Anda di halaman 1dari 9

Ejaan Bahasa Indonesia

Pendahuluan
Bahasa Indonesia sudah lahir sejak dulu dan sudah dipergunakan oleh masyrakat
Indonesia sebelum kemerdekaan. Bahkan jauh sebelum itu. Tetapi Bahasa Indonesia
secara resmi digunakan atau disahkan yaitu pada tahun 1928. Tepat pada 28
Oktober 1928, ketika sumpah pemuda diikrarkan, Bahasa Indonesia menjadi resmi
sebagai Bahasa Nasional Indonesia.

Sebelum menjadi bahasa yang baik dan memilki ejaan yang baik dan benar, bahasa
Indonesia mengalami beberapa kali perubahan system ejaan. Dimulai dari Ejaan Van
Ophuysen pada 1901 menjadi Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi pada tahun 1947
hingga menghasilkan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan pada tahun
1972 yang mana dipergunakan hingga saat ini oleh seluruh masyrakat Indonesia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan, ejaan adalah kaidah-kaidah cara
menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat) di dalam bentuk tulisan (huruf-huruf)
serta penggunaan tanda-tanda baca. Oleh karena itu ejaan perlu dipahami dan
dibahas untuk menegetahui bagaimana sebenarnya ejaan yang disempurnakan itu,
untuk diketahui dan diaplikasikan kedalam penulisan berbagai karya tulis.

Pengertian Ejaan
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang
distandardisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni aspek fonologis
yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad.

Aspek morfologi yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis dan


aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Haryatmo Sri, 2009).
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dinyatakan, ejaan adalah cara atau aturan
menuliskan kata-kata dengan huruf. Misalnya kata “huruf” dahulu adalah “hoeroef”.
Kata itu telah diatur dengan ejaan yang sesuai dan sekarang yang dipergunakan
adalah “huruf”.

Ejaan ada dua macam, yakni ejaan fenetis dan ejaan fomenis. Ejaan fenotis
merupakan ejaan yang berusaha menyatakan setiap bunyi bahasa dengan huruf,
serta mengukur dan mencatatnya dengan alat pengukur bunyi bahasa (diagram).

Dengan demikian terdapat banyak lambing atau huruf yang dipergunakan untuk
menyatakan bunyi-bunyi bahasa itu. Ejaan fonemas adalah ejaan yang berusaha
menyatakan setiap fonem dengan satu lambing atau satu huruf, sehingga jumlah
lambing yang diperlukan tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan jumlah
lambing dalam ejaan fonetis (Barus Sanggup, 2013)

Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia


Sampai saat ini dalam bahasa Indonesia telah dikenal tiga nama ejaan yang pernah
berlaku. Ketiga ejaan yang pernah ada dalam bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut.

 Ejaan Van Ophuysen


Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf
Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku
NawawiGelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

 Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi


Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, ejaan Van Ophuijsen mengalami
beberapa perubahan.Keinginan untuk menyempurnakan ejaan Van Ophuijsen
terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I, tahun 1938 di Solo.
KemudianPada tanggal 19 Maret 1947, Mr. Soewandi yang pada saat itu menjabat
sebagai Menteri Pengadjaran, Pendidikan, dan Kebudajaan Republik Indonesia
melalui sebuahPutusan Menteri Pengadjaran Pendidikan dan Kebudajaan, 15 April
1947, tentang perubahan ejaan baru.meresmikan ejaan baru yang dikenal dengan
nama Ejaan Republik, yang menggantikan ejaan sebelumnya.

Pada Kongres II Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Prof. Dr.


Prijono mengajukan Pra-saran Dasar-Dasar Ejaan Bahasa Indonesia dengan Huruf
Latin. Isi dasar-dasar tersebut adalah perlunya penyempurnaan kembali Ejaan
Republik yang sedang dipakai saat itu. Namun, hasil penyempurnaan Ejaan Republik
ini gagal diresmikan karena terbentur biaya yang besar untuk perombakan mesin tik
yang telah ada di Indonesia.

 Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)


Usaha penyempurnaan ejaan terus dilakukan, termasuk bekerja sama dengan
Malaysia dengan rumpun bahasa Melayunya pada Desember 1959. Dari kerjasama
ini, terbentuklah Ejaan Melindo yang diharapkan pemakaiannya berlaku di kedua
negara paling lambat bulan Januari 1962. Namun, perkembangan hubungan politik
yang kurang baik antar dua negara pada saat itu, ejaan ini kembali gagal
diberlakukan.

Pada awal Mei 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) yang sekarang
menjadi Pusat Bahasa kembali menyusun Ejaan Baru Bahasa Indonesia. Namun,
hasil perubahan ini juga tetap banyak mendapat pertentangan dari berbagai pihak
sehingga gagal kembali.

 Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan


Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian
Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Keputusan Presiden
No. 57 tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku
kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai
patokanpemakaian ejaan itu.

Karena penuntutan itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No.
156/P/1972, menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedomaan Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurkan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9
September 1987. Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Sebagaimana yang telah umum diketahui, Ejaan van Ophuysen sesuai dengan
namanya diprakarsai oleh Ch. A. van Ophuysen, seorang berkebangsaan Belanda.
Ejaan ini mulai diberlakukan sejak 1901 hingga munculnya Ejaan Soewandi. Ejaan
van Ophuysen ini merupakan ejaan yang pertama kali berlaku dalam bahasa
Indonesia yang ketika itu masih bernama bahasa Melayu. Dan ini menjadi dasar dan
asal terbentuknya Bahasa Indonesia.

Sebelum ada ejaan tersebut, para penulis menggunakan aturan sendiri-sendiri di


dalam menuliskan huruf, kata, atau kalimat. Oleh karena itu, dapat dipahami jika
tulisan mereka cukup bervariasi. Akibatnya, tulisan-tulisan mereka itu sering sulit
dipahami. Kenyataan itu terjadi karena belum ada ejaan  yang dapat dipakai sebagai
pedoman dalam penulisan. Dengan demikian, ditetapkannya Ejaan van Ophuyson
merupakan hal yang sangat bermanfaat pada masa itu.
Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dan diproklamasikan menjadi
negara yang berdaulat, para ahli bahasa merasa perlu menyusun ejaan lagi karena
tidak puas dengan ejaan yang sudah ada. Ejaan baru yang disusun itu selesai pada
tahun 1947, dan pada tanggal 19 Maret tahun itu juga diresmikan oleh Mr. Soewandi
selaku Menteri PP&K (Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan). Ejaan baru itu
disebut Ejaan Republik dan dikenal juga dengan nama Ejaan Soewandi.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa Indonesia, kian hari dirasakan


bahwa Ejaan Soewandi perlu lebih disempurnakan lagi. Karena itu, dibentuklah tim
untuk menyempurnakan ejaan tersebut. Pada tahun 1972 ejaan itu selesai dan
pemakaiannya diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1972
dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).

Hingga sekarang EYD menjadi dasar dan kaidah Bahasa Indonesia terutama dalam
penulisan. Semua kalangan menggunakan EYD sebagai ejaan yang benar dalam
setiap tulisan ataupun karya tulis. Dan sering kita lihat kalau setiap syarat suatu karya
tulis adalah sesuai dengan EYD. Berikut tabel dibawah adalah perbedaan ketiga
ejaan diatas dalam aspek penghurufan.

Pemakaian Huruf Ejaan Bahasa Indonesia


Abjad
Jenis huruf dan nama yang digunakan dalam sistem EYD ialah sebagai berikut:

EYD menggunakan 26 huruf dan setiap huruf melambangkan fonem tertentu.ke-26


huruf ini dapat digolongkan ke dalam dua bagian yaitu vocal dan konsonan.

Vokal
Konsonan
Diftong
Persukuan
Di bawah ini dicantumkan pola persukuan kata dalam bahasa indonesia seperti yang
tercantum dalam buku Pedoman Umun Jean Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
sebagai berikut.setiap suku kata dalam bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah
vocal.vokal ini dapat didahului atau diikuti oleh konsonan.

Pemisahan suku kata pada kata dasar adalah sebagai berikut:

1. Kalau di tengah kata ada dua vocal yang berurutan,pemisahan tersebut


dilakukan  diantara kedua vocal itu.contoh: ma-af,bu-ah,ri-ang
2. Kalau di tengah kata ada konsonan di antara dua vocal,pemisahan tersebut
dilakukan sebelum konsonan itu.contoh: a-nak,a-pa,a-gar.oleh karena ng,sy,ny
dan kh melambangkan satu konsonan,pemisahan suku kata terdapat sebelum
atau sesudah pasangan huruf itu.contoh : sa-ngat,nyo-nya,isya-rat
3. Kalau di tengah kata ada dua konsonan yang berurutan,pemisahan terdapat
diantara kedua konsonan itu.contoh: man-di,tem-pat,lam-bat,ker-tas
4. Kalau di tengah kata ada tiga konsonan atau lebih,pemisahan tersebut
diantara konsonan yang pertama (termasuk ng)dengan konsonan
kedua.contoh:in-stru-men,bang-krut,ul-tra.

Nama Diri
Penulisan nama-nama sungai,gunung,jalan,kota,dan sebagainya disesuaikan dengan
Ejaan Yang Disempurnakan. Misalnya: Kali Brantas, Danau Singkarak, Jalan
Diponegoro, dan Sungai Citarum

Nama orang badan hukum,dan nama diri diri lain yang sudah lazim disesuaikan
dengan Ejaan Yang Disempurnakan kecuali bila ada pertimbangan khusus.Misalnya:
Universitas Negeri Medan, Institut Teknologi Bandung, S.Soebardi.
Penulisan Huruf Ejaan Bahasa Indonesia
Penulisan huruf dalam ejaan menyangkut dua hal, yaitu pemakaian huruf kapital atau
huruf besar dan pemakaian huruf miring.

Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada hal-hal berikut.

1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat dan
petikan langsung. Misalnya: Anak saya sedang bermain di halaman.
2. Ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk
kata ganti untuk Tuhan.
Contoh: Allah, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen
3. Nama gelar kehormatan dan keagamaan yang diikuti nama orang beserta
unsur nama jabatan dan pangkat.Misalnya:Mahaputra Yamin, Raden Ajeng
Kartini, Nabi Ibrahim, Presiden Megawati, Jenderal Sutjipto, Haji Agus Salim
4. Nama orang, nama bangsa, suku bangsa, bahasa, dan nama tahun, bulan,
hari, hari raya, peristiwa sejarah, serta nama-nama
geografi.Misalnya:Hariyati Wijaya, suku Jawa
5. Unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, dokumen
resmi, serta nama buku, majalah, dan surat kabar.Contoh:Republik Indonesia
6. Unsur singkatan nama gelar, pangkat, sapaan, dan nama kekerabatan yang
dipakai sebagai sapaan. Contoh:S. (sarjana sastra)

Di samping yang telah disebutkan di atas, huruf kapital juga digunakan sebagai huruf
pertama kata ganti Anda.

Sehubungan dengan penulisan karya tulis, judul karya tulis, baik yang berupa
laporan, makalah, skripsi, disertasi, kertas kerja, maupun jenis karya tulis yang lain,
seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. Selain itu, huruf kapital seluruhnya juga
digunakan dalam penulisan hal-hal berikut:

 judul kata pengantar atau prakata;


 judul daftar isi;
 judul grafik, tabel, bagan, peta, gambar, berikut judul daftarnya masing-
masing;
 judul daftar pustaka;
 judul lampiran.

Dalam hubungan itu, judul-judul subbab atau bagian bab huruf pertama setiap
unsurnya juga ditulis dengan huruf kapital, kecuali yang berupa kata depan dan
partikel seperti, dengan, dan, di, untuk, pada, kepada, yang, dalam, dan sebagai.

Huruf Miring
Huruf miring (dalam cetakan) atau tanda garis bawah (pada tulisan tangan/ketikan)
digunakan untuk menandai judul buku, nama majalah, dan surat kabar yang dipakai
dalam kalimat.

Contoh: Masalah itu sudah dibahas Sutan Takdir Alisjabana dalam bukunya yang
berjudul Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia.

Berbeda dengan itu, judul artikel, judul syair, judul karangan dalam sebuah buku
(bunga rampai), dan judul karangan atau naskah yang belum diterbitkan,
penulisannya tidak menggunakan huruf miring, tetapi menggunakan tanda petik
sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain, penulisan judul-judul itu diapit dengat
tanda petik.

Contoh:
Sajak “Aku” dikarang oleh Chairil Anwar.

Sesuai dengan kaidah, kata-kata asing yang ejaannya belum disesuaikan dengan
ejaan bahasa Indonesia atau kata-kata asing yang belum diserap ke dalam bahasa
Indonesia juga harus ditulis dengan huruf miring jika digunakan dalam bahasa
Indonesia. Misalnya, kata go public, devide et impera, dan sophisticated pada contoh
berikut.

1. Dewasa ini banyak perusahaan yang go public.


2. Kata asing sophisticated berpadanan dengan kata Indonesia

Berbeda dengan itu, kata-kata serapan seperti sistem, struktur, efektif,


dan efisien tidak ditulis dengan huruf miring karena ejaan kata-kata itu telah
disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Dengan kata lain, kata-kata serapan
semacam itu telah diperlakukan seperti halnya kata-kata asli bahasa Indonesia.

Dalam dunia ilmu pengetahuan, banyak pula dikenal nama-nama ilmiah yang semula
berasal dari bahasa asing. Nama-nama ilmiah semacam itu jika digunakan dalam
bahasa Indonesia juga ditulis dengan huruf miring karena ejaannya masih
menggunakan ejaan bahasa asing.Misalnya: Manggis atau Carcinia
mangostana banyak terdapat di pulau Jawa.

Pada nama-nama ilmiah semacam itu huruf kapital hanya digunakan pada unsur
yang pertama, sedangkan unsur selebihnya tetap ditulis dengan huruf kecil.

Pemakaian Kata Ejaan Bahasa Indonesia


Kata Dasar
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. “Contoh: pagar, rumah, tanah, sedang.”

kata dasar adalah kata yang belum diberi imbuhan. Dengan kata lain, kata dasar
adalah kata yang menjadi dasar awal pembentukan kata yang lebih besar. Contohnya
adalah makan, duduk, pulang, tinggal, datang, minum, langkah, pindah, dan lain –
lain.

Kata dasar bisa membentuk satu kesatuan kalimat, yaitu:

1. Ular yang mati itu sangat panjang .


2. Aku pergi ke sekolah dengan ayah.
3. Budi datang ke rumahku dengan sangat cepat.
4. Kakak suka makan kue bakpia dari kota Jogjakarta.
5. Ayah sampai di rumah jam 9 malam, ketika aku sedang tidur.

Kata turunan
Kata turunan atau disebut dengan kata berimbuhan adalah kata – kata yang telah
beruba bentuk dan makna. Perubahan ini dikarenakan kata – kata tersebut telah
diberi imbuhan yang berupa awalan (afiks), akhiran (sufiks), sisipan (infiks), dan
awalan – akhiran (konfiks). Contohnya adalah menanam, berlari, tertinggal, dan lain –
lain.

1. Imbuhan (awalan,akhiran,sisipan)ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh:


berduri, diangkat, penetapan, mempermainkan, bergerigi.
2. Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan katayang langsung mengikutinya
atau mendahuluinya bila bentuk dasarnya gabungan kata. Contoh:
bertanggung jawab, serah terima, membabi buta.
3. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan
akhiran maka kata-kata itu ditulis serangkai. Contoh:penyalahgunaan,
memberitahukan, diserahterimakan, mempertanggungjawabkan.
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,maka
gabungan itu ditulis serangkai. Contoh: pancasila, nonaktif, antarkota,
inkonvensional, amoral, subpokok ,multilateral transmigrasi, infrastruktur,
swadaya, tunanetra,dan kolonialisme

Penulisan Gabungan Kata


Gabungan kata atau yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya ditulis terpisah.

Misalnya:

Baku                                       Tidak Baku

tanda tangan                           tandatangan

tanggung jawab                       tanggungjawab

Berbeda dengan itu, gabungan kata yang maknanya sudah dianggap padu unsur-
unsurnya ditulis serangkai. Beberapa contohnya dapat diperhatikan pada daftar
berikut.

Baku                                                   Tidak Baku

acapkali                                               acap kali

daripada                                              dari pada

Gabungan kata lain yang salah satu unsurnya berupa unsur terikat ditulis serangkai.
Unsur terikat yang dimaksud, misalnya, pasca-, antar-, panca-, nara-, dan pramu-. 
Beberapa contoh penulisannya dapat diperhatikan di bawah ini.

Unsur Terikat                        Baku                           Tidak Baku

pasca-                                      pascaperang                pasca perang

antar-                                      antarkota                     antar kota

Kata bilangan yang berasal dari bahasa Sanskerta juga dipandang sebagai unsur
yang terikat. Oleh karena itu, penulisannya pun harus diserangkaikan dengan unsur
yang menyertainya. Misalnya:

Unsur Terikat                        Baku                           Tidak Baku

dwi-                                         dwifungsi                     dwi fungsi

tri-                                           tridarma                      tri darma

Beberapa unsur terikat lain yang penulisannya harus diserangkaikan dengan unsur
yang mengikutinya adalah a-, adi-, anti-, awa-, audio-, bi-, ekstra-, intra-, makro-,
mikro-, mono-, multi-, poli-, pra-, purna-, semi-, sub-, supra-, kontra-, non-, swa-, tele-,
trans-, tuna-, dan ultra-.

Dalam penulisan unsur terikat perlu dipahami bahwa unsur terikat tertentu apabila
dirangkaikan dengan unsur lain yang berhuruf kapital harus diberi tanda hubung di
antara kedua unsur itu. Misalnya:

non-ASEAN, bukan non ASEAN, non ASEAN

non-Islam, bukan non Islam, nonIslam

Penulisan Bentuk Ulang


Sejalan dengan kaidah yang berlaku sekarang, angka dua tidak digunakan sebagai
penanda perulangan. Dalam penulisan bentuk ulang, bagian-bagian kata yang
diulang ditulis seluruhnya secara lengkap dengan disertai tanda hubung di antara
unsur-unsur yang diulang. Dengan demikian, dalam tulisan-tulisan yang bersifat
resmi, seperti naskah buku, laporan penelitian, laporan kegiatan, skripsi, dan
berbagai karya tulis resmi yang lain, kata ulang harus ditulis secara lengkap, tidak
menggunakan angka dua. Misalnya, macam-macam

Seperti halnya bentuk ulang yang lain, bentuk ulang yang mengalami perubahan
fonem pun unsur-unsurnya yang diulang ditulis seluruhnya dengan disertai tanda
hubung di antara keduanya. Jadi, unsur yang diulang itu tidak ditulis dengan
menggunakan angka dua ataupun ditulis tanpa menggunakan tanda hubung.
Misalnya:

            Baku                                                   Tidak Baku

gerak-gerik                                          gerak gerik

sayur-mayur                                        sayur mayur

Sejalan dengan hal tersebut, bentuk-bentuk di bawah ini, yang lazim disebut
kata ulang semu, juga ditulis secara lengkap dengan menyertakan tanda hubung.
Misalnya:

            Baku                                                   Tidak Baku

kura-kura                                             kura2, kura kura

paru-paru                                             paru2, paru paru

Penulisan Kata Depan


Kata depan adalah kata-kata yang secara sintaksis diletakan sebelum kata benda,
kata kerja atau kata keterangan dan secara semantis kata depan menandakan
berbagai hubungan makna anatar kata depan dan kata yang ada dibelakangnya.

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali dalam
gabungan kata, seperti kepada dan daripada. Jika di dan ke berupa awalan maka
ditulis serangkai dengan kata dasarnya, seperti kata dikelola dan ketujuh.

Penulisan Singkatan atau Akronim


Istliah singkatan berbeda dengan akronim. Singkatan ialah kependekan yang berupa
huruf atau gabungan huruf, baik dilafalkan huruf demi huruf maupun dilafalkan sesuai
dengan bentuk lengkapnya. Beberapa singkatan yang dilafalkan huruf demi huruf
dapat diperhatikan pada contoh berikut.

Singkatan                                     Pelafalannya

SMP                                              [es-em-pe]
UGM                                             [u-ge-em]

Singkatan yang dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya, misalnya:

Singkatan                                                Pelafalannya

Bpk.                                             [bapak], bukan [be-pe-ka]

Singkatan yang berupa gabungan huruf awal suatu kata, dalam kenyataan
berbahasa, sering ditulis dengan disertai tanda titik pada masing-masing hurufnya,
seperti yang terdapat pada contoh berikut.       

K.B.                                  keluarga berencana

S.D.                                   sekolah dasar

Penulisan singkatan itu tidak tepat karena singkatan yang berupa gabungan huruf
awal suatu kata tidak diikuti tanda titik, kecuali singkatan nama gelar akademik dan
singkatan nama orang. Dengan demikian, penulisan tersebut yang benar adalah
LKMD, KB, SD, dan PT.

Selain singkatan umum seperti di atas, ada pula yang disebut singkatan lambang,
yaitu suatu bentuk singkatan yang terdiri atas satu huruf atau lebih yang
melambangkan konsep dasar ilmiah, seperti kuantitas, satuan, dan unsur.

Dalam pemakaian dan penulisannya, singkatan lambang berbeda dengan singkatan


lain. Perbedaan itu tidak hanya terletak pada cara penulisannya, tetapi juga
penandaannya. Dalam hal ini, penulisan dan penandaan singkatan lambang pada
umumnya disesuaikan dengan peraturan internasional karena pemakaiannya pun
bersifat internasional. Secara umum, singkatan lambang tidal diikuti tanda titik.
Misalnya:

            Cu                               kuprum

m                                meter

Akronim ialah kependekan yang berupa gabungan hurf awal, gabungan suku kata,
atau gabungan huruf awal dan suku kata,  yang ditulis dan dilafalkan seperti halnya
kata biasa. Misalnya:

            siskamling                   sistem keamanan lingkungan

Depdiknas                   Departemen Pendidikan Nasional

Akronim lain yang berupa gabungan huruf awal suatu kata, seperti halnya singkatan
yang berupa gabungan huruf awal, seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diikuti tanda titik. Misalnya:

            ABRI                          Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

IKIP                            institut keguruan dan ilmu pendidikan

Penulisan Unsur Serapan


Bahasa Indonesia berkembang sangat pesat, dan dalam pekembangannya itu
bahasa Indonesia banyak menyerap bahasa atau ejaan lain dari berbagai bahasa di
dunia. Seperti bahasa Arab, Belanda, Sanskerta, Portugis, dan Inggris.

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini
banyak menyerap kata-kata dari bahasa lainnya. Sehingga banyak kata serapan
Bahasa Indonesia dari berbagai bahasa seperti berikut ini:

Berasarkan taraf integrasinya unsure serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi
dalam dua golongan yaitu:

1. Unsur asing yang belum sepenuhnya terserap kedalam Bahasa Indonesia.


Unsur-unsur serapan ini dipakai dalam konteks Bahasa Indonesia tetapi
pengucapannya masih mengikuti cara bahasa asing. Contoh: reshuffle, shuttle
cock.
2. Unsure asing yang pengucapannya dan penulisannya disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaan asing hanya
diubah seperlunya sehingga bentuk indonesianya masih dapat dibandingkan
dengan bentuk asalnya.

Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia


Perkembangan Awal Revisi 1987
Pada tahun 1987, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a / U / 1987 tentang
perbaikan “Spelling Pedoman Umum Indonesia Ditingkatkan”. Keputusan Menteri ini
meningkatkan EYD edisi 1975.
Perkembangan Awal Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Menteri Pendidikan
Nasional Peraturan Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan ini, di EYD 1987
edisi berubah dan tidak lagi berlaku.

Perbedaan dengan ejaan sebelumnya

Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:

1. “dj” menjadi “j”: djarak → jarak


2. “ch” menjadi “kh”: achir → akhir
3. “sj” menjadi “sy” : sjarat → syarat
4. “j” menjadi “y” : sajang → sayang
5. “tj” menjadi “c” : tjutji → cuci
6. “nj” menjadi “ny” : njamuk → nyamuk

Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan dalam EYD, antara lain:

1. F, v, dan z adalah penyerapan unsur-unsur bahasa asing yang diresmikan.


2. Surat-surat q dan x biasanya digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan terus
digunakan, misalnya, furqan kata, dan xenon.
3. Awalan “di-” dan kata berikutnya “dalam” tulis dibedakan. Preposisi “di” dalam
contoh di rumah, di ladang, tulisan dipisahkan oleh spasi, sementara “yang”
dibeli atau dimakan dalam seri ditulis dengan kata-kata yang mengikuti.
4. Re-ditulis kata penuh dengan elemen mengulangi. Dyad tidak digunakan
sebagai penanda kekambuhan

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:

 Menulis surat, termasuk modal dan miring.


 Menulis kata-kata.
 Menulis tanda baca.
 Menulis singkatan dan akronim.
 Menulis angka dan nomor simbol.
 Menulis elemen penyerapan.

Sebelumnya “oe” sudah menjadi “u” saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan
Republik Spelling. Jadi sebelum EYD, “oe” tidak digunakan. Untuk penjelasan lebih
lanjut tentang menulis tanda baca, menulis dapat dilihat pada tanda baca EYD yang
tepat.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang memiliki ejaan yang telah disesuaikan.
Ejaan tersebut memiliki perubahan yaitu sebanyak tiga kali setelah bahasa itu
digunakan sebagai bahasa nasional. Ketiga sistem ejaan itu menhasilkan ejaan yang
baku dan dipergunakan sampai saat ini oleh setiap orang terutama akademisi,
penulis, wartawan dan lain sebagainya. ejaan itu adalah Ejaan yang disempurnakan
(EYD).

Dalam Ejaan Bahasa Indonesia, banyak hal yang harus dilihat dan dipahami. Karena
begitu rumit dan banyak jika dilihat dari segi huruf, kata, kalimat, tanda baca baik
dalam pemakaian, penulisan dan pelafalannya. Huruf memiliki banyak cara penulisan
dan pemakaian, seperti abjad yang merupakan vocal dan konsona, diftong,
persukuan, dan nama diri. Sedangkan penulisannya, digunakan pada huruf capital
dan huruf miring. Demikian juga kata, memilki kaidah pemakaian yang diatur dalam
ejaan bahasa Indonesia. Seperti, kata dasar, turunan, gabungan, kata ganti,
singkatan dan akronim.

Untuk penulisan huruf menjadi kata dan kata menjadi kalimat, perlu digunakan tanda
baca. Tanda baca memiliki peran penting dan itu sudah diatur dalam ejaan bahasa
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai