Anda di halaman 1dari 50

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Asuhan keperawatan pasien lansia dengan hipertensi.

1.1.1. Konsep lansia dengan hipertensi.

a. Konsep lansia.

1. Pengertian.

Menurut World Health Organisation (WHO) lansia

merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun

keatas. Lansia adalah kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok

yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang

disebut Aging Process atau penuaan. Aging Process atau

proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan

umur seseorang. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang

dimaksud dengan lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang

telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

2. Batasan lanjut usia.

a) Menurut WHO (World Health Organisation).

1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45

sampai 59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly), usia antara 60 sampai 74 tahun.


3) Lanjut usia tua (old), usia antara 75 sampai 90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old), usia di atas 90 tahun.

3. Perubahan yang terjadi pada lansia.

Menurut Aspiani (2014) proses penuaan yang terjadi pada

lansia dapat menyebabkan perubahan yang signifikan pada

lansia tersebut. Berikut merupakan beberapa perubahan yang

terjadi pada lansia, yaitu:

a) Perubahan Fisik

Bertambahnya usia menyebabkan lansia mengalami

berbagai macam perubahan yang sifatnya adalah fisiologi

atau fisik, seperti:

1) Perubahan Pada Sel Tubuh.

Perubahan pada sel yang terjadi pada lansia yaitu

lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya,

berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya

cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di

otak, otot, ginjal, darah dan hati, jumlah sel otak

menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak

menjadi atrofi beratnya berkurang 15-20%.

2) Perubahan Pada Sistem Cardiovaskuler

Perubahan yang dapat terjadi pada sistem

cardiovaskuler pada lansia adalah elastisitas dinding

aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi


kaku, kemampuan jantung dalam memompa darah

menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun,

kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangna

efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,

perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke

berdiri dapat menyebabkan tekanan darah menurun,

tekanan darah meningkat yang diakibatkan oleh

resistensi dari pembuluh darah perifer.

3) Sistem Pada Sistem Pernafasan

Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan pada

lansia, yaitu pada otot-otot pernafasan kehilangan

kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari

silia, paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli

ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya

berkurang, O₂ pada arteri menurun menjadi 75 mmHg,

CO₂ pada arteri tidak berganti, kemampuan untuk

batuk berkurang, kemampuan pegas, dinding dada dan

kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan

bertambahnya usia.

4) Perubahan Pada Sistem Persarafan.

Perubahan yang terjadi pada sistem persarafan pada

lansia, yaitu berat otak menurun 10-20% (setiap orang

mengalami pengurangan sel saraf otak dalam setiap


harinya), cepatnya terjadi penurunan hubungan

persarafan, lambat dalam menerima respon dan waktu

untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya

saraf pada panca indera, dan terjadi penurunan

sensitifitas terhadap sentuhan.

5) Perubahan Pada Sistem Gastrointestinal.

Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal

pada lansia, yaitu esofagus melebar, rasa lapar pada

lambung menurun, asam lambung menurun, waktu

mengosongkan menurun, peristaltik melemah dan

biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah,

liver makin mengecil dan menurunnya tempat

penyimpanan, berkurangnya aliran darah.

6) Perubahan Pada Sistem Genitourinaria.

Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria

pada lansia yaitu

(1) Ginjal : aliran darah ke ginjal menurun sampai

50%, fungsi tubulus berkurang akibat kurangnya

kemampuan dalam mengkonsentrasi urin

(2) Vesika urinaria : otot-otot menjadi lemah,

kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau

menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat,

vesika urinaria susah dikosongkan pda pria lanjut


usia sehingga mengakibatkan retensi urin,

pembesaran prostat sekitar 75% dialami oleh pria

di atas usia 65 tahun.

7) Perubahan Pada Sistem Endokrin.

Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin pada

lansia yaitu produksi dari hampir semua hormon

menurun, fungsi parathiroid dan sekresinya tidak

berubah, pituitari: pertumbuhan hormon ada tetapi

lebih rendah dan hanya didalam pembuluh darah,

menurunnya aktivitas tiroid dan menurunnya daya

pertukaran zat, menurunnya fungsi aldosteron,

menurunnya sekresi hormon kelamin (progesteron,

estrogen dan testosteron).

8) Perubahan Pada Sistem Indera.

Perubahan yang terjadi pada sistem indera pada

lansia yaitu :

(1) Sistem pendengaran: terjadi kehilangan daya

pendengaran pada telinga dalam, membran timpani

menjadi atrofi yang dapat menyebabkan

otosklerosis.

(2) Sistem pengelihatan: terjadi kehilangan respon

terhadap sinar, lensa lebih suram yang dapat

menyebabkan terjadinya katarak, lambat dan susah


melihat dalam cahaya gelap karena daya adaptasi

terhadap kegelapan yang menurun, menurunnya

lapang pandang, menurunnya daya membedakan

warna biru atau hijau pada skala, hilangnya daya

akomodasi, kornea lebih berbentuk sferish (bentuk

memipih).

(3) Perubahan sensitivitas sentuhan yang dapat terjadi

pada lansia seperti berkurangnya kemampuan

neuron sensori yang secara efisien memberikan

sinyal deteksi, lokasi dan identifikasi sentuhan atau

tekanan pada kulit.

(4) Perubahan pada indera pengecapan dan penciuman

dapat mempengaruhi kemampuan lansia dalam

mepertahankan nutrisi yang adekuat dikarenakan

fungsi dari indera tersebut yang sudah mulai

menurun.

9) Perubahan Pada Sistem Integumen.

Perubahan yang terjadi pada sistem integumen pada

lansia yaitu kulit mengkerut atau keriput akibat

hilangnya jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan

menjadi bersisik, menurunnya respon terhadap trauma,

kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu atau

keputihan, rambut dalam hidung dan telinga menebal,


pertumbuhan kuku menjadi lambat, kuku jari menjadi

keras dan rapuh, berkurangnya jumlah dan fungsi pada

kelenjar keringat.

10) Perubahan Pada Sistem Muskuloskeletal.

Perubahan yang terjadi pada sistem musculoskeletal

pada lansia yaitu tulang kehilangan cairan dan makin

rapuh, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon

mengerut dan mengalami sklerosis, serabut-serabut otot

mengecil sehingga ketika seorang lansia bergerak

menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.

11) Perubahan Pada Sistem Reproduksi dan Seksualitas.

Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi dan

seksulitas pada lansia yaitu :

(1) Pada wanita: selaput lendir pada vagina mejadi

berkurang/menurun, permukaan menjadi halus,

sekresi menjadi berkurang, menciutnya ovarium

dan uterus, atrofi payudara,

(2) Pada laki-laki : testis masih dapat memproduksi

spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara

berangsur-angsur, dorongan seksual menetap

sampai usia di atas 70 tahun (jika kondisi kesehatan

baik), produksi hormon estrogen dan progesteron

menurun saat menopause.


b) Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia

diantaranya yaitu :

1) Mengalami pensiun (kehilangan finansial,

2) Kehilangan status,

3) Kehilangan teman atau relasi,

4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan yang biasanya

dilakukan),

5) Merasakan atau sadar akan kematian yang akan terjadi,

6) Terjadi perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki

rumah perawatan,

7) Bergerak menjadi lebih sempit dan kesulitan ,

8) Gangguan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan

dan pekerjaan,

9) eningkatnya biaya hidup pada lansia,

10) Bertambahnya biaya pengobatan,

11) Terjadinya penyakit kronis,

12) Menjadi kesepian akibat pengasingan dari lingkungan

sosial tempat tinggal ataupun keluarga

c) Perubahan Fungsi Kognitif.

Perubahan fungsi kognitif yang terjadi pada lansia

meliputi terjadinya perubahan pada fungsi daya ingat,

fungsi intelektual dan kemampuan untuk belajar. Lansia


memiliki kelemahan dalam mengingat jangka pendek

(short term memory) tetapi tidak dengan kemampuan

mengingat masa lampau (long term memory).

d) Perubahan Spiritual.

1) Agama dan kepercayaan semakin terintegrasi dalam

kehidupannya.

2) Lansia menjadi semakin ahli dalam kehidupan

beraama, yang terlihat dari berpikir dan bertindak

dalam kegiatan sehari-hari.

b. Hipertensi.

1. Pengertian.

Tekanan darah adalah kekuatan yang diberikan oleh darah

ke dinding pembuluh darah. Menurut WHO (World Health

Organization) hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah

tinggi merupakan peningkatan tekanan darah sistol di atas

batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah

diastol lebih dari 90 mmHg. Penyakit tekanan darah tinggi atau

hipertensi adalah suatu keadaan seseorang yang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan

oleh angka sistolik (bagian atas) dan diastolik (bagian bawah)

pada pemeriksaan tekanan darah menggunakan alat berupa

cuff air raksa (spigmomanometer) atau alat digital lainnya.

(Pudiastuti, 2011). Pada populasi lansia, hipertensi


didefinisikan sebagai tekanan sistolik ≥160 mmHg dan

tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.(Brunner & Suddart, 2001).

2. Etiologi.

Penyebab terjadinya hipertensi pada orang dengan usia lanjut

yaitu terjadinya perubahan-perubahan pada :

a) Elastisitas pada dinding aorta yang menurun.

b) Katub jantung yang menebal dan menjadi kaku.

c) Kemampuan jantung untuk memompa darah menurun

Menjadi 1% setiap tahun sesudah berusia 20 tahun

kemampuan jantung memompa darah menurun

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d) Kehilangan elastisitas pada pembuluh darah, hal ini dapat

terjadi karena kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenasi.

e) Terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer.

3. Klasifikasi.

Berdasarkan etiologi (penyebab) hipertensi dibagi menjadi :

a) Hipertensi esensial (primer).

Merupakan 90 % dari kasus penderita hipertensi. Dimana

sampai sekarang belum diketahui penyebabnya secara

pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya

hipertensi esensial, seperti :

1) Faktor genetik.
2) Stress dan psikologis.

3) Faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan

garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium).

4) Volume plasma darah.

5) Aktivitas hormon yang mengatur volume dan tekanan

darah.

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-

satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru

terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ tubuh seperti

ginjal, mata, otak dan pada jantung.

b) Hipertensi sekunder.

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat

diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk diatasi

dengan menggunakan obat-obatan. Penyebab hipertensi

sekunder diantaranya yaitu :

1) Kelainan ginjal seperti tumor.

2) Diabetes.

3) Pheochromocytoma, kanker langka kelenjar adrenal.

4) Kelainan aorta.

5) Kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi

insulin, hipertiroidisme.

6) Pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral.


7) Sindrom Cushing, yang bisa disebabkan karena obat

kortikosteroid.

8) Hyperplasia adrenal kongenital, kelainan pada kelenjar

adrenal yang mensekresi kortisol.

9) Kahamilan.

10) Apnea tidur.

Selain berdasarkan penyebabnya, hipertensi juga

dibedakan berdasarkan bentuknya yaitu :

1) Hipertensi diastolik (diastolic hypertension).

2) Hipertensi campuran (distol dan diastol yang

mengalami peningkatan).

3) Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).

Selain itu terdapat pula hipertensi pulmonal, yaitu suatu

penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah

pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan

sesak nafas, pusing dan pingsan saat melakukan aktivitas.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014)

menyebutkan bahwa pada dasarnya terdapat 4 jenis

hipertensi yang umumnya terdapat pada saat kehamilan

yaitu :

1) Preeklamsia-esklampsia atau disebut juga sebagai

hipertensi yang diakibatkan kehamilan/keracunan

kehamilan (selain tekanan darah yang meninggi, juga


didapatkan kelainan pada air kencingnya). Preeklamsi

adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda

hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena

kehamilan.

2) Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada

sejak sebelum ibu mengandung janin.

3) Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan

gabungan preeklampsia dengan hipertensi kronik.

4) Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat.

4. Kriteria hipertensi.

Menurut Join National Comitten on Detection Evolution

and Treatment of High Blood Pressure VIII dalam Bell et al,

(2015) mengklasifikasi tekanan darah pada orang dewasa

berusia 18 tahun ke atas sebagai berikut :

Tabel 2.1.1 Klasifikasi hipertensi menurut Join National

Comitten on Detection Evolution and Treatment of High

Blood Pressure VIII

No Klasifikasi Tekanan darah


Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
1 Normal < 120 <80
2 Prehipertensi 120-139 80-89
3 Hipertensi stadium I 140-159 90-99
4 Hipertensi stadium 2 ≥160 ≥100

5. Patofisiologi.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medula di

otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis

yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis ke ganglia sympati

di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah

melalui sistem saraf simpatis ke ganglisa simpatis.Pada titik

ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin yang akan

merangsang serabut syaraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperi kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriktor, individu dengan hipertensi sangat sensitive

terhadap norepinefrin. Pada saat bersamaan dimana sistem

saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula

adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan

vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan

steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon

vasokonstriktor pembuluh darah.


Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran

darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah

menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.

Semua faktor tersebut cenderung menjadi pencetus keadaan

hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem

pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan

tekanan darah pada lanjut usia.

Perubahan tersebut meliputi ateroklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot

polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah,

konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan

penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

(Brunner & Suddarth, 2012).

6. Pathway Hipertensi.
Hipertensi

Rusak vaskuler pembuluh darah


Perubahan

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Vasokontriks
Resistensi Suplai O2 Spasme arteriol
i pem darah
pembuluh otak ginjal Sistemik Koroner
darah menurun
Diplopia
Blood Vasokontriksi Iskemi miocard
Sinkop flow
Nyeri Gang.
kepala pola Nyeri dada Resiko
Afterload
tidur Injuri
meningkat
Gang. Respon
Perfusi RAA
jaringan

Rangsang
aldosteron Penuruna Fatique
n curah
jantung
Intoleran
Retensi si
aktifitas

Edem

7. Manifestasi klinis.

Bagan 2.1.1 Pathway Hipertensi


Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, tidak dijumpai

kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat

pula ditemukan perubahan yang terjadi pada retina, seperti

perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan

pembuluh darah, dan pada kasus berat terjadi edema pupil

(edema pada diskus optikus).(Brunner&Suddart, 2005). Tanda

dan gejala pada penderita hipertensi dibedakan menjadi :

a) Tidak ada gejala

Tidak terjdapat gejala yang spesifik yang dapat

dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah atau

hipertensi, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang

melalukan pemeriksaa.

b) Gejala yang lazim

Gejala yang menyertai hipertensi diantaranya adalah

nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini

merupakan gejala terlazim yang terjadi pada pasien

hipertensi pada saat mencari pertolongan medis.

Beberapa gejala yang dialami pasien yang menderita

hipertensi yaitu :

1) Mengeluh nyeri pada kepala atau pusing.

2) Lemas dan merasa kelelahan.

3) Sesak nafas.

4) Gelisah.
5) Nokturia.

6) Mual.

7) Muntah.

8) Kesadaran menurun.

9) Pengelihatan menjadi kabur.

8. Komplikasi.

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan

ditanggulangi, maka dalam jangka panjang dapat

menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ

yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi

hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut :

a) Jantung.

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya

gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita

hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot

jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya.

Yang disebut dengan dekompensasi. Akibatnya jantung

tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan yang

tertahan di pau-paru maupun jaringan tubuh lainnya yang

dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema, kondisi ini

disebut gagal jantung.

b) Otak.
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan

resiko stroke, apabila tidak diobati risiko stroke 7 kali lebih

besar.

c) Ginjal.

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan

ginjal, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan

sistem penyaringan didalam ginjal akibatnya ginjal tidak

mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh

yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan

di dalam tubuh.

d) Mata.

Pada hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya

retonipati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

(Yahya,2005).

9. Faktor risiko.

Menurut MacGill (2017), terdapat sejumlah faktor yang

meningkatkan kemungkinan terjadinya hipertensi, yaitu :

1) Usia.

Hipertensi lebih sering terjadi pada orang yang

memiliki usia di atas 60 tahun. Dengan bertambahnya

usia, tekanan darah dapat meningkat seiring dengan arteri

yang menjadi kaku dan sempit karena terbentuknya plak.

Umur dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi karena


dengan bertambahnya umur, resiko hipertensi menjadi

lebih besar (Modul Pelatihan Keluarga Sehat Puslat

SDMK Badan PPSDMK Kemenkes RI, 2017).

2) Etnis.

Beberapa kelompok etnis lebih rentan terkena

hipertensi.

3) Ukuran dan berat badan.

Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan

faktor risiko utama terjadinya hipertensi.

4) Penggunaan alcohol dan tembakau.

Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang besar

secara teratur dapat meningkatkan tekanan darah

seseorang, seperti halnya merokok.

5) Seks.

Risiko seumur hidup sama untuk pria dan juga

wanita, namun pria lebih rentan terkena hipertensi pada

usia lebih muda. Prevalensinya cenderung lebih tinggi

pada wanita yang lebih tua.

6) Kondisi kesehatan.

Penyakit kardiovaskuler, diabetes, penyakit ginjal

kronis, dan kadar kolesterol yang tinggi dapat

menyebabkan hipertensi, terutama saat orang bertambah

tua.
Faktor lain yang berkontribusi meliputi :

1) Tidak aktif secara fisik

2) Diet kaya garam yang terkait dengan makanan olahan dan

berlemak

3) Potassium rendah dalam makanan

4) Penggunaan alcohol dan tembakau

5) Penyakit tertentu dan obat-obatan

6) Riwayat keluarga tentang tekanan darah tinggi dan stres

juga dapat berkontribusi.

10. Pemeriksaan diagnostik.

Berdasarkan Buku Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Dengan Gangguan Sistem Hematologi (Sugeng Jitowino,

2018) Pengukuran tekanan darah, biasanya dilakukan dengan

cara meletakkan manset lengan tiup di lengan dan tekanan

darah ditentukan menggunakan alat ukur tekanan darah.

Pembacaan tekanan darah dinilai dalam millimeter merkuri

(mmHg), yang memiliki dua angka. Nomor pertama atau atas

mengukur tekanan di arteri saat jantung berdetak (tekanan

sistolik), yang kedua atau lebih rendah mengukur ukuran

tekanan di arteri antara ketukan (tekanan diastolik).

Pembacaan tekanan darah dapat dilakukan antara dua sampai

tiga kali sebelum tekanan darah tinggi benar-benar

terdiagnosis, hal ini karena tekanan darah biasanya bervariasi


sepanjang hari dan terkadang ada suatu kondisi tertentu yang

disebut white coat hypertension. Tekanan darah umumnya

harus diukur di kedua lengan untuk menentukan apakah ada

perbedaan.

1.1.2. Konsep asuhan keperawatan lansia dengan hipertensi.

a. Pengkajian.

1) Data biografi : nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnosa

medis, penanggungjawab, catatan kedatangan.

2) Riwayat kesehatan :

a) Keluhan utama : biasanya datang ke RS dengan keluhan

terasa pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.

b) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan

pengkajian pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan

berat, pengelihatan berkunang-kunang, tidak bisa tidur.

c) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini

adalah penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh

pasien, dan biasanya pasien mengkonsumsi obat rutin seperti

Captopril.

d) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit ini adalah

penyakit keturunan.

2) Fisik.
Pengkajian fisik/biologis dilakukan dengan cara melakukan

wawancara dengan lansia, melakukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Riwayat kesehatan

usia lanjut dikaji dengan menanyakan tentang :

a) Wawancara :

(1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya sendiri

(2) Kegiatan yang mampu dilakukan oleh lanjut uia,

apakah mudah merasakan kelelahan saat melakukan

kegiatan tersebut

(3) Kebiasaan lanjut usia merawat dirinya sendiri

(4) Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan

pendengaran

(5) Kebiasaan makan, minum, istirahat atau tidur, BAB dan

BAK

(6) Berat badan, apakah terjadi perubahan berat badan

dalam beberapa tahun terakhir

(7) Kebiasaan melakukan olahraga atau senam lanjut usia

(8) Perubahan fungsi tubuh yang dirasakan oleh lansia

(9) Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan

riwayat penggunaan obat

(10) Masalah seksual yang dirasakan

(11) Riwayat penyakit yang pernah diderita

(12) Pola tidur pada lansia.


3) Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi (melihat),

palpasi (meraba), perkusi (mengetuk) dan auskultasi

(mendengarkan) untuk mengetahui perubahan fungsi

sistem tubuh pada lansia.

b) Pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik

adalah head to toe (dari ujug kepala sampai ujung kaki)

dan sistem tubuh.

4) Psikologis

Pemeriksaan psikologis dilakukan saat berkomunikasi

dengan usia lanjut untuk melihat fungsi kognitif termasuk

daya ingat, proses fikir, hal yang dirasakan, orientasi terhadap

realitas dan kemampuan usia lanjut dalam penyelesaian

masalahnya. Perubahan yang umum terjadi pada usia lanjut

adalah daya ingat yang menurun, proses fikir yang menjadi

lambat, dan adanya perasaan sedih karena merasa kurang

diperhatikan. Hal yang perlu dikaji :

a) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan

b) Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak

c) Apakah memandang kehidupan dengan optimis

d) Bagaimana mengatasi stress yang dialami

e) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri

f) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan


g) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang

h) Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif, daya ingat,

proses fikir, alam perasaan, orientasi dan kemampuan

dalam penyelesaian masalah.

5) Sosial ekonomi

Penilaian sosial dapat dilihat dari bagaimana usia lanjut

tersebut membina keakraban dengan teman sebaya ataupun

dengan masyarakat sekitarnya dan bagaimana keterlibatan

usia lanjut dalam organisasi sosial disekitar lingkungannya.

Status ekonomi juga mempengaruhi yaitu yang terkait dengan

penghasilan yang mereka peroleh. Hal-hal yang perlu dikaji

antara lain :

a) Sumber keuangan atau pendapatan lanjut usia

b) Apa saja kesibukan lansia saat waktu luang

c) Dengan siapa lansia tersebut tinggal

d) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lanjut usia

e) Bagimana pandangan lansia terhadap lingkungannya

f) Berapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di

lingkungannya

g) Siapa saja yang biasa mengunjungi lansia tersebut

h) Seberapa besar ketergantungan lansia tersebut

i) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginannya

dengan fasilitas yang ada


6) Spiritual

Penilaian spiritual berkaitan dengan keyakinan agama

yang dimiliki usia lanjut dan sejauh mana keyakinan tersebut

dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Usia lanjut

yang dapat menjalankan ibadahnya dengan baik, keyakinan

tersebut benar-benar diresapi dalam kehidupan sehari-hari

dan ia akan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap proses

penuaan. Hal yang perlu dikaji antara lain :

a) Apakah lanjut usia secara teratur melakukan ibadah

sesuai dengan keyakinan agamanya

b) Apakah lanjut usia secara teratur mengikuti atau terlibat

aktif dalam kegiatan keagamaan

c) Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah,

apakah dengan berdoa atau dengan cara lainnya

d) Apakah lanjut usia terlihat sabar saat menghadapi suatu

permasalahan

7) Pengkajian Dasar

Pengkajian harus dilakukan terhadap fungsi semua sistem,

status gizi, dan aspek psikososialnya.

a) Temperatur/suhu tubuh

(1) Mungkin (hipotermia) ± 35oC

(2) Lebih teliti di periksa di sublingual

b) Denyut nadi
(1) Kecepatan,irama,volume

(2) Apikal, radial, pedal

c) Respirasi (pernapasan)

(1) Kecepatan

(2) Pernafasan teratur atau tidak

(3) Suara napas tambahan

(4) Penggunaan otot bantu

d) Tekanan darah

(1) Saat berbaring, duduk, berdiri

(2) Hipotensi akibat posisi tubuh

e) Kepala

(1) Sakit Kepala

(2) Trauma

(3) Gatal pada kulit Kepala

f) Periksa adanya pembengkakan vena jugularis

g) Sistem persyarafan

(1) Kesimetrisan raut wajah

(2) Tingkat kesadaran

(3) Mata : pergerakan, kejelasan melihat, adanya

katarak

(4) Pupil : dilatasi atau tidak

(5) Ketajaman penglihatan menurun karena menua :

(a) Jangan diuji didepan jendela


(b) Gunakan gambar atau tangan

(c) Cek kondisi kacamata

(6) Gangguan sensori

(a) Ketajaman pendengaran

- Apakah menggunakan alat bantu dengar

- Serumen telinga bagian luar jangan

dibersihkan

(b) Adanya rasa sakit atau nyeri

h) Sistem Kardiovaskuler

(1) Nyeri

(2) Berdebar-debar

(3) Kardiomegali

i) Sistem Gastrointestinal

(1) Status gizi

(2) Asupan diet

(3) Anoreksia, tidak dapat mencerna, mual, muntah

(4) Auskultasi bising usus

(5) Palpasi perut kembung

(6) Apakah ada konstipasi, diare, inkontinensia

j) Sistem Genitourinaria

(1) Urine (warna dan bau)

(2) Distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat

menahan untuk buang air kecil)


(3) Frekuensi, tekanan atau desakan

(4) Pemasukan dan pengeluaran cairan

(5) Disuria

k) Sistem Reproduksi

(1) Kurang minat melakukan seks

(2) Adanya disfungsi seksual

(3) Gangguan ereksi

(4) Dorongan/ daya seks menurun

(5) Hilangnya kekuatan dan gairah seksualitas

(6) Adanya kecacatan social yang mengarah ke aktivitas

seksual

l) Sistem Integument

(1) Kulit

(a) Temperatur, tingkat kelembaban

(b) Keutuhan kulit : luka, luka terbuka, robekan

(c) Turgor (kekenyalan kulit)

(2) Adanya jaringan parut

(3) Keadaan kuku

(4) Sirkulasi perifer warna dan kehangatan

(5) Keadaan rambut

(6) Adanya gangguan lainnya

m) Sistem Muskuloskletal

(1) Tingkat mobilisasi


(a) Ambulasi dengan atau tanpa bantuan peralatan

(b) Keterbatasan gerak

(c) Kekuatan otot

(d) Kemampuan melangkah atau berjalan

(2) Gerakan sendi

(3) Paralisis

(4) Kifosis

8) Pengkajian Khusus Lansia

a) Pengkajian Status Fungsional (Indeks KATZ)

Pengkajian ini digunakan untuk menilai kemampuan

lansia dalam melakukan 6 kemampuan fungsi aktivitas

sehari-hari secara mandiri/Activity Daily Leaving. 6

kemampuan yang dinilai adalah : Bathing (mandi),

Dressing(berpakaian), Toileting (ke kamar mandi),

Transferring (berpidah), Continence dan Feeding

(kontingen dan makan).

b) Pengkajian Status Kognitif dan Afektif (Short Portable

Mental Status Quistionnaire/SPMSQ)

Pengkajian ini digunakan untuk mendeteksi adanya

tingkat kerusakan intelektual, terdiri dari 10 hal yang

mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan

kemampuan perawatan diri, kemampuan jauh,

kemampuan matematis.
c) Pengkajian Aspek-Kognitif dari Fungsi Mental (Mini

Mental State Examination/ MMSE )

Selain menggunakan form Short Portable Mental

Status Quistionnaire/SPMSQ, untuk menguji aspek

kognitif dan fungsi mental : orientasi, registrasi,

perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa,

dapat menggunkan Mini Mental State Examination/

MMSE. Nilai paling tinggi adalah 30, nilai 21 atau

kurang menunjukkan adanya kerusakan kognitif yang

memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

d) Pengkajian Status Psikologis (Skala Depresi Geriatrik

Yesavage)

Depresi lansia dapat diukur dengan Skala Depresi

Geriatrik Yesavage dengan penilaian jika jawaban

pertanyaan sesuai indikasi dinilai poin 1 (nilai setiap

respon yang cocok dengan jawaban “ya” atau “tidak”

setelah pertanyaan). Nilai 5 atau lebih dapat menandakan

depresi.

e) Pengkajian Status Sosial (APGAR Keluarga)

Pengkajian ini dapat digunakan untuk mengetahui

seberapa besar tingkat hubungan klien dengan keluarga

atau teman-temannya dan tingkat dukungan terhadap

lansia dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga. Alat ukur


ini juga dapat diaplikasikan untuk lansia dalam konteks

fungsi sosial di lansia panti.

f) Pengkajian Screening Fall

Pengkajian ini digunakan untuk mengetahui tingkat

resiko jatuh pada lansia. Apabila skor kurang dari 6 inchi

maka lansia dikatakan beresiko jatuh.

b. Diagnosa.

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola)

dari indivudy atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas

dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti

untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi,

mencegah dan merubah.(Carpenito,2002). Diagnosa keperawatan

pada lansia dengan hipertensi menurut Rencana Asuhan

Keperawatan Doengoes edisi 3 yaitu :

1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung.

2) Intoleransi aktivitas.

3) Nyeri akut, sakit kepala.

4) Perubahan nutrisi.

5) Ketidakefektifan koping individu.

6) Kurang pengetahuan.

c. Perencanaan.

1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung.


a) Faktor resiko meliputi :

1. Peningkatan afterload, vasokontriksi.

2. Iskemia miokardia

3. Hipertrofi/rigiditas (kekakuan)ventrikular.

b) Kriteria evaluasi.

(1) Pasien berpartisipasi dalam aktivitas menurunkan

TD/beban kerja jantung.

(2) Mempertahankan TD dalam rentang individu yang

dapat diterima.

(3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

dalam rentang normal.

c) Rencana tindakan.

(1) Pantau TD.

Rasional : perbandingan dari tekanan darah

memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang

masalah vaskuler.

(2) Catat keberasaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.

Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan

femoralis mungkin teramati. Denyut pada tungkai

mungkin menurun, mencerminkan efek dari

vasokontriksi dan kongesti vena.

(3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.


Rasional : S4 umumnya terdengar pada pasien dengan

hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium.

(4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa

pengisian kapiler (CRT).

Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan

masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan

dengan vasokontriksi atau mencerminkan penurunan

curah jantung.

(5) Catat edema umum/tertentu.

Rasional : Dapat mengindikasi gagal jantung,

kerusakan ginjal atau vaskuler.

(6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi

aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah

pengunjung dan lamanya tinggal.

Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsang

simpatis, meningkatkan relaksasi.

(7) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat

ditempat tidur atau kursi.

Rasional : Menurunkan stres dan ketegangan yang

mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit

hipertensi.

(8) Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan

punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.


Rasional : Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat

menurunkan rangsang simpatis.

(9) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan

aktivitas pengalihan.

Rasional : Dapat menurunkan rangsangan yang

menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga

akan menurunkan TD.

(10) Pantau respons terhadap obat untuk mengontrol

tekanan darah.

Rasional : Karena efek samping obat seperti diuretic,

inhibitor, dll, maka penting untuk menggunakan obat

dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rendah.

2) Intoleransi aktivitas.

a) Kriteria evaluasi :

(1) Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang

diinginkan/diperlukan.

(2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas

yang dapat diukur.

(3) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi

fisiologis.

b) Rencana tindakan :
(1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan

frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit, peningkatan

TD, dyspnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan

yang berlebihan, pusing atau pingsan.

Rasional : Membantu dalam mengkaji respons

fisiologis terhadap aktivitas.

(2) Instruksikan pasien tentang teknik menghemat energi,

misalnya menggunakan kursi saat mandi, duduk saat

menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan

aktivitas dengan perlahan.

Rasional : Teknik menghemat energi dapat

mengurangi penggunaan energi, juga membantu

keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

(3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau

perawatan diri. Beri bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah

peningkatan kerja jantung tiba-tiba.

3) Nyeri akut, sakit kepala.

a) Kriteria evaluasi :

(1) Melapokan nyeri/ketidaknyamanan hilang/terkontrol.

(2) Mengungkapkan metode yang memberikan

pengurangan.

(3) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.


b) Rencana tindakan :

(1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.

Rasional : meminimalkan stimulasi/meningkatkan

relaksasi.

(2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk

menghilangkan sakit kepala misalnya kompres pada

dahi, pijat punggung dan leher, redupkan lampu

kamar, teknik relaksasi dan aktivitas waktu senggang.

Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan

vaskuler serebral dan yang memperlambat/memblok

respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit

kepala dan komplikasinya.

(3) Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokontriksi

yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya

mengejan saat BAB, membungkuk/

Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi

menyebabkan sakit kepala dan adanya peningkatan

tekanan vascular serebral.

(4) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang

teratur bila terjadi perdarahan hidung.

Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan pada

pasien.

(5) Kolaborasi berikan sesuai indikasi analgesik.


Rasional : Menurunkan/mengontrol nyeri dan

menurunkan rangsang sistem saraf simpatis.

4) Perubahan nutrisi.

a) Kriteria evaluasi :

(1) Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan

kegemukan.

(2) Menunjukkan perubahan pola makan misalnya pilihan

makan, kauntitas dan sebagainya. Mempertahankan

berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan

kesehatan optimal.

(3) Melakukan atau mempertahankan program olahraga

yang tepat secara individual.

b) Rencana tindakan :

(1) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung

antara hipertensi dan kegemukan.

Rasional : Kegemukan adalah risiko tambahan pada

tekanan darah karena disproporsi antara kapasitas aorta

dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan

peningkatan massa tubuh.

(2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan

batasi masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.

Rasional : Kesalahan kebiasaan makan menunjang

terjadinya aterosklerosis dan kegemukan, yang


merupakan predisposisi untuk hipertensi dan

komplikasinya.

(3) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan

makanan harian.

Rasional : Membantu untuk memfokuskan perhatian

pada faktor yang dapat mengontol perubahan.

(4) Kolaborasi untuk merujuk ke ahli gizi sesuai indikasi.

Rasional : Memberikan konseling dan bantuan dengan

memenuhi kebutuhan diet individual.

5) Ketidakefektifan koping individu.

a) Kriteria evaluasi :

(1) Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan

konsekuensinya.

(2) Menyatakan kesadaran kemampuan koping atau

kekuatan pribadi.

(3) Mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil

langkah untuk menghindari atau mengubahnya.

(4) Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan atau

metode koping efektif.

b) Rencana tindakan :
(1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi

prilaku, misalnya kemampuan menyatakan perasaan

dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana

pengobatan.

Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah

pola hidup setiap orang.

(2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,

kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan

toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk

mengatasi atau menyelesaikan masalah.

Rasional : Manifestasi mekanisme koping maladaktif

mungkin merupakan indicator merah yang ditekan dan

diketahui telah menjadi pencetus utama TD diastolik.

(3) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan

beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana

pengobatan.

Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan

kontrol diri yang bekelanjutan.

6) Kurang pengetahuan.

a) Kriteria evaluasi :

(1) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan

regimen pengobatan.
(2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan

komplikasi yang perlu diperhatikan.

(3) Mempertahankan TD dalam parameter normal.

b) Rencana tindakan :

(1) Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya.

Rasional : Memberikan dasar pemahaman tentang

hipertensi kepada pasien.

d. Pelaksanaan (Implementasi).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi baik yang menggambarkan kriteria hasil

yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan atau implementasi

adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan,

penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Contoh

tindakan keperawatan yang diberikan pada klien lansia adalah :

1) Mampu menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya

misalnya dengan memanggil nama klien, memberikan

sentuhan pada klien, menjadi pendengar yang baik bagi klien,

serta menunjukkan sikap empati.

2) Memelihara keselamatan pasien misalnya dengan

mengusahakan adanya pembatas pada tempat tidur (bet site

guard), posisikan tempat tidur lebih rendah, lantai tidak licin,


cukup penerangan, serta membantu melakukan aktivitas bila

diperlukan.

3) Memberikan berbagai terapi non farmakologi misalnya untuk

relaksasi otot progresif, massage, dan sebagainya[ CITATION

Placeholder2 \l 1033 ].

e. Evaluasi.

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa

keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah

berhasil dicapai. Tahap evaluasi adalah perbandingan yang

sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan

yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan

dengan melibatkan klien dan tenaga kesehataan lainnya

(kolaborasi). Tahap evaluasi dilakukan dengan membandingkan

hasil tindakan yang telah dilakukan dengan perencanaan

sebelumnya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi

dilakukan dengan menggunakan format SOAP (evaluasi formatif)

dan SOAPIER (evaluasi sumatif) [ CITATION Wid14 \l 1033 ]. Hasil

yang dievaluasi disini yaitu penurunan tekanan darah pada pasien

lansia hipertensi. Apakah ada perubahan tekanan darah setelah

dilakukan tindakan Relaksasi Autogenik atau tidak.

1.2. Relaksasi Autogenik Pada Pasien Lansia dengan Hipertensi.


a. Pengertian.

Relaksasi adalah suatu keadaan di mana seseorang bisa merasakan

kebebasan mental serta fisik dari ketegangan maupun stres. Secara umum,

relaksasi bertujuan agar seseorang mampu mengontrol diri ketika sedang

terjadi ketegangan maupun stres yang membuat dirinya merasa tidak

nyaman.(Potter&Perry,2005). Autogenik merupakan salah satu contoh

teknik relaksasi berdasarkan konsentrasi pasif yang menggunakan persepsi

tubuh melalui sugesti diri sendiri (Setter, 2002). Relaksasi autogenik

adalah relaksasi yang bersumber dari diri sendiri berupa kata-kata atau

kalimat pendek ataupun pikiran yang bisa membuat pikiran menjadi

tentram.(Aryanti,2007).

Relaksasi autogenik merupakan salah satu terapi yang dapat membantu

seseorang yang mengalami ketegangan maupun stress dengan menekankan

pada latihan mengatur pikiran, dengan posisi yang rileks, serta mengatur

pola pernafasan. Selain itu relaksasi autogenic juga memiliki manfaat

terhadap otak, yaitu meningkatkan gelombang alpa yang mampu memicu

perasaan rileks.

b. Tujuan.

a. Memberikan perasaan nyaman.

b. Mengurangi stress, khususnya stres ringan/sedang

c. Memberikan ketenangan.

d. Mengurangi ketegangan.

e. Mengurangi nyeri.
c. Posisi dan Pernafasan.

Hadibroto (2006), Widyastuti (2004) dan Siswantoyo (2008)

memaparkan beberapa posisi dan pernafasan dalam melakukan relaksasi

autogenik antara lain :

1) Posisi terbaik dalam melakukan relaksasi autogenik adalah dengan

menggunakan posisi berbaring maupun bersandar di tempat duduk.

Posisi berbaring dapat dilakukan di berbagai media seperti karpet atau

tempat tidur dengan kedua tangan berada di samping tubuh, telapak

tangan menghadap ke atas, tungkai lurus sehingga tumit dapat

menapak di permukaan alas. Tepat di bawah kepala atau lutut dapat

dialasi dengan menggunakan bantal tipis selagi tidak mengubah posisi

tubuh (tubuh tetap rata). Jika menggunakan posisi bersandar atau

duduk tegak pada kursi, posisi kepala harus sejajar dengan tubuh yang

tegak dan letakkan kedua tangan di pangkuan atau sandaran kursi

samping. Dalam melakukan relaksasi autogenik tidak diperkenankan

menggunakan jam tangan, perhiasan (cincin, kalung dan anting) serta

diharuskan memakai pakaian yang longgar.

Gambar 2.1 Posisi berbaring relaksasi autogenic


Gambar 2.2 Posisi duduk relaksasi autogenik

2) Lakukan pernafasan dalam hitungan satu sampai tujuh dan ulangi

pernafasan serupa hingga enak kali. Untuk selanjutnya masih

melakukan pernafasan dalam tetapi hitungannya berubah dari satu

sampai sembilan dan tetap dilakukan sebanyak enam kali. Ketika

menghembuskan nafas, rasakan kondisi yang semakin rileks dan

seolah-olah kita akan mendapatkan konsentrasi yang lebih baik

dibarengi dengan fokus kita terhadap pernafasan dan abaikan faktor

lain yang berada di sekitar kita. Fokus pernafasan dilakukan dengan

pandangan kita focus pada satu titik imajiner yang berada di depan

kita. Cara ini bertujuan utuk mempertahankan kondisi secara pasif

untuk tetap berkonsentrasi. Selama tahap ini kita tetap

mempertahankan irama pernafasan, tenang dan selalu gunakan

pernafasn perut.
d. Prosedur tindakan.

1) Alat : Tidak ada alat khusus yang digunakan, bila diinginkan dapat

dilakukan sambil mendengarkan musik ringan.

2) Pelaksanaan :

a) Posisi terbaik dalam melakukan relaksasi autogenik adalah dengan

menggunakan posisi berbaring maupun bersandar di tempat duduk.

b) Pilihlah satu kata atau kalimat yang dapat membuat kitaaa

merasa tenanggg misalnya “Masyaallah”. Jadikan kata-kata atau

kalimat tersebut sebagai “mantra” untuk mencapai kondisi rileks.

c) Atur posisi klien senyaman mungkin.

d) Tutup mata secara perlahan-lahan.

e) Instruksikan klien untuk melemaskan seluruh anggota tubuh dari

kepala, bahu, punggung, tangan sampai kaki secara perlahan-lahan.

f) Instruksikan klien untuk menarik nafas secara perlahan : tarik nafas

melalui hidung dan buang nafas melalui mulut.

g) Pada saat menghembuskan nafas melalui mulut ucapkan dalam hati

“mantra” tersebut.

h) Lakukan berulang selama kurang lebih 10 menit, bila tiba-tiba

pikiran melayang, upayakan untuk memfokuskan kembali pada kata-

kata mantra tersebut.

i) Bila dirasakan sudah nyaman atau rileks, tetap tenang dengan mata

masih tertutup untuk beberapa saat.


j) Langkah terakhir buka mata ecara perlahan sambil rasakan kondisi

rileks.

e. Hal yang perlu diperhatikan.

Menurut Buku Terapi Komplementer ( Dewi Murdiyanti dan Rahmita

Nuril, 2019) hal yang perlu diperhatikan dalam praktik relaksasi autogenik

antara lain :

1) Relaksasi autogenik tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah usia 5

tahun.

2) Relaksasi autogenik tidak dianjurkan untuk seseorang yang memiliki

masalah mental serta emosional yang tinggi.

3) Untuk penderita penyakit jantung harus dibawah pengawasan ahli di

bidang relaksasi autogenik.

4) Untuk mencapai hasil yang optimal dibutuhkan konsentrasi penuh

terhadap kata-kata “mantra” yang dapat membuat rileks.

5) Lakukan prosedur ini sampai 2-3 kali agar mendapatkan hasil yang

optimal.

f. Hubungan relaksasi autogenik dan respons tubuh.

Menurut Buku Terapi Komplementer ( Dewi Murdiyanti dan Rahmita

Nuril, 2019) relaksasi autogenik memiliki hubungan yang erat dengan

respons tubuh, antara lain :

1) Mempengaruhi fungsi langerhans (sel-sel imunitas yang berada di

seluruh bagian epidermis kulit) sehingga dapat mengalirkan hormon

yang dimilikinya dengan baik ke seluruh tubuh.


2) Hasil dari relaksasi bisa dirasakan setelah melakukan tiga kali terapi

dan setiap terapinya dilakukan selama 10 menit.

3) Memperbaiki keseimbangan antara organ tubuh dengan sirkulasi

tubuh.

4) Menstimulasi pankreas dan hati agar menjaga gula dalam darah tetap

berada dalam batas normal.

5) Menstimulasi sistem saraf parasimpatis yang bertugas membantu otak

untuk memerintahkan renin angiotensin (sebuah dispogen dan hormon

oligopeptida yang ada di dalam serum darah yang menyebabkan

pembuluh darah mengerut hingga terjadi kenaikan tekanan darah)

pada ginjal sehingga dapat menjaga tekanan darah tetap berada dalam

batas normal.

6) Menjaga organ-organ tubuh yang terluka, karena melakukan relaksasi

autogenik secara teratur dapat menjaga pasien dari keadaan yang cepat

berubah sehingga stressor terkurangi dan relaksasi terjadi.

g. Hubungan relaksasi autogenik dengan hipertensi.

Terapi relaksasi autogenik dapat menurunkan tekanan darah sistol dan

diastol dengan cara meningkatkan proses pengaliran hormon-hormon baik

keseluruh tubuh dan menstimulasi sistem saraf parasimpatis yang

membuat otak memerintahkan pengaturan renin angiotensin pada ginjal,

yang mengatur tekanan darah. (Watanabe, 2016 ). Relaksasi autogenik

akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui auto sugesti untuk

rileks sehingga dapat mengendalikan tekanan darah, denyut jantung dan


suhu tubuh. Sensasi tenang, ringan dan hangat yang menyebar ke seluruh

tubuh merupakan efek yang bisa dirasakan dari relaksasi autogenik.

Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi

mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek menenangkan

yang ditimbukan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis

menjadi dominan sistem parasimpatis. (Dermawan&Nugroho,2015).

1.3. Kerangka Konsep.

Kerangka konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

Input Proses Output

Hipertensi Responden Mampu


Asuhan Keperawatan Dengan
Melakukan Relaksasi
Pemberian Tindakan Relaksasi
Autogenik
Autogenik Pada Lansia Dengan
Hipertensi
Karakteristik

Gambaran Umum :
- Tekanan darah naik
1. Pengkajian
- Lemas
2. Diagnosa keperawatan Responden Tidak
- Meringis kesakitan
3. Intervensi keperawatan Mampu Melakukan
- Mengeluh pusing
4. Implementasi keperawatan Relaksasi Autogenik
- Leher kaku
5. Evaluasi keperawatan

Penyebab :
- Makanan
- Lingkungan
- Umur
- Genetik
Bagan 2.3.1 Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien LansianDengan

Hipertensi
2

Anda mungkin juga menyukai