Anda di halaman 1dari 51

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Agency Theory

Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Masdupi (2005, 59)

mendefinisikan teori keagenan sebagai hubungan keagenan merupakan suatu

kontrak dimana satu atau lebih orang (principal) memerintah orang lain (agen)

untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada

agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal dan memberi wewenang

kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika prinsipal

dan agen memiliki tujuan yang sama maka agen akan mendukung dan

melaksanakan semua yang diperintahkan oleh principal.

Dalam penelitian Fianti (2011) mengemukakan bahwa pengertian

akuntabilitas publik sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

memberikan pertanggungjawaban menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan

segala aktivitas dan kegiatannya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang

memiliki hak untuk meminta pertanggug jawaban tersebut. Akuntabilitas publik

ada dua macam yaitu pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan kepada

otoritas yang lebih tinggi (akuntabilitas vertikal) dan akuntabilitas kepada

masyarakat luas (akuntabilitas horizontal).

Masalah keagenan muncul ketika eksekutif cenderung memaksimalkan

self inters-nya yang dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,


16

pelaporan sampai dengan pertanggungjawaban yang sewajar – wajarnya untuk

mengamankan posisinya di minta legislatif dan rakyat. Teori menyatakan bahwa

agen akan bersikap oportunis dan cenderung tidak menyukai resiko. Pemerintah

desa sebagai agen akan menghindari resiko berupa ketidakpercayaan masyarakat

terhadap kinerja mereka. Sehingga pemerintah daerah berusaha untuk menunjukan

bahwa kinerja mereka selama ini baik dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan

daerah (Arfianti 2011).

Hubungan antara teori keagenan dalam penelitian ini adalah aparat desa

yang bertindak sebagai agen yang harus mempertanggung jawabkan untuk

melaporkan dan mengungkapkan semua kegiatannya kepada bupati atau walikota

dan masyarakat sebagai principal. Pihak principal tentunya akan meminta

pertanggungjawaban dari agen atas semua kegiatannya. Dalam organisasi

pemerintahan pertanggungjawaban atas kegiatanya melalui akuntabilitas publik

berbentuk LPJ (Laporan Pertanggungjawaban). Pihak principal tentu

menginginkan pertanggungjawaban yang baik atas kinerja dari pihak agen. Baik

tidaknya kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pengendalian

keuangan, jelasnya penganggaran, sistem pelaporan yang baik serta adanya

pengawasan dari pihak internal maupun eksternal organisasi pemerintahan.


17

2.1.2 Teori Kompetensi

Suparno (2012: 27) kompetensi didefinisikan sebagai kecapakan yang

memadai untuk melakukan suatu tugas atau sebagai memiliki keterampilan dan

kecakapan yang diisyaratkan.

(Hutapea dan Thoha, 2008: 28), mengungkapkan bahwa ada tiga

komponen utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki

seseorang, kemampuan dan perilaku individu.

1. Pengetahuan (Knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan bidang yang

digelutinya (tertentu). Pengetahuan seseorang turut menentukan berhasil

tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya, seseorang yang

mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi

pekerjaanya. Namun bagi seseorang yang belum mempunyai pengetahuan

cukup, maka akan bekerja tersendat – sendat.

2. Keterampilan (skill) merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan tugas

dan tanggungjawab yang diberikan instansi atau organisasi kepada seorang

karyawan atau pegawai dengan baik dan maksimal.

3. Sikap (attitude) merupakan pola tingkah laku seseorang karyawan atau

pegawai di dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan

peraturan yang ada. Apabila karyawan atau pegawai mempunyai sifat yang

mendukung pencapaian tujuan organisasi, maka secara otomatis segala tugas

yang dibebankan kepadanya akan dilaksanakan dengan sebaik – baiknya.


18

Berhasil tidaknya pelaksanaan suatu pengelolaan keuangan desa sangat

tergantung dari kompetensi para pengelolanya (Warisno, 2009). Pengelolaan

keuangan desa, khususnya dalam hal ini yaitu bendahara desa harus dapat

memahami pengelolaan keuangan desa dengan baik dan benar karena suatu

pemerintahan desa yang baik diperlukan pengelolaan keuangan desa yang baik,

taransapan dan akuntabel (Maryunani, 2006). Pengelolaan keuangan desa yang

baik tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan ekonomi desa yang kuat dan

mandiri.

2.1.3 Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan serta

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan pakarsa masyarakat, hak asal usul,

dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 1 Undang –Undang nomor 6

tahun 2014 tentang Desa). Masyarakat desa biasanya saling mengenal antara satu

dengan yang lain serta memiliki sikap sosial dan solidaritas yang tinggi. Sebagian

besar masyarakat desa pada umumnya mata pencahariannya adalah petani, karena

wilayah desa merupakan daerah pertanian.

Bedasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Pasal 1

angka 5 dalam Undang – Undang tersebut menyatakan bahwa definisi Otonomi

Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
19

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai denganperaturan perundang – undangan.

Mengacu pada definisi normatif dalam UU No 32 Tahun 2004, maka

unsur otonomi daerah adalah: (1) hak, (2) wewenang, (3) kewajiaban daerah

otonom.

Dalam konteks desa, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

2005 tentang desa disebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah Negara

Kesatuan Republik dan berada di kabupaten atau kota. Dalam pasal 2 ayat 1

dikatakan bahwa desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan

asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pada ayat 2 tertulis

bahwa pembentukan desa untuk memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1)

Jumlah penduduk (2) luas wilayah (3) Bagian wilayah kerja (4) Perangkat. Desa

bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari

perangkat daerah kabupaten atau kota, dan desa bukan merupakan bagian dari

perangkat daerah. Berada dengan kelurahan, desa memiliki hak mengatur

wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat

diubah statusnya menjadi kelurahan.

2.1.4 Pemerintahan Desa


20

Pemerintah desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan serta

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 2 Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa). Pemerintahan desa dalam pembagian wilayah administratif

Indonesia berada di bawah kecamatan, desa dipimpin oleh seorang kepala desa.

Penyelenggara pemerintahan desa merupakan sub sistem dari penyelenggaraan

pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakatnya (Widjaja, 2013). Penyelenggaraan

pemerintahan ini kepala desa bertanggung jawab kepada Badan Permusyawaratan

Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan pemerintahan tersebut kepada

bupati. Keberadaan desa merupakan cermin utama berhasil tidaknya pemerintahan

suatu negara serta pelaksanaan kehidupan demokrasi di daerah. Hal ini sangat

dibutuhkan peran serta masyarakat desa supaya terwujud kehidupan yang

demokratis.

Penyelenggaraan pemerintahan di desa dilaksanakan oleh kepala desa dan

perangkat desa, penyelenggaraan pemerintahan tersebut diawasi oleh Badan

Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga yang

ada dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD sebagai mitra kerja yang

perannya sangat penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa

karena merupakan lembaga yang paling dekat dengan masyarakat. Diantaranya

dalam penyerapan aspirasi masyarakat desa, legislasi, dan pengawasan, termasuk

dalam hal pengelolaan keuangan desa.


21

Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa menjelaskan bahwa

pemerintah desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal – usul dan adat istiadat

setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang

disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan desa. Kekuasaan pengelolaan keuangan desa dipegang oleh kepala

desa.

Menurut Peraturan Dalam Negeri Nomor 84 tahun 2015 tentang Susunan

Struktur dan Tata Kerja Pemerintah Desa, Pemerintah desa terdiri dari Kepala

Desa dan perangkat desa, sedangkan perangkat desa terdiri dari Sekretariat Desa,

Pelaksana Kewilayahan, dan Pelaksana Teknis, yang jumlahnya disesuaikan

dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat.

a. Kepala Desa

Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, antara

lain pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti,

pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan

Badan Usaha Milik Desa, dan kerja sama antar desa, urusan pembangunan, antara

lain pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya

masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan serta adat istiadat.

b. Sekertariat Desa
22

Sekretariat Desa dipimpin oleh Sekretaris Desa dan dibantu oleh unsur staf

sekretariat. Sekretariat Desa paling banyak terdiri atas 3 (tiga) urusan yaitu urusan

tata usaha dan umum, urusan keuangan, dan urusan perencanaan, dan paling

sedikit 2 (dua) urusan yaitu urusan umum dan perencanaan, dan urusan keuangan.

Masing-masing urusan dipimpin oleh Kepala Urusan (Kaur).

Kaur (Kepala Urusan) bertugas membantu Sekretaris Desa dalam urusan

pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.

Untuk melaksanakan tugasnya, Kaur (Kepala Urusan) mempunyai fungsi:

1. Kepala urusan tata usaha dan umum memiliki fungsi seperti melaksanakan

urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi surat menyurat, arsip,

dan ekspedisi, dan penataan administrasi perangkat desa, penyediaan

prasarana perangkat desa dan kantor, penyiapan rapat, pengadministrasian

aset, inventarisasi, perjalanan dinas, dan pelayanan umum.

2. Kepala urusan keuangan memiliki fungsi seperti melaksanakan urusan

keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan, administrasi sumber-

sumber pendapatan dan pengeluaran, verifikasi administrasi keuangan, dan

administrasi penghasilan Kepala Desa, Perangkat Desa, Badan

Permusyawaratan Desa (BPD), dan lembaga pemerintahan desa lainnya.

3. Kepala urusan perencanaan memiliki fungsi mengkoordinasikan urusan

perencanaan seperti menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja

desa, menginventarisir data-data dalam rangka pembangunan, melakukan

monitoring dan evaluasi program, serta penyusunan laporan.

c. Pelaksanaan Kewilayahan
23

Pelaksana Kewilayahan merupakan unsur pembantu Kepala Desa sebagai

satuan tugas kewilayahan. Jumlah unsur Pelaksana kewilayahan ditentukan secara

proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dengan kemampuan

keuangan desa serta memperhatikan luas wilayah kerja, karakteristik, geografis,

jumlah kepadatan penduduk, serta sarana prasarana penunjang tugas. Pelaksana

Kewilayahan dilaksanakan oleh Kepala Dusun atau sebutan lain.

d. Pelaksanaan Teknis

Pelaksana Teknis merupakan unsur pembantu Kepala Desa sebagai

pelaksana tugas operasional. Pelaksana Teknis paling banyak terdiri atas 3 (tiga)

seksi yaitu seksi pemerintahan, seksi kesejahteraan dan seksi pelayanan, paling

sedikit 2 (dua) seksi yaitu seksi pemerintahan, serta seksi kesejahteraan dan

pelayanan. Masing-masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi (Kasi).

Kasi (Kepala Seksi) bertugas membantu Kepala Desa sebagai pelaksana

tugas operasional.

Untuk melaksanakan tugasnya, Kasi (Kepala Seksi) mempunyai fungsi:

1. Kepala Seksi Pemerintahan mempunyai fungsi melaksanakan manajemen

tata praja Pemerintahan, menyusun rancangan regulasi desa, pembinaan

masalah pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban, pelaksanaan

upaya perlindungan masyarakat, kependudukan, penataan dan pengelolaan

wilayah, serta pendataan dan pengelolaan Profil Desa.


24

2. Kepala Seksi Kesejahteraan mempunyai fungsi melaksanakan

pembangunan sarana prasarana perdesaan, pembangunan bidang pendidikan,

kesehatan, dan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang budaya,

ekonomi, politik, lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda,

olahraga, dan karang taruna.

3. Kepala Seksi Pelayanan memiliki fungsi melaksanakan penyuluhan dan

motivasi terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat,

meningkatkan upaya partisipasi masyarakat, pelestarian nilai sosial budaya

masyarakat, keagamaan, dan ketenagakerjaan.

2.1.5 Keuangan Desa

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018

menyatakan bahwa, keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang

dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.

Menurut Wijaya (2017: 60-73) Keuangan desa terdiri dari Pendapatan desa,

belanja desa, dan pembiayaan desa.

A. Pendapatan Desa

Pendapatan Desa meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas

Desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu

dibayar kembali oleh desa. Pendapatan Desa tersebut jika diklasifikasikan terdiri

dari :
25

a. Pendapatan Asli Desa (PADesa)

Kelompok PADesa terdiri atas jenis:

1) Hasil Usaha, misalnya hasil BUM Desa, tanah kas desa. Sumber
pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh desa berasal dari Badan
Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar desa, pengelolaa kawasan wisata
skala desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang
batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan
tidak untuk dijualbelikan.
2) Hasil Aset, misalnya tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian
umum dan jaringan irigasi.
3) Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong misalnya adalah membangun
dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa
tenaga dan barang yang dinilai dengan uang.
4) Lain-lain Pendapatan Asli Desa, antara lain hasil pungutan desa.

b. Pendapatan Transfer Desa

Kelompok transfer desa terdiri atas empat jenis, antara lain sebagai

berikut:

1) Dana Desa
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui
APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan,
dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah
menganggarkan Dana Desa secara nasional dalam APBN setiap tahun.
2) Alokasi Dana Desa
Pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai amanat Undang-Undang wajib
mengalokasikan ADD dalam APBD kabupaten/kota setiap tahun
anggaran. Alokasi Dana Desa merupakan bagian dari Dana Perimbangan
yang diterima Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10%
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
3) Bagi Hasil Pajak dan Retribusi
Pemerintah Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan Bagian dari Hasil
Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten/Kota kepada desa paling sedikit
10% dari Realisasi Penerimaan Hasil Pajak dan Retribusi Daerah
Kabupaten/Kota. Pengalokasian Bagian Dari Hasil Pajak dan Retribusi
kepada desa tersebut ditetapkan dalam Peraturan Bupati/Walikota,
berdasarkan ketentuan:
26

 60% dibagi secara merata kepada seluruh desa.


 40% dibagi secara proporsional realisasi penerimaan hasil pajak dan
retribusi dari desa masing-masing.
4) Bantuan Keuangan Provinsi/ Kabupaten/ Kota
Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota dapat memberikan Bantuan
Keuangan yang bersumber dari APBD provinsi/kabupaten/kota kepada
desa sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah yang
bersangkutan. Bantuan tersebut diarahkan untuk percepatan pembangunan
desa. Bantuan keuangan tersebut dapat bersifat umum dan khusus.
Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada desa penerima bantuan dalam rangka
membantu pelaksanaan tugas pemerintah daerah di desa. Bantuan
Keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya ditetapkan
oleh pemerintah daerah pemberi bantuan dalam rangka percepatan
pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.

c. Lain-lain Pendapatan Desa yang Sah

Kelompok Lain-Lain Pendapatan Desa yang Sah berupa Hibah dan

Sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat berupa pemberian berupa

uang dari pihak ke tiga, hasil kerjasama dengan pihak ketiga atau bantuan

perusahaan yang berlokasi di desa.

B. Belanja Desa

Belanja Desa merupakan semua pengeluaran dari rekening desa yang

merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan

diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam

rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan desa.

Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa sesuai pasal 100 PP

Nomor 43 Tahun 2014 digunakan dengan ketentuan:


27

 Paling sedikit 70% (≥ 70%) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan

untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan

pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan

masyarakat desa.

 Paling banyak 30% (≤ 30%) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan

untuk:

- Penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa

- Operasional pemerintah desa

- Tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa

- Insentif Rukun Tetangga dan Rukun Warga yaitu bantuan kelembagaan

yang digunakan untuk operasional RT dan RW.

Penghasilan Tetap, operasional pemerintah desa, dan tunjangan dan

operasional BPD serta insentif RT dan RW dibiayai dengan menggunakan sumber

dana dari Alokasi Dana Desa. Sedangkan Penggunaan Dana Desa diprioritaskan

untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Kebutuhan

pembangunan meliputi tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan

dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Pengertian Tidak

Terbatas adalah kebutuhan pembangunan di luar pelayanan dasar yang dibutuhkan

masyarakat desa. Kebutuhan Primer adalah kebutuhan pangan, sandang, dan

papan. Pelayanan dasar antara lain pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.

C. Pembiayaan Desa
28

Pembiayaan meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali

dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan

diklasifikasikan menurut kelompok dan jenis. Pembiayaan desa berdasarkan

kelompok terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan.

a. Penerimaan Pembiayaan

Penerimaan Pembiayaan mencakup:

1) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya


SiLPA antara lain berupa pelampauan penerimaan pendapatan terhadap
belanja, penghematan belanja, dan sisa dana kegiatan lanjutan. SilPA
merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutupi
defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi
belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan, dan mendanai kewajiban
lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.
2) Pencairan Dana Cadangan
Pencairan Dana Cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan
Dana Cadangan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Desa
dalam tahun anggaran berkenaan.
3) Hasil Penjualan Kekayaan Desa yang Dipisahkan
Hasil Penjualan Kekayaan Desa yang Dipisahkan digunakan untuk
menganggarkan hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.

b. Pengeluaran Pembiayaan

Pengeluaran Pembiayaan, terdiri dari :

1) Pembentukan Dana Cadangan


Pemerintah Desa dapat membentuk Dana Cadangan untuk mendanai
kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya
dibebankan dalam satu tahun anggaran. Pembentukan Dana Cadangan
tersebut ditetapkan dengan peraturan desa, yang memuat paling sedikit:
 Penetapan tujuan pembentukan Dana Cadangan;
29

 Program dan kegiatan yang akan dibiayai dari Dana Cadangan;


 Besaran dan rincian tahunan Dana Cadangan yang harus dianggarkan;
 Sumber Dana Cadangan;
 Tahun Anggaran pelaksanaan Dana Cadangan.
Pembentukan Dana Cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas
penerimaan desa, kecuali dari penerimaan yang penggunaannya telah
ditentukan secara khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2) Penyertaan Modal Desa
Pemerintah Daerah dapat melakukan Penyertaan Modal Desa, misalnya
kepada BUM Desa.

2.1.6 Pengelolaan Keuangan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 menjelaskan

bahwa Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban

keuangan desa.

Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel,

partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

Penyelenggaraan Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan

kewenangan lokal berskala desa didanai oleh APBDesa. Penyelenggaraan

kewenangan lokal berskala desa selain didanai oleh APBDesa, juga dapat didanai

oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan

belanja daerah.
30

Penyelenggaraan Kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah

didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara. Dana anggaran pendapatan

dan belanja negara dialokasikan pada bagian anggaran kementerian atau lembaga

dan disalurkan melalui satuan kerja perangkat daerah. Seluruh pendapatan desa

diterima dan disalurkan melalui rekening kas desa dan penggunaanya ditetapkan

dalam APBDesa, pencairan dana dalam rekenig kas desa ditandatangani oleh

kepala desa dan bendahara desa.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018

Pengelolaan Keuangan Desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,

pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan Desa.

1) Perencanaan

Perencanaan pengelolaan keuangan desa merupakan perencanaan

penerimaan dan pengeluaran pemerintahan desa pada tahun anggaran

berkenaan yang dianggarkan dalam APB Desa. Pemerintah desa menyusun

perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenagannya dengan

mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota perencanaan secara

berjangka meliputi:

a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6

tahun.

b. Rencana pembangunan tahunan deas atau yang disebut rencana kerja

pemerintah desa, merupakan penjabaran dari rencana pembangunan jangka

menengah desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.


31

Rencana pembangunan jagka menengah desa dan rencana kerja

pemerintah desa ditetapkan dengan peraturan desa. Peraturan desa tentang

rencana pembangunanjangka menegah desa dan rencana kerja pemerintah

desa merupakan satu-satunya dokumen perncanaan di desa. Rencana

pembangunan jangka menengah desa dan rencana kerja pemerintah desa

merupakan pedoman dalam penyususan anggaran pendapatan dan belanja desa

yang diatur dalam peraturan pemerintah. Pemendagri Nomor 20 Tahun 2018

dinyatakan bahwa Sekretaris Desa mengoordinasikan penyusunan rancangan

APB Desa berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa tahun

berkenaan dan pedoman penyusunan APB Desa yang diatur dengan Peraturan

Bupati/Wali Kota setiap tahun berkenaan, kemudian penyampaian tersebut

dismpaikan kepada kepala desa terusan kepada Badan Permusyawaratan Desa

untuk dibahas dan disepakati bersama.

2) Pelaksanaan

Pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan penerimaan dan

pengeluaran Desa yang dilaksanakan melalui rekening kas Desa pada bank

yang ditunjuk Bupati/ Wali Kota. Terkhusus bagi Desa yang belum memiliki

pelayanan perbankan di wilayahnya, rekening kas Desa dibuka di wilayah

terdekat yang dibuat oleh Pemerintah Desa dengan spesimen tanda tangan

kepala Desa dan Kaur Keuangan.Termasuk dalam pelaksanaan diantaranya

adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.

Pengadaaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan
32

Perubahan APBDesa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap

pelaksanaan.

3) Penatausahaan

Menurut Lapananda (2016: 55), Penatausahaan keuangan desa ialah

kegiatan mengatur keuangan desa dalam rangka mewujudkan asas

pengelolaan keungan desa yaitu asas transparan dan asas akuntabel.

Penatausahaan Keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, kegiatan

penatausahaan meliputi semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran kas yang

disertai oleh dokumen pendukung seperti buku kas umum, buku pembantu

pajak dan buku bank desa. Penatausahaan keuangan dilakukan oleh Kaur

Keuangan sebagai pelaksana fungsi kebendaharaan. Penatausahaan

sebagaimana mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas

umum. Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi

pengendalian terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan

adalah laporan yang dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan

keuangan itu sendiri.

4) Pelaporan

Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal – hal

yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu

periode tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab

(pertanggungjawaban) atas tugas dan wewenang yang diberikan laporan


33

merupakan suatu bentuk penyajian data dan informasi mengenai sesuatu

kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan dengan adanya suatu

tanggungjawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Kepala Desa menyampaikan

laporan pelaksanaan APB Desa semester pertama kepada Bupati/Wali Kota

melalui camat. Laporan yang dimaksud adalah Laporan Pelaksanaan APB

Desa dan Laporan Realisasi Kegiatan.

5) Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa

Pertanggungjawaban keuangan desa ialah kegiatan tahap akhir dalam

tahap pengelolaan keuangan desa setelah tahap pelaporan. Kegiatan

pertanggungjawaban berupa kegiatan menyampaikan

laporanpertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes yang dilaporkan

oleh Kepala Desa kepada pemerintah daerah yaitu Bupati/ Walikota. Serta

laporan reaslisasi dan laporan pertanggungjawaban haruslah diinformasikan

kepada masyarakat secara tertulis maupun lewat media informasi yang mudah

diakses masyarakat.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Pengelolaan Keuangan Desa, telah mengatur tahap pertanggungjawaban

keuangan desa yaitu sebagai berikut:

a. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APB

Desa kepada Bupati/Wali Kota melalui camat setiap akhir tahun anggaran.

b. Laporan pertanggungjawaban disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan

setelah akhir tahun anggaran berkenaan yang ditetapkan dengan Peraturan

Desa.
34

c. Laporan Pertanggungjawaban merupakan bagian dari laporan

penyelenggaraan Pemerintahan Desa akhir tahun anggaran.

Secara kelembagaan, desa telah diatur dalam Undang – undang No 6

Tahun 2014 tentang Desa yang menjadi landasan yuridis. Dalam undang – undang

tersebut telah diatur tentang keuangan desa, mulai dari ketentuan umum, sumber

pendapatan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Hak dan

kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan dan

Pengelolaan Keuangan Desa. Secara spesifik, pengelolaan Keuangan Desa telah

diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negri Repubik Indonesia Nomor 20 Tahun

2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan

pemerintahan, pemerintah Desa wajib mengelola keuangan Desa secara

transparan, akuntabel, dan partisipatif. Transparan berarti dikelola secara terbuka,

akuntabel berarti dipertanggungjawabkan secara hukum, dan partisipatif

bermakna melibatkan masyarakat dalam prosesnya.

Peraturan Mentri Dalam Negri Repubik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018

tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dijelaskan bahwa Kepala desa adalah

pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa dan mewakili Pemerintah Desa

dalam kepemilikan kekayaan milik Desa yang dipisahkan. Kewenangan kepala

desa terdiri dari:

a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa

b. Menetapkan PTPKD

c. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan Desa


35

d. Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa

e. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban

APBDesa

Peraturan Dalam Negeri Nomor 84 tahun 2015 tentang Susunan Struktur

dan Tata Kerja Pemerintah Desa, Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan

keuangan Desa, dibantu oleh Perngkat Desa, sedangkan perangkat desa terdiri dari

Sekretariat Desa, Pelaksana Kewilayahan, dan Pelaksana Teknis.

2.1.7 Akuntabilitas

Menurut Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan

dan Pembangunan (2000) Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan

pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan

seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang

memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau

pertanggungjawaban. Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban

mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan. Sasaran pertanggungjawaban adalah laporan keuangan yang

disajikan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mencakup

penerimaan, penyimpanan, pengeluaran oleh instansi pemerintah. Akuntabilitas

dapat terwujud apabila terdapat komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi

pemerintah yang bersangkutan untuk menjamin penggunaan sumber daya secara

konsisten dengan peraturan perundang-undangan.


36

Menurut The Oxford Advance Learner’s Dictionary dalam LAN dan

BPKP, (2001: 22), Accountability is required or expected to give an explanation

for one action, dengan kata lain, dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk

menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama di

bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasannya. Dalam

hal ini terminologi akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian tindakan

pada pencapaian tujuan. Akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban terhadap

pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik

siapa, yang mana dan bagaimana. Pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut

antara lain apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban

harus diserahkan, kepada siapa pertanggungjawaban harus diserahkan, siapa yang

bertanggungjawab terhadap berbagai kegiatan dalam masyarakat.

Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan pengendalian

terutama pencapaian hasil kepada pelayanan publik, disamping itu akuntabilitas

merupakan suatu evolusi kegiatan kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang

petugas baik masih berada dalam jalur otoritasnya atau sudah berada diluar jauh

tanggungjawab dan kewenangannya. Selanjutnya akuntabilitas juga berorientasi

kepada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh, dapat

menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Disamping itu yang tidak kalah penting adalah bahwa akuntabilitas harus

jujur, objektif, transparan dan inovatif sebagai katalisator perubahan managemen

instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran

kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas. Peraturan Pemerintah Nomor 58


37

Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daeah, menyebutkan bahwa

pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan

pengawasan keuangan daerah.

Governmental Accounting Standards Board (1999) dalam Concepts

Statement Nomor 1 Tentang Objectives of Financial Reporting dalam

Winidyaningrum (2009) menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar

pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat

untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan

penggunaannya. Dasar dan bentuk pelaporan keuangan pemerintahan di negara

kesatuan Republik Indonesian diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Laporan keuangan

pemerintah daerah dapat dikatakan berkualitas apabila memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a. Relevan, artinya adalah informasi yang termuat didalam laporan keuangan

dapat mempengaruhi keputusan pengguna dan membantu mengevaluasi

peristiwa di masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan serta

menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi masa lalu. Informasi dikatakan

relevan jika memiliki umpan balik, memiliki manfaat prediktif, tepat waktu

dan lengkap.

b. Andal, artinya adalah laporan keuangan bebas dari pengertian yang

menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur

serta dapat diverifikasi. Informasi dapat dikatakan relevan namun jika hakikat
38

atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka informasi tersebut secara

potensial dapat menyesatkan. Informasi dikatakan andal apabila memenuhi

karakteristik jujur, dapat diverifikasi dan netral.

c. Dapat dibandingkan, artinya adalah laporan keuangan dapat dibandingkan

dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas

pelaporan lain pada umumnnya.

d. Dapat dipahami, artinya adalah laporan keuangan dapat dipahami oleh

pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan

batas pemahaman para pengguna.

Sedangkan yang dimaksud karakteristik adalah ukuran-ukuran normatif

yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi

tujuan laporan akuntansi, yaitu: menyediakan informasi tentang sumber, alokasi

dan penggunaan sumber daya keuangan, menyediakan informasi mengenai

kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran,

menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan

dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai, menyediakan

informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya

dan mencukupi kebutuhan kasnya, menyediakan informasi mengenai posisi

keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber

penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang

berasal dari pungutan pajak dan pinjaman, menyediakan informasi mengenai

perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau

penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.


39

2.1.8 Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia

sekarang ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga – lembaga

publik, baik di pusat maupun daerah. (Stanbury, 2003), mengartikan akuntabilitas

sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan

pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang

dilaksanakan sebelumnya, melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan

secara priodik. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi

subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak – hak publik yaitu hak

untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya

(Mardiasmo, 2006). Tuntutan akuntabilitas sektor publik terkait dengan perlunya

dilakukan transparansi dan pemberian informasi kepada publik dalam rangka

pemenuhan hak –hak publik.

Akuntabilitas publik sendiri adalah kewajiban pihak pemegang amanah

(agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan

mengungkapkan segala aktivitas dan kegitan yang menjadi tanggung jawabnya

kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan

untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik terdiri atas dua

macam (Mardiasmo, 2009), yaitu: (1) akuntabilitas vertical (vertical

accountability) dan (2) akuntabilitas horizontal (horizontal accountability).


40

Pertanggungjawaban vertical (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban

pengelolaan dan kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban

bendahara desa terhadap kepala desa, pertanggungjawaban dari unit – unit kerja

(dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah

kepada pemerintah pusat dan pemerintah pusat kepada MPR. Pertanggungjawaban

horizontal (horizontal accountability) adalah pertanggung jawaban kepada

masyarakat luas.

Akuntabilitas pengelolaan keuangan desa adalah pertanggungjawaban

mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan

perundang – undangan mengenai seluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Pelaksanaan kekuasaan pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa,

selanjutnya menguasakan sebagian kekuasannya kepada pamong desa

(Mardiasmo, 2002).

Empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor

publik menurut (Ellwood 1993) dalam (Mardiasmo, 2009: 20) meliputi:

a. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum (accountability for probity

and legality)

Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan

penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan

akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya


41

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam

penggunaan sumber dana publik.

b. Akuntabilitas Proses (prosess accountability)

Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan

dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem

informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.

Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik

yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan

terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan

memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan – pungutan lain di luar yang

ditetapkan, serta sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan

mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan.

Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses juga terkait dengan

pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek – proyek

publik, yang harus dicermati dalam pemberian kontrak tender adalah apakah

proses tender telah dilakukan secara fair melalui compulsory competitive

tendering (CCT), ataukah dilakukan melalui pola korupsi, kolusi dan

nepotisme (KKN).

c. Akuntabilitas Program (program accountability)

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang

ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan

alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang

minimal.
42

d. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability)

Akuntabilitas kebijakanterkait dengan pertanggungjawaban pemerintah

baik pusat maupun daerah, atas kebijakan – kebijakan yang diambil

pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Akuntabilitas

pengelolaan keuangan desa adalah pertanggungjawaban mengenai integritas

keuangan, pengungkapkan dan ketaatan terhadap peraturan perundang –

undangan mengenai keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaa, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan

desa. pelaksanaan kekuasaan pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa,

selanjutnya menguasakan sebagian kekuasaannya kepada pamong desa.

2.1.9 Partisipasi Masyrakat

Menurut Wijaya (2018:48) Partisipasi masyarakat desa adalah

penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan unsur masyarakat

desa dan kelembagaan. keikutsertaan masyarakat desa dalam proses

pengindentifikasian masalah dan potensi yang ada dimasyarakat, pemilihan dan

pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah.

Partisipasi masyarakat desa bertujuan untuk memampukan desa dalam melakukan

aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola pemerintah desa, kesatuan tata

kelola lembaga kemasyarakatan desa serta kesatuan atas kelola ekonomi dan

lingkungan. Partisipasi masyarakat desa menurut peraturan pemerintah nomor 43

tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014

tentang desa pada pasal 127, partisipasi masyarakat desa dapat dilakukan dengan:
43

a. Mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan desa

yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa.

b. Mengembangkan program dan kegiatan pembangunan desa secara

berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber

daya alam yang ada di desa.

c. Menyusun perencanaan pembangunan desasesuai dengan prioritas, potensi

dan nilai kearifan local.

d. Mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan desa yang

dilakukan melalui musyawarah desa.

e. Menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia

masyarakat desa.

f. Melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan pemerintah desa

dan pembanguna desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat

desa.

2.1.10 Kompetensi Sumber Daya Manusia

McClelland dalam Sagala dan Rivai (2009) mendefinisikan kompetensi

(competency) sebagai karakteristik yang mendasar yang dimiliki seseorang yang

berpengaruh langsung terhadap , atau dapat memprediksikan, kinerja yang sangat

baik. Dengan kata lain, kompetensi adalah apa yang para outstanding
44

performerslakukan lebih sering pada lebih banyak situasi dengan hasil yang lebih

baik, daripada apa yang dilakukan para averageperformers.

Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam

pelaksanaan tugas dan menjalankan fungsi organisasi. Sumber daya manusia

dapat mempengaruhi keberhasilan suatu pengelolaan dalam organisasi, seperti

yang dikemukakan oleh Mathis (2002) yang menyebutkan bahwa nilai sumber

daya manusia dipengaruhi oleh penggunaan kemampuan atau keahlian

(kompetensi) yang dimiliki oleh manusia ketika melakukan suatu pekerjaan

dengan semaksimal mungkin tanpa melihat latar belakang untuk mengembangkan

kompetensi mereka.

Hullah (2012: 11) Kompetensi sumber daya manusia adalah kemampuan

seseorang suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan

fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan

efisien. Kompetensi sumber daya manusia untuk mengukur kemampuan

perangkat desa dalam melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk

mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai

kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran

(outputs) dan hasil-hasil (outcomes).

Dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana desa yang

Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjelaskan bahwa

pemerintah desa harus menyampaikan laporan pertanggung jawaban realisasi

pelaksanaan APBDesa kepada Walikota/Bupati setiap akhir tahun anggaran

berupa laporan keuangan yang merupakan media bagi pemerintah desa untuk
45

mempertanggung jawabkan kinerja keuangannya kepada publik. Pemerintah harus

mampu menyajikan laporan keuangan yang mengandung informasi keuangan

yang berkualitas. Jika pemerintah desa terlambat atau tidak menyampaikan

laporan keuangan kepada Walikota/Bupati maka akan berdampak pada

penyaluran dana desa. Dalam peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dijelaskan bahwa laporan keuangan yang

berkualitas memenuhi karakteristik yang relevan, andal, dapat dibandingkan dan

dapat dipahami.

Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, pemerintah desa harus

memiliki sumber daya manusia yang kompeten, yang didukung dengan latar

belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan,

mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Hal tersebut diperlukan untuk

menerapkan sistem akuntansi yang ada. Sumber Daya Manusia (SDM) yang

kompeten tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik.

Kegagalan sumber daya manusia pemerintah Daerah dalam memahami dan

menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan

yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan

pemerintah.

Sumber daya manusia sebagai kesatuan tenaga manusia yang ada dalam

suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan yang ada

(Matindas, 2002). Sedangkan kualitas sumber daya manusia memiliki tingkat

pengetahuan (knowladge), kemampuan (skill) dan kemauan (ability) yang dapat


46

ditunjukkan oleh sumber daya manusia yang baik terhadap kualitas kinerja yang

dihasilkan (Ruky, 2003).

Kualitas sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan kemampuan

sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pekerjaan, yang menjadi faktor utama untuk

mewujudkan pencapaian kinerja unit kerja pemerintah secara maksimal. Semakin

tinggi kompetensi yang dimiliki oleh seseorang semakin mudah menyelesaikan

berbagai macam tuntutan pekerjaan.

2.1.11 Pengawasan

Siagian (1990:107) Pengawasan merupakan sebuah proses pengamatan

daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya

semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang

telah ditentukan.

Winardi (2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya melihat

sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga

mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan

yang sesuai dengan apa yang direncanakan.

Anggraeni (2014: 7) Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik

untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem

umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang

telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan,

serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin


47

bahwa sumber data organisasi atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan

seefisien mungkin guna mencapai tujuan organisasi atau pemerintahan.

Menurut Sujamto (1996) “Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan

untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan

tugas dan kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak”. Dari

pengertian di atas, pengawasan mempunyai kewenangan yang lebih “forcefull”

terhadap objek yang dikendalikan,atau objek yang diawasi. Dalam pengendalian

kewenangan untuk mengadakan tindakan konkrit itu sudah terkandung di

dalamnya, sedangkan dalam pengertian pengawasan tindakan korektif merupakan

proses kelanjutan.

Pengawasan merupakan pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan aturan

aturan dan kewenangan yang berlaku. Pengawasan sangat penting untuk menilai

apakah anggaran yang digunakan sebagai mana mestinya sesuai dengan

perencanaan yang telah ditentukan. Pola pengawasan terhadap pengelolaan

keuangan desa sesuai dengan Permendagri No. 20 Tahun 2018 Tentang

Pengelolaan Keuangan Desa bahwa pemerintah daerah dalam hal ini inspektorat

kabupaten wajib memberikan pembinaan dan pengawasan guna terkendalinya

pengelolaan keuangan yang akuntabel.

Dari seluruh pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada

dasarnya kontrol pemerintah pusat kepada daerah adalah sangat kuat, sehingga

pelaksanaan otonomi daerah tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini terjadi

karena adanya pandangan perspektif yang berbeda, di satu pihak pemerintah pusat

ingin agar daerah tetap menjadi subordinasinya dan adanya kekhawatiran


48

terjadinya disintegrasi bangsa serta keinginan daerah untuk melaksanakan dan

mengelola pemerintah daerah sesuai dengan aspirasi masyarakat secara mandiri di

lain pihak.

Selama ini mekanisme pertanggungjawaban pengelolaan keuangan oleh

Kepala Desa dilakukan oleh BPD, kemudian dilaporkan kepada Bupati. BPD

mempunyai kewenangan pengawasan yang cukup besar, karena mereka mewakili

rakyat. Pengawasan memang seharusnya dilakukan terus-menerus secara preventif

dan represif melalui struktur hierarkhi organisasi yang jelas, dengan

kebijaksanaan tertulis, pencatatan atau hasil kerja secara tepat guna dan tepat

waktu sehingga pelaksanaan tugas berjalan sesuai rencana.

Untuk mengetahui penerapan prinsip akuntabilitas pengelolaan keuangan

desa, pintu yang paling efektif adalah melalui pengawasan sehingga mulai dari

tahap perencanaan sampai dengan pasca kegiatan dapat berjalan efektif.

Sedangkan pengawasan dilaksanakan dalam suatu proses dimana

pelaksanaan melalui tahapan-tahapan tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat

Manullang (1991) yang menyatakan bahwa : “Proses pengawasan dimanapun juga

atau pengawasan yang berobyek apapun terdiri dari fase sebagai berikut :

a. Menetapkan alat ukur (standard)

b. Mengadakan penilaian (evaluatif)

c. Mengadakan tindakan perbaikan (corrective action)”.

Penetapan alat ukur diperlukan untuk membandingkannya dan menilai

apakah kegiatan-kegiatan sudah sesuai dengan rencana, pedoman, kebijaksanaan


49

serta peraturan. Pengukuran pelaksanaan dan perbandingannya berupa kegiatan

penilaian terhadap hasil yang nyatanyata dicapai melalui perbandingan terhadap

apa yang seharusnya dicapai sesuai dengan tolok ukur yang telah ditentukan.

Sedangkan tindakan perbaikan berupa penyesuaian terutama penyesuaian terhadap

kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan serta dengan pemberian bimbingan atau

sanksi.

Sebagai bagian dari aktivitas dan tanggung jawab, sasaran pengawasan

adalah mewujudkan dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, rasionalitas dan

ketertiban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas.

Menurut LAN (2000) hasil pengawasan harus dijadikan bahan untuk:

a. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,penyelewengan,

pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban;

b. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan,penyelewengan,

pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban tersebut;

c. Mencari cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik untuk

mencapai tujuan dan melaksanakan tugas-tugas organisasi.

2.1.12 Sistem Pengendalian Internal


50

Mulyadi (2013:164) Sistem pengendalian internal adalah meliputi struktur

organisasi, metode dan ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan

organisasi, mengecek ketelitian dan kenadalan data akuntasi, mendorong efisiensi

dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

Amin Widjaja Tunggal (2010:195) Sistem pengendalian Internal adalah

suatu proses yang dijalankan oleh Dewan Komisaris, Manajemen, Personal entitas

lain yang didesain untuk memberikan keyanikan memadai tentang pencapaian tiga

golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan (b) Efektifitas dan

efisiensi operasi, dan (c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Sedangkan dalam pemerintahan, sistem pengedalian internal pemerintah di

Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) Sistem Pengendalian Internal

pemerintah didefinisikan sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan

yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk

memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui

kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan

aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Menurut PP 60 Tahun 2008, Unsur Sistem Pengendalian Internal

Pemerintah (SPIP) terdiri atas unsur:

a. Lingkungan Pengendalian

Pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara

lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif


51

untuk penerapan sistem pengendalian internal dalam lingkungan kerjanya

melalui:

1) Penegakan integritas dan nilai etika.

2) Komitmen terhadap kompetensi.

3) Kepemimpinan yang kondusif.

4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan.

5) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat.

6) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan

sumber daya manusia.

7) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif.

8) Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

9) Penilaian risiko.

b. Penyelenggaran Kegiatan Pengendalian

Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurang kurangnya memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1) Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi

pemerintah.

2) Kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko.

3) Kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus

instansi pemerintah.

4) Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis.

5) Prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan

secara tertulis.
52

6) Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa

kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.

c. Penilaian Risiko

Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan penilaian risiko terdiri

atas: identifikasi risiko dan analisis risiko, pimpinan instansi pemerintah

menetapkan penilaian risiko dalam rangka tujuan instansi pemerintah yaitu

memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis,

dan terikat waktu kemudian wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.

Tujuan instansi pemerintah dapat terwujud apabila pimpinan instansi

pemerintah menetapkan strategi operasional yang konsisten, strategi

manajemen terintegrasi, rencana penilaian risiko, dan tujuan pada tingkatan

kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

d. Informasi dan komunikasi

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan

mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.

Komunikasi atas informasi sebagaimana dimaksud wajib diselenggarakan

secara efektif, untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif, pimpinan

instansi pemerintah harus sekurang-kurangnya:

1) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi.

2) Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara

terus menerus.
53

e. Pemantauan pengendalian internal

Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan sistem

pengendalian internal. Pemantauan sistem pengendalian internal dilaksanakan

melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut

rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.

2.2. Penelitian Terdahulu

Siti Umairah dan Adnan (2019) menguji Pengaruh Partisipasi Masyarakat,

Kompetensi Sumber Daya Manusia, dan Pengawasan Terhadap Akuntabilitas

Pengelolaan Dana Desa. Hasilnya menunjukan bahwa pengaruh partisipasi

masyarakat, kompetensi sumber daya manusia, dan pengawasan, berpengaruh

positif terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa di Pemerintahan Desa

Kabupaten Aceh Barat Daya.

Arif Widyatama, Lola Novita, dan Diarespati (2017) menguji Pengaruh

Kompetensi dan Sistem Pengendalian Internal Terhadap Akuntabilitas

Pemerintahan Desa dalam Mengelola Alokasi Dana Desa (ADD). Hasil

menunjukkan bahwa kompetensi aparatur dari Pemerintah Desa secara signifikan

tidak memengaruhi akuntabiitas pengelolaan keuangan Alokasi Dana Desa

(ADD), dan sistem pengendalian aparatur dari Pemerintah Desa secara signifikan

mempengaruhi akuntabilitas pengelolaan keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) di

Pemerintahan Desa Kabupaten Sigi.

Elii Budi Santoso (2016) menguji Pengaruh Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Kompetensi Sumber Daya


54

Manusia Terhadap Akuntabilitas Keuangan Daerah. Hasil menunjukkan bahwa

sistem pengendalian intern pemerintah dan pemanfaatan teknologi informasi

berpengaruh positif tidak signifikan terhadap akuntabilitas keuangan daerah,

sedangkan kompetensi sumber daya manusia berpengaruh positif signifikan

terhadap akuntabilitas keuangan daerah.

Nurkhasanah (2019) menguji Pengaruh Kompetensi Aparatur, Partisipasi

Masyarakat, dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Akuntabilitas

Pengelolaan Dana Desa. Hasil menunjukkan bahwa Kompetensi Aparatur dan

Partisipasi Masyarakat berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

akuntabilitas pengelolaan dana. Sedangkan Pemanfaatan Teknologi Informasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa.

Nur Ida Yesinia, Norita Citra Yuliarti, dan Dania Puspita Sari (2018)

menguji Analisis Faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi

Dana Desa. Hasilnya menunjukan bahwa peran perangkat desa, dan sistem

pengendalian internal, berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan

alokasi dana desa di Pemerintahan Desa Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten

Lumajaga.

Dwi Sapartiningsih, Suharno, dan Djoko Kristianto (2018) menguji

Analisis Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi

Informasi, Partisipasi Penganggaran, dan Pengawan Terhadap Akuntabilitas

Pengelolaan Dana Desa. Hasil menunjukkan bahwa kompetensi sumber daya

manusia, pemanfaatan teknologi informasi, partisipasi pengganggaran, dan


55

pengawasan, berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa di

Pemerintah Desa di Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen.

Muhammad Rosydi (2018) menguji Pengaruh Transparansi, Kompetensi,

dan Sistem Pengendalian Internal Terhadap Akuntabilitas Pemerintah Desa Dalam

Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Hasil menunjukkan bahwa transparansi,

kompetensi, dan sistem pengendalian internal berpengaruh signifikan terhadap

akuntabilitas pemerintah desa dalam pengelolaan alokasi dana desa.

Perdana (2018) menguji Pengaruh Kompetensi Aparat Pengelola Dana

Desa, Komitmen Organisasi Pemerintah Desa, Partisipasi Masyarakat, dan

Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa

Di Kabupaten Bantul. Hasil menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat, dan

pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan

dana desa, sedangkan kompetensi aparat pengelola dana desa, dan komitmen

organisasi pemerintah desa tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan

dana desa.

Suci Atiningsih (2019) menguji Pengaruh Kompetensi Aparatur Pengelola

Dana Desa, Partisipasi Masyarakat, dan Sistem Pengendalian Internal Terhadap

Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Hasil menunjukkan bahwa Kompetensi

Aparatur Pengelola Dana Desa, Partisipasi Masyarakat, dan Sistem Pengendalian

Internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan

dana desa.
56

Tabel 2.1

Daftar Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Variabel


No Hasil Penelitian
(Tahun) Penelitia Penelitian
1. Siti Umairah Pengaruh Partisipasi Dependen : Partisipasi
dan Adnan Masyarakat, Akuntabilitas masyarakat,
(2019) Kompetensi Sumber Pengelolaan Dana kompetensi sumber
Daya Manusia, dan Desa. daya manusia, dan
Pengawasan Independen: pengawasan,
Terhadap Partisipasi Masyarakat, berpengaruh positif
Akuntabilitas Kompetensi Sumber terhadap
Pengelolaan Dana Daya Manusia, dan akuntabilitas
Desa. Pengawasan pengelolaan dana
desa
2. Arif Pengaruh Kompetensi Dependen : Kompetensi secara
Widyatama, dan Sistem Akuntabilitas signifikan tidak
Lola Novita, Pengendalian Internal Pemerintahan Desa memengaruhi
dan Diarespati Terhadap dalam Mengelola akuntabiitas
(2017) Akuntabilitas Alokasi Dana Desa pengelolaan
Pemerintahan Desa (ADD) keuangan Alokasi
dalam Mengelola Independen : Dana Desa (ADD),
Alokasi Dana Desa Pengaruh Kompetensi dan sistem
(ADD) dan Sistem pengendalian
Pengendalian Internal. aparatur dari
Pemerintah Desa
secara signifikan
mempengaruhi
akuntabilitas
pengelolaan
keuangan Alokasi
Dana Desa (ADD)
3. Elii Budi Pengaruh Sistem Dependen : Sistem pengendalian
Santoso Pengendalian Intern Akuntabilitas intern pemerintah dan
(2016) Pemerintah, Pengelolaan Keuangan pemanfaatan
Pemanfaatan Daerah. teknologi informasi
Teknologi Informasi Independen : berpengaruh positif
dan Kompetensi Sistem Pengendalian tidak signifikan
Sumber Daya Intern Pemerintah, terhadap akuntabilitas
Manusia Terhadap Pemanfaatan Teknologi keuangan daerah,
Akuntabilitas Informasi dan sedangkan
Pengelolaan Kompetensi Sumber kompetensi sumber
Keuangan Daerah Daya Manusia. daya manusia
berpengaruh positif
57

signifikan terhadap
akuntabilitas
keuangan
pengelolaan daerah.
4. Nurkhasanah Pengaruh Dependen : Kompetensi Aparatur
(2019) Kompetensi Akuntabilitas dan Partisipasi
Aparatur, Partisipasi Pengelolaan Dana Desa. Masyarakat
Masyarakat, dan Independen : berpengaruh positif
Pemanfaatan Kompetensi Aparatur, dan tidak signifikan
Teknologi Informasi Partisipasi Masyarakat, terhadap akuntabilitas
Terhadap dan Pemanfaatan pengelolaan dana.
Akuntabilitas Teknologi Informasi. Sedangkan
Pengelolaan Dana Pemanfaatan
Desa. Teknologi Informasi
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap akuntabilitas
pengelolaan dana
desa.
5. Nur Ida Analisis Faktor yang Dependen : Peran perangkat desa,
Yesinia, Mempengaruhi Akuntabilitas dan sistem
Norita Citra Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi pengendalian
Yuliarti, dan Pengelolaan Alokasi Dana Desa internal, berpengaruh
Dania Puspita Dana Desa Independen : Peran positif terhadap
Sari (2018) perangkat desa, dan akuntabilitas
sistem pengendalian pengelolaan alokasi
internal. dana desa.
6. Dwi Analisis Pengaruh Dependen : Kompetensi sumber
Sapartiningsih Kompetensi Sumber Akuntabilitas daya manusia,
, Suharno, dan Daya Manusia, Pengelolaan Dana pemanfaatan
Djoko Pemanfaatan Desa. teknologi informasi,
Kristianto Teknologi Informasi, Independen : partisipasi
(2018) Partisipasi Kompetensi Sumber pengganggaran, dan
Penganggaran, dan Daya Manusia, pengawasan,
Pengawan Terhadap Pemanfaatan Teknologi berpengaruh positif
Akuntabilitas Informasi, Partisipasi terhadap
Pengelolaan Dana Penganggaran akuntabilitas
Desa. pengelolaan dana
desa.
7. Muhammad Pengaruh Dependen : Transparansi,
Rosydi (2018) Transparansi, Akuntabilitas kompetensi, dan
Kompetensi, dan Pemerintah Desa sistem pengendalian
Sistem Pengendalian Dalam Pengelolaan internal berpengaruh
Internal Terhadap Alokasi Dana Desa. signifikan terhadap
Akuntabilitas Independen : akuntabilitas
Pemerintah Desa Transparansi, pemerintah desa
58

Dalam Pengelolaan Kompetensi, dan dalam pengelolaan


Alokasi Dana Desa. Sistem Pengendalian alokasi dana desa.
Internal
8. Perdana (2018) Pengaruh Dependen : Partisipasi
Kompetensi Aparat Akuntabilitas masyarakat, dan
Pengelola Dana Pengelolaan Dana Desa pemanfaatan
Desa, Komitmen Independen : teknologi informasi
Organisasi Kompetensi Aparat berpengaruh terhadap
Pemerintah Desa, Pengelola Dana Desa, akuntabilitas
Partisipasi Komitmen Organisasi pengelolaan dana
Masyarakat, dan Pemerintah Desa, desa, sedangkan
Pemanfaatan Partisipasi Masyarakat, kompetensi aparat
Teknologi Informasi dan Pemanfaatan pengelola dana desa,
Terhadap Teknologi Informasi. dan komitmen
Akuntabilitas organisasi pemerintah
Pengelolaan Dana desa tidak
Desa Di Kabupaten berpengaruh terhadap
Bantul. akuntabilitas
pengelolaan dana
desa.
9. Suci Atiningsih Pengaruh Dependen : Kompetensi Aparatur
(2019) Kompetensi Aparatur Akuntabilitas Pengelola Dana Desa,
Pengelola Dana Pengelolaan Dana Desa. Partisipasi
Desa, Partisipasi Independen : Masyarakat, dan
Masyarakat, dan Kompetensi Aparatur Sistem Pengendalian
Sistem Pengendalian Pengelola Dana Desa, Internal berpengaruh
Internal Terhadap Partisipasi Masyarakat, positif dan signifikan
Akuntabilitas dan Sistem terhadap akuntabilitas
Pengelolaan Dana Pengendalian Internal pengelolaan dana
Desa. desa.
Sumber : Data Olahan (2019)

2.3. Kerangka Pemikiran Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan

Keungan Desa

Partisipasi masyarakat ialah keterlibatan masyarakat dalam proses

mengindentifikasikan masalah dan potensi yang dimiliki masyarakat, dan


59

mengambil putusan mengenai alternatif solusi untuk penanganan masalah,

melaksanakan cara mengatasi masalah serta keterlibatan masyarakat dalam

pengevaluasian perubahan yang terjadi (Adi, 2007:27)

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa dapat berupa

keikutsertaan masyarakat dalam membangun desa. Partisipasi ini yang berupa

keikutsertaan masyarakat dari kegiatan yang dilakukan pemerintah atau institusi

dalam mengelola atau menggunakan anggaran sesuai dengan kepentingan

masyarakat. Masyarakat sebagai prinsipal secara otomatis harus memantau dan

menilai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (Riyanto, 2015).

Terdapat dimensi responsiveness atau responsif pada akuntabilitas

pengelolaan keuangan desa. Responsif ini dimaksudkan untuk memperoleh

tanggapan dari masyarakat untuk menilai kegiatan maupun kinerja dari

pemerintah dalam hal kesesuaian dengan harapan atau permintaan masyarakat

(Setiyono, 2014). Dimensi responsif ini sangat berhubungan dengan keterlibatan

masyarakat dimana masyarakat harus memberikan tanggapan atau masukan dalam

hal meningkatkan pembangunan dan pengambilan keputusan untuk kedepannya.

Akuntabilitas menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk

kesejahteraan dan keberlangsungan pembangunan. Keputusan yang akan diambil

oleh aparatur pemerintah haruslah melibatkan masyarakat, hal ini sejalan dengan

teori partisipasi yang menjelaskan bahwa masyarakat harus terlibat secara

langsung dalam proses pemerintahan dan pengambilan keputusan (Handayani,

2006), dari teori tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat dapat memberikan

tanggapan kepada keputusan pemerintah agar dalam pengelolaan dan penggunaan


60

keuangan desa tidak terjadi penyalahgunaan atau penyelewengan, dan juga agar

pemerintah lebih terbuka dalam mempertanggungjawabkan segala kegaiatannya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Mada, et al,. 2017); (Karimah, 2014);

(Arifiyanto dan Kurrohman, 2017) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat

berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa. Berdasarkan

uraian diatas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:

H1 : Partisipasi Masyarakat berpengaruh terhadap Akuntabilitas

Pengelolaan Keungan Desa

2.3.2 Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Akuntabilitas

Pengelolaan Keuangan Desa

Menurut Sumarsono (2003) sumber daya manusia merupakan kualitas

usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam jangka waktu yang telah ditentukan

agar menghasilkan barang atau jasa. Sedangkan kompetensi merupakan

kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas

dalam pekerjaannya, yang mana kemampuannya tersebut terdiri dari faktor

kemampuan intelektual dan fisik (Robbin, 2007:38).

Kompetensi sumber daya manusia adalah “kemampuan seseorang suatu

organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi

atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien (Hullah,

2012: 11). Kompetensi sumber daya manusia harus dilihat sebagai kemampuan

untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan

hasil-hasil (outcomes). Sumber daya manusia mencakup: pendidikan, pengalaman


61

kerja, pelatihan. Hal ini berarti semakin bagus kualitas kompetensi sumber daya

manusia, maka semakin bagus pula akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan

desa. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilihat dari latar belakang

pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, keterampilan yang dinyatakan dalam

pelaksanaan tugas dan deskripsi jabatan (Mathis, 2002).

Berkaitan dengan keuangan desa tentu saja sumber daya manusia yang

memumpuni sangat diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa serta

pertanggungjawabannya. Jika aparatur desa berkompeten dalam mengelola

keuangan desa tentu saja akan meningkatkan akuntabilitas dari pengelolaan

keuangan desa tersebut. Sebaliknya jika aparatur desa tidak memiliki sumber daya

yang memadai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tentu saja akuntabilitas

tidak akan tercapai. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2014),

Megawati (2015) serta Sugiarti dan Yudianto (2017) menyatakan bahwa

kompetensi sumber daya manusia berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas

pengelolaan dana desa. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipotesis

yaitu:

H2 : Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh terhadap Akuntabilitas

Pengelolaan Keuangan Desa

2.3.3 Pengaruh Pengawasan Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan

Desa

Pengawasan merupakan proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh

aktivitas organisasi untuk memastikan supaya seluruh tugas yang dilaksanakan


62

sesuai dengan perencanaan (Siagian, 2002). Tercapainya prinsip akuntabilitas

dalam pengelolaan keuangan desa dapat diketahui melalui pengawasan mulai dari

tahap perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban. Sehingga setiap proses

dalam mengelola keuangan desa sangat dibutuhkan pengawasan agar pengelolaan

terlaksana secara efektif dan terhindar dari penyalahgunaan.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan

dicapai. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat

dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauh mana pelaksanaan kerja sudah

dilaksanakan, sejauh mana kebijakan pimpinan dijalankan, dan sampai sejauh

mana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut (Sarinah,

2017).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, untuk menerapkan

prinsip akuntablilitas, pengawasan digunakan sebagai jalan alternatif dan cara

yang paling efektif karena pengawasan sewaktu – waktu dapat mengkoreksi

pekerjaan atau kegiatan tersebut muali dari tahap perencanaan sampai laporan

pertanggungjawaban apabila kegiatan tersebut tidak sesuai dengan rencana.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sapartiningsih, Suharno, dan

Djoko Kristianto (2018) menyatakan bahwa pengawasan berpengaruh signifikan

terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa. Berdasarkan uraian diatas maka

dapat diperoleh hipotesis yaitu:


63

H3 : Pengawasan berpengaruh terhadap Akuntabilitas Pengelolaan

Keuangan Desa.

2.3.4 Pengaruh Sistem Pengendalian Internal Terhadap Akuntabilitas

Pengelolaan Keuangan Desa

Pengendalian internal adalah sistem atau prosedur yang ada dalam suatu

organisasi untuk menjaga proses kegiatan operasi sesuai dengan kebijakan yang

telah ditetapkan guna pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Pengendalian

internal adalah rencana organisasi dan metode yang digunakan untuk menjaga dan

melindungi aktiva dan menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya,

(Aikins 2011).

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian

Internal pemerintah (SPIP) mendefinisikan sistem pengendalian internal

pemerintah adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang

dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk

memberikan keyakinan yang menandai atas tercapainya tujuan organisasi melalui

kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan

asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan.

Penyelenggaraan kegiatan dalam suatu pemerintah mulai dari perencanaan,

pelaksanaan pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban harus dilaksanakan

secara tertib, terkendali serta efesien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu

sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan

pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan
64

efektif, melaporkan pengelolaan keuangan secara andal, mengamankan aset dan

mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan. Sistem ini dikenal

sebagai Sistem Pengendalian Internal (Mahmudi, 2010: 20).

Menurut Weygandt dkk (2005) mengungkapkan bahwa: “Jika suatu

pengendalian internal telah ditetapkan maka semua operasi, sumber daya fisik,

dan data akan dimonitor serta berada di bawah kendali, tujuan akan tercapai,

risiko menjadi kecil, dan informasi yang dihasilkan akan lebih berkualitas.

Dengan ditetapkannya pengendalian internal dalam sistem akuntansi, maka sistem

akuntansi akan menghasilkan informasi akuntansi yang lebih berkualitas (tepat

waktu, relevan, akurat, dan lengkap), dan dapat diaudit (Auditabel).

Maka semakin tinggi atau efektif dan efisien sistem pengendalian internal

akan dapat meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa pada

pemerintahan desa tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yustika

Rezkiyanti (2018) menyatakan bahwa Sistem Pengendalian Internal berpengaruh

signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa. Berdasarkan uraian

diatas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:

H4 : Sistem Pengendalian Internal berpengaruh terhadap Akuntabilitas

Pengelolaan Keuangan Desa.


65

2.4 Model Penelitian

Gambar 2.4

Model Penelitian

Partisipasi Masyrakat
(X1)

Kompetensi Sumber
Daya Manusia Akuntabilitas
(X2) Pengelolaan Keuangan
Desa
Pengawasan (Y)
(X3)
Variabel Dependen
Sistem Pengendalian
Internal
(X4)
Variabel Independen

Anda mungkin juga menyukai