Anda di halaman 1dari 13

NILAI-NILAI KEHIDUPAN DALAM CERITA PENDEK

Oleh: Ahmad Badarudin, S.Pd.

A. MENGIDENTIFIKASI NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM CERITA PENDEK

Cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu karya sastra yang memusatkan diri pada satu
tokoh dalam satu situasi. Berbagai karakter tokoh yang ditampilkan pada cerpen dapat berupa
protagonis ataupun antagonis. Berdasarkan tokoh-tokoh tersebut kita dapat menemukan nilai-nilai
kehidupan, yaitu perbuatan baik yang harus ditiru dan perbuatan buruk yang harus dijauhi.
Nilai adalah sesuatu yang penting, berguna, atau bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian,
nilai-nilai kehidupan dalam cerpen adalah sesuatu yang bermanfaat yang terdapat pada cerpen yang
dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

a) Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerpen


Nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra, antara lain dapat dikemukakan sebagai
berikut.

1) Nilai moral, yaitu nilai yang berkaitan dengan akhlak/budi pekerti/susila atau kepada baik
buruk tingkah laku.
Contoh:
Setelah pagi-pagi hari, maka berkatalah Si Miskin kepada istrinya, “Ya, tuanku,
matilah rasku ini, sangatlah sakit rasanya tubuh ini. Maka tiadalah berdaya lagi; hancurlah
rasanya anggotaku ini.” Maka ia pun terseduh-sedulah menangis, maka terlalu belas rasa
hati isterinya melihat laku suaminya. Demikian itu; maka ia pun menangis pula seraya
mengambil daun kayu, lalu dimamahnya, maka disapukannyalah seluruh tubuh suaminya,
sambil ia berkata, “Diamlah tuan jangan menangis!” sudahlah dengan untung kita, maka
jadi selaku ini!”

Pada cuplikan cerita tersebut ingin disampaikan bahwa seorang istri sudah selayaknya
menemaninya istrinya baik dalam suka maupun duka. Seorang istri harus dapat merasakan
kepedihan suaminya. Makna ini termasuk ke dalam nilai moral juga nilai budaya, karena
sudah menjadi adat istri harus setia pada suaminya.

2) Nilai sosial/kemasyarakatan, yaitu nilai yang berkaitan dengan norma yang berada di
dalam masyarakat.
Contoh :
Namun dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara yang dialirkan dengan kipas
koran. Dari belakang terus-menerus mengepul asap rokok dari mulut seorang lelaki setengah
mengantuk.

Pada cuplikan tersebut ingin disampaikan rasa peduli akan lingkungan sekitarnya.
Berarti lelaki tersebut tidak memiliki rasa sosial yang baik. Sikapnya juga dapat mengandung
nilai moral dan nilai etika. Namun, jika dicermati cerita tersebut menitikberatkan pada nilai
sosial.

3) Nilai pendidikan/edukasi, yaitu nilai yang berkaitan dengan pengubahan tingkah laku dari
baik ke buruk (pengajaran).
Contoh :
Jakarta terkurung dalam kutukan karena kejahatan kemanusiaan yang didewakannya
selama lebih dari tiga dasawarsa menjelang akhir abad keduapuluh. Ingatan kolektif
penduduknya bisa lenyap. Tetapi, zaman tak pernah akan lupa bahwa pada waktu itu ratusan
ribu orang dibunuh seperti tikus comberan. Anak-anak muda yang ganteng dan manis-manis,
yang bercita-cita sangat sederhana, hanya sekedar untuk bisa meludah karena tak tahan
mencium bau amis para penguasa yang durjana, diculik dan dilenyapkan rezim bersenjata.

Pada cuplikan ini tergambarkan sindiran terhadap penguasa dan ini mengandung nilai
pendidikan.

4) Nilai budaya, yaitu nilai yang berkaitan dengan adat istiadat.


Contoh :
Lalu Marakarma kembali ke Negeri Puspa Sari dan ibunya menjadi pemungut kayu.
Lalu ia memohon kepada dewa untuk mengembalikan keadaan Puspa Sari. Puspa Sari
pun makmur mengakibatkan Maharaja Indra Dewa dengki dan menyerang Puspa Sari.
Kemudian Marakrama menjadi Sultan Mercu Negara.

Pada cuplikan tersebut bermakna seorang anak harus berbakti kepada orang tua. Ini
mengandung nilai budaya.

5) Nilai estetis/keindahan, yaitu nilai yang berkaitan dengan hal-hal yang


menarik/menyenangkan (rasa seni).
Contoh:
Lebaran. Tanah boleh basah. Udara boleh lembap. Angin menyelusup di sela-sela
daun gugur. Awan kelabu. Matahari sembunyi di baliknya. Hujan tiba-tiba rajin membasahi
bumi. Kota menjadi basah. Terus-menerus basah. Juga jalan-jalan dan halaman rumah.
Orang-orang bergegas menghindarinya. Genteng-genteng coklat di perumahan yang tumbuh
merapat, berubah warna menjadi lebih tua dari biasanya
Pada cuplikan tersebut tergambar suasana latar, ini mengandung nilai estestis.

6) Nilai etika, yaitu nilai yang berkaitan dengan sopan santun dalam kehidupan.
Contoh :
Namun dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara yang dialirkan dengan
kipas koran. Dari belakang terus-menerus mengepul asap rokok dari mulut seorang lelaki
setengah mengantuk.

Pada cuplikan cerpen ini jelas tergambar bahwa lelaki itu tak memiliki sopan santun
dan ini mengandung nilai etika.

7) Nilai politis, yaitu nilai yang berkaitan dengan pemerintahan.


Contoh:
Puspa Sari pun makmur mengakibatkan Maharaja Indra Dewa dengki dan
menyerang Puspa Sari. Kemudian Marakrama menjadi Sultan Mercu Negara.
Cuplikan ini bermakna siapa yang berbuat jahat, ia akan kalah. Dalam hal ini adalah
Maharaja Indra Dewa menyerang Puspa Sari. Ini berarti mengandung nilai politik.

8) Nilai religius/keagamaan, yaitu nilai yang berkaitan dengan tuntutan beragama.


Contoh:
Raja Ikan Todak telah memenuhi janjinya membangun pulau untuk Datu Mabrur. Di
karang pertapaannya dia memanjatkan puji dan syukur kepada Sang Pencipta. Pulau itu
dinamakan Pulau Halimun yang sekarang dikenal dengan nama Pulau Laut.

B. MENDEMONSTRASIKAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN DALAM CERITA PENDEK

Entah sudah berapa puluh ribu, judul cerpen yang telah dikarang dan telah jutaan pula
manusia yang membacanya, dari sejak zaman dulu hingga sekarang. Karya manusia yang satu ini
terus menerus dibaca dan diproduksi karena manfaatnya besar bagi kehidupan. Manfaat yang
langsung dapat kita rasakan adalah bahwa cerpen memberikan hiburan atau rasa senang. Kita
memperoleh kenikmatan batin dengan membaca cerpen. Dengan membacanya, seolah-olah kita
menjalani kehidupan bersama tokoh-tokoh dalam cerpen itu. Ketika tokoh utamanya mengalami
kesenangan, kita pun turut senang; ketika mengalami kegetiran hidup, kita pun turut sedih ataupun
kecewa.
Selain itu, dengan membaca suatu cerpen, kita bisa belajar tentang kehidupan kita bisa lebih
bijak dalam menghadapi beragam peristiwa yang mungkin pula kita hadapi. Misalnya, dengan
adanya tokoh yang bersikap angkuh, kita menjadi tahu bahwa sikap itu sering menimbulkan
ketersinggungan bagi pihak-pihak tertentu. Pelakunya sendiri menjadi orang yang dijauhi orang lain.
Sikap rendah hati ternyata mudah mengundang simpati. Peduli pada orang lain, dalam sekecil
apapun bantuan yang diberikan, ternyata menjadi sesuatu yang benar-benar berharga bagi orang yang
membutuhkan.

Perhatikanlah kembali cuplikan berikut!

Pernahkah kau merasakan sesuatu yang biasa hadir mengisi hariharimu, tiba-tiba lenyap
begitu saja. Hari-harimu pasti berubah jadi pucat pasi tanpa gairah. Saat kau hendak
mengembalikan sesuatu yang hilang itu dengan sekuat daya, namun tak kunjung tergapai. Kau pasti
jadi kecewa seraya menengadahkan tangan penuh harap lewat kalimat doa yang tak putus-putusnya.
Bukankah kau jadi kehilangan kehangatan karena tak ada helai-helai sinar ultraviolet yang
membuat senyumnya begitu ranum selama ini. Matahari bagimu tentu tak sekadar benda langit yang
memburaikan kemilau cahaya tetapi sudah menjadi sebuah peristiwa yang menyatu dengan ragamu.
Bayangkanlah bila matahari tak terbit lagi. Tidak hanya kau tapi jutaan orang kebingungan dan
menebar tanya sambil merangkak hati-hati mencari liang langit, tempat matahari menyembul secara
perkasa dan penuh cahaya.

(Cerpen “Matahari Tak Terbit Pagi Ini”, Fakhrunnas M.A Jabar)

Cuplikan cerpen di atas menggambarkan begitu berartinya kehadiran seseorang ketika ia


tidak ada lagi di sisi kita. Kita rasakan begitu sulit untuk menghadirkannya kembali, bahkan sesuatu
yang sangat tidak mungkin. Semua orang pasti akan atau pernah mengalami keadaan seperti yang
digambarkan dalam cerita itu. Hanya sosok dan peristiwanya akan berbeda-beda.

Dari gambaran seperti itu ada pelajaran yang sangat penting bahwa kehadiran seseorang di
tengah-tengah kita adalah sebuah berkah yang harus selalu disyukuri. Kalaulah dia sudah tidak hadir
lagi, maka gantinya adalah kesedihan, penyesalan, bahkan ratapan yang menyayat.
Berikut cuplikan lainnya.

“Kalau ada, mengapa biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua?
Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau
lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri engkau negeri
yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak
mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal di
samping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin? Engkau kira aku ini suka
pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembah-Ku saja.
Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka.
Letakkan di keraknya.”
Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa
jalan yang diridai Allah di dunia.

(Cerpen “Robohnya Surau Kami”, AA Navis)

Cuplikan cerpen itu merupakan sindiran yang bisa jadi mengena pada setiap kalangan, dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Orang-orang yang hanya mengutamakan ibadah ritual dan
menghiraukan persoalan-persoalan sosial (kemanusiaan) menjadi objek sindiran dalam cuplikan
cerpen di atas. Sindiran seperti itu boleh jadi lebih mengena daripada dengan menggurui langsung
tentang kesadaran-kesadaran keberagamaan yang benar.

C. 0MENGANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK, EKSTRINSIK, DAN KEBAHASAAN


DALAM CERITA PENDEK
a) STRUKTUR CERPEN
Struktur cerita pendek secara umum dibentuk oleh (1) bagian pengenalan cerita, (2) penanjakan
menuju konflik, (3) puncak konflik, (4) penurunan, dan (5) penyelesaian. Bagianbagian itu ada yang
menyebutnya dengan istilah abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda.
a. Abstrak (sinopsis) merupakan bagian cerita yang menggambarkan keseluruhan isi cerita.
b. Orientasi atau pengenalan cerita, baik itu berkenaan dengan penokohan ataupun bibit-bibit
masalah yang dialaminya.
c. Komplikasi atau puncak konflik, yakni bagian cerpen yang menceritakan puncak
masalah yang dialami tokoh utama. Masalah itu tentu saja tidak dikehendaki oleh sang
tokoh. Bagian ini pula yang paling menegangkan dan rasa penasaran pembaca tentang cara
sang tokoh di dalam menyelesaikan masalahnya bisa terjawab. Dalam bagian ini, sang tokoh
menghadapi dan menyelesaikan masalah itu yang kemudian timbul konsekuensi atau akibat-
akibat tertentu yang meredakan masalah sebelumnya.
d. Evaluasi, yakni bagian yang menyatakan komentar pengarang atas peristiwa puncak yang
telah diceritakannya. Komentar yang dimaksud dapat dinyatakan langsung oleh pengarang
atau diwakili oleh tokoh tertentu. Pada bagian ini alur ataupun konflik cerita agak mengendur,
tetapi pembaca tetap menunggu implikasi ataupun konflik selanjutnya, sebagai akhir dari
ceritanya.
e. Resolusi merupakan tahap penyelesaian akhir dari seluruh rangkaian cerita. Bedanya, dengan
komplikasi, pada bagian ini ketegangan sudah lebih mereda. Dapat dikatakan pada bagian ini
hanya terdapat masalah-masalah kecil yang tersisa yang perlu mendapat penyelesaian,
sebagai langkah “beres-beres”.
f. Koda merupakan komentar akhir terhadap keseluruhan isi cerita, mungkin juga diisi dengan
kesimpulan tentang hal-hal yang dialami tokoh utama kemudian.

b) CONTOH ANALISIS STRUKTUR CERPEN


Tikus dan Manusia
oleh Jakob Sumardjo

Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri. Tikus
berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang mampu
membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat (sepanjang yang kami
temukan), namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami dikelilingi kebun kosong yang luas milik
tetangga. Kami menduga tikus itu adalah tikus kebun.Tubuhnya cukup besar dan bulunya hitam
legam.
Pertama kali kami menyadari kehadiran penghuni rumah yang tak diundang, dan tak kami
ingini itu, ketika saya tengah menonton flm-video The End of the Affair yang dibintangi Ralph
Fiennes dan Julianne Moore, seorang diri, sementara istri telah mendengkur kecapaian di kamar.
Waktu tiba pada adegan panas pasangan selingkuh Fiennes dan Julianne, tengah bugil di ranjang,
yang membuat saya menahan napas dan pupil mata melebar, tiba-tiba kaki saya diterjang benda
dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya lihat tikus hitam besar itu berlari kencang
bersembunyi di balik rak buku. Jantung saya nyaris copot, darah naik ke kepala akibat terkejut, dan
otomatis kedua kaki saya angkat ke atas.
Baru kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam tongkat di
dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik memegangnya dan menuju ke arah
balik rak buku.Tangan saya amat kebelet memukul habis itu tikus. Namun, tak saya lihat wujud
benda apa pun di sana. Mungkin begejil item telah masuk rak bagian bawah di mana terdapat lubang
untuk memasukkan kabel-kabel pada televisi. Untuk memeriksanya, saya harus mematikan televisi
dulu yang ternyata masih menayangkan adegan panas pasangan intelektual Inggris itu. Saya takut
kalau tikus keparat itu menyerang saya tiba-tiba.
Imigran gelap rumah itu saya biarkan selamat dahulu.
Saya tidak pernah menceritakan keberadaan tikus itu kepada istri saya yang pembenci tikus,
sampai pada suatu hari istri saya yang justru memberitahukan kepada saya adanya tikus tersebut.
Berita itu begitu pentingnya melebihi kegawatan masuknya teroris di kampung kami.
“Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Item!”
“Di mana Mamah lihat?”
“Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!” Istri saya cemas luar biasa,
menahan napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas di dapur.
“Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk rumah kita?
Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”
“Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku Nietsche ke rak buku.
“Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”
Wah, situasi semakin gawat. Saya memenuhi perintah istri saya dengan menyalakan senter ke
bagian kolong kulkas. Tidak ada apa pun. Tikus keparat! Ke mana dia menghilang?
Sejak itu istri saya amat ketat menjaga kebersihan. Semua piring di rak dibungkus kain, juga
tempat sendok. Tudung saji diberati dengan ulekan agar tikus tidak bisa menerobos masuk untuk
menggasak makanan sisa. Gelas bekas saya minum nescafe-cream malam hari harus ditutup rapat.
Tempat sampah ditutupi pengki penadah sampah sambil diberati batu. Strategi kami adalah semua
tempat makanan ditutup rapat-rapat sehingga tikus tak akan bisa menerobos.
Istri saya memesan dibelikan lem tikus paling andal, yakni merek Fox. Selembar kertas
minyak tebal dilumuri lem tikus oleh istri saya dan di tengah-tengah lumuran lem itu ditaruh ampela
ayam bagian makan malam saya. Jebakan lem tikus ditaruh di kaki kulkas. Pada malam itu, ketika
istri saya tengah asyik menonton sinetron “Cinta Kamila”, yang setiap malam setengah sembilan
selalu menangis itu, istri saya tiba-tiba berteriak memanggil saya yang sedang mengulangi membaca
Filsafat Nietsche di kamar kerja, bahwa si tikus terperangkap.
Saya segera menutup buku dan lari ke dapur menyusul istri. Benar, seekor tikus hitam sedang
meronta-ronta melepaskan diri dari kertas yang berlem itu.
“Mana pukul besi?!” saya panik mencari pukul besi yang entah disimpan di mana di dapur
itu.
“Jangan dipukul Pah!”
“Lalu bagaimana?” Saya menjawab mendongkol.
“Selimuti dengan kertas koran. Bungkus rapat-rapat. Digulung supaya seluruh lem lengket ke
badannya.”
“Lalu diapakan?” Saya semakin dongkol.
“Buang di tempat sampah!”
“Aah, mana pukul besi?”Kedongkolan memuncak.
“Nanti darahnya ke mana-mana! Bungkus saja rapat-rapat!”
Saya mengalah. Ketika tikus itu akan saya tutupi kertas koran, matanya kuyu penuh
ketakutan memandang saya. Ah, persetan! Saya menekan rasa belas kasihan saya. Tikus saya
bungkus rapat-rapat, lalu saya buang di tong sampah di depan rumah, sambil tak lupa memenuhi
perintah istri saya agar penutupnya diberati batu.
Siang harinya sepulang dari mengajar, istri saya terbata-bata memberi tahu saya bahwa tikus
itu lepas ketika Mang Maman tukang sampah mau menuangkan sampah ke gerobaknya. Cerita Mang
Maman, ada tikus meloncat dari gerobak sampahnya dan lari ke kebun sebelah dengan terbungkus
kertas coklat. Cerita lepasnya tikus ini beberapa hari kemudian diperkuat oleh Bi Nyai, pembantu
kami, bahwa dia melihat tikus hitam yang belang-belang kulitnya. Geram juga saya, dan diam-diam
saya membeli dua jebakan tikus. Ketika mau saya pasang malam harinya, istri saya keberatan.
“Darahnya ke mana-mana,” katanya.
“Ah, gampang, urusan saya. Kalau kena lantai, saya akan pel pakai karbol,” jawabku.
Istri saya mengalah, dan rupanya merasa punya andil bersalah juga. Coba kalau tikus itu dulu
kupukul kepalanya, tentu beres.
Pada waktu subuh istri membangunkan saya.
“Tikusnya kena, Pah!”
Memang benar, seekor tikus hitam terjepit jebakan persis pada lehernya. Darah tak banyak
keluar. Ketika saya amati dari dekat, ternyata bukan tikus yang kulitnya sudah belang-gundul.
“Ini bukan tikus yang lepas itu, Mah!”
“Masa?”Ia mendekat mengamati.
“Kalau begitu ada tikus lain.”
“Mungkin ini istrinya,” celetekku.
Ketika mau saya lepas dari jebakan, istri saya melarangnya.
“Buang saja ke tempat sampah dengan jebakannya.”
Rasa tidak aman masih menggantung di rumah kami.Tikus belang itu masih hidup. Dendam
kami belum terbalas. Berhari-hari kemudian kami memasang lagi lem tikus dengan bergantiganti
umpan, seperti sate ayam, sate kambing, ikan jambal kegemaran saya, sosis, namun tak pernah
berhasil menangkap si belang.
Bibi mengusulkan agar dikasih umpan ayam bakar. Saya membeli sepotong ayam bakar di
restoran padang yang paling ramai dikunjungi orang. Sepotong kecil paha ayam itu dipasang istri
saya di tengah lumuran lem Fox, sisanya saya pakai lauk makan malam.
Gagasan Bi Nyai ternyata ampuh. Seekor tikus menggeliat-geliat melepaskan diri dari karton
tebal yang dilumuri lem.Tikus itu benar-benar musuh istri saya, di beberapa bagian badannya sudah
tidak berbulu. Kasihan juga melihat sorot matanya yang memelas seolah minta ampun.
“Mah, cepat ambil pukul besinya.”
Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan diberikan kepada saya. Ketika mau saya hantam
kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.
“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga dibungkus koran.
Darahnya bisa enggak ke mana-mana!”
Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang merontaronta
itu bisa lepas lagi.
“Cepat sana. Cari koran!” bentakku jengkel.
“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja, tetapi cukup
tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau dulu berpengalaman lepas,
tentu dia bisa lepas juga sekarang.
Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya dibuang bibi di
tempat sampah.
Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa menutup
kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati tikus, tetapi sekarang tidak
mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedamaian rumah kami mulai nampak, sampai pada suatu pagi
istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit bunyi bayi tikus! Inilah gejala perang baratayuda akan
dimulai lagi di rumah kami.
“Harus kita temukan sarangnya! Bayi-bayi tikus itu kelaparan ditinggal kedua orangtuanya.
Kalau mati bagaimana? Kalau mereka hidup, rumah kita menjadi rumah tikus!” kata istri.
Lalu kami melakukan pencarian besar-besaran. Bagian-bagian tersembunyi di rumah kami
obrak-abrik, namun bayi-bayi tikus tidak ketemu. Bayi-bayi itu juga tidak kedengaran tangisnya lagi.
“Mungkin ada di para-para. Tapi bagaimana naiknya?” kata saya.
“Nunggu Mang Maman kalau ambil sampah siang,” kata istri. Ketika Mang Maman mau
mengambil sampah di depan rumah, bibi minta kepadanya untuk naik ke para-para mencari bayi-bayi
tikus.
“Di sebelah mana, Bu?” tanya Mang Maman.
“Tadi hanya terdengar di dapur saja. Mungkin di atas dapur ini atau dekat-dekat sekitar situ,”
sahut istri saya.
Sekitar setengah jam kemudian Mang Mamang berteriak dari para-para bahwa bayi-bayi
tikus itu ditemukan. Mang Maman membawa bayi-bayi itu di kedua genggaman tangannya sambil
menuruni tangga.
“Ini Bu ada lima. Satu bayi telah mati, yang lain sudah lemas. Lihat, napas mereka sudah
tersengal-sengal.”
Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.
“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Mang” kata istri saya.
“Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”
“Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran.
“Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang Maman sambil
meringis.
“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”
“Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”
Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong
menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu ke kedua kantong celananya,
sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak sampahnya.
Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia. Tikus selalu mengikuti manusia dan
memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama perempuan, tikus-tikus
amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan tikus ini tidak akan pernah berakhir.
Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan terdengar teriakannya lagi oleh
penampakan tikus-tikus yang baru.
****

c) ANALISIS STRUKTUR CERPEN


a. Abstrak (sinopsis) merupakan bagian cerita yang menggambarkan keseluruhan isi cerita.
CONTOH:
Cerita ini mengisahkan seorang petani yang disibukkan oleh permusuhannya dengan tikus-
tikus. Energi dan otaknya dihabiskan untuk menghabisi binatang menjijikkan itu hingga pada suatu
hari ia harus dihadapkan pada apa yang disebutnya sebagai perang Bratayuda….
Keberadaan abstrak seperti itu dalam cerpen bersifat opsional, mungkin ada dan mungkin
bisa tidak muncul. Lebih-lebih kisah dalam cerpen cenderung langsung pada peristiwa-peristiwa
penting, tidak bertele-tele, langsung terpusat pada konflik utamanya.

b. Orientasi atau pengenalan cerita, baik itu berkenaan dengan penokohan ataupun bibit-
bibit masalah yang dialaminya.
CONTOH:
Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri.Tikus berpikir
secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang mampu membongkar
misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat (sepanjang yang kami temukan), namun
tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami dikelilingi kebun kosong yang luas milik tetangga. Kami
menduga tikus itu adalah tikus kebun.Tubuhnya cukup besar dan bulunya hitam legam.
Cuplikan tersebut mengenalkan masalah yang dialami tokoh, yakni dengan banyaknya tikus
di dalam rumah mereka.

c. Komplikasi atau puncak konflik, yakni bagian cerpen yang menceritakan puncak masalah
yang dialami tokoh utama.
Masalah itu tentu saja tidak dikehendaki oleh sang tokoh. Bagian ini pula yang paling
menegangkan dan rasa penasaran pembaca tentang cara sang tokoh di dalam menyelesaikan
masalahnya bisa terjawab. Dalam bagian ini, sang tokoh menghadapi dan menyelesaikan
masalah itu yang kemudian timbul konsekuensi atau akibat-akibat tertentu yang meredakan
masalah sebelumnya.
CONTOH:
“Mah, cepat ambil pukul besinya.”
Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan diberikan kepada saya. Ketika mau saya hantam
kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.
“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga dibungkus koran.
Darahnya bisa enggak ke mana-mana!”
Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang meronta-
ronta itu bisa lepas lagi.
“Cepat sana. Cari koran!” bentakku jengkel.
“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja, tetapi cukup
tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau dulu berpengalaman lepas,
tentu dia bisa lepas juga sekarang.
Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya dibuang bibi di
tempat sampah.

Cuplikan tersebut merupakan komplikasi karena pada bagian itulah sang tokoh utama
menyelesaikan permasalahannya, yakni dengan melakukan gerakan tangkap tikus bersama-sama
istrinya. Pada bagian itu pula timbul ketegangan puncak antartokoh itu sendiri, termasuk
implikasinya pada pembaca yang turut terlibat emosi dan kepenasaran-kepenasarannya.
Kemudian, kepenasaran itu terjawab, yakni dengan terkalahkannya tikus-tikus pembawa
masalah mereka itu.

d. Evaluasi, yakni bagian yang menyatakan komentar pengarang atas peristiwa puncak yang
telah diceritakannya. Komentar yang dimaksud dapat dinyatakan langsung oleh
pengarang atau diwakili oleh tokoh tertentu. Pada bagian ini alur ataupun konflik cerita
agak mengendur, tetapi pembaca tetap menunggu implikasi ataupun konflik selanjutnya,
sebagai akhir dari ceritanya.
CONTOH:
Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa menutup
kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati tikus, tetapi sekarang
tidak mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedamaian rumah kami mulai nampak, sampai pada
suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit bunyi bayi tikus! Inilah gejala perang
baratayuda akan dimulai lagi di rumah kami.

Penggalan cerita di atas merupakan akibat atau implikasi dari peristiwa puncak. Sang istri
tokoh utama tidak tegang lagi dengan ulah-ulah tikus itu, kedamaian di rumahnya pun mulai
mereka rasakan walaupun itu bukan yang terakhir karena masih ada masalah lain yang tersisa,
yakni yang disebut dengan perang Baratayuda, pencarian habis-habisan terhadap sisa-sisa dan
sarang-sarang tikus.

e. Resolusi merupakan tahap penyelesaian akhir dari seluruh rangkaian cerita.


Bedanya, dengan komplikasi, pada bagian ini ketegangan sudah lebih mereda. Dapat dikatakan
pada bagian ini hanya terdapat masalah-masalah kecil yang tersisa yang perlu mendapat
penyelesaian, sebagai langkah “beres-beres”.
CONTOH:
Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.
“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Mang” kata istri saya.
“Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”
“Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran.
“Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang Maman sambil
meringis.
“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”
“Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”
Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong
menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu ke kedua kantong celananya,
sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak sampahnya.
Cuplikan tersebut menceritakan penyelesaian masalah, sebagai akhir dari konflik utama, tidak
lagi ada ketegangan di dalamnya. Semua masalah pun dianggap tuntas dengan dimasukkannya
anak-anak tikus ke dalam kantong celana Mang Maman dan sebagiannya lagi dibuang ke
gerobak sampah dengan entengnya.

f. Koda merupakan komentar akhir terhadap keseluruhan isi cerita, mungkin juga diisi
dengan kesimpulan tentang hal-hal yang dialami tokoh utama kemudian.
CONTOH:
Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia.Tikus selalu mengikuti manusia dan
memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama perempuan, tikus-
tikus amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan tikus ini tidak akan pernah
berakhir.
Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan terdengar teriakannya lagi oleh
penampakan tikus-tikus yang baru.*

Dalam cuplikan tersebut, penulisnya mengomentari bahwa perang manusia melawan tikus
tidak akan pernah berakhir. Tikus-tikus tetap akan menguntit manusia selama makanannya itu
tetap ada, tidak terkecuali pada istrinya yang pada saat-saat tertentu akan merasa terancam lagi
oleh penampakan tikus-tikus baru lainnya.
Bagian-bagian cerita pendek itu merupakan bentuk struktur umum. Artinya sangat mungkin
keberadaan cerpen-cerpen lainnya tidak memiliki struktur seperti itu. Hal ini terkait dengan
kreativitas dan kebebasan yang dimiliki oleh setiap penulis dalam berkarya.

d) CIRI KEBAHASAAN CERPEN


Cerpen memiliki ciri-ciri kebahasaan seperti berikut.
1) Banyak menggunakan kalimat bermakna lampau, yang ditandai oleh fungsi-fungsi
keterangan yang bermakna kelampauan, seperti ketika itu, beberapa tahun yang lalu, telah
terjadi.
2) Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis).
Contoh: sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.
3) Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi,
seperti menyuruh, membersihkan, menawari, melompat, menghindar.
4) Banyak menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara
menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Contoh: mengatakan bahwa, menceritakan
tentang, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.
5) Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau
dirasakan oleh tokoh. Contoh: merasakan, menginginkan, mengarapkan, mendambakan,
mengalami
6) Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda (“….”) dan kata kerja
yang menunjukkan tuturan langsung.
CONTOH:
a) Alam berkata, “Jangan diam saja, segera temu orang itu!”
b) “Di mana keberadaan temanmu sekarang?” Tanya Ani pada temannya.
c) “Tidak. Sekali saya bilang, tidak!” teriak Lani.
7) Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggabarkan tokoh, tempat, atau
suasana.

e) ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK CERPEN

Contoh Cerpen
‘MALINI’

Malini adalah gadis desa yang cantik. Walaupun masih berada di bangku SD, tepatnya di
kelas tiga, ia sudah digemari oleh teman-temannya. Sampai ia SMP dan SMA, ia selalu ditemani
oleh semua orang. Ia selalu dilayani dan tidak pernah sama sekali merasa kesulitan. Karena, orang-
orang selalu membantu dan melayaninya.
Orang tuanya yang kaya raya juga selalu memberikan apa yang ia mau. Hingga sampai ia
dewasa, Malini tumbuh menjadi gadis yang arogan dan semena-mena. Kecantikannya berbanding
terbalik dengan sikapnya.
“Aku gak mau makanan itu, teman-temanku banyak nih, buatkan lagi, Bi!” Perintahnya
kepada Bi Sumi, pembantu di rumahnya. Malini membuang biskuit yang sudah Bi Sumi serahkan di
meja. Malini dan teman-temannya yang baru pulang sekolah ingin memakan buah-buahan yang
segar.
“Baik, Non”
Bi Sumi kembali ke dapur dengan pasrah, sementara Malini dan ke tiga temannya kembali
berbincang. Namun, tiba-tiba seseorang dari temannya bernama Nia berbicara.
“Kok kamu gitu Malini.”
“Kenapa, Nia?” tanya Malini masih belum sadar.
“Ibuku juga seorang pembantu, aku melihat Bi Sumi seperti melihat Ibuku. Apakah seperti
itu juga perlakuan majikan ke pembantunya?” tanya Nia dengan berkaca.
“Ngapain kamu ngurusin Bi Sumi, sih?” Malini mengalihkan topik pembicaraan dan
berusaha berbincang kembali dengan Hana dan Ria.
“Bukannya sok bijak, tapi sebagai teman, aku hanya mengingatkan, sebaiknya kamu minta
maaf sama Bi Sumi, Mal. Perbaiki juga sikap kamu selama ini.” Nia berbicara berapi-api.
“Kok kamu ngatur-ngatur aku, Nia?” Malini tambah berapi-api.
“Teman-teman, tenang” ujar Hana berusaha melerai.
“Iya, guys” Ria menambahkan.
“Tidak semua selalu berpusat di kamu Malini. Jadi, yang harus kamu lakukan adalah
menyesuaikan diri. Sikapmu yang arogan dan selalu merendahkan tidak berlaku di dunia ini, hati-
hati.” Nia berusaha berbicara sebaik mungkin “Sebaiknya aku pulang dulu, makasih ya sudah
mengundangku ke rumah mewah ini” Nia lalu berdiri dan meninggalkan rumah Malini. Lalu diikuti
oleh Hana dan Ria.
Tersisalah Malini di sofa ruang tamu. Ia menyendiri mendengar kata-kata Nia. Ia seolah
tertohok dengan pekataan Nia yang menyakitkan, namun benar adanya.

Unsur Intrinsik Dalam Cerpen Malini


Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang berasal dari dalam cerpen. Artinya, inti-inti yang
membangun sebuah karya murni dari dalam. Unsur-unsur intrinsik meliputi tema, tokoh dan
penokohan, alur cerita, latar, gaya bahasa, sudut pandang dan amanat. Untuk lebih jelasnya, yuk
simak unsur instrinsik dalam cerpen Malini.

a) Tema
Ide atau gagasan utama yang melatarbelakangi keseluruhan dalam sebuah cerpen. Tema juga
dipakai untuk menentukan ke arah mana cerita pendek akan dibuat. Maka dari itu, tema pokok
yang ada dalam cerpen Malini ialah tentang budi pekerti.
Cerpen tersebut mengisahkan tentang sosok Malini yang walaupun memiliki kecantikan
dan kekayaan, tetapi ia tidak memiliki sikap dan budi pekerti yang baik.

b) Tokoh
Pelaku cerita, orang – orang yang terlibat di dalam cerita yang dibuat. Terdiri dari tokoh utama
dan sisanya adalah pemeran pembantu.
Tokoh utama dalam cerpen tersebut ialah Malini. Karena kemunculan Malini ada di
sepanjang cerita dan ia menjadi sentral cerita. Sedangkan tokoh pembantunya ialah Nia, Hana,
Ria, Bi Sumi, dan orang tua Malini.

c) Alur (Plot)
Alur adalah jalan cerita dalam sebuah cerpen yang disusun secara kronologis yaitu tahap
pengenalan, tahap kemunculan konflik, tahap puncak konflik (klimaks), tahap peleraian dan
tahap penyelesaian. Ada 3 jenis alur yang digunakan untuk membuat cerpen yaitu alur maju, alur
mundur dan alur campuran. Berdasarkan kronologis, cerpen Malini memiliki alur maju.
Pada cerpen Malini, tahap pengenalan ialah pada paragraf pertama, yaitu ketika
menjelaskan latar belakang Malini yang dari SD sudah digemari oleh teman-temannya karena
cantik. Tahap kemunculan konflik ialah pada paragraf kedua, yaitu ketika orang tuanya selalu
memberikan apa yang ia mau dan ia tumbuh menjadi pribadi yang arogan.
Tahap konflik atau klimaks ialah ketika Malini dan Nia saling beradu mulut. Tahap
peleraian ialah ketika teman-temannya berusaha melerai pertengkaran. Tahap terakhir ialah Nia
meninggalkan Malini dan Malini tertegun sendirian di sofa.

d) Latar (Setting)
Latar atau setting merupakan unsur yang berkaitan dengan tempat, waktu dan suasana
yang ada di dalam cerpen. Ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dalam menceritakan
rangkaian kejadian cerita.
Latar tempat pada cerpen Malini ialah di ruang tamu rumah Malini. Latar suasananya
ialah tegang. Sedangkan latar waktunya ialah sore hari ketika mereka selesai dari pulang
sekolah.

e) Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan kedudukan pengarang dalam membangun suatu cerita. Sudut
pandang mampu menempatkan pengarang maupun pembaca untuk menjadi tokoh utama atau
orang lain dalam cerita. terdapat sudut pandang orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.

1) Sudut pandang orang pertama : pandangan penulis seolah-olah ia terjun langsung sebagai
tokoh utama dalam ceritanya.
2) Sudut pandang orang kedua : pandangan penulis seolah-olah penulis sedang bercerita.
3) Sudut pandang orang ketiga : pandangan penulis seolah-olah penulis merasakan,
mengetahui, mengalami apa yang terjadi pada tokoh cerita tersebut.

Pada cerpen Malini, sudut pandang yang digunakan ialah sudut pandang orang ketiga.
Cirinya ialah menggunakan kata „ia‟ dalam cerita.

f) Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang untuk para pembacanya
melalui cerita yang di tulisnya. Pesan tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Amanat
dalam cerpen Malini ialah budi pekerti merupakan hal yang utama melebihi kecantikan dan
kekayaan.

Unsur Ekstrinsik Dalam Cerpen Malini


Unsur ekstrinsik cerpen ialah unsur di luar struktur cerpen itu sendiri. Unsur ekstrinsik ini
menjadi pelengkap cerpen karena dapat memuat nilai-nilai yang terkandung dari cerpen tersebut.
Berikut ini ialah unsur ekstrinsik cerpen dalam cerpen Malini.

a) Nilai Moral
Nilai moral adalah nilai yang terkandung dalam moral yang berlaku dalam masyarakat.
Pada cerpen Malini, terdapat nilai pesan moral yang mana harus berbuat baik kepada sesama dan
tetap menghormati orang yang lebih tua.

b) Nilai Sosial
Nilai sosial adalah nilai yang sesuai dengan kultur sosial masyarakat itu sendiri. Pada
cerpen Malini, nilai sosial yang diangkat ialah kehidupan Malini yang orang kaya tidak
menyesuaikan dengan kehidupan dalam bersosial. Misalnya, bagaimana berhubungan dengan
sesama orang.

Anda mungkin juga menyukai