Fraktur
Fraktur
Fraktur
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Kebanyakan kasus nyeri karena fraktur
sekarang di akibatkan oleh tinggainya angka kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang di
akibatkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan alat-alat yang
memenuhi standar keselamatan dalam berkendaraan. Seperti menggunakan helm yang
standar untuk pengendara sepeda motor dan menggunakan sabuk pengaman untuk
pengendara mobil. Klien dengan fraktur femur datang dengan nyeri tekan akut,
pembengkakan nyeri saat bergerak dan spasme otot. Mobilitas atau kemampuan fisik klien
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari perubahan dan klien perlu belajar
bagaimana menyesuaikan aktivitas dan lingkungan untuk mengakomodasikan diri dengan
menggunakan alat bantu dan bantuan mobilitas.
Berdasarkan data-data tersebut di atas maka kelompok kami tertarik untuk membahas
kasus fraktur khususnya Fraktur Femur 1/3 Sinistra dan juga untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah KMB dalam praktek klinik di Ruang Lantai V Bedah Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran umum mengenai fraktur meliputi konsep dasar
(anatomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, patoflow, manifestasi klinis,
komplikasi, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan medis), asuhan keperawatan
secara teori (pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi),
tinjauan kasus dan pembahasan kasus.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
a. Memahami konsep dasar dari “Fraktur Femur 1/3 distal Sinistra”
1
b. Melakukan pengkajian pada klien dengan “Fraktur Femur 1/3 distal Sinistra”
c. Menentukan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan “Fraktur Femur 1/3
distal Sinistra”.
d. Menyusun rencana tindakan keperawatan dalam perawatan klien dengan “Fraktur
Femur 1/3 distal Sinistra”
e. Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan yang telah
disusun pada klien dengan “Fraktur Femur 1/3 distal Sinistra”
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah di implementasikan pada klien
dengan “Fraktur Femur 1/3 distal Sinistra”.
C. Ruang Lingkup
Dalam menulis makalah ini Kami membahas mengenai Konsep Dasar (Anatomi
Fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, patoflow, manifestasi klinis, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis), asuhan keperawatan serta studi kasus
mengenai klien dengan “Fraktur Femur 1/3 distal sinistra”.
D. Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ini Kami menggunakan metode deskriptif. Adapun tenik
pengumpulan data dan informasi dalam penyusunan makalah ini adalah studi kepustakaan
dengan menggunakan literatur untuk memperoleh materi-materi yang bersifat teoritis dan
studi kasus dengan mengambil data langsung pada klien mengalami “Fraktur Femur 1/3
distal Sinistra” guna menyempurnakan makalah ini.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini tersusun secara sistematis yang terdiri atas 5 bab yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2
2. Tujuan Khusus
C. Ruang Lingkup
D. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Anatomi Fisiologi
2. Definisi Fraktur
3. Berbagai jenis fraktur
4. Etiologi
5. Manifestasi klinis
6. Tahap pembentukan tulang
7. Patofisiologi
8. Patoflow
9. Komplikasi
10. Pemeriksaan Penunjang
11. Penatalaksanaan Medis
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Evaluasi
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Perencanaan
D. Implementasi
E. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
3
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
4
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengukur
pergerakan. Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai
bentuk untuk memperoleh fungsi sistem muskuloskeletal yang optimum. Aktivitas gerak
tubuh manusia tergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal unit-unit
neuromuskular yang menggerakkannya. Elemen-elemen tersebut juga berinteraksi untuk
mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, ligamen, rawan sendi dan
tulang saling bekerjasama dibawah kendali sistem saraf agar fungsi tersebut dapat
berlangsung dengan sempurna.
a. Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-
alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh metabolisme kalsium, mineral dan organ
hemopoetik.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan
jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu
kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah
kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegangan tinggi pada tulang. Materi
organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
1) Bagian-bagian dari tulang panjang yaitu:
a) Diafisis ( batang )
Merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk silinder, bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
b) Metafisis
Adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekula atau spongiosa yang
mengandung, sumsum merah.metafisis juga menopang sendi dan
menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon pada epifisis.
c) Epifisis
Lempeng epifisis adalah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak.
Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang
letaknya dekat dengan sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis
5
sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi
oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yaitu: yang mengandung sel-sel
yang berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal
tulang panjang. Pada tulang epifisis terdiri dari 4 zone, yaitu:
Daerah sel istirahat
Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat dengan epifisis
Zona proliferasi
Pada zona ini terjadi pembelahan sel, dan disinilah terjadi pertumbuhan
tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong ke arah batang tulang, ke
dalam daerah hipertropi.
Daerah hipertropi
Pada daerah ini, sel-sel membengkak, menjadi lemah dan secara metabolik
menjadi tidak aktif.
Daerah kalsifikasi provisional
Sel-sel mulai menjadi keras dan menyerupai tulang normal.
Bila daerah proliferasi mengalami pengrusakan, maka pertumbuhan
dapat terhenti dengan retardasi pertumbuhan longitudinal anggota gerak
tersebut atau terjasi deformitas progresif bila terjadi hanya sebagian dari
lempeng tulang yang mengalami kerusakan berat.
Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari komponen
matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non
kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari:
Osteoblas
Sel tulang yang bertagunag jawab terhadap proses formasi tulang, yaitu;
berfungsi dalam sintesis matrik tulang yang disebut osteoid, suatu
komponen protein dalam jaringan tulang. Selain itu osteoblas juga
berperan memulai proses resorpsi tulang dengan cara memebersihkan
permukaan osteoid yang akan diresorpsi melalui berbagai proteinase netral
yang dihasilkan. Pada permukaan osteoblas, terdapat berbagai reseptor
permukaan untuk berbagai mediator metabolisme tulang, termasuk
6
resorpsi tulang, sehingga osteoblas merupakan sel yang sangat penting
pada bone turnoven.
Osteosit
Sel tulang yang terbenam didalam matriks tulang. Sel ini berasal dari
osteoblas, memilliki juluran sitoplasma yang menghubungkan antara satu
osteosit dengan osteosit lainnya dan juga dengan bone lining cell di
permukaan tulang. Fungsi osteosit belum sepenuhnya diketahui, tetapi
diduga berperan pada trasmisi signal dan stimuli dari satu sel ke sel
lainnya. Baik osteoblas maupun osteosit berasal dari sel mesenkimal yang
terdapat di dalam sumsum tulang, periosteum dan mungkin endotel
pembuluh darah. Sekali osteoblas mensintesis osteosid, maka osteoblas
akan berubah menjadi osteosit dan terbenam di dalam osteoid yang
disintesisnya.
Osteoklas
Sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi tulang. Pada
tulang trabekular osteoklas akan membentuk cekungan pada permukaan
tulang yang aktif yang disebut: lakuna howship. Sedangkan pada tulang
kortikal, osteoklas akan membentuk kerucut sedangkan hasil resorpsinya
disebut: cutting cone, dan osteoklas berada di apex kerucut tersebut.
Osteoklas merupakan sel raksasa yang berinti banyak, tetapi berasal dari
sel hemopoetik mononuklear.
7
2) Faktor pertumbuhan osteogenik:
a) Hormon pertumbuhan (GH)
Hormon ini mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap
osteoblas untuk meningkatkan remodeling tulang dan pertumbuhan tulang
endokondral. Efek langsungnya yaitu: dengan melalui interaksi reseptor GH
pada permukaan osteoblas, sedangkan efek tidak langsungnya melalui
produksi insulin like growth faktor-1 (IGF)
b) TGF β
Merupakan polipeptida dengan BM 25.000. TGF β
berfungsimenstimulasi replikasi proteoblas, sintesis kolagen dan resorpsi
tulang dengan cara menginduksi opoptosis osteoklas.
c) Fibroblas Growth Faktor (FGF)
8
FGF 1 dan 2 adalah polipeptida dengan BM 17000 yang berperan
pada neovaskulrisasi, penyembuhan luka dan resorpsi tulang. FGF 1 dan 2
akan merangsang replikasi sel tulang sehingga populasi sel tersebut
meningkat dan memungkinkan tejadinya sintesis kolagen tulang.
d) Platelet-Derived Growth Faktor (PDGF)
Merupakan polipeptida dengan BM 3000 dan pertama kali diisolasi
dari trombosit dan diduga berperan penting pada awal penyembuhan luka.
PDGF berfungsi merangsang replikasi sel dan sintesis kolagen tulang.
e) Vaskular Endotelial Growth Faktor (VEGF)
VEGF berperan sangat penting pada osifikasi endokondral. Semua
osifikasi endokondral, terjadi invasi pembuluh darah ke dalam eawan sendi
selama mineralisasi matriks, opoptosis kondrosit yang hipertropik, degenerasi
matriks dan formasi tulang
b) Hormon Pertumbuhan
GH tidak mempunyai efek langsung terhadap remodeling tulang,
tetapi melalui perangsangan IGF 1. Efek langsung GH pada formasi tulang
sangat kecil, karena sel-sel tulang hanya mengekpresiksn reseptor GH dalam
jumlah kecil.
c) Kalsitonin
Kalsitonin menyebabkan kontraksi sitoplasma osteoklas dan
pemecahan osteoklas menjadi sel mononuklear dan menghambat
pembentukan osteoklas.
9
d) Estrogen dan Androgen
Mempunyai peranan penting dalam maturasi tulang yang sedang
tumbuh dan mencegah kehilangan masa tulang. Reseptor estrogen pada sel-
sel tulang sangat sedikit diekspresikan sehingga sulit diperlihatkan efek
estrogen terhadap resorpsi dan formasi tulang. Eatrogen dapat menurunkan
resorpsi tulang secara tidak langsung melalui penurunan sintesis berbagai
sitokin, seperti IL-1, TNF-α, IL-6.
e) Hormon Tiroid
Berperan merangsang resorpsi tulang, hal ini akan menyebabkan
pasien hipertiroidisme akan disertai hiperkalsemia dan pasien pasca
menopouse yang mendapat supresi tiroid jangka panjang akan mengalami
osteopenia.
f) 1,25-dehidroksivitamin D [1,25 (OH)2 D]
Merupakan vitamin D aktif yang berperan menjaga hemostasis
kalsium dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium di usus dan mobilisasi
kalsium dan tulang pada keadaan kalsium yang adekuat.
Di tulang, 1,25 (OH)2 D akan menginduksi monositik stem cell di
sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi osteoklas. Setelah itu sel ini
kehilangan kemampuannya untuk bereaksi terhadap 1,25 (OH)2D.
Pada proses mineralisasi tulang 1,25 (OH)2 D berperan dalam
menjaga konsentrasi Ca dan P di dalam cairan ekstraseluler sehingga deposisi
kalsium hidroksiapatit pada matriks tulang akan berlangsung baik.
4) Penyembuhan tulang
Ada beberapa tahap dalam penyembuhan tulang, antara lain:
a) Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama
dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam
jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah
tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya
pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag.
10
Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung
beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b) Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendolan darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi dan invasi fibroblas dan osteoblast, yang akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patah
tulang. Terbentuknya jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid) dari
periosteum tampak pertumbuhan melingkar.
c) Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan dan tulang serat imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan pengrusakan tulang dan pergeseran
tulang. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrosa.
d) Osifikasi
Pembentukan kalus mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus ditimbun
sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada patah tulang
orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3sampai 4 bulan.
e) Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan
mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,
tergantung beratnyamodifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan
pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan konselus, serta stress
fungsional pada tulang
11
5) Nama-nama tulang pada tubuh
1. Cranium (tengkorak)
2. Mandibula (tulang rahang)
3. Clavicula (tulang selangka)
4. Scapula (tulang belikat)
5. Sternum (tulang dada)
6. Rib (tulang rusuk)
7. Humerus (tulang pangkal lengan)
8. Vertebra (tulang punggung)
9. Radius (tulang lengan)
10. Ulna (tulang hasta)
11. Carpal (tulang pergelangan tangan)
12. Metacarpal (tulang telapak tangan)
13. Phalanges (ruas jari tangan dan jari kaki)
14. Pelvis (tulang panggul)
15. Femur (tulang paha)
16. Patella (tulang lutut)
17. Tibia (tulang kering)
12
18. Fibula (tulang betis)
19. Tarsal (tulang pergelangan kaki)
20. Metatarsal (tulang telapak kaki)
6) Gerakan Tulang
a) Fleksi adalah gerakan yang memperkecil sudut antara dua tulang atau dua
bagian tubuh.
Dorsofleksi adalah gerakan menekuk telapak kaki di pergelangan ke arah
depan
Plantar fleksi adalah gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan
kaki
b) Ekstensi adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang atau dua
bagian tubuh
Ekstensi adalah tubuh kembali ke posisi anatomis
Hiperekstensi mengacu pada gerakan yang memperbesar sudut pada
bagian-bagian tubuh melebihi 180o
c) Abduksi adalah gerakan tubuh menjauhi garis lurus tubuh
d) Aduksi adalah gerakan bagian tubuh saat kembali ke aksis utama tubuh atau
aksis longitudinal tungkai
e) Rotasi adalah gerakan tulang yang berputar di sekitar aksis pusat tulang itu
sendiri tanpa mengalami dislokasi lateral
Pronasi adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis, yang
mengakibatkan talapak tangan menghadap ke belakang
Supinasi adalah rotasi lateral lengan bawah yang mengakibatkan telapak
tangan mengahadap ke depan
f) Sirkumduksi adalah kombinasi dari semua gerakan angular dan berputar untuk
membuat ruang berbentuk kerucut, seperti saat mengayunkan lengan
membentuk putaran
g) Inversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak
kaki menghadap ke dalam atau medial
13
h) Eversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak
kaki menghadap ke arah luar
i) Protraksi adalah memajukan bagian tubuh seperti saat menonjolkan rahang
bawah ke depan
j) Retraksi adalah gerakan menarik bagian tubuh ke belakang seperti saat
meretraksi mandibula
k) Elevasi adalah pergerakan struktur ke arah superior, seperti saat mengatupkan
mulut dan mengangkat bahu
l) Depresi adalah menggerakkan suatu struktur ke arah inferior, seperti saat
membuka mulut
b. Sendi
Pengertian sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang
memungkinkan tulang itu bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu
sama lain.
Secara anatomik, sendi di bagi menjadi 3 yaitu:
a) Sinartrosis
Sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang berhubungan dapat
bergerak satu sama lain. Diantara tulan gyang saling bersambungan tersebut
terdapat jaringan yang dapat berupa jaringan ikat (sindesmosis), seperti: pada tulang
tengkorak, antara gigi dan rahang, dan antara radius dan ulna, atau dapat juga
dengan jaringan tulang rawan kondrosis) misalnya: persambungan antara os ilium,
os iskium dan os pubikum.
b) Diartrosis
Sambungan antara 2 tulang atau yang memungkinkan tulang-tulang
tersebut bergerak sama lain. Diantara tulang-tulang yang bersendi tersebut terdapat
rongga yang disebut kavum artikulare. Diartrosis disebut juga sendi sinovial. Sendi
ini tersusun atas bongol sendi (ligamentum). Berdasarkan bentuknya, diartrosis
dibagi menjadi:
Sendi peluru misalnya: persendian panggul, glenohumeral yang
memungkinkan gerakan bebas penuh.
14
Sendi engsel, memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan
contohnya pada persendian interfalang, humeroulnaris, lutut.
Sendi pelana, memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus.
Misalnya; persendian pada dasar ibu jari, karpometakarpal.
Sendi pivot yang memungkinkan rotasi untuk aktivitas, misalnya: persendian
antara radius dan ulna.
c) Amfiartrosis
Merupakan sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang saling
berhubungan dapat bergerak secara terbatas, misalnya: sendi sakroiliaka dan sendi-
sendi antara korpus vertebra
1) Rawan Sendi
Rawan sendi merupakan jaringan avaskuler dan juga tidak memiliki jaringan
saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh ke dalam sendi.
Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan
sendi
a) Kondrosit
Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik
b) Matriks rawan sendi
Terutama terdiri dari:
Air
Proteoglikan
Proteoglikan merupakan molekul yang kompeks yang tersusun atas inti
protein dan glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan yang menyusun
proteoglikan tersusun dari keratan sulfat, kondroitin-6-sulfat dan kondroitin-4-
sulfat. Bersama-sama dengan asam hialuronat, proteoglikan membentuk
agregat yang dapat menghisap air dan sekitarnya sehingga mengembang
sedemikian rupa dan membentuk bantalan yang sesuai fungsi rawan sendi.
15
Bagian proteoglikan yang melekat pada asam hialuronat adalah terminal-N dari
inti proteinnya yang mungkin berperan dengan matriks ekstraseluler lainnya.
Kolagen
Kolagen yang terdapat di dalam rawan sendi terutama adalah kolagen
tipe II. Kolagen tipe II tersusun dari 3 alpha yang membentuk gulungan tripel
heliks. Kolagen berfungsi sebagai kerangka bagi rawan sendi yang akan
membatasi pengembangan berlebihan agregat proteoglikan.
2) Membran Sinovial
Membran sinovial merupakan jaringan avaskuler yang melapisi permukaan
dalam kapsul sendi, tetapi tidak melapisi permukaan rawan sendi. Membran ini licin
dan lunak dan berlipat-lipat.
Walaupun banyak prmbuluh darah dan limfe di dalam jaringan subsinovial,
tetapi tidak satupun mencapai sinoviosit. Jaringan pembuluh darah ini berperan dalam
transfer konstituen darah ke dalam rongga sendi dan pembentuk cairan sendi.
Sel sinovisit terdiri dari 3 tipe yaitu:
a) Sinoviosit tipe A
Mempunyai banyak persamaan dengan makrofag, dan berfungsi
melepaskan debris-debris sel dan material khusus lainnya ke dalam rongga sendi
b) Sinovisit tipe B
Mempunyai banyak persamaan dengan fibroblas, berperan mensintesis dan
mengekresikan hialuronat yang merupakan zat aditif dalam cairan sendi dan
berperan dalam mekanisme lubrikasi, dan juga berperan memperbaiki kerusakan
sendi yang meliputi produksi kolagen dan melakukan proses remodeling.
c) Sel C
Sebagian sinovisit yang mempunyai ultrastruktur antara sel A dan sel B.
Sinovium dan kapsul sendi diinervasi oleh mekanoreseptor, pleksus saraf dan
ujung bebas bebas yang tidak dibungkus mielin. Ujung saraf ini merupakan
neuron aferen primer yang berfungsi sebagai saraf sensori dan memiliki
neuropeptida yang disebut substansi-P.
16
3) Cairan Sinovial
Karakteristik cairan sendi pada berbagai keadaan ditunjukan pada tabel berikut :
Grup I
Sifat cairan Non Grup II Grup III
Normal
sendi inflamasi Inflamasi Septik
Sel PMN(%)
< 25 <25 >50 >75
Kultur MO
Negatif Negatif Negatif positif
c. Otot
Otot merupakan jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan berkontraksi.
Adanya otot akan memungkinkan tubuh untuk menghasilkan suatu gerakan. Hampir
40% tubuh kita terdiri dari otot rangka yang berjumlah ± 500 otot, sedangkan otot
polos dan otot jantung hanya 10% saja.
17
1) Karakteristik otot
Setiap otot memiliki 4 karakteristik:
a) Iritabilitas
Otot mempunyai kemampuan untuk menerima dan merespon berbagai
jenis stimulus. Otot dapat merespon potensial aksi yang dialirkan oleh serabut
saraf menjadi stimulus elektrik yang dialirkan oleh serabut sarafmenjadi
stimulus elektrik yan gdialirkan secara langsung ke permukaan-permukaan
otot atau tendonnya.
b) Kontraktilitas
Apabila otot menerima stimulus otot memiliki kemampuan untuk
memendek.
c) Ekstensibilitas
Otot mampu memanjang baik pasif maupun aktif
d) Elastisitas
Setelah otot memendek atau memanjang, maka otot mampu kembali
pada kondisi normal atau istirahat baik dalam hal panjang atau bentuknya.
2) Tipe otot
Terdapat 3 jenis jaringan otot yaitu :
a) Otot Polos
Otot ini terdapat pada saluran cerna dan pembuluh darah dan diatur oleh
sistem saraf otonom
b) Otot Jantung
Otot yang terdapat di jantung dan diatur oleh sistem saraf otonom
c) Otot Lurik
Otot ini sebagian besar menempel ke tulang walaupun dalam jumlah
kecil menempel ke fascia, aponeurosis dan tulang rawan. Otot lurik
dikendalikan oleh kemauan
18
3) Struktur otot
Sel otot atau serabut otot rangka merupakan suatu silinder panjang dan
lurus mempunyai banyak inti. Serabut ini mempunyai diameter antara 0,01-0,1
mm dan panjangnya sampai 30 cm. Inti sel terdapat dalam sarkoplasma. Serabut
otot dikelilingi oleh selaput jaringan ikat yang disebut: endomisium. Serabut-
serabut otot ini akan membentuk fasikulus yang dibungkus oleh parimisium. Pada
sebagian besar otot, fasikulus-fasikulus ini terikat bersama-sama oleh epimisium
dan kadang-kadang bergabung dengan fascia. Setiap serabut otot rangka terdiri
dari ratusan miofibril. Miofibril merupakan kumpulan dari ribuan filamen miosin
dan filamen aktin. Miosin berwarna gelap dan tebal sedangkan akti tipis dan
terang.
19
sejumlah mo;ekun myosin, maka akan terjadi pemendekan otot.kepala miosin
yang melekat ini disebut cross bridge.
2. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita Selekta Kedokteran; 2000)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong,1998).
20
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditemukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner dan suddarth, 2001).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Sylvia Anderson Price. Lorraine Mc Carty Klilson, 1995).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis.
3) Derajat III:
a) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi
atas:
b) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka
21
c) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi massif
d) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak
22
3. Berbagai Jenis Fraktur
Fraktur femur dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur mempunyai insiden yang cukup tinggi di antara jenis-
jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter, subtrokanter, suprakondilus biasanya
memerlukan tindakan operatif.
b. Fraktur kolum femur
23
Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dengan posisi miring
dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalanan. Pada
trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita usia tua
yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis.
Fraktur kurang stabil bila arah sudut garis patah lebih besar dari 30 0 (tipe II
atau tipe III menurut Pauwel). Fraktur subkapital yang kurang stabil atau fraktur pada
pasien tua lebih besar kemungkinannya untuk terjadinya nekrosis avaskular.
(Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran; 2000)
4. Etiologi
a. Trauma
b. Gaya meremuk
c. Gerakan puntir mendadak
d. Kontraksi otot ekstrem
e. Keadaan patologis: osteoporosis, neoplasma
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
(Brunner, Suddarth; 2001)
24
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai
cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh
beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila
tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga
pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan
fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,
fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan
baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
(http://911medical.blogspot.com/
5. Manifestasi Klinis
26
dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrosa dan tulang rawan.
c. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrosa, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar
frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa
d. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun
sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan
e. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan). Tahap akhir dari perbaikan
patah tulang
7. Patofisiologi
Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari
yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari berbagai
peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat, puntiran, kontraksi
otot yang keras atau karena berbagai penyakit lain yang dapat melemahkan otot. Pada
dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, kedua
mekanisme tersebut adalah: Yang pertama mekanisme direct force dimana energi kinetik
akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur. Dan yang kedua adalah dengan
mekanisme indirect force, dimana energi kinetik akan disalurkan dari tempat tejadinya
tubrukan ke tempat dimana tulang mengalami kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi
pada titik atau tempat yang mengalami kelemahan.
Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah
sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan akan terjadi
pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot) terdekat.
Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung fraktur dengan bagian
27
dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang yang mati.
Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan
yang dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi,
eksudasi dari plasma dan leukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya. Proses ini
akan berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur tersebut.
8. Patoflow
imobilisasi
Gangguan
Body image
9. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Shock Hipovolemik/traumatik
Syok hipovolemik akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun
yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada berbagai fraktur termasuk fraktur femur. Karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah
besar sebagai akibat trauma. Penanganan meliputi mempertahankan volume
darah, mengurangi nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang
memadai dan melindungi pasien dari cedera lebih lanjut.
2) Emboli lemak
Fraktur tulang panjang, pelvis, fraktur multipel, cedera remuk (20-30 th)
30
- Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah (iskemi, cedera remuk, toksik jaringan)
Kompartemen terdiri dari otot, tulang, saraf dan pembuluh darah yang mengalami
fibrosis dan fasia.
Tekanan kompartemen normal (< atau = 8 mmHg), jika di atas 30-40 mmHg
dapat merusak peredaran darah mikro. Manifestasi klinik yaitu nyeri iskhemik
yang terus menerus yang tidak dapat dikontrol dengan analgesik, nyeri yang
meningkat dengan turunnya aliran arteri dan nyeri ketika dipalpasi atau
dipindahkan, klien mungkin akan mengalami kelemahan beraktivitas, paresthesia,
rendahnya/absent dari nadi, ekstremitas yang dingin dan pucat.
Perawatan yang dilakukan yaitu dengan memindahkan penyebab dari kompresi,
jika sindrom kompartmen disebabkan dari edema atau pendarahan maka
diperlukan fasciotomy, biasanya insisi dibiarkan terbuka sampai berkurangnya
bengkak, selama 2-3 hari area tersebut dibungkus dengan longgar sehingga
pemindahan kulit terjadi. Sindrom kompartment juga dapat disebabkan klien yang
mengalami luka bakar yang hebat, injuri, gigitan berbisa atau prosedur
revascularisasi.
4) Kerusakan arteri
Terdiri dari contused, thrombosis, laserasi, atau arteri yang kejang. Arteries dapat
disebabkan ikatan yang terlalu ketat. Indikasi dari kerusakan arteri antara lain
absent/tidak teraturnya nadi, bengkak, pucat, kehilangan darah terus menerus,
nyeri, hematoma, dan paralysis. Intervensi emergency yaitu pemisahan atau
pemindahan pembalut yang mengikatnya, meninggikan atau merubah posisi dari
bagian yang injuri, mengurangi fraktur/dislokasi, operasi.
5) Shock
Hypolemic shock merupakan masalah yang potensial karena fragment tubuh
dapat melaserasi pembuluh darah besar dan menyebabkan pendarahan, klien yang
beresiko tinggi yaitu klien dengan fraktur femur dan pelvis.
6) Injuri saraf
31
Injuri saraf radial biasanya disebabkan fraktur humerus, manifestasinya antara
lain paresthesia, paralisis, pucat, ekstremitas yang dingin, meningkatnya nyeri dan
perubahan kemampuan untuk menggerakkan ekstremitas
7) Volkmann’s iskhemik kontraktur
Komplikasi ini dapat menyebabkan lumpuhnya tangan atau lengan bawah akibat
fraktur, dimulai dengan timbulnya sindrom kompartmen pada sirkulasi vena dan
arteri. Jika tidak hilang, tekanan dapat menyebabkan iskhemik yang
berkepanjangan dan otot secara bertahap akan digantikan dengan jaringan fibrosis
antara tendon dan saraf. Mati rasa dan paralisis juga sering terjadi.
8) Infeksi
Disebabkan kontaminasi fraktur yang terbuka atau terkena saat dioperasi. Agen
infeksi yang biasanya menimbulkan infeksi yaitu pseudomonas. Tetanus atau gas
gangren dapat meningkatkan resiko infeksi. Infeksi gas gangren berkembang
didalam dan mengkontaminasi luka, gas gangren disebabkan bakteri anaerobik.
Pengkajian menunjukkan: turunnya Hb secara cepat; naiknya suhu tubuh; nadi
semakin cepat; nyeri; bengkak lokal secara tiba-tiba; dan pucat.
Perawatan yang dapat dilakukan untuk kasus ini yaitu membuka luka lebih lebar
untuk membiarkan udara masuk dan mencegah terjadinya drainase. Insisi multipel
juga dapat dilakukan melewati kulit dan fascia, jahitan dan materi gangren
dihilangkan dan luka diirigasi. Jika gangren tetap berkembang, amputasi mungkin
diperlukan
(Brunner, Suddarth; 2001)
b. Komplikasi lambat
1) Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih
dari 4 bulan. Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2) Non union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
32
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk).
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
4) Nekrosis avaskuler tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang. Tulang yang
mati mengalami kolaps dan diganti oleh tulang yang baru. Pasien mengalami
nyeri dan keterbatasan gerak. Sinar X menunjukkan kehilangan kalsium dan
kolaps struktural.
5) Kekakuan sendi lutut
6) Gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan
33
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus
b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi
terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau
gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat
yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan
pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan
hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).
(Sylvia, Price; 1995)
Penatalaksanaan umum
a. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaganya lapang jalan nafas
b. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur.
c. Fraktur tertutup:
1) Reposisi, diperlukan anestesi.
Kedudukan fragmen distal dikembalikan pada alligment dengan menggunakan
traksi.
2) Fiksasi atau imobilisasi
Sendi-sendi di atas dan di bawah garis fraktur biasanya di imobilisasi.
Pada fraktur yang sudah di imobilisasi maka gips berbantal cukup untuk
imobilisasi.
34
3) Restorasi (pengembalian fungsi)
Setelah imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi,
dimana hal ini diatasi dengan fisioterapi.
d. Fraktur terbuka:
1) Tindakan pada saat pembidaian
diikuti dengan menutupi daerah fraktur dengan kain steril (jangan di balut)
2) Dalam anestesi, dilakukan
pembersihan luka dengan aquadest steril atau garam fisiologis
3) Eksisi jaringan yang mati
4) Reposisi
5) Penutupan luka
Masa kurang dari 6-7 jam merupakan GOLDEN PERIOD, dimana kontaminasi
tidak luas, dan dapat dilakukan penutupan luka primer.
6) Fiksasi
7) Restorasi
(Purwadianto, Agus; 2000)
35
dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup luas.
Sementara itu, tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
2) Metode Balance Skeletal Traction
Pasien tidur terlentang, satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan
Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan Thomas Splint,
sedang tungkai bawah ditopang oleh Pearson attachment. Tarikan dipertahankan
sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup.
Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips
hemispica atau cast bracing.
3) Traksi kulit Bryant
Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tungkai dipasang traksi kulit,
kemudian ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg sampai
kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4) Traksi Russel
Anak tidur terlentang, dipasang plester dari batas lutut. Dipasang sling di
daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungan dengan beban
penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang
gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum kuat benar.
b. Operatif
Indikasi operasi antara lain:
1) Penanggulangan non-operatif gagal
2) Fraktur multipel
3) Robeknya arteri femoralis
4) Fraktur patologik
5) Fraktur pada orang yang tua
Pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedularry
nail. Terdapat bermacam-macam intramedularry nail untuk femur, di antaranya
Kuntscher nail, A0 nail, dan Interlocking nail.
Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka dan cara tertutup. Cara terbuka
yaitu dengan menyayat kulit-fasia sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang
secara retrograd. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat di daerah yang
36
patah. Pen dimasukkan melalui ujung trokanter mayor dengan bantuan image
intensifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragmen bagian
distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayatan
lebar dan perdarahan terbatas.
(Arif, et al; 2000)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan
jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
37
Tanda : - Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
- Takikardia (Respon stress, hipovolemia).
- Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala : - Hilang gerakan/sensasi, spasme otot
- Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda: - Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
- Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : - Nyeri berat tiba-tiba pada saat ceder (mungkin terlokasasi pada area
jaringan/kerusakan tulang: dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
- Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Gejala : - Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
- Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan lunak, alat traksi, stress dan ansietas
3. Risiko tinggi perhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah/cedera vaskuler langsung, edema berlebihan,
pembentukan thrombus
4. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,
emboli lemak, perubahan membrane alveolar/kapiler
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri/ketidaknyamanan
38
6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera
tusuk, fraktur terbuka, perubahan sirkulasi, imobilisasi fisik
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi/tidak
mengenal sumber informasi
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa : risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan
integritas tulang.
Tujuan dan kriteria hasil:
1) Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
2) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur
3) Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan cepat
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi
R: meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan
posisi/penyembuhan
2) Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur
ortopedik
R: tempat tidur yang lembut dapat membuat deformasi gips yang masih basah,
mematahkan gips yang sudah kering
3) Sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut
R: mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi
4) Pertahankan posisi atau integritas traksi
R: traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi
tegangan otot untuk memudahkan posisi/penyatuan
5) Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas menggantung
R: jumlah beban traksi optimal dipertahankan
6) Kaji ulang tahanan yang timbul karena terapi
39
R: mempertahankan integritas tarikan traksi
7) Kaji integritas alat fiksasi eksternal
R: traksi Hoffman memberikan stabilisasi dan sokongan kaku untuk tulang
fraktur tanpa menggunakan katrol tali atau beban, memungkinkan
mobilitas/kenyamanan pasien atau besar dan memudahkan perawatan luka
Kolaborasi
8) Kaji ulang foto
R: memberi bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan
untuk menentukan tingkat aktifitas dan kebutuhan terapi
9) Berikan atau pertahankan stimulsi listrik bila digunakan
R: meningkatkan pertumbuhan tulang pada keterlambatan penyembuhan
b. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi, stress dan ansietas
Tujuan dan criteria hasil
1) Menyatakan nyeri hilang
2) Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat
dengan tepat
3) Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
Intervensi keperawatan
1) Kaji tanda-tanda vital klien
R: mengetahui keadaan umum pasien
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips
R: menghilangkan nyei dan mencegah kesalahan posisi tulang yang cedera
3) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
R: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri
4) Hindari penggunaan bantal plastik/sprey di bawah ekstremitas dalam gips
R: dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas
dalam gips yang kering
5) Tinggikan penutup tempat tidur; pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki
40
R: mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena tekanan
selimut pda bagian yang sakit
6) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik
termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal (perubahan
pada tanda-tanda vital dan emosi)
R: mempengaruhi pilihan/keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat
mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri
7) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba atau dalam, lokasi
progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik
R: dapat menandakan terjadinya komplikasi contohnya infeksi, iskemi jaringan,
sindrom kompartemen
8) Beri obat sebelum perawatan aktifitas
R: meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi
9) Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan
R: menurunkan edema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri
10) Berikan obat sesuai indikasi: narkotik dan analgesik non narkotik: NSAID injeksi
(ketoralak) dan atau relaksan otot, contoh siklobenzaprin (flekseril), hidroksin
(vistaril). Berikan narkotik sekitar pada jamnya selama 3-5 hari
R: diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot
41
2) Kaji aliran perifer, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
R: kembalinya warna harus cepat (2-3 detik), warna kulit menunjukkan gangguan
arterial. Sianosis diduga ada gangguan vena
3) Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motor/sensori.
Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyamanan
R: gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan penyebaran nyeri terjadi
bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat
4) Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali dikontraindikasikan
dengan meyakinkan adanya sindrom kompartemen
R: meningkatkan drainase vena/menurunkan edema
5) Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cedera atau peningkatan nyeri pada
gerakan pasif ekstremitas, terjadinya parestesia, tegangan otot/nyeri tekan dengan
eritema, dan perubahan nadi distal.
R: perdarahan/pembentukan edema berlanjut dalam otot tertutup dengan fasia
ketat dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan iskemia miositis atau
sindrom kompartemen, perlu intervensi darurat untuk menghilangkan
tekanan/memperbaiki sirkulasi
6) Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
R: dislokasi fraktur sendi dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan,
dengan akibat hilangnya aliran darah ke distal
7) Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambulasi
sesegera mungkin
R: meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada
ekstremitas bawah
8) Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin,
perubahan mental
R: ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan
9) Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi
R: menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi
10) Pemeriksaan kogulasi, Hb/Ht
42
R: membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan keefektifan
terapi penggantian
44
R: memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin
disebabkan oleh pemasangan gips
2) Masase kulit dan penonjolan tulang
R: menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko abrasi
3) Bersihkan kulit dengan sabun dan air
R: memberikan gips tetap kering, dan area bersih
4) Masase kulit sekitar akhir gips dengan alcohol
R: mempunyai efek pengering yang menguatkan kulit
5) Balik pasien dnegan sering untuk melibatkan sisi yang tak sakit
R: meminimalkan tekanan pada kaki dan sekitar tepi gips
g. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan
Tujuan dan criteria hasil:
1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen, atau eritema,
dan demam.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi
R: pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi,
kemerahan dan abrasi
2) Observasi luka untuk pembentukan bula
R: tanda perkiraan infeksi gas gangren
3) Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan bicara
R: kekakuan otot, spasme otot rahang disfagia menunjukkan indikasi tetanus
4) Berikan obat sesuai indikasi
R: sesuai dengan program terapi antara lain dengan memberikan obat antibiotic IV
dan tetanus toksoid
5) Berikan irigasi luka/tulang
R: debridemen local menurunkan mikroorganisme dan insiden infeksi iskemik
4. EVALUASI
a. Mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur
b. Menyatakan nyeri hilang
c. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
d. Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat
e. Meningkatkan/mempertahankan mobilitas fisik yang tinggi
f. Integritas kulit baik
g. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulent
h. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan
46
47
DAFTAR PUSTAKA
48
49