Anda di halaman 1dari 19

Kelompok 12

ANALISIS TEORI DAN PRAKTIK MONETER KONVENSIONAL


SYARIAH DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah : Sistem Moneter Dalam Islam
Dosen Pengampuh : Wahyu Akbar, S.E.Sy., M.E.

Disusun Oleh:

AHMAD RONY AL-HIDAYAT


NIM: 1804120806

SILVIA SHOREANI
NIM: 1804120810

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 1440 H /2020 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt. Karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya. Penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini sendiri di buat dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas untuk
mata kuliah “Sistem Moneter Dalam Islam” dengan materi yang berjudul
”Analisis Teori Dan Praktik Moneter Konvensional Syariah di Indonesia”.
Penulis pun banyak mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah
meluangkan waktunya, serta kepada para pihak yang telah terlibat dalam
pembuatan makalah ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
Wahyu Akbar, S.E.Sy., M.E. selaku dosen pengampu untuk mata kuliah Sistem
Moneter DalamIslam. Penulis pun sangat sadar bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi sistematik maupun penulisan.
Penulis sekali lagi mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
dan pembaca, dan meminta maaf apa bila ada kekurangan atau kesalahan dalam
pembuatan makalah ini.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh

Palangka Raya, September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
D. Metode Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Teori dan Praktik Giro Wajib Minimum di Bank Konvensional dan Bank
Syariah..........................................................................................................3
B. Teori dan Praktik FPJP dan FPJPS...............................................................4
C. Teori dan Praktik, SBI, Pasar Uang Antar Bank, SWBI, SBIS dan Repo
Sukuk............................................................................................................6
D. Penciptaan Kredit Bank Konvensional dan Bank Syariah di Indonesia....10
BAB III PENUTUP............................................................................................13
A. Simpulan.....................................................................................................13
B. Saran...........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan industri keuangan syariah memunculkan tantangan
tersendiri bagi otoritas pengaturan sektor keuangan sebuah negara. Tantangan
tersebut khususnya pada formulasi kebijakan moneter yang mengakomodasi
dua prinsip aplikasi, yaitu konvensional dan syariah. Pengaturan akan
kompleks manakala target penjagaan stabilitas harga harus diikuti dengan
pemenuhan pada prinsip-prinsip syariah. Kompleksitasnya juga meliputi
pemilihan instrumen dari instrumen yang beragam, baik konvensional maupun
syariah, untuk satu bentuk kebijakan moneter yang memberikan sinyal
kebijakan yang sama.
Pada umumnya, industri keuangan syariah di berbagai negara di dunia
tumbuh dalam satu sistem keuangan, di mana praktik keuangan konvensional
sudah berjalan lebih dulu. Keberadaan aplikasi keuangan syariah membuat
sistem keuangan dalam satu negara memiliki dua model atau konsep keuangan
ganda, yaitu syariah dan konvensional, (dual financial system). Hal tersebut
menuntut pengaturan industri keuangan dan kebijakan moneter yang ganda
pula sesuai prinsipprinsip yang dianut oleh kedua konsep keuangan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Untuk menguraikan beberapa hal terkait (Analisis Teori Dan Praktik
Moneter Konvensional Syariah di Indonesia/Sesuai Bahasan Makalah), maka
rumusan masalah yang digunakan untuk pembahasan makalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana teori dan praktik giro wajib minimum di bank konvensional dan
bank syariah?
2. Bagaimana teori dan praktik FPJP dan FPJPS?
3. Bagaimana teori dan praktik, SBI, Pasar Uang Antar Bank, SWBI, SBIS dan
Repo Sukuk?

1
2

4. Bagaimana penciptaan kredit bank konvensional dan bank syariah di


indonesia?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, berdasarkan pada rumusan
masalah diatas, adalah:
1. Mengetahui teori dan praktik giro wajib minimum di bank konvensional dan
bank syariah.
2. Mengetahui teori dan praktik FPJP dan FPJPS.
3. Mengetahui teori dan praktik, SBI, Pasar Uang Antar Bank, SWBI, SBIS
dan Repo Sukuk.
4. Mengetahui penciptaan Kredit Bank Konvensional dan Bank Syariah di
Indonesia.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan
metode kepustakaan, dari buku dan jurnal sebagai referensi, dimana penulis
mencari literatur yang berkaitan dengan makalah yang penulis susun.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori dan Praktik Giro Wajib Minimum di Bank Konvensional dan


Bank Syariah
Giro Wajib Minimum disingkat GWM adalah jumlah dana minimum
yang wajib dipelihara oleh Bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebesar Persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga Bank/DPK.
Giro Wajib Minimum (GWM) ini merupakan jumlah dana minimum yang
wajib dipelihara oleh bank setiap hari. Besaran GWM ditetapkan oleh bank
sentral sebesar persentase tertentu dari dana pihak ketiga (DPK).
Likuiditas wajib minimum (istilah sekarang: giro wajib minimum)
adalah likuiditas minimum yang diwajibkan oleh Bank Sentral untuk
dipertahankan setiap saat. Besarnya persentase likuiditas wajib ini ditetapkan
oleh Bank Sentral. Ketetapan ini ditinjau kembali secara periodik. Pihak luar
bank yang ingin menghitung likuiditas wajib ini dapat memakai laporan
keungan yang diterbitkan setiap 3 bulan.1
Dalam menetapkan giro wajib minimum suatu bank syariah,
diperlukan syarat-syarat maupun pertimbangan-pertimbangan dalam
menentukan seberapa besar wajib minimum yang harus dicadangkan suatu
bank pada Bank Indonesia. Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai
profil risiko, sehingga tidak hanya mampu menyerap potensi kerugian dari
risiko kredit, risiko pasar, dan operasional, melainkan juga risiko-risiko
lainnya seperti risiko likuiditas dan risiko lain yang material.
Tujuan kebijakan GWM pada bank syariah sangat erat kaitannya dengan
pengaturan lalu lintas transaksi antar bank. Termasuk juga sebagai alat bank
sentral untuk mendorong bank syariah agar lebih aktif menempatkan dananya
pada pembiayaan-pembiayaan berbasis syariah di sektor riil. Karena pada
sistem perbankan syariah, GWM yang ditetapkan BI memiliki korelasi

1
Marysa Widya Fita Dela, Penerapan Giro Wajib Minimum Yang Ditetapkan Bank
Indonesia Pada Perbankan Syariah di Indonesia, Medan, Skripsi Minor, 2018, hlm.12.

3
4

dengan nilai FDR (financing to deposit ratio) masing-masing bank syariah.


Jika FDR-nya lebih dari 80 persen, maka GWM-nya senilai 5 persen. Jika
FDR-nya kurang dari 80 persen, maka GWM-nya memungkinkan untuk
dinaikkan oleh BI. Bagi bank, jika GWM-nya dinaikkan, maka tidak akan
menguntungkan karena bank syariah tidak akan mendapatkan return apapun.
Sehingga, pilihan terbaik bagi bank syariah adalah mempertahankan FDR di
atas 80 persen, yang berarti fungsi intermediasi bank berjalan dengan baik.
Memang belum ada fatwa khusus DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI soal
GWM ini. Tetapi karena orientasinya adalah untuk kepentingan dan
kemaslahatan umum, maka kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan
syariah, selama akad yang digunakannya sesuai dengan syariah, dan juga
selama tidak ada unsur kezaliman dan ketidakadilan di dalamnya. Pada
praktiknya, meski sangat mirip, namun ada perbedaan antara praktik GWM
bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional menerima imbal
bunga, meski tidak besar, sedangkan bank syariah tidak.2

B. Teori dan Praktik FPJP dan FPJPS


Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) adalah fasilitas pendanaan
dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek yang dialami oleh Bank. Pengertian tersebut dapat dilihat
dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor:
14/16/PBI/2012 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank
Umum Istilah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kemudian diubah
menjadi Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) yang diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/3/PB/2017 tentang Pinjaman Likuiditas
Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional setelah disahkannya Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis
Sistem Keuangan (PPKSK).3

2
Nufita Sari Utami, Pengaruh kebijakan Mikroprudensial dan Makroprudensial
Terhadap risiko pembiayaan di bank umumsyariah pada tahun 2013-2015, Yogyakarta, Skipsi
Ekonomi, 2017, hlm. 8.
5

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank termasuk bank syariah


menghadapi risiko likuiditas berupa kesulitan pendanaan jangka pendek.
Kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami bank syariah disebabkan
oleh adanya ketidaksesuaian antara arus dana masuk dibandingkan dengan
arus dana keluar (mismatch). Kesulitan pendanaan jangka pendek tersebut
dapat mengakibatkan 198 terjadinya saldo giro bank syariah pada Bank
Indonesia menjadi negatif. Untuk menutup kesulitan pendanaan yang bersifat
jangka pendek, pada dasarnya bank syariah pertama-tama harus
mengupayakan dana di pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah,
dengan menggunakan berbagai instrumen pasar uang yang tersedia di pasar
uang tersebut. Unit Usaha Syariah dari bank umum konvensional, dalam
menutup kesulitan pendanaan yang bersifat jangka pendek selain
mengupayakan dana di pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah,
harus mengupayakan pula dana dari kantor pusat bank umum
konvensionalnya.4
Dalam hal bank syariah gagal memperoleh dana di pasar uang tersebut
dan Unit Usaha Syariah tidak berhasil mendapatkan dana dari kantor pusat
bank umum konvensionalnya, maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia sebagai the lender of
last resort dapat memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pada
bank syariah untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek tersebut.
Tujuan dari fasilitas pembiayaan ini diberikan agar kelangsungan
kegiatan usaha bank syariah dan kelancaran sistem pembayaran dapat
terpelihara. Fasilitas pembiayaan tersebut di atas, yang diberikan dalam
bentuk Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah, wajib
dijamin dengan agunan berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, dan/atau
surat berharga, dan/atau tagihan lain yang berkualitas tinggi dan mudah
dicairkan yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Fasilitas

3
Marluga Sidabutar, Staf Ahli Pada Satuan Kerja Di Departemen Makroprudensial Bank
Indonesia, Dalam Wawancara Dengan Penulis, 1 November 2017.
4
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Tanggerang: Azkia publisher,
2009, hlm. 198.
6

Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS) hanya diberikan


kepada bank syariah yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek
namun memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan (illiquid but
solvent).5

C. Teori dan Praktik, SBI, Pasar Uang Antar Bank, SWBI, SBIS dan Repo
Sukuk
1. SBI
Instrumen Moneter Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank
Indonesia Merupakan salah satu instrumen yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia sesuai PBI Nomor 515/5/PBI/2013 dimana meliputi beberapa
operasi moneter kovensional lainnya. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan
langsung oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek. Suku bunga SBI dihitung menggunakan metode rata-rata
tertimbang dengan membobot suku bunga dengan volume transaksi SBI di
masing-masing suku bunga yang tidak melebihi SOR pada setiap periode
lelang. Stop-out rate (SOR) adalah tingkat diskonto tertinggi yang
dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target kuantitas yang akan
diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Instrumen Moneter Syariah, salah satunya adalah Sertifikat Bank
Indonesia syariah Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan instrumen
yang disiapkan khusus untuk melayani jual beli surat berharga dengan
menerapkan prinsip syariah. Instrumen moneter SBIS ini diatur dalam
pasal 6 PBI 10/36/PBI/2008. Instrumen yang diterapkan ini diharapkan
dapat membantu proses likuiditas rupiah di pasar uang. Dalam hukum
Islam, penerbitan SBIS merupakan bagian dari kegiatan muamalah, yaitu
dalam menjalankan aspek-aspek ekonomi harus bersumber hukum Al-
Qur’an dan Hadits6
5
Ibid., 199.
6
Sakinah Rachman dan Sri Herianingrum, Pengaruh Instrumen Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), Pasar Uang Antar Bank (PUAB), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang
7

2. Pasar Uang Antar Bank


Pasar uang antar bank atau sering juga disebut interbank call
money market merupakan salah satu sarana penting untuk mendorong
pengembangan pasar uang. Pasar uang antar bank pada dasarnya adalah
kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya
untuk jangka waktu pendek. Dana di pasar uang ini disebut call money
karena transkasinya biasanya di lakukan melalui telphon atau alat
komunikasi elektronila lain. Hal ini sesuai dengan defenisi baku dari BI
yang meneyatakan pasar uang antar bank sebagai kegiatan pinjam
meminjam dana jangka pendek antar bank yang dilakukan melalui jaringan
komunikasi Elektronis. Mekanisme pasar uang ini dapat di laksanakan
memlalui proses kliring dan di luar proses kliring.7
3. SWBI
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah sertifikat yang
diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek
dengan prinsip wadiah. Sementara, dalam Fatwa DSN-MUI juga
dijelaskan pengertian dari Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yaitu
merupakan instrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi
kesulitan kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip
dyariah. Jadi, SWBI dapat dikatakan sebagai instrumen perbankan
pengendali moneter yang dikeluarkan Bank Indonesia yang bebas riba
sebagai bukti dari penitipan dana oleh Bank–bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah.8
4. SBIS
Sebagai negara yang menganut sistem moneter ganda, Bank
Indonesia telah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
sebagai instrumen moneter syariah yang berdampingan dengan Sertifikat
Antar Bank Syariah (PUAS) Terhadap M2 di Indonesia Periode 2009-2016, Jurnal Ekonomi
Syariah Teori dan Terapan Vol. 5 No. 1 Januari 2018, hlm: 84.
7
Any Widayatsari, Pasar Uang Antar Bank Syariah, Economic: Jurnal Ekonomi dan
Hukum Islam, Vol. 4, No. 2, 2004, hlm: 14-15.
8
Saharuddin Didu, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, Dana Pihak Ketiga dan
Pembayaran Murabahah Pada Bank Umum Syariah Indonesia. Journal of Islamic Economics,
Finance and Banking Vol.1 No.1, Mei 2017, hlm: 71
8

Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai sebagai instrumen moneter
konvensional. SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme
moneter dengan prinsip syariah. SBIS mulai digunakan sebagai instrumen
moneter sejak tahun 2008, menggantikan peran instrumen moneter syariah
sebelumnya, yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Perbedaan
SBIS dan SWBI hanya terletak pada akad yang digunakan. Sebagai
Instrumen moneter, SBI dan SBIS memiliki jalur transmisi tersendiri
terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi besarnya
pembiayaan dan peyaluran kredit kepada sektor riil.9
Dalam menjalankan kebijakan moneter Bank Indonesia memiliki
beberapa instrumen moneter yaitu operasi pasar terbuka atau open market
operation (OPT), giro wajib minimum (GWM), fasilitas diskonto, dan
intervensi mata uang asing. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah salah satu instrumen yang
digunakan oleh bank sentral dalam menjalankan operasi pasar terbuka.
Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata
uang rupiah yang diterbitkan bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek. SBI ditebitkan oleh Bank Indonesia sebagai
salah satu piranti dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sedangkan
Peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank
Indonesia Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga
bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad Jua’lah.
SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas
mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Kedua instrumen ini memiliki
fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka dalam
9
Masyitha Mutiara Ramadhan dan Irfan Syauqi Beik, Analisis Pengaruh Instrumen
Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) di Indonesia, Jurnal al-Muzara’ah, Vol I, No. 2, 2013, hlm: 176.
9

rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai rupiah


dan tingkat inflasi.10
5. Repo Sukuk
Transaksi repurchase agreement (repo), menjadi salah satu
instrurnen investasi jangka pendek, bisa dimanfaatkan oleh institusi
mendanai kas perusahaan. Transaksi repo adalah (hybrid),yaitu: kombinasi
antara pinjaman dan transaksi penjualan surat-surat berharga jangka
panjang. Repurchase agreemenl bisa diartikan sebagai suatu kontrak bisnis
dimana antara seller dan buyer sudah mengikat kontrak untuk
mengembalikan pinjaman tersebut dalam jangka waktu yang sudah di
sepakati. Pada umumnya transaksi repo dilakukan untuk pendanaan
investasi jangka pendek. Surat-surat berharga jangka panjang yang lazim
digunakan dalam transaksi repo ialah: commerc'iul papen corporate
securities, atan) barang hipotik. Dalam setiap transaksi repo melibatkan
dua pihak. Pertama penyedia dana. dan yang kedua pengguna dana.
Penyedia dana (buyer) mengikat kontrak dengan pengguna dana (seller).
dimana buyer bersedia membeli sesuai dengan kontrak, dan seller secara
simultan setuju untuk membeli kembali transaksi repo, pada tanggal yang
ditentukan, dan harga yang sudah pasti. Tambahan dana yang diterima
oleh si buyer daritransaksi repo merupakan refleksi pendapatan selama
kontrak. Dari posisi seller, transaksi disebut "repo", dan dari sisi buyer
transaksi disebut sebagai "reverse repo"11
Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata “sakk” yang berarti
sertifikat atau bukti kepemilikan. Dalam shari’a standard No. 17 tentang
Investment sukuk, AAOIFII (Accounting and Auditing Organization for
Islamic Institution) mendefinisikan Sukuk sebagai berikut:
“Investment Sukuk are certificates of equal value representing
undivided share in ownership of tangible assets, usufruct and
services or (in the ownership of) the assets of particular projects or

Ibid, hlm: 178.


10

Ferdinand Butarbutar, Transaksi Repurchase Agreement, Jurnal Akuntansi, Volume 4,


11

Nomor 2, Mei 2004 : 60.


10

special investment activity, however , this is true after receipt of


the value of sukuk,the closing of subscription and the employment
of funds received for the purpose for which the sukuk were issued”
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
Sukuk adalah sertifikat yang merupakan bukti kepemilikan atas aset
berwujud, manfaat atau jasa atau kepemilikan aset suatu proyek atau
aktivitas investasi tertentu, yang terjadi setelah penerimaan dana sukuk,
penutupan pemesanan dan dana yang diterima dimanfaatkan sesuai tujuan
penerbitan sukuk. Sedangkan menurut Dewan Standar Syariah Majelis
Ulama Indonesia fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 , Obligasi syariah
(Sukuk) didefinisikan sebagai suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil, margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.12

D. Penciptaan Kredit Bank Konvensional dan Bank Syariah di Indonesia


Bank menciptakan mata uang kredit. Juga disebut pembuatan deposit.
Uang kredit termasuk uang kertas dan mata uang deposito, tetapi dalam arti
biasa penciptaan kredit mengacu pada penciptaan mata uang deposit oleh bank
komersial. Jika ada setoran tunai (deposito uang nyata) di bank, jumlah setelah
dikurangi cadangan deposito dari sekarang dapat digunakan untuk pinjaman.
Karena pinjaman biasanya dilakukan dengan tagihan atau sertifikat, uang tunai
tidak segera diterbangkan saat ini, dan biasanya sebagian dari itu untuk tinggal
di bank sebagai deposit (disebut deposit turunan, biasanya mengambil bentuk
akun saat ini ). Jumlah yang diperoleh dengan mengurangi cadangan deposito
dari deposit derivatif ini juga dapat diterapkan pada pinjaman. Dengan cara
ini, bank dapat meningkatkan pinjaman ke rasio tetap (kebalikan dari rasio
cadangan deposito) menjadi uang tunai di tangan.13
12
Indah Purnamawati, Perbandingan Sukuk dan Obligasi, Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Jember, 2015, hlm: 63
13
Penciptaan Kredit, https://mimirbook.com/id, akses 12 September 2020.
11

Fungsi utama bank adalah untuk memberikan jasa kepada masyarakat,


baik berupa penyimpanan dana maupun Penyaluran dana kepada masyarakat.
Terdapat perbedaan antara sistem pemberian kredit bank konvensional dan
pembiayaan bank syariah. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada akad
atau perjanjian, pembagian keuntungan, dan besarnya prosentase dana yang
harus dikembalikan oleh debiturnya. Pada bank syariah tidak menggunakan
istilah pinjaman atau kredit yang identik dengan bunga dalam aktifitas
usahanya, melainkan menggunakan istilah pembiayaan. Pembiayaan atau
financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain
untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri
maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah.
Baik bank konvensional maupun bank syariah mempunyai peraturan
masing-masing untuk menetapkan dan mengatur pemberian kredit dan
pembiayaan maupun jasa perbankan lainnya. Akan tetapi peraturan yang
ditetapkan harus berpedoman pada peraturan perbankan yang berlaku secara
umum.
Sistem pemberian kredit pada bank konvensional lebih menekankan
pada perolehan bunga yang ditetapkan pada para debitur. Besarnya jumlah
pengembalian pinjaman yang harus dibayarkan oleh para debitur adalah
sebesar jumlah pinjaman kredit yang diterima beserta jumlah bunga kredit
yang ditetapkan pihak bank. Sehingga dengan adanya bunga tersebut dapat
dimasukkan dalam pendapatan dan keuntungan bank.
Jika dipandang dari segi syariah, maka apa yang diterapkan pada bank
konvensional tersebut adalah termasuk perbuatan riba. Sementara itu, sistem
pembiayaan yang diterapkan pada bank syariah memiliki beberapa perbedaan
dengan sistem pemberian kredit yang diterapkan pada bank konvensional.
Ketika terdapat debitur yang meminjam dana kepada bank syariah,
maka antara pihak bank maupun pihak debitur akan melakukan perjanjian
diawal pembiayaan yang dianggap sebagai pengikatan kontrak antara pihak
12

bank dengan calon nasabah atau calon debitur. Perjanjian tersebut meliputi
perhitungan bagi hasil yang akan ditanggung bersama oleh kedua pihak
tersebut.14

14
Nidaa Nazaahah Kusumawati, Analisi Pembiayaan dan Sektor Konstruksi di
Indonesia: Studi Perbankan Syariah dan Konvensional, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Pembanguan, Vol 6 No 1 Tahun 2007, hlm: 24
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Giro Wajib Minimum disingkat GWM adalah jumlah dana minimum yang
wajib dipelihara oleh Bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebesar Persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga Bank/DPK. Antara praktik
GWM bank konvensional dan bank syariah terdapat perbedaan. Bank
konvensional menerima imbal bunga, meski tidak besar, sedangkan bank
syariah tidak.
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) adalah fasilitas pendanaan
dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka
pendek yang dialami oleh Bank. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi
Bank Syariah (FPJPS) hanya diberikan kepada bank syariah yang mengalami
kesulitan pendanaan jangka pendek namun memenuhi persyaratan tingkat
kesehatan dan permodalan.
Pertama, SBI merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan langsung oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka
waktu pendek. Kedua, Pasar uang merupakan salah satu sarana penting untuk
mendorong pengembangan pasar uang. Ketiga, SWBI dikatakan sebagai
instrumen perbankan pengendali moneter yang dikeluarkan Bank Indonesia
yang bebas riba sebagai bukti dari penitipan dana oleh Bank–bank Syariah.
Keempat, SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas
mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Kelima, Transaksi repo adalah
yaitu: kombinasi antara pinjaman dan transaksi penjualan surat-surat berharga
jangka panjang. Sedangkan Sukuk adalah sertifikat yang merupakan bukti
kepemilikan atas aset berwujud, manfaat atau jasa atau kepemilikan aset suatu.
Bank menciptakan mata uang kredit. Juga disebut pembuatan deposit.
Uang kredit termasuk uang kertas dan mata uang deposito, tetapi dalam arti
biasa penciptaan kredit mengacu pada penciptaan mata uang deposit oleh bank

13
14

komersial. Jika ada setoran tunai (deposito uang nyata) di bank, jumlah setelah
dikurangi cadangan deposito dari sekarang dapat digunakan untuk pinjaman.
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang
perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.
Berdasarkan hasil pembahasan maka penulis memberikan saran terkait analisis
yang dibahas, pembaca diharap mempelajari lebih lanjut materi yang dibahas
dengan mencari informasi dari berbagai literature yang berkaitan dengan
materi, guna menabah pemahaman dan pengetahuan terkait materi yang telah
dibahas. Kekurangan dalam analisis dapat menjadi gagasan untuk analisis
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Any Widayatsari. 2004. Pasar Uang Antar Bank Syariah, Economic: Jurnal
Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 4, No. 2.

Ferdinand Butarbutar. 2004. Transaksi Repurchase Agreement. Jurnal Akuntansi,


Volume 4, Nomor 2.

Indah Purnamawati. 2015. Perbandingan Sukuk dan Obligasi. Jurusan Akuntansi


Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

Marluga Sidabutar. 2017. Staf Ahli Pada Satuan Kerja Di Departemen


Makroprudensial Bank Indonesia, Dalam Wawancara Dengan Penulis.

Marysa Widya Fita Dela. 2018. Penerapan Giro Wajib Minimum Yang
Ditetapkan Bank Indonesia Pada Perbankan Syariah di Indonesia.
Medan. Skripsi Minor.

Masyitha Mutiara Ramadhan dan Irfan Syauqi Beik. 2013. Analisis Pengaruh
Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran
Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia.
Jurnal al-Muzara’ah, Vol I, No. 2.

Nidaa Nazaahah Kusumawati. 2007. Analisi Pembiayaan dan Sektor Konstruksi


di Indonesia: Studi Perbankan Syariah dan Konvensional, Jurnal
Ekonomi dan Kebijakan Pembanguan. Vol 6 No 1.

Nufita Sari Utami. 2017. Pengaruh kebijakan Mikroprudensial dan


Makroprudensial Terhadap risiko pembiayaan di bank umumsyariah pada
tahun 2013-2015. Yogyakarta, Skipsi Ekonomi.

Penciptaan Kredit. https://mimirbook.com/id, akses 12 September 2020.

Saharuddin Didu. 2017. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, Dana Pihak Ketiga
dan Pembayaran Murabahah Pada Bank Umum Syariah Indonesia.
Journal of Islamic Economics. Finance and Banking Vol.1 No.1.
Sakinah Rachman dan Sri Herianingrum. 2018. Pengaruh Instrumen Sertifikat
Bank Indonesia (SBI), Pasar Uang Antar Bank (PUAB), Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Terhadap M2 di Indonesia Periode 2009-2016. Jurnal Ekonomi Syariah
Teori dan Terapan Vol. 5 No. 1.

Zainul Arifin. 2009. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Tanggerang: Azkia


publisher.

Anda mungkin juga menyukai