Anda di halaman 1dari 2

Ahli-ahli psikologi sosial telah mengembangkan bermacam model untuk menjelaskan dan

memperkirakan perilaku-perilaku terkait kesehatan, terutama dalam menggunakan sarana kesehatan.

Pada 1950-an, beberapa psikolog sosial di Amerika Serikat (AS) mulai mengembangkan Health Belief
Model (HBM) yang masih digunakan secara luas dalam riset perilaku kesehatan hingga kini.

HBM dapat dilihat sebagai perpaduan pendekatan filosofis, medis, dan psikologis untuk menjelaskan
kepatuhan atau ketidakpatuhan masyarakat dalam melakukan upaya kesehatan.

Model ini dikembangkan untuk mengeksplorasi berbagai perilaku kesehatan baik jangka panjang
maupun jangka pendek.

HBM terdiri atas enam komponen:

Persepsi kerentanan (perceived susceptibility), yaitu bagaimana seseorang memiliki persepsi atau
melihat kerentanan dirinya terhadap penyakit.

Persepsi keparahan (perceived severity), yaitu persepsi individu terhadap seberapa serius atau parah
suatu penyakit.

Persepsi manfaat (perceived benefit), yaitu persepsi individu akan keuntungan yang ia dapat jika
melakukan upaya kesehatan.

Persepsi hambatan (perceived barriers), yaitu persepsi individu akan adanya hambatan dalam
melakukan upaya kesehatan.

Petunjuk bertindak (cues to action), yaitu adanya kejadian atau dorongan untuk melakukan upaya
kesehatan yang berasal dari kesadaran diri atau dorongan orang lain; misalnya iklan kesehatan atau
nasihat dari orang lain.

Kemampuan diri (self-efficacy), yaitu persepsi individu tentang kemampuan yang dimilikinya.
Seseorang yang menginginkan perubahan dalam kesehatannya dan merasa mampu, akan melakukan
hal-hal yang diperlukan untuk mengubah perilaku kesehatannya; demikian pula sebaliknya.
HBM menjelaskan kenapa masyarakat tidak patuh terhadap protokol kesehatan pandemi COVID-19.

Di satu sisi, masyarakat kurang memiliki pemahaman seberapa rentan mereka tertular COVID-19,
seberapa parah penyakit ini, apa manfaat melakukan pencegahan, dan kurangnya petunjuk untuk
bertindak.

Di sisi lain masyarakat menghadapi berbagai hambatan untuk mengakses pada fasilitas kesehatan.

Kelima faktor tersebut akhirnya menyebabkan terjadinya salah persepsi terkait self-efficacy: mereka
tidak yakin akan kemampuan dan tindakannya.

Jika masyarakat memiliki persepsi yang baik terhadap kerentanan diri, bahaya penyakit, keuntungan dari
upaya pencegahan yang dilakukan dan mendapat petunjuk bertindak serta minimalnya hambatan, maka
self-efficacy dapat dibangun.

Keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk dapat menjalankan protokol kesehatan
dapat ditumbuhkan dengan cara melihat pencapaian kesehatan yang ia lakukan pada masa lalu; melihat
keberhasilan orang lain (jika orang lain bisa, maka saya pun bisa); bersikap tegas dengan diri sendiri; dan
menghilangkan sikap emosional dan menetapkan tujuan.

Anda mungkin juga menyukai