Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
GURU PEMBIMBING
Drs. Heru Nugroho, M.Pd.
DISUSUN OLEH
Nisrina Khairiyah Saputri
Kelas : XI MIPA 4
1. Pemrakarsa
Indonesia menjadi salah satu negara pemrakarsa diselenggarakannya KAA bersama panca
negara. Indonesia ikut serta dalam dua konferensi sebelum diadakannya KAA.
2. Tempat Konferensi
Tempat KAA pertama kali adalah di Indonesia. Tepatnya di Gedung Merdeka, Bandung
pada tanggal 18 sampai 24 April 1955. Konferensi pendahuluan sebelum diadakannya KAA
juga terjadi di Indonesia, yaitu Konferensi Bogor. Penyelenggraan KAA yang kedua juga
diadakan di Indonesia, yaitu pada tanggal 19 sampai 23 April 2015 di Jakarta dan pada
tanggal 24 April di Bandung. Pada KAA yang kedua ini dihadiri oleh 89 negara Asia Afrika
dari 109 negara yang ada.
3. Panitia Konferensi
Penyelenggraan KAA pertama di Indonesia, selanjutnya panitia penyelenggartan juga
dilakukan oleh tokoh Indonesia.
Ketua Panitia Penyelenggara KAA adalah Sanusi Harjadinata, Gubernur Jawa Barat
saat itu.
Ketua KAA adalah PM Ali Sastroamidjoyo
Sekjend KAA adalah Ruslan Abdul Gani, Sekjen Kementerian Luar Negeri
Indonesia
Ketua Komite Kebudayaan adalah Muhammad Yamin, Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia
Ketua Komite Ekonomi adalah Prof Ir.Rooseno, Menteri Ekonomi Indonesia
Pembukaan KAA diberikan sambutan oleh Presiden Soekarno
4. Kerjasama
Setelah diadakannya KAA sampai kini, Indonesia masih melakukan kerjasama dnegan
negara-negara Asia Afrika berdasartkan politik luar negeri bebas aktif.
2. Peran Indonesia dalam GNB (Gerakan Non-Blok)
GNB berhasil membantu memperbaiki iklim politik internasional pada akhir Perang
Dingin, yakni dengan mempertahankan “validitas dan relevansi” Non-Blok. Dialog dan kerja
sama akan memproyeksikan gerakan sebagAi sebuah semangat, komponen yang saling
bergantung yang konstruktif dan sungguh-sungguh dari arus hubungan internasional.
Dunia masih menghadapi berbagai rintangan yang berbahaya untuk menyeleraskan
hal-hal seperti konflik kekerasan, agresi, pencaplokan negara lain, perselisihan antar etnik,
rasisme dalam bentuk baru, ketidaktoleransian agama, dan nasionalisme yang diartikan
dengan sempit.
GNB akan membentuk kelompok untuk memainkan peran penting dalam
membangkitkan kembali reinstrukturisasi, dan demokratisasi PBB. Para anggota mendesak
agar anggota tetap Dewan Keamanan PBB membuang hak veto. Selain itu, mereka juga
mengatakan bahwa keanggotaan DK PBB harus didefinisikan kembali supaya mencerminkan
perubahan setelah berakhirnya Perang Dingin.
Menyatakan perang terhadap keadaan di bawah perkembangan, kebodohan, dan
kemiskinan. Mereka harus menghancurkan beban utang (luar negeri), proteksionisme,
rendahnya harga-harga komoditas, dan mengecilkan gangguan arus uang negara-negara
miskin.
Hal tersebut melahirkan kekhawatiran tentang kegagalan dalam menyelesaikan
perundingan perdagangan multilateral dan menyerukan negara-negara maju untuk
menguatkan penyelesaian yang memuaskan Putaran Uruguay.
Dalam rangka meningkatkan kerja sama Selatan-Selatan, GNB mendesak kerja sama
yang konkrit dan praktis dalam produksi makanan, penduduk, perdagangan, dan investasi
demi memahami rasa percaya diri bersama-sama.
Koordinasi dari upaya dan strategi dengan kelompok 77 (forum ekonomi negara-
negara berkembang) berkaitan dengan kepentingan yang mendesak melalui komite
koordinasi gabungan yang mantap.
Selain itu, GNB juga menyerukan “Persekutuan-persekutuan Global yang baru dalam
menyeimbangkan sumber keuangan bagi negara-negara miskin dan alih teknologi lingkungan
lebih besar.”
Pernyataan dukungan yang pantang mundur kepada rakyaT Palestina untuk berusaha
menentukan nasib sendiri dan mengakhiri diskriminasi rasial di Afrika Selatan.
Melarang setiap negara dalam menggunakan kekuatannya untuk memaksakan konsep-
konsep demokrasi dan hak-hak asasi manusia yang dianutnya kepada negara lain atau
menerapkannya sebagai syarat (pemberian bantuan).
Berjanji untuk memegang teguh komitmen dalam rangka mengupayakan sebuah
dunia yang bebas nuklir. Pernyataan keprihatinan yang dalam perihal pemakaian dana secara
besar-besaran untuk persenjataan, padahal dana tersebut dapat disalurkan untuk
pembangunan.
Sebagai negara anggota OKI, Indonesia memiliki peran yang pasang surut dalam OKI.
Delapan peran Indonesia dalam OKI diantaranya adalah:
Namun, muncul tuntutan aspirasi dan politik dalam negeri menyebabkan Indonesia mulai
berperan aktif di OKI pada tahun 1990-an. Hal ini ditandai dengan hadirnya Presiden
Soeharto untuk pertama kalinya hadir dalam KTT ke-6 OKI yang diselenggarakan di
Senegal, Desember 1991. Hadirnya Presiden Soeharto tersebut menjadi langkah awal
perubahan kebijakan politik luar negara Indonesia, yakni untuk berpartisipasi lebih aktif di
OKI. Namun, peran Indonesia dalam OKI tidak terlalu dominan sebagaimana peran
Indonesia dalam ASEAN maupun peran Indonesia dalam GNB.
Peran Indonesia dalam Misi Garuda diwujudkan dengan dikirimkannya Kontingen Garuda ke
berbagai negara. Rincian dari peran Kontingen Garuda (KONGA) beserta misi yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. KONGA I dikirim tanggal 8 Janari 1957 ke Mesir yang terdiri dari 559 pasukan.
Pasukan dipimpin oleh Letnan Kolonel Infaneri Hartoyo yang kemudian digantikan Letnan
Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo.
2. KONGA II dikirim pada 1960 ke Kongo yang terdiri dari 1.074 pasukan. Pasukan
dipimpin oleh Kol. Prijatna dan digantikan oleh Letkol Solichin G.P.
3. KONGA III dikirim pada 1962 ke Kongo yang terdiri atas 3.475 pasukan. KONGA
III di bawah misi UNOC dan dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kolonel Infanteri
Sobirin Mochtar.
4. KONGA IV dikirim pada 1973 ke Vietnam. Pasukan ini berada di bawah misi ICCS
dan dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.
5. KONGA V dikirim ke Vietnam pada 1973 di bawah misi ICCS. Pasukan dipimpin
oleh Brigjen TNI Harsoyo.
6. KONGA VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973 di bawah misi UNEF. Pasukan
dipimpin oleh Kolonel Infanteri Rudini.
7. KONGA VII pada 1974 dikirim ke Vietnam di bawah misi ICCS. Pasukan ini
dipimpin oleh Brigjen TNI [[S. Sumantri]] dan digantikan oleh Kharis Suhud.
8. KONGA VIII dikirim ke Timur Tengah pada 1974 dalam rangka misi perdamaian
PBB di Timur Tengah. Pengiriman pasukan dilakukan paska Perang Yom Kippur antara
Mesir dan Israel.
9. KONGA IX dikirim ke Iran dan Irak pada tahun 1988. Konga IX berada di bawah
misi UNIIMOG.
10. KONGA X dikirim pada 1989 ke Namibia. Pasukan ini berada di bawah misi
UNTAG dan dipimpin oleh Kol Mar Amin S.
11. KONGA XI dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992 di bawah misi UNIKOM.
12. KONGA XII dikirim ke Kamboja padaa 1992 di bawah misi UNTAC.
13. KONGA XIII dikirim ke Somalia pada 1992 di bawah misi UNOSM dan dipimpin
oleh May Mar Wingky S.
14. KONGA XIV dikirim ke Bosnia-Herzegovina pada 1993 di bawah misi UNPROFOR.
15. KONGA XV dikirim ke Georgia pada 1994 di bawah misi UNIMOG dan dipimpin
oleh May Kav M. Haryanto.
16. KONGA XVI dikirim ke Mozambik pada 1994 di bawah misi UNOMOZ dan
dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi.
17. KONGA XVII dikirim ke Filipina dpada 1994. Pasukan ini dipimpin oleh Brgjen TNI
Asmardi Arbi.
18. KONGA XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997 dan dipimpin oleh Mayor
Can Suyatno.
19. KONGA XIX dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002 yang bertugas sebagai misi
pengamat.
20. KONGA XX dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada tahun 2003.
21. KONGA XXI dikirim ke Liberia mulai tahun 2003. Pasukan ini terdiri dari perwira
AD, AL, dan AU yang terlatih dalam misi PBB dan memiliki kecakapan khusu sebagai
pengamat militer.
22. KONGA XXII dikirim ke Sudan pada 9 Februari 2008 sebagai pengamata militer dan
juga berkontrbusi untuk UNAMID (Darfur).
23. KONGA XXIII bertugas di Lebanon (UNIFIL) dan sempat ditunda keberangkatannya
pada akhir September 2006.
24. KONGA XXIV bertugas di Nepal (UNMIN) mulai tahun 2008.
25. KONGA XXV bertugas di Lebanon mulai tahun 2008 dan sudah melakukan 11 kali
rotasi hingga 2019.
26. KONGA XXVI bertugas di Lebanon pertama kali pada tahun 2008 untuk
melaksanakan tugas sebagai satuan FHQSU dan INDO FP Coy.
27. KONGA XXVII tergabung dalam misi UNAMID di Darfur dan bertugas mulai
tanggal 21 Agustus 2008.
28. KONGA XXVIII dikirim pada 16 Maret 2009 untuk bergabung dalam MTF UNIFIL.
29. KONGA XXIX dikirim ke Lebanon pada 29 Desember 2009 untuk memberikan
dukungan kesehatan kepada personel UNIFIL maupun humanitarian.
30. KONGA XXXI dibentuk untuk memelihara citra UNIFIL di mata masyarakat
Lebanon. Indonesia mengirimkan pasukannya sejak tahun 2010.
31. KONGA XXX bertugas sejak bulan Juli 2011 dengan nama Satgas MCOU XXX-
A/UNIFIL.
Indonesia juga telah menyampaikan makalah yang berjudul reflection dalam rangka
mengajak para anggota ASEAN yang lain untuk mengevaluasi kesepakatan ekonomi
sebelumnya, dimana kesepakatan tersebut berkaitan dengan program kerjasama sektoral di
berbagai bidang.
KTT ASEAN Ke-1 yang dilaksanakan pada 23 hingga 24 Februari 1976 di Bali.
Dalam KTT tersebut terdapat kesepakatan tentang pembentukan sekretariat ASEAN yang
berpusat di Jakarta dengan Sekretaris Jendral (Sekjen) pertamanya adalah putra Indonesia
yang bernama H.R. Dharsono
KTT ASEAN ke-9 yang dilaksanakan pada 7 hingga 8 Oktober 2003 di Bali. Dalam
KTT tersebut, Indonesia mengusulkan pembentukan Komunitas Asean (Asean Community)
yang mencakup bidang ekonomi, sosial, budaya, serta keamanan.
KTT ASEAN ke-18 yang dilaksakan pada tanggal 4 hingga 8 Mei 2011 di Jakarta
KTT ASEAN ke-19 yang dilaksanakan pada tanggal 17 hingga 19 Nopember 2011 di
Bali. Dalam Konferensi tersebut didapat kesepakatan tentang Kawasan bebas senjata nuklir di
Asia tenggara atau yang dikenal dengan Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone
(SEANWFZ)
Pada tahun 1987, Indonesia menjadi penengah saat terjadinya konflik antara Kamboja
dan Vietnam yang pada akhirnya pada tahun 1991 dalam Konferensi Paris, kedua negara
tersebut menyepakati adanya perjanjian damai.
Indonesia menjadi penengah antara Moro National Front Liberation (MNFL) dengan
pemerintah Filiphina, yang pada akhirnya kedua belah pihak tersebut sepakat untuk
melakukan perjanjian damai yang dilakukan pada pertemuan di Indonesia.