jumlah penderita DBD sebesar 13.683 penderita, dilaporkan dari 34
Provinsi dengan 132 kasus diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan dengan bulan Januari tahun sebelumnya (2018) dengan jumlah penderita
sebanyak 6.167 penderita dan jumlah kasus meninggal sebanyak 43 kasus.  Pada awal
tahun 2019 ini tercatat beberapa daerah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD
diantaranya Kota Manado (Sulawesi Utara) dan 7 kabupaten/kota di Nusa Tenggara
Timur (NTT) yaitu Sumba Timur, Sumba Barat, Manggarai Barat, Ngada, Timor Tengah
Selatan, Ende dan Manggarai Timur. Sedangkan beberapa wilayah lain mengalami
peningkatan kasus namun belum melaporkan status kejadian luar biasa. [ CITATION
Dir19 \l 1057 ]
Berdasarkan penuturan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
kasus DBD sepanjang tahun 2019 di Kalimantan barat terdapat 2783 kasus DBD dan
tercatat 21 jiwa meninggal karena kejadian DBD. Pada Kota Pontianak tahun 2019 dari
bulan januari – desember tercatat 106 kasus, dan 1 orang meninggal.
Bedasarkan data dari Profil Dinkes Kota Pontianak, pada periode tahun 2014 –
2018 angka kesakitan penyakit DBD menunjukan trend fluktuatif (kasus tidak stabil dan
selalu mengalami kenaikan dan penurunan), dimana pada tahun 2014 IR 57,7 (per
100.000 penduduk) dan tahun 2015 menurun drastis menjadi sebanyak IR 11,40 (per
100.000 penduduk). Pada tahun 2017 angka kesakitan penyakit DBD meningkat secara
drastis menjadi IR 34,07 (per 100.000 penduduk). Namun mengalami penurunan kembali
di tahun 2018 menjadi IR 30,58 (per 100.000 penduduk).
Berdasarkan data DBD tahun 2016-2018 yang diperoleh dari ke empat puskesmas
di Kecamatan Pontianak Barat, Kelurahan Sungai Beliung merupakan kelurahan dengan
kasus DBD tertinggi yaitu sebanyak 39 kasus, disusul Kelurahan Sungai Jawi Luar
sebanyak 31 kasus dan Kelurahan Sungai Jawi Dalam sebanyak 31 kasus dan terendah di
Kelurahan Pal V yaitu sebanyak 23 kasus.

Berdasarkan data rekapitulasi dari Laporan kasus DBD di UPTD Puskesmas


Pontianak Barat pada tahun 2017 – 2019 menunjukan trend yang terus meningkat. Pada
tahun 2017 kasus DBD tercatat sebanyak 11 kasus, di tahun 2018 meningkat menjadi 12
kasus, dan pada tahun 2019 kasus semakin meningkat menjadi 16 kasus.
Salah satu pengendalian DBD yang dilakukan di Indonesia dan dapat dilakukan
oleh semua umur dan dari seluruh jenjang pendidikan adalah kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN). Pemerintah di Indonesia mencanangkan pembudidayaan PSN
secara berkelanjutan oleh masyarakat dengan pesan inti 3M plus dan mewujudkan
terlaksananya gerakan 1 rumah 1 Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Keberhasilan kegiatan
PSN dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan
dapat mencegah atau mengurangi kasus penularan DBD (Kemenkes RI, 2016)
Berdasarkan data dari Dirjen P2P Kemenkes RI tahun 2019 dari tahun 2013 –
2019 angka bebas jentik (ABJ) di Indonesia mengalami kecenderungan fluktuatif. Yaitu
pada tahun 2013 angka bebas jentik (ABJ) menduduki presentase sebesar 80,1%, pada
tahun 2014 mengalami penurunan yang signifikan sebesar 56% yaitu dengan presentase
24,1%, akan tetapi pada tahun 2015 angka bebas jentik (ABJ) kembali sedikit mengalami
kenaikan angka angka bebas jentik (ABJ) dengan presentase 54,2% dan kembali
mengalami kenaikan di tahun 2016 pada angka 67,6%. Pada tahun 2017 dan 2018 angka
bebas jentik (ABJ) kembali mengalami penurunan yaitu 46,7% dan 31,5%. Oleh karena
itu perlu adanya penanganan guna meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) di indonesia.
[CITATION Din18 \l 1057 ]
Berdasarkan data dari Laporan seksi P2PM Dinkes Provinsi Kalimantan barat
dari hasil kegiatan PSN di Provinsi Kalbar, angka bebas jentik (ABJ) di Provinsi Kalbar
masih menduduki presentase berkisar (60%-70%) dimana angka ini masih jauh dari
standar nasional angka bebas jentik (ABJ) yaitu sebesar 95%. Karena masyarakat masih
kurang peduli dengan kegiatan PSN yang di laksanakan di wilayah Provinsi Kalimantan
Barat.
Berdasarkan data Dinkes Kota Pontianak dari hasil pelaporan PSN yang
dilaksanakan oleh kader pada tahun 2018 angka bebas jentik (ABJ) di kota pontianak
masih dibawah standar nasional yaitu 74,38% dengan HI 26% dan CI 16,62% dari
134.778 Bangunan yang ada. Bangunan yang positif jentik berjumlah 32.264 bangunan
dengan jumlah countainer yang positif berjumlah 63.373 countainer dari countainer yang
negatif yang berjumlah 317.969 countainer. Pada tahun 2019 angka bebas jentik di kota
Pontianak mengalami penurunan dengan ABJ 72,12%, CI 17, 71% dan HI 29,39% dari
jumlah bangunan sebanyak 121.075 terdapat 33.399 bangunan yang positif jentik dengan
jumlah countainer yang positif sebanyak 79.156 dan countainer yang negatif sebanyak
367.876 countainer.[ CITATION Din19 \l 1057 ]

Berdasarkan data Laporan Hasil PJB-PSN tahun 2018-2019 Angka Bebas Jentik
(ABJ) di UPTD Puskesmas Pontianak Barat cenderung menurun dan masih di bawah
presentase 95%. Pada tahun 2018 angka bebas jentik (ABJ) berada pada presentase
80,95% dengan CI 10,14% dan HI 18,93% dari jumlah bangunan sebanyak 9.264 terdapat
1.754 bangunan yang positif jentik dengan jumlah countainer yang positif sebanyak 2.556
dan countainer yang negatif sebanyak 22.440 countainer. Sedangkan pada tahun 2019
angka bebas jentik (ABJ) berada pada presentase 72.05% dengan CI 12,83% dan HI
29,95% dari jumlah bangunan sebanyak 12.472 terdapat 3.486 bangunan yang positif
jentik dengan jumlah countainer yang positif sebanyak 7.680 dan countainer yang negatif
sebanyak 52.674 countainer [ CITATION UPT191 \l 1057 ]

Berdasarkan data UPTD Puskesmas Pontianak Barat pada tahun 2018 di RT.
02/RW. 05 dan RT.01/RW 16 masing-masing wilayah terdapat 2 kasus dalam setahun
dengan persentase ABJ (..........). sedangkan pada tahun 2019 pada RW. 19 terdapat 2
kasus dalam setahun yaitu pada RT.01 dan 02 dengan persentase ABJ 65,2%.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas sanitasi khususnya memegang
program DBD di UPTD Puskesmas Pontianak Barat di peroleh informasi bahwa masih
menurun dan rendahnya angka bebas jentik (ABJ) di wilayah Puskesmas yaitu Kelurahan
Sungai Jawi Luar dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk terlibat langsung
dalam menjaga tempat penampungan air (TPA) mereka sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shinta Anggraini
(2018) tentang Hubungan Keberadaan Jentik Dengan Kejadian Dbd Di Kelurahan
Kedurus Surabaya, dinyatakan bahwa berdasarkan analisis menggunakan uji chi square
menunjukkan hasil yang signifikan (p=0,000), terdapat hubungan yang bermakna antara
keberadaan jentik pada tempat penampungan air dengan kejadian DBD di RW II
Kelurahan Kedurus Kota Surabaya.
Dari hasil penelitian Lintang Dian Saraswati dan Martini (2012) tentang
Hubungan Kepadatan Jentik Dengan Penyakit DBD Di Kelurahan Sendangmulyo Kota
Semarang Melalui Pendekatan Analisis Spasial menyatakan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara HI, CI, BI dan Kejadian
DBD.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indah Permatasari, dkk (2017)
tentang Hubungan Kepadatan Larva Aedes spp. Dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tengah Kota Padang menyatakan
hasil uji Chi Square menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna (P < 0,05)
antara Kepadatan Larva Aedes spp. Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tengah Kota Padang.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Hubungan antara kepadatan jentik (HI, CI, dan BI) dengan kasus
DBD di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pontianak Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kepadatan jentik (HI,CI,BI) di di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Pontianak Barat.
2. Bagaimana Kejadian DBD di wilayah kerja di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Pontianak Barat.
3. Bagaimana Hubungan kepadatan jentik dengan kejadian DBD di wilayah kerja
di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pontianak Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
indeks kepadatan jentik serta mengetahui Hubungan antara kepadatan jentik (HI,
CI, dan BI) dengan kasus DBD di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pontianak
Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui HI, CI, dan BI di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Pontianak Barat.
2. Untuk mengetahui kejadian DBD di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Pontianak Barat.
3. Untuk menganalisis pengaruh kepadatan jentik dengan kejadian DBD di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Pontianak Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil dari penelitian ini bisa menjadi sumber referensi dan peningkatan
literatur ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya pada bidang Epidemiologi

1.4.2 Bagi UPTD Puskesmas Pontianak Barat


Peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi saran bagi UPTD Puskesmas
Pontianak barat untuk mengambil kebijakan atau melaksanakan tindakan dengan
mencegah angka kepadatan jentik agar bisa menekan terjadinya kejadian DBD
melalui program pemberantasan jentik berkala.
1.4.3 Bagi Peneliti lain
Penelitian ini menjadi syarat bagi peneliti untuk lulus dari Program Studi
Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pontianak dan menambah wawasan serta pengalaman.

1.5 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti dan


No Metode Hasil Kesimpulan
Judul Penelitian
1 Lintang Dian penelitian Hasil penelitian Hasil analisis bivariat antara HI,
Saraswati dan survei bersifat menunjukkan bahwa nilai CI, dan BI dengan kejadian
Martini (2012) deskriptif HI sebesar 33,79%, CI DBD tidak menunjukkan
sebesar 15,77%, dan BI hubungan yang bermakna
“Hubungan sebesar 57,93%. Selain (p>0,05).
Kepadatan Jentik itu, kasus DBD
Dengan Penyakit terdistribusi secara
Dbd Di Kelurahan merata di wilayah Desa
Sendangmulyo Kota Sendangmulyo. Uji
Semarang Melalui statistik menunjukkan
Pendekatan Analisis bahwa tidak ada
Spasial” hubungan yang
signifikan antara kasus
HI, CI, BI dan DBD.

2 Shinta Anggraini Cross Sectional Analisis menggunakan tingkat kepadatan jentik daerah
(2018) uji chi square RW II Kelurahan Kedurus Kota
menunjukkan hasil yang Surabaya masuk
“Hubungan signifikan (p=0,000), dalam kategori kepadatan
Keberadaan Jentik terdapat hubungan yang sedang. Sehingga
Dengan Kejadian bermakna antara tindakan pencegahan dan
Dbd keberadaan jentik pada pengendalian vektor
Di Kelurahan tempat penampungan air perlu dilakukan untuk
Kedurus Surabaya” dengan kejadian DBD di mengurangi risiko terkena
RW II Kelurahan penyakit DBD.
Kedurus Terdapat hubungan yang
Kota Surabaya. bermakna antara
keberadaan jentik dengan
kejadian DBD di RW II
Kelurahan Kedurus Kota
Surabaya.
3 Indah Permata Sari, case control Dari 50 subyek Ditemukan lebih banyak rumah
Adrial, Eka Nofita penelitian, kelompok dengan positif
(2017) kasus yang memiliki larva dibandingkan rumah yang
kepadatan larva ringan 8 negatif larva.
“Hubungan orang (32,0%), dan Distribusi spesies larva yang
kepadatan larva kepadatan larva berat 17 ditemukan di Kelurahan
aedes spp. Dengan orang (68,0%), Lubuk Buaya Kecamatan Koto
kejadian Demam sedangkan kelompok Tangah Kota Padang
Berdarah Dengue di kontrol yang memiliki adalah Ae. aegypti lebih banyak
Kelurahan Lubuk kepadatan larva ringan ditemukan daripada
Buaya Kecamatan 16 orang (64,0%) dan Ae. albopictus.
Koto Tengah Kota kepadatan larva berat 9
Padang” orang (36,0%).
Uji Chi square
menunjukan terdapat
hubungan yang bermakna
(P<0,05) antara
kepadatan larva aedes
spp. Dengan kejadian
DBD di Kelurahan
Lubuk Buaya Kecamatan
Koto Tangah Kota
Padang.
KERANGKA TEORI

Host
- Usia
- Jenis
kelamin
- Mobilitas
Penduduk
Environtment

Fisik :
- Keberadaan
Kontainer Agent
- Kepadatan Rumah Kejadian Demam
Virus Dengue
Berdarah Dengue
Biologi :
- Jentik Nyamuk
Sosial :
- Kepadatan
Angka Kepadatan
Penduduk
Jentik Nyamuk
Aedes Aegypty

House index Countainer Angka Bebas


(HI) index (CI) Jentik (AB)

Anda mungkin juga menyukai