Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN JIWA

Oleh :

NIKMA

R011191040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020
1. LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

Masalah Utama Ganggguan Persepsi sensori: Halusinai

1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak ada.
(Yudi hartono;2012;107)
2. Penyebab Gangguan halusinasi
Halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti (Biologis,Psikologis
dan sosial)
a. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan gangguan
seperti :
1. Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal dan citim limbik
.Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar,daya ingat dan
berbicara
2. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal,perinatal neonatus dan kanak
kanak
b. Psikologis Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi ganguan orientasi
realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup klien. Penolakan dapat dirasakan
dari keluarga,pengasuh atau teman yang bersikap dingin,cemas,tidak peduli atau bahkan
terlalu melindungi sedangkan kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam rumah tangga
merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c. Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan,konflik sosial,budaya,kehidupan yang terisolir disertai stres
yang menumpuk. .(Yudi hartono;2012;108)
3.Jenis-Jenis Halusinasi
Beberapa jenis halusinasi ini sering kali menjadi gejala penyakit tertentu,seperti
skizofrenia.Namun terkadang juga dapat disebabkan oleh penyalahgunaan narkoba
,demam,depresi atau demensia,berikut ini jenis jenis halusianasi yang mungkin saja
mengintai pikiran manusia
a. Halusinasi Pendengaran (Audio) Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukan persepsi
yang salah dari bunyi,musik,kebisingan atau suara.Mendengar suara ketika tidak ada
stimulus pendengaran adalah jenis yang paling umum dari halusinasi audio pada
penderita gangguan mental.Suara dapat didengar baik di dalam kepala maupun di luar
kepala seseorang dan umumnya dianggap lebih parah ketika hal tersebut datang dari luar
kepala,suara bisa datang berupa suara wanita maupun suara pria yang akrab atau tidak
akrab.Pada penderita skizofrenia gejala umum adalah mendengarkan suara suara dua
orang atau lebihyang berbicara pada satu sama lain,ia mendengar suara berupa kritikan
atau komentar tentang dirinya ,prilaku atau pikirannya.
b. Halusinasi penglihatan Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan.isi dari
halusinasi dapat berupa apa saja tetapi biasanya orang atau tokoh seperti
manusia.Misalnya,seseorang merasa ada orang berdiri di belakangnya
c. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius) Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai
rasa.biasanya pengalaman ini tidak menyenangkan.Misalnya seorang individu mungkin
mengeluh telah mengecap rasa logam secara terus menerus.Jenis halusinasi ini sering
terlihat di beberapa gangguan medis seperti epilepsi dibandingkan pada gangguan mental
d. Halusinasi penciuman (Olfaktori) Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak
ada.bau ini biasanya tidak menyenangkan seperti mau muntah ,urin,feses asap atau
daging busuk .Kondisi ini juga sering disebut sebagai Phantosmia dan dapat diakibatkan
oleh adanya kerusakan saraf di bagian indra penciuman.Kerusakan mungkin ini mungkin
disebabkan oleh virus,trauma,tumor otak atau paparan zat zat beracun atau obat obatan
e. Halusinasi sentuhan (Taktil) Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap
sentuhan atau suatu yang terjadi di dalam atau pada tubuh .Halusinasi sentuhan ini
umumnya merasa seperti ada suatu yang merangkak di bawah atau pada kulit.
f. Halusinasi somatik Ini mengacupannya pada saat seseorang mengalami perasaan tubuh
mereka merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau pergeseran
sendi.pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami penyerahan oleh hewan pada
tubuh mereka seperti ular merayap dalam perut. (Yudi hartono;2012;109)
4. Rentang respon Halusinasi
respon adapif respon maladapif
Pikiran logis Proses pikir kadang terganggu Gangguan proses pikir
Waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisiten Emosi berlebihan/kurang Kerusakan proses emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak terorganisir Perilaku tidak sesuai
Hub sosial harmonis Isolasi sosial
5. Proses Terjadinya Masalah
Pada gangguan jiwa,Halusinasi pendengaran merupakan hal yang paling sering
terjadi,dapat berupa suara suara bising atau kata kata yang dapat mempengaruhi perilaku
sehingga dapat menimbulkan respon tertentu seperti berbicara sendiri,marah,atau
berespon lain yang membahayakan diri sendiri orang lain dan lingkungan. (Yudi Hartono
;2012;108) Tahap halusinasi
a. Sleep desorder Sleep desorder adalah halusinasi tahap awal seseorang sebelum muncul
halusinasi
1. Karakteristik : Seseorang merasa banyak masalah,ingin menghindar dari lingkungan
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
2. Perilaku : Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal dan menganggap hayalan awal sebagai pemecah masalah
b. Comforthing Comforthing adalah halusinasi tahap menyenangkan.cemas sedang
1. Karakteristik : Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti cemas,kesepian,rasa
bersalah,takut,dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan cemas.
2. Perilaku : Klien terkadang tersenyum,tertawa sendiri,menggerakan bibir tanpa
suara,pergerakan mata yang cepat respon verbal yang lambat,diam dan berkonsentrasi
c. Condeming Condeming adalah tahap halusinasi menjadi menjijikan : Cemas berat
1. Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan.Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
presepsikan.Klien mungkin merasa dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik
diri dari orang lain
2. Perilaku : Ditandai dengan meningkatnya tanda tanda sistem syaraf otonom akibat
ansietas otonom seperti peningkatan denyut jantung,pernafasan dan tekanan
darah,rentang perhatian dengan lingkungan berkurang dan terkadang asyik dengan
pengalaman sendori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
d. Controling Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa : Cemas
berat
1. Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halisinasi dan
menyerah pada halusinasi trsebut.
2. Perilaku : Perilaku klien taat pada perintah halusinasi,sulit berhubungan dengan orang
lain,respon perhatian terhadap lingkungan berkurang,biasanya hanya beberapa detik saja.
e. Conquering Concuering adalah tahap halusinasi panik umumnya menjadi melebur
dalam halusinasi Karakteristik : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika mengikuti
perintah halusinasi. Perilaku : Perilaku panik,resiko tinggi mencederai,bunuh diri atau
membunuh orang lain.(Yudi Hartono ;2012;108)
6. Tanda Gejala Tanda gejala bagi klien yang mengalami halusinasi adalah sebagai
berikut:
a. Bicara,senyum dan tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengar suara
c. Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis
e. Tidak dapat memusatkan konsentrasi
f. Pembicaraan kacaw terkadang tidak masuk akal
g. Sikap curiga dan bermusuhan
h. Menarik diri,menghindar dari orang lain,
i. Sulit membuat keputusan
j. Ketakutan
k. Mudah tersinggung
l. Menyalahkan diri sendiri/orang lain
m. Tidak mampu memenuhu kebutuhan sendiri
n. Muka merah kadang pucat
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan darah meningkat
q. Nadi cepat
r. Banyak keringat(Yudi Hartono ;2012;109)
7. Akibat Halusinasi
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan
lingkungan.ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia
untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya.(Iskandar;2012;56)
8. Mekanisme Koping
penderita gangguan halusinasi Sumber koping mempengaruhi respon individu
dalam menanggapi stressor: pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman internalnya
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah dan
mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas(Iskandar;2012;58)
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat kecemasan
,kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi sebaiknya pada permulaan dilakukan
secara individu dan usahakan terjadi kontak mata jika perlu pasien di sentuh atau
dipegang
b. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat yang diberikan
sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya.pendekatan sebaiknya
secara persuasif tapi nstruktif.perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul di
telanya serta reaksi obat yang diberikan
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada Setelah
pasien lebih kooperatif dan komunikatif,perawat dapat menggali masalah pasien yang
merupakan penyebabab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada.
d. Memberi aktifitas kepada pasien Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan
gerakan fisik,misalnya berolahraga,bermain,atau melakukan kegiatan untul menggali
potensi keterampilan dirinya
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga pasien dan
petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat
kesinambungan dalam asuhan keperawatan(Budi ana dkk;2011;147)
10. Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan efek

Halusinasi cp

Isolasi sosial etiologi


11.rencana inervensi
a. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Tujuan umum : Pasien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya
Tujuan khusus :
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2. Pasien dapat mengetahui halusinasinya
3. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
4. Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengpntrol halusinasinya
5. Pasien dapat menggunakan obat dengan benar

2. LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

1.    Pengertian isolasi sosial


Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifeetasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang
lain ( Balitbang, 2007 )
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpresonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Isolasi sosial adalah percobaan menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Keliat, budi anna 1998)
Kesimpulan : isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana indifidu tidak mau mengadakan
interaksi terhadap komunitas disekitarnya, atau sengaja menghindari untuk berinteraksi yang
dikarnakan orang lain atau keadaan disekitar diangap mengancam bagi indifidu tersebut.
2.    Tanda Dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial.
a.    Kurang spontan
b.    Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
c.    Ekspresi wajah kurang berseri
d.   Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
e.    Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f.      Mengisolasi diri
g.    Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h.    Asupan makanan dan minuman terganggu
i.      Retensi urine dan feces
j.      Aktivitas menurun
k.    Kurang energi ( tenaga )
l.      Rendah diri
m.  Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin ( khususnya pada posisi tidur )
3.    Rentang respon
a.    Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaaan yang
berlaku dimana individu tersebut menyelesaikan masalahnya masih dalam batas normal.
b.  Respon maladaptive adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalahnya.yang sudah menyamping dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu
tempat.prilaku yang berhubungan dengan respon sosial maladaptive, adalah menipulasi,
impulsive dan narkisme , prilaku yang brhubungan dengan respon sosial maladaptive, adalah
menipulasi , impulsive dan narkisme prilaku yang berhubungan dengan respon sosial mal adaptif
Respon adaptif Respon maladaptive

Solitut Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling ketergantungan

Keterangan dari rentang respon sosial :


1. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang untuk merenung apa
yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara untuk menentukan langkahnya.
2. Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam
hubungan sosial.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan (Interdependent)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk saling
memberi dan menerima.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya perhatian dengan orang lain atau
lingkungannya.
6. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan orang lain atau
lingkungannya.
7. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada orang lain.
8. Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan berorientasi pada orang
lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
9. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu. Mempunyai penilaian yang
buruk dan tidak dapat diandalkan.
10.Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian. Individu akan marah
jika orang lain tidak mendukungnya.(Townsend M.C,1998)
4.    Faktor predisposisi
a.    Faktor tumbuh kembang
Faktor perkembangan kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari
pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas
yang harus dilalui indifidu dengan sukses, karna apabila tugas perkembangan ini tidak
terpenuhi akan menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih
sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh)pada bayi akan membari rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b.    Factor biologi
Genetic adalah salah satu factor pendukung ganguan jiwa, fakor genetic dapat menunjang
terhadap respon sosial maladaptive ada bukri terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter
dalam perkembangan ganguan ini namun tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
c.    Factor sosial budaya
Factor sosial budaya dapat menjadi factor pendukung terjadinya ganguan dalm membina
hubungan dengan orang lain, misalnya angota keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari
orang lain.
d.   Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam ganguan
berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan hal-hal yang negative akan mendorong
anak mengembangkan harga diri rendah.
5.    Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
a.    Stressor sosial kultur
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluar dan berpisah dengan orang
yang berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat di rumah sakit.
b.    Stressor psikologis
Ansietas berkepanjangan terjadi bersama dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasi
tuntutan untuk berpisah dangan orang terdekat atau kebanyakan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
6.    Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri adalah proyeksi dan represi
a. Proyeksi adalah keinginan yang tidak dapat ditoleransi ,mencurahkan emosi kepada oranglain,
Karena kesalahan yang dilakukan sendiri.
b.  Regresi adalah menghindari setres, kecemasan dengan menampilkan prilaku kembali seperti
pada perkembangan anak
c.   Represi adalah menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan atau konflik atau
ingatan dari kesadaran yang cendrung memperkuat mekanisme ego lainya
7.      Perilaku
a.    Menarik diri :
kurang spontan, apatis, ekspresiiwajah kurang berseri, defisit perawatan diri, komunikasi
kurang, isolasi diri, aktivitas menurun, kurang berenergi, rendah diri, postur tubuh sikap
fetus.
b.     Curiga :
tidak percaya orang lain, bermusuhan, isolasi sosial, paranoiaisolasi
c.      Manipulasi :
kurang asertif, isolasi sosial, harga diri rendah, tergantung pd orang lain, ekspresi perasaan
tidak langsung pada tujuan.
C.  DATA YAN PERLU DIKAJI

Beberapa hal yang perlu untuk dikaji pada pasien dengan isolasi sosial ini adalah :

Subjektif:
      Klien mengatakan malas bergaul denga orang lain
      Klien mengatakan dirinya tidak ingn ditemani perawat dan meminta untuk sendiri
      Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan oran lain.
      Tidak mau berkomunikasi

Objektif:
      Kurang spontan
      Apatis ( acuh terhadap lingkungan)
      Ekspresi wajah kurang berseri
      Tidak merawat diri sendiridan tidak memperhatikan kebersihan
      Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
      Mengisolasi diri
      Asupan makanan dan minuman terganggu
      Retensi urin dan feses
      Aktivitas menurun
      Kurang berenergi atau bertenaga
      Rendah diri
      Posturtubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin ( khususnya pada posisi tidur)

D.  MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1.      Isolasi sosial

2.      Harga diri rendah kronis

3.      Perubahan persepsi sensori : halusinasi

4.      Koping invidu tidak efektif

5.      Koping keluarga tidak efektif

6.      Intoleransi aktivitas

7.      Defisit perawatan diri

8.      Risiko tinggi mencederai diri sendri, orang lain, dan lingkungan.

E.    POHON MASALAH

Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi Effec

ISOLASI SOSIAL Core problem


Gangguan konsep diri : Harga diri rendah Etiologi

F.  DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Isolasi sosial

2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

3. Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi (Kelliat,2005)

G.   RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Tindakan keperawatan untuk klien:

a.       Membina hubungan saling percaya

b.      Menyadari penyebab isolasi sosial

c.       Mengerahui keungungan dan keruguan bergaul dengna orang lain

d.      Melakukan interaksi dengan orang lian secara bertahap

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga:

a.       Keluarga mengetahui masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien

b.      Keluarga mengetahui penyebab isolasi sosial

c.       Sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya

d.      Keluarga mengetahui pengobatan yang benar untuk klien

e.       Klien mengetahui tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien.

3. LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

1. Pengertian waham
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus
menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waha adalah termasuk gangguan isi
pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada dalam
pikirannya.waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
waham sering ditemui pasa gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang
spesifik sering ditemukan pada penderita skizofrenia.
2. Proses terjadinya waham
1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need )
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada orang dengan
status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien sangat miskin dan
menderita.keinginannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompensasi yang salah. Hal itu terjadi kaena adanya kesenjangan
antara kenyataan (reality), yaitu tidak memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri
(self ideal) yang sangat ingin memiliki kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon
genggam.
2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang
tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu, dan
tidak berharga.
3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal dan external)
Pada tahap ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak sesuai
dengan kenyataan. Namun menghadapi kenyataan bagi pasien adalah sesuatu
sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap penting dan diterima
lingkunganmenjadi priortas dalam hidupnya, sebab kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal
ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjadi
perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontasi
berkepanjangan dengan alasan pengakuan pasien tidak merugikan orang lain.
4. Fase dukungan lingkungan (environment support)
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien dalam
lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama - kelamaan pasien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran yang
seringnya diulang- ulang. Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.
5. Fase nyaman (conforting)
Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat pasien menyendiri dari lingkungannya.
Selanjutnya, pasien lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi
sosial)
6. Fase peningkatan (improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi, keyakinan yang salah
pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering berkaitan dengan kejadian
traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dpat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

Klasifikasi waham
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya : saya ini direktur sebuah
perusahaan lho atau saya punya beberapa perusahaan.
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan /
mencederai dirinya., serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya : saya tahu kalian semua memasukkan racun kedalam makanan saya.
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secar berlebihan,serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalya : kalau saya mau masuk
surga saya harus membagikan uang kepada semua orang.
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya : Saya sakit
menderita penyakit menular ganas, setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia
terserang kanker
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya : Ini kan alam kubur ya,
semua yang ada di siniadalah roh-roh.
Pengkajian Keperawatan

Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham, yaitu pasien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan, atau kekayaan luar biasa, serta
pasien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang. Selain itu,
pasien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan
isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan,
kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar,
kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, dan gelisah.

Menurut Kaplan dan Sadock (1997) beberapa hal yang harus dikaji antara lain sebagai
berikut.
1. Status mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali bila
ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Suasana hati (mood) pasien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga.
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri dan
mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi
ringan.
f. Pasien dengan waham tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap kecuali pada
pasien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa pasien kemungkinan ditemukan
halusinasi dengar.
2. Sensorium dan kognisi (Kaplan dan Sadock, 1997)
a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham
spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif pasien dengan utuh (intact).
c. Pasien waham hampir seluruh memiliki daya tilik diri (insight) yang jelek.
d. Pasien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan
yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi pasien adalah dengan menilai
perilaku masa lalu, masa sekarang, dan yang direncanakan.
Tanda dan gejala waham dapat juga dikelompokkan sebagai berikut.
1. Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya.
c. Sulit berpikir realita.
d. Tidak mampu mengambil keputusan.
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Afek tumpul.
3. Perilaku dan hubungan sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresif
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktivitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsif
i. Curiga
4. Fisik
a. Kebersihan kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. Berat badan menurun
e. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur
DIAGNOSIS

Pohon Masalah

Resiko kerusakan komunikasi efek


verbal

Resiko perilaku
Gangguan proses pikir : Waham
kekerasan CP

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Etiologi

Diagnosis Keperawatan
1. Risiko kerusakan komunikasi verbal
2.Gangguan proses pikir: waham
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

RENCANA INTERVENSI

Tindakan Keperawatan untuk Pasien


1. Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu orientasi realitas.
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien.
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman.
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari.
4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa memberikan
dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas.
c. Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi sehingga
menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.
1) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien.
2) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki.
3) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
4) Berdiskusi tentang obat yang diminum.
5) Melatih minum obat yang benar.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien.
b. Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh
wahamnya.
c. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal

2. Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang hal berikut.
1) Cara merawat pasien waham di rumah.
2) Follow up dan keteraturan pengobatan.
3) Lingkungan yang tepat untuk pasien.
c. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek
samping, akibat penghentian obat).
d. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera.
EVALUASI

1. Pasien mampu melakukan hal berikut.


a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan.
b. Berkomunikasi sesuai kenyataan.
c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh.
2. Keluarga mampu melakukan hal berikut.
a. Membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan.
b. Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan pasien.
c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.

4.LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. MASALAH UTAMA Defisit Perawatan Diri

B. B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Definisi Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya . Klien dinyatakan terganggu
perawatan dirinya ika tidak dapat melakukan perawatan dirinya (Mukhripah & Iskandar,
2012:147).
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari secara
mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri adalah
ketidakmampuan dalam : kebersihan dir, makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri,
buang air besar atau kecil sendiri (toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien gangguan jiwa.
Pasien gangguan iwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini
merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga
maupun masyarakat (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154).
2. Penyebab defisit perawatan diri
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. kelelahan fisik dan,
b. penurunan kesadaran.
Sedangkan Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor presdiposisi
1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiw dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. (Mukhripah &
Iskandar, 2012:147 - 148).
b. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri
(Mukhripah & Iskandar, 2012: 148).
Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar, 2012:148) faktor – faktor
yang mempengaruhi personl higiene adalah
a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
b. Praktik sosial : pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi peruabahan personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misanya, pada pasien penderita diabetes mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan orang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
3. Jenis Menurut Nanda-I (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri: Mandi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
b. Defisit perawatan diri: Berpakaian Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berias untuk diri sendiri.
c. Defisit perawatan diri: Makan Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sendiri.
d. Defisit perawatan diri: Eliminasi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri (Nurjannah, 2004:79)
4. Rentang respon
Rentang Respon Defisit Perawatan Diri Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk
berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor kadang – kadang klien
tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan
perawatan saat stresor.
5. Proses terjadinya masalah
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri,berhias diri secara mandiri, dan toileting ( buang air besar [BAB]atau
buang air kecil [BAK])secara mandiri (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154). Sedangkan Menurut
Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan diri adalah : Adaptif Maladaptif
Pola perawatan diri seimbang Kadang perawatan diri kadang tidak Tidak melakukan perawatan
diri a. kelelahan fisik dan, b. penurunan kesadaran.
Sedangkan Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
A. Faktor presdiposisi
1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiw dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. (Mukhripah & Iskandar,
2012:147 - 148).

B. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri (Mukhripah
& Iskandar, 2012: 148).

6. Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah sebagai
berikut:

a. Mandi/hygiene Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh


atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.

b. Berpakaian/berhias Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil


potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga
memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,memilih pakaian, meggunakan
alat tambahan, emngguakan kancig tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskkan, mengambil pakaian dan
mengenakan sepatu.
c. Makan Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, meggunakan alat tambahan, mendapat
makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari
wadah lalu memasukannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara
diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan
aman.

d. Eliminasi Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban


atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil
(Mukhripah & Iskandar, 2012:149-150).

Menurut Depkes (2000), tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :

a. Fisik

1) Badan bau, pakaian kotor

2) Rambut dan kulit kotor

3) Kuku panjang dan kotor

4) Gigi kotor disertai mulut bau

5) Penampilan tidak rapi

b. Psikologis

1) Malas, tidak ada inisiatif

2) Manarik diri, isolasi diri

3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina

c. Sosial

1) Interaksi kurang

2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma

4) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri (Mukhripah & Iskandar, 2012:150).

7. Akibat Akibat dari defisit perawatan diri

Akibat dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan. Gangguan
pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam – macam. Akibat dari defisit perawat diri
adalah sebagai berikut :

a. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan macam penyakit kulit
(kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek atau frambosa, dan borok).

b. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang masuk ke dalam
tubuh. Terutama penyakit alat – alat pernapasan. Disamping itu kuku yang kotor sebagai tempat
bertelur cacing, dan sebagai penyakit cacing pita, cacing tambang, dan penyakit perut.

c. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi berlubang, bau mulut, dan
penyakit gusi

d. Gangguan lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan kegagalan dalam
makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena hygiene BAB/BAK sembarangan) (Wahit
Iqbal, dkk.,2015:159).

Sedangkan menurut (tarwoto dan wartonah, 2010:117) akibatnya adalah :

a. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah :
gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga,
gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi
diri, dan gangguan interaksi sosial.

8. Mekanisme koping
a. Regresi

b. Penyangkalan

c. Isolasi sosial, menarik diri

d. Intelektualisasi (Mukhripah & Iskandar, 2012:153).

Sedangkan menurut (Stuart & Sundeen, 2000) didalam didalam (Herdman Ade, 2011:153-154)
mekanisme koping menurut penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukund fungsi integrasi,


pertumbuhan, belajar mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan
perawatn diri secara mandiri.

b. Mekanisme koping maladaptif Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,


memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri menurut (Herdman Ade, 2011:154)


adalah sebagai berikut :

a. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri

b. Membimbing dan menolong klien perawatan diri

c. Ciptakan lingkungan yang mendukung

d. BHSP (bina hubungan saling percaya)

10. Pohon masalah

Gangguan pemeliharaan kesehatan (BAB/BAK,mandi, makan minum) efek

Defisit perawatan diri cp


Menurunnya motivasi dalam perawatan diri causa

Isolasi sosial

11. Diagnosa keperawatan

Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan, BAB/BAK .

12. Rencana Asuhan Keperawatan

Defisit perawatan diri merupakan core probem atau diagnosa utama dalam pohon
masalah di atas, berikut ini adalah rencana asuhan keperawatan dari defisit perawatan diri
menurut (Kelliat,2006) Dioagnosa keperawatan Perencanaan Intervensi

Tujuan Kriteria evaluasai Defisit perawatan diri TUM: Pasien dapat memelihara Ekspresi
wajah bersahabat, menunjukkan rasa Bina hubungan saling percaya dengan prinsip Isolasi
sosial : menarik diri Menurunnya motivasi dalam perawatan diri Defisit perawatan diri Gangguan
pemeliharaan kesehatan (BAB/BAK,mandi, makan minum) Causa Core problem Effect kesehatan
diri secara mandiri

TUK:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya senang, klien bersedia berjabat tangan, klien
bersedia menyebutkan nama, ada kontak mata, klien bersedia duduk berdampingan dengan
perawat, klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya komunikasi terapeutik

1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal

2. Perkenalkan diri dengan sopan

3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan

4. Jelaskan tujuan pertemuan

5. Jujur dan menepati janji

6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya


7. Beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar klien

2. Mengidentifikasi kebersihan diri klien.Klien dapat menyebutkan dirinya

1. Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri dan tandanya

2. Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyan

3. Berikan pujian terhadap kemampuan klien menawab pertanyaan.

3. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri Klien dapat memahami pentinya kebersihan diri

1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

2. Meminta klien menjelaskan kembali pentingnya kebersihan diri

3. Diskusikan dengan klien tentang tentang kebersihan diri

4. Beri penguatan positif atas jawabannya

4. menjelaskan peralatan yang digunakan untuk menjaga kebersihan diri dan cara melakukan
kebersihan diri Klien dapat menyebutkan dan dapat mendemonstrasikan dengan alat kebersihan
1. Menjelaskan alat yang dibutuhkan dan cara membersihkan diri

2. Memperagakan cara membrsihkan diri dan mempergunakan alat untuk membersihkan diri

3. Meminta klien untuk memperagakan ulang alat dan cara kebersihan diri

4. Beri pujian positif terhadap klien

5. Menjelaskan cara makan yang benar Klien dapat mengerti cara makan yang benar

1. Menjelaskan cara makan yang benar

2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan cara benar

3. Memberikan pujian positif terhadap klien

6. Menjelasakan cara mandi yang benar Klien dapat mengerti cara mandi yang benar

1. Menjelaskan cara mandi yang benar


2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan cara yang benar

3. Memberi pujian positif terhdap klien

7. Menjelaskan cara berdandan yang benar Klien dapat mengerti cara berdandan yang benar

1. Menjelaskan cara berdandan yang benar

2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan cara yang benar

3. Memberi pujian positif terhdap klien

8. Menjelaskan cara toileting yang benar Klien dapat toileting yang benar

1. Menjelaskan cara toileting yang benar

2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan cara yang benar

3. Memberi pujian positif terhdap klien

9. Mendiskusikan masalah yang dirasakan Keluarga dapat mengerti tentang merawat klien

1. Menjelsakan kepada keluarga tentang pengertian tanda dan gejala tanda defisit perawatan
diri, dan jenis perawatan diri.

5. LAPORAN PENDAHULUAN RISIKO BUNUH DIRI

A.   Pengertian

Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri
atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan,
individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku
bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).

B.   Penyebab
1.    Faktor predisposisi

Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus
kehidupan (Fitria, 2009):

a.    Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).

b.    Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri adalah
antipasti, impulsive, dan depresi.

c.    Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan


social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan
perceraian.

d.    Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.

e.    Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine
yang dapat dilihat dengan EEG.

2.    Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca melalui media
tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C.   Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :

1.    Mempunyai ide untuk bunuh diri.


2.    Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3.    Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4.     Impulsif.

5.    Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

6.    Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

7.    Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis


mematikan).

8.    Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).

9.    Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).

10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

D.   Akibat

Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai
diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat,
percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian
perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.

E.   Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di RS,
dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau
keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria
yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka
sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan
beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya
untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi
elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

.    Pohon Masalah

Risiko perilaku perilaku kekerasan

Risiko bunuh diri


Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

G.   Askep

1.    Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.    Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit.
Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3.    Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu,
pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.

4.    Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.

5.    Aspek psikososial

a)    Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b)    Konsep diri

c)    Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat

d)    Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.    Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.

7.    Kebutuhan persiapan pulang

a)    Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b)     Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan


merapikan pakaian.

c)    Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d)    Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e)    Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.    Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,
menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9.    Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,


perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional,
TAK dan rehabilitas.

12. Daftar masalah keperawatan

a)         Risiko bunuh diri.

b)         Bunuh diri.

c)         Isolasi sosial.

d)         Harga diri rendah. (Fitria, 2009).

6. LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A.   Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga
gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk  melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008).

B.   Penyebab                

1.    Faktor Predisposisi

a.    Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau
perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan
cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan

b.    Perilaku

Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima sehingga
secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar

c.    Sosial Budaya

Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar

d.    Bioneurologis

Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan
ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan

2.    Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan  dengan (Yosep,
2009):

a.    Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b.    Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c.    Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan


dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.

d.    Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.

e.    Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

f.     Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap


perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
C.   Manifestasi Klinis

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

1.    Fisik

a)    Muka merah dan tegang

b)    Mata melotot/ pandangan tajam

c)    Tangan mengepal

d)    Rahang mengatup

e)    Postur tubuh kaku

2.    Verbal

a)    Bicara kasar

b)    Suara tinggi, membentak atau berteriak

c)    Mengancam secara verbal atau fisik

d)    Mengumpat dengan kata-kata kotor

e)    Suara keras

3.    Perilaku

a)    Melempar atau memukul benda/orang lain

b)    Menyerang orang lain

c)    Melukai diri sendiri/orang lain

d)    Merusak lingkungan

e)    Amuk/agresif

4.    Emosi

a)    Tidak adekuat

b)    Tidak aman dan nyaman

c)    Rasa terganggu, dendam dan jengkel

d)    Tidak berdaya
e)    Bermusuhan

5.    Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6.    Spiritual

erasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,  menyinggung perasaan
orang lain, tidak perduli dan kasar.

7.    Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8.    Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D.   Akibat

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

E.   Penatalaksanaan

1.    Farmakologi

1)    Obat anti psikosis        : Phenotizin

2)    Obat anti depresi         : Amitriptyline

3)    Obat anti ansietas        : Diazepam, Bromozepam, Clobozam

4)    Obat anti insomnia      : Phneobarbital

2.    Terapi modalitas

a)    Terapi keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian :
1)    BHSP

2)    Jangan memancing emosi klien

3)    Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga

4)    Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat

5)    Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialami

b)    Terapi kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktivitas lain dengan
berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.

c)    Terapi music

Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.

F.    Pohon Masalah

Perilaku kekerasan

Risiko Perilaku kekerasan

Harga diri rendah kronik

G.   Askep

13. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

14. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit.
Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

15. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu,
pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.

16. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.

17. Aspek psikososial

e)    Genogram yang menggambarkan tiga generasi

f)     Konsep diri

g)    Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat

h)   Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

18. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.

19. Kebutuhan persiapan pulang

f)     Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

g)     Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan


merapikan pakaian.

h)   Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

i)     Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

j)      Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

20. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,
menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

21. Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, dan pelayanan kesehatan.

22. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

23. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional,
TAK dan rehabilitas.

24. Daftar masalah keperawatan

a)    Perilaku kekerasan

b)    Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

c)    Perubahan persepsi sensori: halusinasi

d)    Harga diri rendah kronis

e)    Isolasi social

f)     Berduka disfungsional

g)    Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif

h)   Koping keluarga inefektif

7. LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH KRONIK

A.   Pengertian

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis
seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)

Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih rendah dari
orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat
bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010)

B.   Penyebab
1.    Faktor Predisposisi

a.    Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.

b.    Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran kerja,
harapan peran kultural.

c.    Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua tekanan
dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.

2.    Faktor Presipitasi 

a.    Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.

b.    Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu 
mengalaminya sebagai frustasi

c.    Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga
melalui kelahiran dan kematian

d.    Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik
berhubungan dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan

C.   Manifestasi Klinis

Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :

1.    Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain

2.    Mengkritik diri sendiri dan orang lain

3.    Gangguan dalam berhubungan

4.    Rasa diri penting yang berlebihan

5.    Perasaan tidak mampu

6.    Rasa bersalah

7.    Pandangan hidup yang pesimis

8.    Penolakan terhadap kemampuan personal


9.    Menarik diri secara social

10. Khawatir dan menarik diri dari realitas

D.   Akibat

Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul dengan
orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan
kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial.

E.   Penatalaksanaan

Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:

a.    Farmakologi.

b.    Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi keluarga,
terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok yang tujuannya adalah memperbaiki
perilaku klien dengan harga diri rendah.

c.    Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan perkembangan


klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien dengan gangguan konsep diri
berfokus pada tingkat penilaian kognitif terhadap kehidupan yang terdiri dari :

1.    Persepsi

2.    Kesadaran klien akan emosi dan perasaan

3.    Menyadari masalah dan perubahan sikap

Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan klien meningkatkan dari satu
tingkat ke tingkat berikutnya yaitu :

1.    Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan dan saling
percaya.

2.    Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien untuk
menerima perasaan dan pikirannya.
3.    Perencanaan realita  (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di yang dapat
merubah bukan rang lain.

4.    Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien melakukan tindakan yang
perlu untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon adaptif.

F.    Pohon Masalah

isolasi sosial

Harga diri rendah kronik

Koping individu idak efekif

G.   Askep

1.    Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2.    Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit.
Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3.    Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu,
pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.

4.    Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.

5.    Aspek psikososial

a)    Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b)    Konsep diri

c)    Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti
dalam masyarakat

d)    Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6.    Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.

7.    Kebutuhan persiapan pulang

a.    Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b.    Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan


merapikan pakaian.

c.    Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d.    Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e.    Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8.    Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,
menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9.    Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,


perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional,
TAK dan rehabilitas.

DAFTAR PUSTAKA
Ah.yusuf, Rizky Fitriyasari,haning endang nihayati, (2015) buku ajar kesehatan jiwa ,jakarta selatan,
salemba medika.
Budi ana dkk;2011;Keperawatan kesehatan jiwa;jakarta;EGC

Carpenito, Lynda Juall (2000), Handbook Of Nursing Diagnosis, (Monica Ester : Penerjemah)
Philadelphia (sumber asli diterbitkan, 1999), Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC ; Jakarta.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Issacs (2004), Panduan Bealajar keperawatn Kesehatan Jiwa dan Psikiatri, Edisi 3. (Praty
Rahayuningsih, penerjemah) EGC ; Jakarta

Herdman Ade. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Iqbal Wahit, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika 2. Iskandar


Dkk;2012;Asuhan Keperawatan Jiwa;Bandung;Refika aditama

Anda mungkin juga menyukai