PROPOSAL PENELITIAN
Sebagai Ujian Akhir Semester (UAS) Semester Ganjil mata kuliah Metodologi dan Statistik
Penelitian Manajemen Pendidikan Lanjut, diampu oleh Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja
Oleh
Denny Kodrat
NPM: 4103810413007
PROGRAM PASCASARJANA
2013
Kebudayaan, Prof. Dr. Moh. Nuh, merupakan obat untuk memerangi kemiskinan dan
peradaban, maka hal itu mengindikasikan semakin majunya manusia. Begitupula dengan
kemiskinan. Usia kemiskinan sama tuanya dengan usia peradaban manusia. Tentunya,
usia pendidikan pun setua pula usia peradaban manusia. Oleh karenanya, pendidikan
selalu menjadi jalan keluar tanpa alternatif (no alternative way) untuk sebuah upaya
bangsa. Lebih lanjut, dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dijelaskan fungsi dan
dalam arti mengukuhkan moral intelektual peserta didik, melainkan juga bersifat kuratif,
baik secara personal maupun sosial, yakni bisa menjadi salah satu sarana penyembuh
Realitas dunia pendidikan saat ini masih didominasi oleh cerita-cerita buram
mencatat telah terjadi 147 kasus tawuran dengan korban jiwa sebanyak 82 anak
sepanjang 2012 (Megapolitan.com). Tawuran pelajar ini bahkan hampir merata disetiap
jenjang, baik jenjang pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Tidak hanya
kasus kekerasan tawuran saja yang cukup mengkhawatirkan, kasus amoral lain
penyimpangan moral yang terjadi di mikro pendidikan, misalnya mencontek dan bullying,
menjadi masalah yang cukup serius untuk disikapi bersama para pemangku
kepentingan (stakeholders).
menjadi menarik untuk diteliti terlebih bila ditelaah bagaimana penerapan dan
pengelolaan pendidikan karakter ini oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Sementara itu, kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2013 menekankan pada
pendidikan karakter dengan tujuan meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan
yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standard kompetensi lulusan
pada setiap satuan pendidikan (Mulyasa, 2013). Peneliti memilih satuan pendidikan
SMA Taruna Bakti Bandung sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa
itu, dengan kiprahnya yang lebih dari 60 tahun, sekolah ini tidak hanya memiliki jejak
rekam yang baik secara akademis, popular secara nama, dan menjadi salah satu dari
sedikit sekolah swasta yang menempati 5 (lima) besar sekolah unggulan di kota
Bandung, namun juga memiliki kekhasan dalam misi pendidikannya, yaitu menjadikan
pendidikan karakter dan pembauran sebagai bagian dari softskill yang tidak
terpisahkan.
SMA Taruna Bakti, terakreditasi A sejak tahun 2007 terletak di Jalan L.L.R.E
factory outlets dan pusat pemerintahan provinsi Jawa Barat (Gedung Sate) dan
Kejaksaan Provinsi Jawa Barat. Sekolah ini berdiri di bawah naungan Yayasan Taruna
Bakti yang didirikan oleh masyarakat dengan ketua umumnya Drs. K. Kamajaya, M.Sc.
Yayasan Taruna Bakti sendiri saat ini mengelola satuan pendidikan Play group, Taman
Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan
Akademi Sekretari Taruna Bakti. Untuk kegiatan SMA, proses manajemen dan
dilakukan, disiplin dan keramahtamahan sangat ditekankan. Senyum, Tegur dan Sapa
menjadi salah satu etika yang ditekankan baik kepada siswa juga guru. Siswa harus
berada di sekolah sebelum jam 06.30. Sesudah jam tersebut, Siswa-siswa yang
tugas terlambat yang dibuat oleh guru jam pertama dan dipantau serta
selamat pagi,” dan diikuti mencium tangan dari siswa ke guru menjadi keseharian
para siswa dan guru di sekolah.
Hasil observasi awal di atas dikuatkan oleh penuturan Kepala Sekolah melalui
SMA
Taruna Bakti adalah sekolah yang sangat menekankan pendidikan karakter, bahkan jauh
sebelum pemerintah menyuarakan urgensi pendidikan karakter. Salah satu nilai yang
siswa, guru maupun pegawai berupaya untuk menghayati dan mewujudkan nilai respect
ini.
persoalan mendasar, yaitu pertama, tidak semua siswa berasal dari lingkungan
keluarga yang harmonis. Banyak di antara diasuh secara single parent. Sehingga,
pelanggaran, sering dilakukan oleh para siswa sekadar untuk mencari perhatian.
yang diterima siswa di sekolah. Kedua, SMA Taruna Bakti adalah sekolah non-
asrama. Kebersamaan dengan siswa di sekolah tidak berlangsung 1x24 jam seperti
Sekolah kedua adalah SMA Terpadu Krida Nusantara menempati tanah seluas 25
Ha yang terletak di wilayah Bandung Timur, tepatnya di desa Cipadung, Cibiru. SMA ini
potensi peserta didik di bidang akademik, keagamaan dan keterampilan dengan disiplin
tinggi serta mampu bersaing secara nasional dan internasional”. Selain itu, SMA Krida
Nusantara ini memiliki slogan “Mendidik anak untuk disiplin, bebas rokok, narkotika
dan tawuran.” Selain itu, dengan konsep sekolah asrama (boarding school), proses
“Menjadi sekolah berbasis riset terdepan dalam pembentukan karakter unggul dalam
imtak dan iptek”. Sekolah ini dalam kurun waktu selama dua dekade menjadi sekolah
dengan nilai passing grade teratas se-kota Bandung dan memiliki perolehan A dalam
Bandung ini memiliki 64 tenaga pendidik dengan status PNS dan 8 guru honorer,
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk
tingkat Sekolah Menengah Atas dengan mengambil 3 (tiga) kasus di SMA Taruna Bakti,
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi yang rinci dan jelas
tentang:
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoretik dan praktis.
1. Manfaat Teoretik
pendidikan karakter. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan acuan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pimpinan yayasan,
pimpinan sekolah, guru, dan seluruh warga sekolah, bahkan para pemerhati
E. Batasan Penelitian
tiga gabungan pendekatan tersebut (Lubis dan Huseini, 1987). Pengukuran efektif
dalam hal ini, manajemen pendidikan berkarakter dapat dilihat dari proses input-
Kata manajemen sering dihubungkan dengan istilah bahasa Italia maneggiare yang
berarti ‘mengendalikan’. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang
berarti ‘kepemilikan kuda’ (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni
mengendalikan kuda). Bahasa Perancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris
spesifik dan variatif dari para ahli. Harold Koontz dan Hein Weirich (dalam Kambey,
mencapai tujuan-tujuan tertentu secara efisien”. Sementara itu, Sanches (dalam Kambey,
Mary Parker Follet (dalam Sule dan Saefullah, 2010:5) menegaskan bahwa “manajemen
is the art of getting things done through people.” Artinya, manajemen adalah seni
menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Manajemen sebagai proses ataupun seni
senantiasa terarah pada suatu tujuan yang hendak dicapai dan melalui tahapan-
pengendalian. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Nickels dkk. (dalam Sule dan
masing-masing ahli. Namun, terdapat salah satu definisi klasik tentang manajemen yang
dirumuskan oleh George Terry (dalam Indrajit dan Djokopranoto, 2011:315), yakni
“management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and
human beings and other resources”. Manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan melalui orang atau sumber daya lain
untuk mewujudkan tujuan. Proses yang dikemukakan Terry inilah yang secara
controlling).
manajemen dalam arti luas adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Sementara itu dalam arti
kompetensi manajerial.
administrasi pendidikan.
akuntabel.
Secara ringkas, Mulyati dan Komariah (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI,
usaha terencana secara sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat dan
lengkap sehingga mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif dan efisien.
2. Fungsi-Fungsi Manajemen
selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh
2.1. Perencanaan
planning is first of all a rational process”. Artinya perencanaan pendidikan adalah langkah
paling awal dari semua proses rasional. Dengan kata lain sebelum melaksanakan
menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai
2010:56), “perencanaan mencakup kegiatan menentukan sasaran dan alat sesuai untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Perencanaan yang dibuat secara matang
akan berfungsi sebagai kompas untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu Sergiovanni
(dalam Sagala, 2010:57) menegaskan: “plans are guides, approximation, goal post, and
- Menghindari pemborosan.
Berdasarkan jangkauan waktunya, perencanaan dapat dibagi menjadi
perencanaan jangka pendek, misalnya satu minggu, satu bulan, satu semester dan
satu tahun, perencanaan jangkah menengah yaitu perencanaan yang dibuat untuk
jangka waktu tiga sampai tujuh tahun, dan perencanaan jangka panjang dibuat untuk
jangka waktu delapan sampai dua puluh lima tahun. Sementara itu proses
perencanaan yang ditetapkan dan akan menimbulkan sense of belonging (rasa memiliki),
tersebut berhasil.
2.2. Pengorganisasian
untuk mencapai tujuan organisasi. Stoner (dalam Tim Dosen, 2011:94) menyatakan
bahwa mengorganisasikan adalah “proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk
bekerja sama dalam cara terstruktur guna mencapai sasaran spesifik atau beberapa
organisasi.
Pengorganisasian yang tepat akan membuat posisi orang jelas dalam struktur dan
2.3. Pelaksanaan
proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi
serta proses memotivasi agar semua pihak dapat bertanggung-jawab dengan penuh
kesadaran dan produktivitas yang tinggi (Sule dan Saefulla, 2010:8). Proses
memotivasi berarti mendorong semua pihak agar mau bekerja sama, ikhlas dan
bergairah untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan rencana-rencana yang telah
ditentukan atau diorganisir sebelumnya. Hal ini ditegaskan oleh Terry (dalam Kambey,
2006:70), “Actuating is setting all members of the group to want to achieve and to
strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning and
sekolah, yakni melalui tindakan merangsang guru dan personal sekolah lainnya
melaksanakan tugas- tugas dengan antusias dan kemauan yang baik untuk mencapai
organisasi kerja yang terdiri dari sejumlah unit kerja (kelas, guru kelas, bimbingan
pelayanan persoan sekolah, pelatihan guru, koordinasi yang meliputi pembagian kerja
kerja sama, tersedianya fasilitas dan kontak hubungan yang lancer bagi semua pihak dan
memorandum atau instruksi berantai, dan , 7) ada dan tersedianya buku pedoman
2.4. Pengawasan
administrasi melihat apakah apa yang terjadi itu sesuai dengan apa yang seharusnya
terjadi, jika tidak maka penyesuaian yang perlu dibuatnya. Kedua, Hadari Nawawi
pengawasan adalah salah satu kegiatan mengetahui realisasi perilaku personal sekolah
dan apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai yang dikehendaki, kemudian
apakah semua berjalan sesuai rencana yang dibuat, instruksi-instruksi yang dikeluarkan,
dan prinsip-prinsip yang ditetapkan, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Massie
bahwa tindakan pengawasan terdiri dari tiga langkah universal, yaitu (1) mengukur
perbuatan atau kinerja; (2) membandingkan perbuatan dengan standar yang ditetapkan
Lebih lanjut Stoner (dalam Sagala, 2010:66) membagi pengawasan dalam empat
langkah berikut:
- Pertama, menetapkan standar dan metode untuk mengukur prestasi yang
- Ketiga, membandingkan hasil yang telah diukur dengan sasaran dan standar
1. Pengertian Pendidikan
Indonesia menjadi pendidikan, secara etimologis berasal dari kata kerja bahasa Latin
educare. Koesoema (2010:53) mengemukakan bahwa bisa jadi secara etimologis, kata
pendidikan berasal dari dua kata kerja yang berbeda, yaitu dari kata educare dan
sebagai berikut.
Dalam konteks ini pendidikan dipahami sebagai “sebuah proses yang membantu
behavioris seperti Watson dan Skinner yang menekankan pendidikan sebagai proses
pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia, seperti
seni”.
Sementara itu, kata educere merupakan gabungan dari preposisi ex (keluar dari)
dan kata kerja ducere (memimpin). Secara harafiah educere berarti “suatu kegiatan
untuk menarik keluar atau membawa keluar”. Dalam arti ini, pendidikan dimengerti
sebagai “sebuah proses pembimbingan keluar yang terarah pada satu tujuan
tertentu”. Proses pembimbingan keluar ini bisa berarti secara internal, yakni keluar
dari keterbatasan fisik kodrati yang dimiliki sehingga tetap bertahan hidup, dan
secara eksternal lebih mengacu pada kecerdasan sosial individu, antara lain tampak
dari kemampuan bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
ke arah alam dan sesama manusia. Sementara itu dalam konteks Indonesia, pengertian
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi
demikian:
manusia. Bahkan, pendidikan adalah hidup itu sendiri, sebab pendidikan berlangsung
seumur hidup
(life-long education), mencakup segala lingkungan dan situasi hidup yang mempengaruhi
2. Pengertian Karakter
Secara etimologis istilah “karakter” berasal dari bahasa Yunani karasso, berarti
‘cetak biru’, ‘format dasar’, atau ‘sidik’ seperti dalam sidik jari. Interpretasi atas istilah
cara interpretasi, yaitu pertama, karakter sebagai “sekumpulan kondisi yang telah
diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan
dalam diri kita” (karakter bawaan atau given character). Kedua, karakter sebagai “tingkat
kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter
adalah sebuah proses yang kehendaki” (willed). Senada dengan pengertian karakter
di atas, Ohoitmur (dalam Rataq dan Korompis, 2011:11), menegaskan bahwa “karakter
personal terdiri dari dua unsur yakni karakter bawaan dan karakter binaan. Karakter
bawaan merupakan karakter yang secara hereditas menjadi ciri khas kepribadiannya.
diartikan sebagai “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah
seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan, dirinya,
sesame dan lingkungannya dengan cara mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai
dengan kesadaran, emosi dan motivasinya.
Musfiroh (dalam Kemendiknas, 2010:12) berpendapat bahwa “karakter mengacu
characteristics that affect that person’s ability and inclination to function morally. Simply
put, character is comprised of those characteristics that lead person to do the right
thing or not to do the right thing. ” Karakter adalah kumpulan dari karakteristik psikologis
sesuai dengan moralitas. Dengan kata lain karakter itu terdiri dari karakteristik-
karakteristik yang menuntun seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik atau
3. Pendidikan Karakter
karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help
people understand, care about, and act upon core ethical values”. Pendidikan karakter
adalah suatu usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli dan bertindak
menurut nilai-nilai etika. Sementara itu menurut Ramli (dalam Kemendiknas, 2010:13),
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral
dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi
manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
dalam pendidikan karakter ruang lingkupnya selain terdapat dalam diri individu, juga
dicetuskan pertama kali oleh ahli pendidikan Jerman F.W. Foerster (1869-1966). Lahirnya
pendidikan karakter bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk menghidupkan kembali
pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang arus positivisme yang dipelopori
oleh filsuf dan sosiolog Perancis Auguste Comte (1798-1857). Tujuan pendidikan
menurut Foerster adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan
esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Karakter
berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas seorang pribadi diukur. Lebih lanjut
fundamental yang mesti dimiliki. Kematangan keempat ciri fundamental karakter inilah
berdasarkan hierarki nilai. Karakter tidak terbentuk selalui merupakan sebuah kesediaan
dan keterbukaan untuk mengubah dan dari ketidakteraturan menuju keteraturan nilai.
dapat mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi
baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu
sama lain. Kredilibitas seseorang akan runtuk apabila tidak ada koherensi.
Ketiga, otonomi atau kemampuan seseorang untuk menginternalisasikan aturan
dari luar sehingga menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal ini tampak dari penilaian keputusan
untuk mengingini apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan merupakan dasar bagi
baik dari dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi itu semakin dapat menghayati
sendiri sebagai peribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Pendidikan
karakter memiliki dua dimensi sekaligus, yakni dimensi individual dan dimensi sosio-
struktural. Dimensi individual berkaitan erat dengan pendidikan nilai dan pendidikan
belahan dunia lain, seperti di Amerika. Character Education Partnership (CEP) (dalam
berikut.
kurang lebih sama. Dalam konteks Indonesia, Kemendiknas secara detail (2011)
menyebutkan delapan belas nilai dalam pendidikan karakter, yaitu religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
peduli lingkungan, dan peduli sosial, serta tanggung jawab. Koesoema (2010:208-2011)
mengambil garis besarnya saja dengan menyebutkan delapan nilai, yakni keutamaan,
keindahan, kerja, cinta tanah air, demokrasi, kesatuan, menghidupi nilai moral, dan
kemanusiaan.
sekolah memerlukan prinsip-prinsip dasar yang mudah dimengerti dan dipahami oleh
siswa dan setiap individu yang bekerja dalam lingkup pendidikan itu sendiri. Beberapa
apa dirimu.
c. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan
d. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain
sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik
dari mereka.
e. Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformatif. Seorang
f. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu
menjadi pribadi yang lebih baik, dan ini akan membuat dunia menjadi
bahwa kelima unsur itu bisa menjadi menjadi pedoman dan patokan dalam
pendidikan. Lima hal tersebut bisa dikatakan sebagai lingkaran dinamis dialektis yang
senantiasa berputar semakin maju. Kelima unsur itu adalah mengajarkan, keteladanan,
nilai tertentu. Artinya, untuk dapat melakukan yang baik, adil, dan bernilai, maka
peserta didik pertama-tama perlu mengetahui dengan jelas apa itu kebaikan,
keadilan dan nilai. Perilaku berkarakter mendasarkan diri pada tindakan sadar subjek
dalam melaksanakan nilai. Untuk inilah, salah satu unsur penting dalam pendidikan
kurikulum. Dalam merencanakan kurikulum perlu dilihat apakah telah terdapat nilai-
nilai etis yang menyerambah dalam kurikulum sehingga sekolah memiliki nilai-nilai
yang ditawarkan (proposed values). Cara lain adalah dengan mengundang pembicara
tamu dalam sebuah seminar, diskusi, publikasi, dll, untuk secara khusus membahas nilai-
nilai utama yang dipilih sekolah dalam kerangka pendidikan karakter bagi para
peserta didik.
b. Keteladanan
“Verba movent exempla trahunt”, ungkapan bahasa Latin ini berarti kata-kata
memang dapat menggerakkan orang, namun teladan itulah yang menarik hati. Untuk
itu pendidikan karakter merupakan tuntutan terutama bagi para pendidik sendiri.
Sebab, pengetahuan yang baik tentang nilai akan menjadi kredibel ketika gagasan
teoretis normatif itu ditemui oleh peserta didik dalam praksis kehidupan di sekolah.
Keteladanan menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya pendidikan karakter.
guru sesungguhnya menjadi jiwa bagi pendidikan karakter itu sendiri. Konsistensi
dalam
mengajarkan pendidikan karakter tidak sekadar melalui apa yang dikatakan melalui
pembelajaran di dalam kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri guru di
adalah apakah terdapat model peran dalam diri insan pendidik. Demikian juga, apakah
secara kelembagaan terdapat contoh-contoh kebijakan serta perilaku yang bisa diteladani
oleh siswa sehingga apa yang mereka pahami tentang nilai-nilai itu memang dekat
dengan hidup mereka, dan mereka dapat menemukan afirmasi dalam perilaku
c. Menentukan prioritas
bagi realisasi atas visi lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
mesti menentukan standar atas karakter yang akan ditawarkan kepada peserta didik.
Untuk ini, setiap pihak yang terlibat perlu memahami secara jernih apakah prioritas
Selain prioritas nilai, diperlukan juga penentuan sekumpulan perilaku standar yang
diketahui dan dipahami oleh peserta didik, orang tua dan masyarakat.
d. Praksis prioritas
Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah verifikasi di
lapangan tentang karakter yang dituntutkan itu. verifikasi yang dimaksudkan antara lain
sanksi itu diterapkan secara transparan sehingga menjadi praksis kelembagaan. realisasi
semacam evaluasi, pendalaman atau refleksi, untuk melihat sejauh mana lembaga
Keberhasilan dan kegagalan itu lantas menjadi sarana untuk meningkatkan kemajuan
yang dasarnya adalah pengalaman itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilihat, apakah para
dengan teman lain? Apakah ada diskusi untuk semakin memahami nilai pendidikan
karakter yang hasil-hasilnya bisa diterbitkan dalam jurnal, koran sekolah, dll?
pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh bagi setiap kegiatan yang ada di dalam
individu, desain program yang sesuai dengan tanggung jawab individu, dan upaya
membangun lingkungan yang ramah atau kondusif bagi pertumbuhan individu sesuai
Metode pendidikan karakter seperti ini didesain secara khusus agar seluruh
karakter utuh dan menyeluruh memasuki seluruh fase kehidupan sekolah, mulai dari
siswa-siswa masuk melalui gerbang sekolah, kantin, aula, ruang kelas, perpustakaan
sampai mereka kembali melalui gerbang yang sama untuk pulang ke rumah.
b. Prioritas nilai dan keutamaan (core values)
Lembaga pendidikan mesti menentukan prioritas nilai atau keutamaan apa yang
akan diraih. Prioritas nilai dan keutamaan ini menjadi dasar penting bagi
pertumbuhan individu agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik. Nilai-nilai yang
diprioritaskan itu dijunjung tinggi, disepakati bersama, dihormati, dan diteladankan oleh
para pendidik dan orang-orang lain dalam perkataan dan perbuatan. Dengan
demikian, diharapkan para siswa dapat menangkap bahwa nilai-nilai tersebut sungguh
merupakan nilai-nilai bersama yang ingin diperjuangkan oleh seluruh komunitas sekolah.
dimensi pengolahan diri manusia secara integral, yakni meliputi olah pikir, olah hati,
dan olahraga. Olah pikir berarti mengajarkan individu untuk dapat memahami nilai-
nilai dan keutamaan secara benar. Individu mengetahui mengapa ia melakukan sebuah
tindakan dan mengapa tindakan yang dilakukan itu dapat dibenarkan secara moral
(moral reasoning). Olah hati berarti upaya menanamkan pemahaman yang benar dalam
diri individu sampai pemahaman tersebut sungguh menjadi bagian berharga dalam
dirinya. Dengan kata lain, individu menghidupi dan mencintai nilai-nilai yang telah
tindakan bermoral itu hanya dapat diverifikasi dalam praksis dan tindakan, di mana
fungsi organis tubuh berperan penting. pemahaman dan penghargaan atas tubuh secara
benar membuat individu mampu juga menghargai keberadaan fisik orang lain apapun
keadaan mereka.
diambil. Definisi tugas yang jelas dari masing-masing individu, proses pengaturan
relasi antar individu dalam kerangka organisasi perlu diperjelas, sehingga masing-
masing individu dalam lembaga pendidikan tersebut memiliki pemahaman akan cakupan
tanggung jawab mereka secara spesifik dan khas. Sekolah yang memiliki manajemen
yang baik mampu merealisasikan visi dan misi lembaga ke dalam praksis,
berkelanjutan.
pendidikan lain. Dalam hal ini, lembaga pendidikan sebagai sebuah pelaku bagi
pengembangan pendidikan tidak dapat berdiri sendiri, atau hidup bagi dirinya sendiri.
Kehadirannya yang bermutu dan bai semestinya juga dapat menjadi contoh dan model
sekolah-sekolah lain di
sekitarnya. Dengan demikian, kultur pendidikan karakter di satu sekolah yang baik
pendekatan, dan bentuk praksisnya di dalam atau di luar kelas, disampaikan secara
transparan kepada seluruh pemangku kepentingan sekolah, yakni siswa, guru, orang
sekolah. Guru, tim pendidikan karakter, penanggung jawab setiap kelas, serta
anggota komunitas lain terlibat dalam desain dan perencanaan strategis pendidikan
luas dalam masyarakat. Untuk itu, kerja sama intensif dan saling mendukung antara
adanya pembenahan praksis di lapangan bukan memulai dari awal atau menunggu
program pendidikan matang. Caranya adalah dengan mulai membuat skala prioritas hal-
hal mendesak mana yang mesti dilakukan segera.
g. Pertumbuhan motivasi individu
motivasi moral. Artinya, sifat itu mencakup bagaimana menumbuhkan dalam diri
mengembangkan motivasi dalam diri individu, program tidak sekedar dipaksakan dari
atas. Sebaliknya, ada rasa memiliki, rasa satu panggilan untuk menghayati dan
hidupnya di dunia.
dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral inti dalam hidup mereka. Untuk mendukung
tumbuhnya motivasi internal yang muncul dari dalam, setiap tindakan bermoral baik mesti
memperoleh penghargaan secara natural, pujian yang wajar. Upah perilaku bermoral
yang baik adalah pujian tulus dari komunitas, kesadaran, dan kebanggaan diri bahwa
individu tersebut menjadi contoh bagi integritas moral seorang pribadi. Rasa hormat dan
pujian ini dilakukan secara wajar dan normal dalam setiap sisi kehidupan sekolah.
h. Pengembangan professional
professional para pelakunya sebagai bagian penting. Tujuannya adalah pengayaan serta
peningkatan kemampuan agar guru dapat menjadi pendidik karakter yang efektif,
seperti lokakarya tentang cara mengajar yang baik dan efektif, teknik berkomunikasi
dengan orang lain, manajemen kelas, dan lain sebagainya, yang dirasakan relevan
bagi kinerja dan pengembangan tugas guru. Di sini dibutuhkan pengetahuan dan
keterampilan agar individu yang terlibat dalam dunia pendidikan bertumbuh secara
staf pendidik, dan karyawan tenaga kependidikan. Keyakinan bersama (shared believed)
mesti muncul pada hal-hal yang esensial: nilai-nilai dan keutamaan, prinsip-prinsip
pendidkan karakter, dan nilai-nilai yang diprioritaskan dan ingin dikembangkan oleh
lembaga pendidikan.
perubahan masyarakat yang lebih luas. Integrasi dan kerja sama antara sekolah dengan
melibatkan komunitas yang lebih besar agar terlibat dalam pengembangan dan promosi
pendidikan karakter di lingkungan sekolah. Komunitas yang lebih luas itu antara lain
pemerintah.
konteks kelas, yaitu melalui pengajaran, manajemen kelas dan pembuatan kesepakatan
yang melibatkan siswa secara aktif, menghargai perbedaan dalam belajar, dan perhatian
nilai- nilai yang diperjuangkan. Dalam hal ini, lembaga pendidikan memberikan harapan
yang jelas tentang apa yang dapat mereka lakukan. Tujuannya agar para siswa terlibat
dalam tindakan- tindakan yang terkait dengan pengembangan kehidupan moral mereka,
olah raga, kesediaan untuk membantu orang lain, dan pelayanan pada sekolah
ataupun komunitas. Metode ini akan semakin efektif ketika lembaga pendidikan mampu
melaksanakan nilai-nilai itu dalam setiap kebijakan dan program yang dibuat oleh
kepemimpinan kepala sekolah tidaklah berdiri sendiri. Ada berbagai macam jenis
kepemimpinan yang bisa terlibat bagi pengembangan pendidikan karakter. Untuk itu
berbagi tanggung jawab mesti ditumbuhkan. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam
Agar pendidikan karakter dapat berlangsung lestari dan menjadi semakin baik,
evaluasi ini mesti memotret sekolah sebagai lembaga pendidikan, mengevaluasi program
yang didesain dan dibuat, serta memiliki sistem evaluasi individual secara
berkelanjutan utnuk melihat sejauh mana setiap individu sungguh telah bertumbuh
dengan visi-misi yang ingin dicapai. Oleh karena itu, harus ada sistem evaluasi kualitatif
dan kuantitatif utnuk menilai sejauh mana program pendidikan karakter itu berhasil
diterapkan.
membantu mereka untuk semakin termotivasi dalam membentuk diri sebagai pelajar
Pendidikan karakter yang efektif dan utuh menyertakan tiga basis desain
dalam pemrogramannya. Tiga basis yang dimaksud adalah basis kelas, basis kultur
sekolah dan basis komunitas. Berikut intisari desain pendidikan karakter menurut
Kelas yang dimaksud bukan saja bangunan fisik, melainkan lebih pada corak
relasional yang terjadi antara guru dan murid dalam proses pendidikan. Untuk itu
pendidikan dapat memaksimalkan corak relasional yang terjadi dalam kelas agar masing-
masing individu dapat bertumbuh secara sehat, dewasa, dan bertanggung jawab.
Desain kurikulum pendidikan karakter berbasis kelas terjadi melalui dua ranah
kelas, yakni proses pembelajaran bersama terhadap materi kurikulum yang diajarkan.
Sedangkan ranah non- instruksional mengacu pada unsur-unsur di luar dinamika belajar
a. Ranah Instruksional
Desain pendidikan karakter berbasis kelas yang sifatnya instruksional dapat terjadi
melalui dua cara, yaitu bersifat pengajaran tematis dan non-tematis. Pertama, pendidikan
Pendidik memilih satu tema tertentu untuk dibahas bersama. Sekolah mengalokasikan
tradisional, dialogis, diskusi kelompok, maupun pada pembuatan proyek bersama. Sifat
pendidikan karakter berbasis kelas instruksional tematis ini adalah parsial selektif.
tentang nilai yang dipilih dan akan dibahas dalam pendidikan karakter.
kurikulum, proses pembelajaran dan terkait secara inheren dalam materi pembelajaran.
Dalam proses pengajarannya tidak ditentukan ada tema khusus yang mau dibahas,
tetapi terintegrasi dengan materi yang telah ada. Selain itu, tidak ada alokasi waktu
khusus untuk melatih dan mengajarkan pembentukan karkater karena dengan model ini
pembentukan karakter yang dilakukan terintegrasi melalui kurikulum yang ada dalam
setiap mata pelajaran. Guru mempergunakan proses belajar mengajar sesuai dengan
mata pelajaran yang diampunya untuk menanamkan nilai-nilai tertentu. Sebagai contoh
yang bisa dibentuk, diajarkan dalam proses pembelajaran mesti disebut secara eksplisit.
b. Ranah Non-Instruksional
penciptaan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif bagi pembentukkan atau
pembelajaran yang mendukung pengajaran dan meningkatkan prestasi siswa. Guru dan
siswa berhadapan dan berdialog secara langsung sebagai pribadi. Secara bersama-
sama
mereka membentuk komunitas belajar. Perjumpaan dalam kelas terjadi secara terencana
dan teratur melalui penjadwalan mata pelajaran yang diorganisir dan diarahkan agar
menjadi tempat penting bagi penanaman nilai dan pembentukan karakter siswa. Siswa di
ajak berkumpul bersama melalui berbagai macam cara. Di dalamnya warga kelas
mencari cara-cara penyelesaian konflik secara damai. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam
program perwalian kelas antara lain, saling menghormati, tanggung jawab bersama,
siswa menentukan tujuan kelas secara bersama beserta cara-cara praktis untuk
Ketiga, membangun konsensus kelas. Dasar dari pengembangan ini adalah hubungan
timbale balik satu sama lain berdasarkan kepercayaan (trust), rasa hormat (respect), dan
saling menumbuhkan dan merawat (caring). Kelas yang baik memiliki aturan bersama
yang dipahami oleh setiap anggota komunitas kelas sehingga proses belajar mengajar
menjadi lancar. Dalam mengembangkan konsensus kelas, keterlibatan setiap anggota kelas
learning).
cara bertindak yang telah terbentuk secara otomatis menjadi bagian yang hidup dalam
sebuah komunitas pendidikan. Dasar pola perilaku dan cara bertidaknya adalah
norma sosial, peraturan sekolah, dan kebijakan pendidikan di tingkat lokal. Oleh karena
itu kultur sekolah dapat dikatakan seperti kurikulum tersembunyi (hidden curriculum)
yang lebih efektif memengaruhi pola perilaku dan cara berpikir seluruh anggota
komunitas sekolah. Kultur sekolah berjiwa pendidikan karakter terbentuk ketika dalam
merancang sebuah program, setiap individu dapat bekerja sama satu sama lain
idealisme lembaga pendidikan, yakni visi dan misi, dengan berbagai macam struktur
dalam dunia pendidikan dapat menjadi titik temu. Momen pendidikan ini dapat
adalah peristiwa yang berkaitan erat dengan proses regulasi dan administrasi sekolah.
peraturan yayasan, peraturan sekolah, job description setiap jabatan dan kedudukan.
spot yang dilaksanakan secara rutin dan sifatnya tradisional. Kebijakan yang bersifat rutin
pendidikan yang terjadi secara khas dan muncul karena terjadinya peristiwa tertentu
yang merupakan tanggapan nyata sekolah atas peristiwa di luar lembaga pendidikan,
dan memengaruhi kinerja lembaga pendidikan. Momen pendidikan eventual ini tidak
dapat diprediksi, namun membutuhkan keputusan dan tanggapan langsung dari pihak
yang dimaksud adalah berbuat baik, jangan merusak, setiap individu berharga di dalam
dirinya, dan prinsip moral dasar tersebut mesti senantiasa diingat oleh para pendidik dan
pengambil keputusan.
yang dimiliki guru. Intinya adalah bagaimana setiap individu, terutama guru, menghayati
tanggung jawab moral yang diembannya secara akuntabel dan transparan dalam
untuk saling mendengarkan dan menghargai perbedaan adalah ciri medasar sebuah
komunitas demokratis. Beberapa momen yang dapat menjadi praksis strategis
kelulusan.
- Kebijakan pendidikan.
- Kolegialitas antarguru.
Lembaga pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki ikatan yang erat
dengan komunitas-komunitas lain, baik yang terlibat secara langsung atau tidak langsug.
nasional.
corak kerja sama dan keterlibatan antara lembaga pendidikan dengan komunitas-
semakin bermakna dan bermutu, mampu menjawab aspirasi setiap anggota komunitas
tentang harapan mereka, fungsi, dan peran lembaga pendidikan dalam kehidupan
4. Efektivitas
dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat bagaimana cara mencapai hasil yang
dicapai dengan membandingkan antara input dan outputnya. Istilah efektif (effective)
dan efisien (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati
dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Tentang arti efektif dan
menegaskan sebagai “When a specific desired and is attained we shall say that the
atau program.
disampaikan;
2. Isi pesan (content), yang menggambarkan apakah semua isi pesan yang
waktunya;
atau dikemas dalam bentuk yang tepat dan sesuai dengan khalayak sasaran;
yaitu mencakup:
3. Membawa hasil;
4. Menangani tantangan masa depan;
sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau
(official goal).
yang dibutuhkannya dan juga memelihara keandalan sistem organisasi agar bisa
efisiensi dan kondisi (kesehatan) dari organisasi internal. Pendekatan ini tidak
judul “Manajemen Pendidikan Karakter Siswa Berasrama: Studi Kasus Pada SMA
Lokon St.
Nikolaus Tomohon” oleh Riny Cintya Kumendong, Program Pascasarjana UNIMA, Tahun
SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon dibuat oleh masing-masing unit dan sub-unit yang ada
telah dirumuskan sebelumnya ke dalam kegiatan konkret sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Pendidikan karakter merupakan bagian dari kurikulum yang diatur dan
dilakukan dengan menggunakan catatan data-data yang secara valid dibuat berdasarkan
kenyataan. Sekolah tidak membuat format penilaian tersendiri untuk pendidikan karakter
karena sudah terintegrasi dalam mata pelajaran. Sementara asrama menggunakan raport
sendiri dalam penilaian pendidikan karakter. Nilai pendidikan karakter siswa diambil dari
indikator yang dijabarkan dari tiga nilai utama, yakni Veritas, Virtus, Fides (Kebenaran,
Kebajikan, Iman). Nilai pendidikan karakter dibuat dalam bentuk penilaian kualitatif,
bukan kuantitatif.
Relevansinya dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan adalah terletak
pada konsep dasar manajemen dan fungsi-fungsi manajemen, serta konsep pendidikan
pendidikan formal seperti sekolah yang merupakan inti dari objek penelitian ini.
menggabungkan kualitatif dan kuantitatif secara sekuen (Cresswell, 2003), dengan tujuan
untuk saling melengkapi gambaran hasil studi mengenai fenomena yang diteliti dan untuk
memperkuat analisis penelitian (Gay, et all, 2006; Cresswell, 2005; Sugiyono, 2011:399).
Penelitian ini akan dilaksanakan pada SMA Taruna Bakti Bandung, SMA
Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah pernyataan dan
tindakan dari orang-orang yang diamati atau yang diwawancarai yang dicatat melalui
catatan tertulis atau
melalui perekaman dan pengambilan foto. Selebihnya adalah sumber data sekunder
diperoleh dari informan yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, dan
perwakilan siswa. Data sekunder bersumber dari dokumen-dokumen resmi yang ada
berupa catatan, gambar, foto serta bahan lain yang dapat mendukung penelitian ini.
Selain itu, karena desain penelitian ini menggunakan desain penelitian campuran,
maka selain menggunakan wawacara, data akan didapat dengan menggunakan survey
dengan kuisioner kepada populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh warga sekolah di
tiga sekolah tersebut meliputi pimpinan sekolah, pengawas, guru, tenaga kependidikan,
siswa serta stakeholder terkait dengan instrumen yang sebelumnya sudah divalidasi
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah trianggulasi atau gabungan
dari tiga teknik sekaligus, yaitu observasi partisipatif, wawancara mendalam dan
studi dokumentasi. Calon peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda- beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Observasi partisipatif,
wawancara mendalam dan dokumentasi akan digunakan untuk semua sumber data
secara serempak (Sugiyono, 2011:330). Selain itu, teknik survey dengan penyebaran
sekolah tersebut yang meliputi pimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa.
terus-menerus sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data mengikuti flow
model yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:337), yaitu data
Reduksi data
Display data
Analisis
Selama Setelah
Kesimpulan/verifikasi
Selama Setelah
Data Display
Data reduction
Conclusion:
drawing/verifyin g
ketekunan dalam penelitian, tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus
1. Uji Validitas
mengukur apa yang diukur. Pengukuran uji validitas dilakukan dengan menggunakan
n xy x y
rxy
nx 2 x 2 ny 2 y 2
Note:
r = r-hitung
Xi = Nilai variabel
Uji Reliabilitas
Note:
k = total questions
= total variants
Untuk mengakurasikan perhitugan uji validitas dan reliabilitas, maka program statistic
Penelitian ini direncanakan akan berlangsung selama 5 (lima) bulan, yakni dari
bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014, terhitung sejak penulisan Rencana
DAFTAR PUSTAKA
Gay, L.R. Mills, Geoffrey. Airasian, Peter. (2006). Educational Research: Competencies
for Analysis and Application. Ohio: Pearson.
Harjana, Andre. (2000). Audit Komunikasi: Teori dan Praktek. Jakarta: Grasindo.
Koesoema, Doni A. (2010). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global.
Jakarta: Grasindo.
Lubis, S.B. Hari, dan Huseini, Mertani. (1987). Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro.
Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia
Mulyasa, Enco. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Ratag, Mezak A. & Korompis, Ronald, (2009). Kurikulum Berbasis Kehidupan: Pandangan
tentang Pendidikan Menurut Ronald Korompis. Tomohon: Yayasan Pendidikan Lokon.
Sule, Ernie Tisnawati dan Saefullah, Kurniawan, (2010). Pengantar Manajemen. Jakarta:
Kencana.
Usman, Husaini. (2011). Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Tesis:
Kumendong, Riny Cintya, 2012. Manajemen Pendidikan Karakter Siswa Berasrama.
Studi Kasus Pada SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon. Manado: Program Studi
Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Manado.