Anda di halaman 1dari 13

PEMBAHASAN

A. Pengertian akhlak
Menurut (Sahilun A,1980), kata “Akhlak” berasal dari bahasa arab, jamak dari
khuluqun ‫ق‬ ٌ ُ‫ ُخل‬yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun ‫ق‬ ٌ ‫َخ ْل‬
yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq ‫ق‬ ٌ ِ‫ خَ ال‬yang berarti
pencipta; demikian pula dengan akhluqun ‫ق‬ ٌ ْ‫ َم ْخلُو‬yang berarti yang diciptakan.
Kata akhlak menunjukkan sejumlah sifat tabiat fitri atau asli pada manusia dan
sejumlah sifat yang diusahakan hingga seolah-olah fitrah akhlak ini memiliki dua
bentuk, pertama bersifat batiniyah (kejiwaan) dan yang kedua bersifat zahiriah yang
terwujud dalam perilaku.Menurut para ulama dan sarjana menuturkan bahwa akhlak
ditinjau dari aliran atau ajaran yang dianggap benar. Dalam aspek sosiologis juga
didefinisikan akhlak sesuai dengan disiplin ilmu sosiologi (ilmu dalam
bermasyarakat). Sedangkan menurut aliran idealisme didefinisikan sesuai dengan
aliran yang dianutnya.
Menurut aliran utilitarianisme (menekankan aspek kegunaan) dan naturalisme
(menekankan oada panggilan alam atau kejadian manusia itu sendiri atau fitahnya).
Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji
menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik (mahmudah).
Tetapi manakala ia melahirkan perbuatan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang
buruk (madzmumah).
Pengertian sikap positif yang termasuk dalam akhlak yang terlihat melalui
perilaku dapat ditunjukkan dengan beberapa sikap, tabiat, watak atau kebiasaan
misalkan sikap pemaaf, amanah, sabar, rendah hati, dll. Sedangkan sikap negatif
misalkan sikap pemarah, pendendam, dengki, khianat, sombong dll. Hal yang
menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah norma-norma agama
yang bersumber dari al-Haq yaitu Tuhan YME.

Disebut akhlak karena:

1. Dilakukan berulang-ulang
2. Timbul dengan sendirinya dan tanpa berfikir panjang

Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat,
perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik
dan buruk. Dimasukkannya penilaian benar atau salah ke dalam moral, jelas
menunjukkan salah satu perbedaan moral dan akhlak, sebab salah benar adalah
penilaian dipandang dari sudut hukum yang ada di dalam agama islam tidak dapat
dicerai pisahkan dengan akhlak, seperti yang telah disinggung di atas.
Akhlak islami berbeda dengan moral dan etika. Perbedaannya dapat dilihat
terutama dari sumber yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang
baik menurut akhlak adalah segala sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai
dan norma agama, nilai serta norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat bagi
diri sendiri dan orang lain.
Yang buruk adalah segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan
nilai dan norma agama serta nilai dan norma masyarakat, merugikan masyarakat dan
diri sendiri. Yang menentukan baik atau buruk suatu sikap (akhlak) yang melahirkan
suatu perilaku atau perbuatan manusia di dalam agama dan ajaran islam adalah al
quran yang dijelaskan dan dikembangkan oelh Rasulullah dengan sunah beliau yang
kini dapat dibaca di dalam kitab-kitab hadist.
Yang menentukan perbuatan baik atau buruk dalam moral dan etika adalah
adat istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat pada suatu tempat di suatu masa.
Oleh karena itu dipandang dari sumbernya akhlak islami bersifat tetap dan berlaku
untuk selama-lamanya, sedang moral dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu
tempat tertentu.

B. Sumber dan Karakteristik Akhlak


Akhlak dalam islam sangatlah menjadi faktor pembeda atau penciri yang
menunjukkan perilaku hidup umat manusia dari umat pemeluk agama lain.
Karakteristik akhlak ini dapat diterapkan atau sesuai untuk semua kelas individu baik
ditinjau dari ras, suku, lingkungan, kehidupan sosial masyarakat dan lain sebagainya.
Menurut Qardhawy (1997) dalam Daras (2006) karakteristik akhlak ada tujuh, yaitu:
1. Moral yang beralasan serta dapat difahami
Akhlak yang harus disandang oleh seluruh umat islam bukanlah sesuatu yang
bersifat dokmatis, tetapi sesuatu yang logis dan masuk akal. Maksudnya logis adalah
dapat diargumentasikan dan dapat diterima oleh naluri manusia dan akal sehat. Hal ini
mencakup tentang pembahasan tentang kebaikan atau kemaslahatan dan keburukan
yang dilarang olehNya. 
2. Moral Universal
Dalam hal ini moral bersifat umum, berlaku untuk semua umat di dunia, tidak
terbatas atas ras, suku, kebangsaan, golongan, kesukuan atau kaum. Pada dasarnya,
moral universal ini didasarkan oleh karakter manusia, jadi setiap umat akan memiliki
landasan moral yang seharusnya sama, tidak dibeda-bedakan,
3. Kesesuaian dengan fitrah manusia
Islam memberikan pengakuan terhadap status manusia sebagai ciptaan Allah
yang diberikan fitrah, keinginan, kecenderungan dan dorongan dari dalam jiwanya
untuk berbuat. Manusia diperbolehkan untuk memiliiki apa saja yang dia sukai, dan
melakukan apa saja yang ingin dia kerjakan asalkan tidak menyimpang dari ajaran
islam. Islam datang untuk memberikan batasan-batasan demi kebaikan-kebaikan
hidup manusia di dunia. Islam tidak mengubah fitrah yang ada pada diri manusia
melainkan menyempurnakannya atau melengkapinya agar manusia dapat bertindak
secara bijaksana terhadap apa yang ada dalam dirinya agar dalam kehidupannya dapat
bersikap dengan baik sesuai dengan batasan yang dijelaskan.
4. Memperhatikan realita
Seperti yang telah dijelaskan pada poin satu bahwa moral islam adalah sesuatu
yang logis dan sesuai nurani manusia. Realita adalah hal yang mengarah pada
keadaan manusia sehari-hari yang menunjukkan keinginan manusia pada hal-hal yang
bersifat duniawi, sebab hal itu tentu tidak mungkin dapat dihilangkan dari diri
manusia sebagai makhluk sosial. Al-quran tidak mengekang manusia untuk tidak
melakukan apa yang secara alamiah dia inginkan, hanya saja Al-quran mengatur kita
agar kita bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan sesuai dengan akal sehat dan
pertimbangan kebaikan bersama. Dapat dicontohkan, kita tentu tidak bisa berbuat baik
atau menganggap seorang musuh sebagai kawan, akan tetapi al-quran memberikan
batasan agar bahwa kita tidak boleh berlaku tercela sekalipun kepada musuh kita, kita
harus berlaku adil dengan tidak melakukan pelanggaran. Dalam konteks lain yang
lebih universal dapat dijelaskan bahwa memandang realita maksudnya adalah
memberikan kita kebebasan untuk berperilaku tetapi tetap harus berpegang pada al-
quran.
5. Moral positif
Dalam islam, selain seseorang itu harus memiliki moral yang baik dia harus
memiliki ketangguhan dalam menghadapi cekaman sosial politik yang terjadi di luar.
Sering kita jumpai bahwa manusia cenderung terbawa oleh arus yang terjadi di
lingkungannya, bisa saja seseorang yang tadinya memiliki moral yang baik tetapi
karena mengikuti trend sosial yang salah maka akan menyebabkan moralnya menjadi
tidak baik. Oleh karena itu, dalam al-quran telah dijelaskan pula bahwa sebagai
seorang mukmin kita tidak diperkenankan untuk tinggal diam melihat kemunduran
kondisi sosial dan politik yang terjadi, maka selain kita harus tetap mempertahankan
moral islam kita, kita juga diperintahkan untuk mengubah semua paradigma sosial
politik yang salah dimulai dari diri kita sendiri.
6. Komprehensifitas
Moral islam adalah sebuah batasan dan cakupan yang kompleks. Tidak benar
anggapan sebagian orang tentang islam yang menganggap bahwa islam hanyalah
tentang kegiatan keagamaan, ibadah, seremonial dan sebagainya yang mendekatkan
diri sebagai umat kepada Tuhannya. Lebih dari itu, islam mengatur pula bagaimana
kita sebagai makhluk sosial untuk berperilaku sesuai porsinya sehingga kita sebagai
umat islam akan memiliki nilai susila yang tinggi dan ajaran yangluhur. Moral islam
mengatur hubungan mansia dengan Tuhannya, serta hubungan manusia dengan
manusia.
7. Keseimbangan hidup atau Tawazun
Dapat digambarkan secara umum bahwa kita harus bersikap adil terhadap
apapun yang ada di dunia ini. Sebagai makhluk individu kita harus adil terhadap
kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan ruh dan raga kita. Jika dilihat dari konteks
manusia sebagai makhluk hidup dengan Tuhannya maka dapat digambarkan bahwa
manusia sebagai kholifah di dunia ini, maka kita harus dapat memanfaatkan apa yang
ada di dunia ini seoptimal mungkin untuk kesejahteraan kita selama ada di dunia,
namun demikian kita juga harus ingat bahwa pemenuhan bekal kita di akhirat sebagai
makhluk Tuhan yang pasti akan kembali juga harus dipenuhi.

C. Prinsip - Prinsip Akhlak


Prinsip-prinsip Akhlak digambarkan dengan faktor-faktor awal yang
membentuk akhlak manusia. Dapat dijelaskan bahwa faktor pembentuk akhlak ada
dua yaitu faktro intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal
dari dalam diri manusia itu sendiri sebagai sifat bawaan sejak lahir, sedangkan faktor
ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan kejiwaan manusia. Ada enam prinsip akhlak yang dijelaskan dalam
Daras (2006) yaitu sebagai berikut ini:
1. Intrik atau naluri
Intrik atau naluri adalah sifat dasar manusia yang dibawanya sejak lahir. Naluri
secara umum dijelaskan sebagai suatu sifat yang dilakukan dengan tanpa harus
berlatih tetapi muncul dengan sendirinya dari dalam diri manusia yang bersangkutan
untuk mencapai tujuan tetentu. Naluri berasal dari dalam jiwa manusia sebagai faktor
psikologi. Contoh naluri manusia adalah:
 Naluri untuk makan (nutrive instinct). Naluri ini dibawa sejak lahir oleh
manusia untuk dapat bertahan hidup dengan memenuhi kebutuhan nutrisinya
untuk tumbuh dan berkembang,Naluri berjodoh (sexual instinct). Naluri ini
dijelaskan sebagai kebutuhan biologis manusia (laki-laki dan perempuan),
 Naluri keibu-bapakan (Paternal instinct). Sikap kecintaan terhadap anak-anak
sebagai seorang ayah atau ibu,
 Naluri berjuang (combative instinct). Sikap manusia untuk menjawab
tantangan, menghindari gangguan, dan mempertahankan diri dari serangan,
 Naluri ber-Tuhan. Tabiat manusia untuk dapat merasakan rindu dan
menunjukkan kecintaannya kepada Allah sebagai makhluk Tuhan. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan beragama.
 Naluri dapat membawa manusia kepada jalan yang benar tetapi terkadang juga
kepada jalan yang salah tergantung kepada individu yang memiliki naluri
tersebut untuk dapat memanagenya.Sehingga islam hadir untuk membantu
manusia dalam mengendalikan nalurinya agar tidak aniaya terhadap diri
sendiri tetapi dapat tersalurkan sesuai dengan tuntunan dari Ilahi.

2. Keturunan
Salah satu yang menjadi dasar dalam penurunan moral dan etika adalah berasal
dari nenek moyang. Dalam Daras (2006) diilustrasikan bahwa manusia itu ibarat satu
pohon, dari batang ke cabang, kemudian dari cabang ke ranting akan menunjukkan
kesamaan atau paling tidak kemiripan. Begitu pula dalam diri manusia, moral
manusia adalah sebagian dari apa yang diwariskan oleh nenek moyang. Selain fisik
yang sama, kemungkinan akan memiliki sikap, perasaan, dan etika dalam hidup yang
sama. Sikap umum hingga khusus yang dapat diwariskan adalah sebagai berikut ini:

 Manusia menurunkan selain sifat fisik juga mental yang berupa pembawaan
mental, moral, etika dan perasaan yang diwariskan kepada generasi
selanjutnya, hal ini adalah sebuah keistimewaan bagi manusia.
 Selain sifat manusia yang diwariskan secara general, terdapat juga pengaruh
dari kebangsaan, suku atau ras. Umumnya setiap negara, suku dsb akan
mewariskan sifat-sifat khusus yang berasal dari hasil kebudayaan nilai norma
yang terbentuk di masyarakatnya. Hal ini termasuk ke dalam aspek
Antropoligi dan Etnologi.
 Sifat yang paling inti adalah sifat yang diturunkan oleh keluarga yang
dipimpin oleh kedua orang tua sebagai indukkan. Sifat fisik akan sangat nyata
kemiripannya atau kesamaannya, begitu juga dengan pewarisan tentang sikap,
nilai dan norma yang tertanam di dalam jiwa manusia yang menghadirkan
bentuk moral padanya.

3. ‘Azam
Azam adalah sebuah kemauan atau keinginan yang keras yang hadir dalam
pemikiran dan hati manusia untuk dpat melaksanakan suatu hal tertentu. ‘Azam ini
akan membawa manusia dalam kekerasan hati untuk berlaku yang baik atau yang
buruk. Telah dicontohkan pada diri Rasulullah SAW, tentang sikap keras pada
pendirian dan kemauan yang besar untuk bertahan dalam menghadapai sesuatu demi
kebaikan, hal inilah yang seharusnya kita contoh. Ada dua contoh kehendak yaitu:
 Kelemahan kehendak, yaitu sikap kurang adanya kemauan untuk berjuang,
untuk bertahan atau dengan kata lain dapat digambarkan sebagai sikap mudah
menyerah. Kurangnya kemauan menyebabkan manusia malas untuk berusaha.
 Kehendak yang kuat tetapi kearah yang salah, hal ini dapat ditunjukkan
dengan pola hidup yang merusak dan dzalim. 

4. Dlamir atau suara Batin


Suara batin adalah sebuah panggilan atau perasaan senang atau tidak senang
terhadap suatu perbuatan yang telah dia lakukan sediri. Sederhananya, apabila kita
melakukan kesalahan yang melanggar dari batasan yang telah ditetapkan maka akan
timbul rasa sesal atau rasa bersalah karena perbuatan yang telah kita lakukan. Peran
hati dalam hal ini adalah untuk mencegah kita melakukan keburukan dan berubah
untuk melakukan kebaikan. Panggilan hati lebih utamanya adalah panggilan untuk
berbuat kebaikan yang merupakan kewajiban umat manusia.

5. Kebiasaan
Perilaku yang dilakukan berulang-ulang sehingga menyebabkan syaraf otak
kita menjadi terpengaruh dan menjadikannya perbuatan rutinan yang kita lakukan.
Secara lebih rinci, setiap kali kita melakukan perbuatan maka hal itu akan membekas
di dalam otak kita, maka apabila kita diminta untuk mengulanginya maka akan lebih
mudah bagi kita. Setiap kali perbuatan itu dilakukan akan semakin memberikan bekas
dan melatih otak untuk mengingat dan melakukan perbuatan itu.Untuk merubah
kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik maka hal yang dapat kita lakukan adalah
sebagai berikut,

 Mencari kesempatan untuk melaksanakan niat tersebut


 Beriat yang sungguh-sungguh
 Kesadaran akan pentingnya perubahan tersebut
 Selalu istiqomah dan setia terhadap usaha yang dilakukan
 Mengisi waktu kosong dengan berlaku yang baik agar kebiasaan dapat
bergeser
 Meusaha menolak apabila kebiasaan buruk itu akan muncul lagi

6. Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini menunjukkan adanya perbedaan akhlak manusia
berdasarkan lingkungannya, baik secara geografis maupun sosial. Secara sosial maka
manusia sebagai makhluk sosial pasti melakukan interaksi dengan masyarakat, hal ini
menimbulkan hadirnya pemahaman mengenai sikap-sikap yang kemudian tertanam di
dalam dirinya sehingga terbentuk menjadi akhlak.

D. Contoh Penerapan atau Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan


Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan
iman yang dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran Islam dalam setiap
tingkah laku sehari-hari. Dan akhlak seharusnya diaktualisasikan dalam kehidupan
seorang Muslim agar dalam kehidupan sehari-hari mendapatkan ridho dan petunjuk
dari Allah, sehingga dalam menjalani hari-hari tidak terdapat kendala yang berarti.
Penerapan akhlak yang baik dalam keseharian yaitu seperti: 

1. Akhlak terhadap Allah 


 Mentauhidkan Allah (QS. Al Ihlas: 1-4)
 Tidak berbuat musyrik pada Allah (QS. Luqman: 13)
 Bertakwa pada Allah (QS. An Nisa’:1) 
2. Akhlak terhadap Rasulullah 
 Mengikuti atau menjalankan sunnahnya (QS. Ali Imran: 30)
 Meneladani akhlaknya (QS. Al Ahzab: 21)
 Bershalawat kepadanya (QS. Al Ahzab: 56)
3. Akhlak terhadap diri sendiri 
 Sikap sabar (QS. Al Baqarah: 153)
 Sikap syukur (QS. Ibrahim: 7)
 Sikap amanah atau jujur (QS. Al Ahzab: 72)
 Sikap Tawadlu’ (rendah hati) (QS. Luqman: 18)
 Cepat bertobat jika berbuat khilaf (QS. Ali Imron: 135) 
4. Akhlak pada Keluarga 
 Birul waliadin (berbakti pada ketua orang tua) (QS. An Nisa’:36)
 Membina dan mendidik keluarga (QS. At-Tahrim: 6)
 Memelihara keturunan (QS. An Nahl: 58-59)
5. Akhlak terhadap sesama Manusia 
 Merajut ukhuwah atau persaudaraan (QS. Al Hujurat: 10)
 Ta’awun atau saling tolong menolong (QS. Al Maidah: 2)
 Suka memaafkan kesalahan orang lain (QS. Ali Imran: 134 & 159)
 Menepati janji (QS At Taubah: 111) 
6. Akhlak terhadap sesama makhluk 
 Tafakur (memperhatikan dan merenungkan ciptaan alam semesta) (QS. Ali
Imran: 190)
 Memanfaatkan alam (QS. Yunus: 101)

E. Ruang Lingkup Akhlak

Ruang lingkup akhlak sangat luas. Menurut Muhammad Abdullah Daras ada 5
bagian ruang lingkup diantaranya:

1. Akhlak Pribadi (Al-Ahklak Al-Fardiyah)


Akhlak pribadi terdiri dari:
 Akhlak yang diperintahkan
 Akhlak yang dilarang
 Akhlak yang dibolehkan
 Akhlak dalam keadaan darurat
2. Akhlak Berkeluarga (Al-Akhlak Al-Usrawiyah)
Akhlak berkeluarga terdiri dari:
 Kewajiban timbal balik orang tua dan anak
 Kewajiban suami istri
 Kewajiban terhadap karib kerabat
3. Akhlak Bermasyarakat (Al-Akhlaq Al Ijtima’iyah)
Akhlak Bermasyarakat terdiri dari:
 Akhlak yang dilarang
 Aklhak ytang diperintahkan
 Kaedah-kaedah adab
4. Akhlak Bernegara (Akhlak ad-Daulah)
Akhlak Bernegara terdiri dari:
 Hubungan antara pemimpin dan rakyat
 Hubungan luar negeri
5. Akhlak Beragama
Akhlak beragama yaitu kewaiban terhadap Allah Swt.
Menurut Yuniar Ilyas, ruang lingkup akhlak dibagi menjadi 6 bagian diantaranya:
 Akhlak terhadap Allah Swt.
 Akhlak terhadap Rasulullah
 Akhlak terhadap diri sendiri
 Akhlak dalam keluarga
 Akhlak dalam bermasyarakat

F. Macam-Macam Akhlak Dalam Islam

Ada 2 macam jenis pembagian akhlak yaitu akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak
madzmumah (akhlak tercela).

1. Akhlak-akhlak terpuji (Al-Akhlak Al- mahmudah)

Al-akhlak Al-mahmudah disebut juga dengan akhlakul karimah, akhlakul

karimah berasal dari Bahasa Arab yang berarti akhlak yang mulia. Akhlakul karimah

biasanya disamakan dengan perbuatan atau nilai-nilai luhur tersebut memiliki sifat

terpuji (mahmudah)

Akhlakul karimah memiliki dimensi penting di dalam pertanggungjawaban, yaitu:

secara vertikal dan horizontal. Nilai-nilai luhur yang bersifat terpuji tadi yaitu:

1.      Berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul waalidaini)

2.      Berlaku benar, atau (Ash-shidqu)

3.      Perasaan malu (Al-haya)

4.      Memelihara kesucian diri (Al-iffah)

5.      Berlaku kasih sayang (Al-Rahman dan Al-barr)

6.      Berhemat (Al-Iqlishad)

7.      Berlaku sederhana (Qana’ah dan zuhud)


8.      Berlaku jujur (Al-Amanah)

Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya “menghilangkan

semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta

menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat

kebiasaan yang baik, melakukan dan mencintainya.

Menurut Hamka, ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik,

diantaranya.

1.      Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain


2.      Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela
3.      Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani)
4.      Mengharapkan pahala dan surga
5.      Mengharap pujian dan takut azab Tuhan
6.      Mengharap kerihaan Alloh semata
Akhlak yang terpuji berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan

norma-norma atau ajaran Islam. Akhlak yang terpuji dibagi menjadi 2 bagian,  yaitu:

1. Taat lahir

Taat lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan Tuhan,

termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan, dan dikerjakan oleh

anggota lahir, beberapa perbuatan yang dikategorikan taat lahir adalah :

a. Tobat, dikategorikan kepada taat lahir dilihat dari sikap dan tingkah laku

seseorang. Namun sifat penyesalannya merupakan taat batin. Tobat, menurut

para sufi adalah fase awal perjalanan menuju Alloh (taqorub ila Alloh).

b. Amar makruf, dan nahi munkar, perbuatan yang dilakukan kepada manusia

untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan dan

kemungkaran. Sebagai implementasi perintah Alloh, dan hendaklah ada

diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru

kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar (QS. Ali Imron : 104).
c. Syukur, berterima kasih kepada nikmat yang telah dianugerahkan Alloh

kepada manusia dan seluruh makhluknya. Perbuatan ini termasuk yang sedikit

dilakukan oleh manusia, sebagaimana firman Alloh, dan sedikit sekali dari

hamba-hamba yang berterima kasih (QS. Saba’ : 13).

2. Taat batin

Sedangkan taat batin adalah segala sifat yang baik, yang terpuji yang dilakukan

oleh anggota batin (hati)

a. Tawakkal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Alloh dalam menghadapi,

menanti, atau menunggu hasil pekerjaan.

b. Sabar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sabar dalam beribadah, sabar

ketika dilanda mala petaka, sabar terhadap kehidupan dunia, sabar terhadap

maksiat, sabar dalam perjuangan. Dasarnya adalah keyakinan bahwa semua

yang dihadapi adalah ujian dan cobaan dari Alloh SWT.

c. Qana’ah, yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian yang dianugerahkan

oleh Alloh. Menurut Hamka, Qana’ah meliputi :

1) Menerima dengan rela akan apa yang ada

2) Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas dan ikhtiar

3) Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan

4) Bertawakkal kepada Tuhan

5) Tidak tertarik oleh tipu daya dunia

Taat batin memiliki tingkatan yang lebih dibandingkan dengan taat lahir,

karena batin merupakan penggerak dan sebab bagi terciptanya ketaatan lahir. Dengan

terciptanya ketaatan batin (hati dan jiwa), maka pendekatan diri kepada Tuhan

(bertaqarrub) melalui perjalanan Ruhani (saliis) akan dapat dilakukan.


2. Akhlak-akhlak tercela (Al-Akhlak Al-Madzmumah)
Hidup manusia terkadang mengarah kepada kesempurnaan jiwa dan
kesuciannya, tapi kadang pula mengarah kepada keburukan. Hal tersebut bergantung
kepada beberapa hal yang mempengaruhinya. Menurut (Amin, 1975 : 262),
keburukan akhlak (dosa dan kejahatan) muncul disebabkan karena “Kesempitan
pandangan dan pengalamannya, serta besarnya ego”.
Dalam pembahasan ini, akhlak tercela didahulukan terlebih dahulu
dibandingkan dengan akhlak yang terpuji agar kita melakukan terlebih dahulu usaha
takhliyah, yaitu mengosongkan atau membersihkan diri / jiwa dari sifat-sifat tercela
sambil mengisi (tahliyah) dengan sifat terpuji. Kemudian kita melakukan tajalli, yaitu
mendekatkan diri kepada Alloh.
Akhlak yang buruk adalah bentuk yang menakutan, yang bila dikenakan oleh
seseorang maka dia akan menunjukkan sosok yang menakutkan pula. Ia akan menjadi
sumber malapetaka bagi pemiliknya sendiri dan juga bagi masyarakatnya seperti yang
selama ini dikatakan orang-orang (Subaiti, 2000 : 31).
Orang seperti itu, bila bergaul dengan orang lain, ia bertindak zalim; bila
berjanji, ingkar; bila berkata ia bohong; jika dipercaya ia khianat; bila ada
kesempatan, ia menyimpang : ia jauh dari kebaikan dan dekat kepada keburukan,
cepat menyebarkan fitnah, dan tidak mampu menciptakan persatuan. Oleh karena
itulah Rosululloh bersabda, “ Alloh menolak obat orang yang perangainya buruk”.
Rosululloh ditanya, Bagaimana bisa terjadi demikian, Ya Rosulalloh ?” Beliau
menjawab, jika dia bertobat dari suatu dosa, maka dia terlibat dalam dosa yang lebih
besar.”
Al-Shadiq berkata, “Siapa yang akhlaknya buruk, berarti telah menyiksa
dirinya.” Beliau berkata pula, “Sesungguhnya akhlak yang buruk benar-benar
merusak perbuatan,“ dan seterusnya sampai beliau menjelaskan, “sesungguhnya
bahaya buruk itu menjalar kepada jiwa manusia, merusak keyakinan dan
menghancurkan prinsip-prinsip yang dianutnya. Jika akhidah telah hancur, akan lahir
darinya keraguan, kegoncangan, lalu harapan dan cita-cita menjadi terkikis. Akhirnya,
keputusasaan dan kebosanan akan melanda segi-segi kehidupan sebagaimana ia
menimbulkan ia menimbulkan keraguan pada sumber-sumbernya (Subaiti, 200 : 32).
Menurut Imam Ghazali, akhlak yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat
muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada
kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk
selalu mengarah kepada kebaikan (Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, 2004 : 154). Al-
Ghazali menerangkan 4 hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan tercela
(maksiat) diantaranya :
1. Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan)
yang ingin dimiliki manusia sebagai sebagai kebutuhan dalam melangsungkan
hidupnya (agar bahagia).
2. Manusia selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan
keburukan, seperti istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka, misalnya, dapat
melalaikan manusia dari kewajibannya terhadap Alloh dan terhadap sesama.
3. Setan (iblis). Setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda
manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan.
4. Nafsu, nafsu ada kalanya baik (muthmainnah) dan ada kalanya butuk (amarah)
akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan.
Pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela dapat dibagi menjadi dua

bagian yaitu :
1. Maksiat lahir

Maksiat berasal dari Bahasa Arab, ma’siyah artinya “pelanggaran oleh orang yang
berakal baligh ( mukallaf), karena melakukan perbuatan yang dilarang, dan
meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syariat Islam.
Maksiat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Maksiat lisan, seperti berkata-kata yang tidak memberikan manfaat,
berlebih-lebihan dalam percakapan, berbicara hal yang batil, berdebat dan
berbantah yang hanya mencari menangnya sendiri tanpa menghormati orang
lain, berkata kotor, mencaci maki atau mengucapkan kata laknat baik kepada
manusia, binatang maupun kepada benda-benda lainnya, menghina,
menertawakan atau merendahkan orang lain, berkata dusta, dan lain
sebagainya.
b. Maksiat telinga, seperti mendengarkan pembicaraan orang lain,
mendengarkan orang yang sedang mengumpat, mendengarkan orang yang
sedang namimah, mendengarkan nyanyian-nyanyian atau bunyi-bunyian
yang bisa melalaikan ibadah kepada Alloh SWT.
c. Maksiat mata, seperti melihat aurat wanita yang bukan muhrimnya, melihat

aurat laki-laki yang bukan muhrimnya, melihat orang lain dengan gaya

menghina, melihat kemungkaran tanpa beramar makruf nahi mungkar.

d. Maksiat tangan, seperti menggunakan tangan untuk merampok,

menggunakan tangan untuk mencopet, menggunakan tangan untuk

merampas, menggunakan tangan untuk mengurangi timbangan.

e. Maksiat lahir, karena dilakukan dengan menggunakan alat-alat lahiriah, akan

mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat berbahaya

bagi keamanan dan ketentraman masyarakat, seperti pencurian dan

perampokan, pembunuhan, perkelahian (akibat fitnah, adu domba).

2. Maksiat batin

Maksiat batin lebih berbahaya dibandingkan dengan maksud maksiat lahir,

karena tidak terlihat, dan lebih sukar dihilangkan. Selama maksiat batin belum

dilenyapkan maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Bahkan para sufi

menganggap maksiat batin sebagai najis maknawi, yang karena adanya najis tersebut,

tidak memungkinkan mendekati Tuhan (taqarrub Ila Alloh).


Maksiat batin berasal dari dalam hati manusia, atau digerakkan oleh tabiat

hati. Sedangkan hati memiliki sifat yang tidak tetap, berbolak-balik, berubah-ubah,

sesuai dengan keadaan atau sesuatu yang mempengaruhinya. Hati terkadang baik,

simpati, dan kasih sayang, tetapi disaat lainnya hati terkadang hati jahat, pendendam,

syirik dan sebagainya.


PENUTUP
Kesimnpulan
Akhlak dapat menentukan perilaku suatu umat yang terwujud dalam moral dan etika
dalam kehidupan. Sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk,
sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam
islam akhlak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi pedoman hidup
kaum. Maka dari itu umat islam selama masih berpegangan pada Al-Qur’an dan As-
Sunnah dalam proses kehidupannya, maka dijamin bahwa kualiatas hidup suatu umat
akan baik, terhindar dari hal-hal menyesatkan yang dapat membawa pada kehancuran
baik di dunia dan di akhirat. Karena semua tatanan kehidupan terdapat dalam sumber
tersebut. 

Dengan kata lain, akhlak adalah suatu sistem yang mengatur perbuatan manusia baik
secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia
dengan baik secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara
manusia dengan Allah, manusia sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan
malaikat, dengan jin dan juga dengan alam sekitar. Maka dari itu pentingnya suatu
kaum memiliki akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai