Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
THYPOID

DOSEN PEMBIMBING:
PURWATI,S.Pd.,MAP

DISUSUN OLEH:
NADIA RIANI
1814401094
TINGKAT III/ REGULER II

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN THYPOID

A. PENGERTIAN
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare. 2012. Keperawatan
Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta : Media Aesculapius.).
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri salmonella thypi dan bersifat
endemic yang termasuk dalam penyakit menular ( Cahyono,2010). Sedangkan menurut
Elsevier 2013, demam thypoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella
thypi. Jadi, demam thypoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri gram
negative (bakteri salmonella thypi) yang merupakan sistem pertahan tubuh dan masuk
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella
thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak rambut getar, tidak berspora, dan
mempunyai tiga antigen yaitu O ( Somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida),
antigen H (flagella), dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (agglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tubuh pada suasana aerob dan fakultatif
anaerob pada suhu 15-41 oc (optimum 37oc) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus
lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan atau minuman
yang terkontaminasi, fomitus dan lain sebagainya.

Penyebab penyakit thypoid adalah kuman salmonella thyposa salmonella parathypi A,B, dan
C memasuki saluran pencernaan. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Penyebab lain dari penyakit thypoid adalah :

1 Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella thypi


2 Makanan mentah atau belum masak
3 Kurangnya sanitasi dan higienitas
4 Daya tahan tubuh yang menurus
 Manifestasi klinis
a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari.
Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
1) anoreksia
2) rasa malas
3) sakit kepala bagian depan
4) nyeri otot
5) lidah kotor
6) gangguan perut (perut kembung dan sakit)

b. Gejala Khas
1. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu
setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,
batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat
dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare
dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas
lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau
tremor.
2. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama
dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan
suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang
mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak
kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi
perdarahan.
3. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan
berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari
ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan
terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
4. Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.

C. TANDA DAN GEJALA & MANIFESTASI


Menurut ngastiyah (2007:237), demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan jika memelalui minuman yang terlama 30 hari. Selama inkubasi mungkin ditemukan
gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, nyeri, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu :

1. Demam
pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
menurun pada pagi hari dan mreningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah ( ragaden).
lidah tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ), ujungnya dan tepinya kemerahan.
Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan Limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor,
koma atau gesilah (kecuali penyakit berat dan terhambat mensapatkan pengobatan).
Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dari kapiler kulit,
yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi
dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setalah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadinya karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun obat zat anti.

D. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A,
Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus
halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium).
Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah,
tidak enak badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi kuman
masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran darah
mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel piogon
akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang mempengaruhi pusat
termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak
segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari
peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga
timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan,
terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak
dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan dapat
memperburuk kondisi pasien (Juwono,1999).
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat menularkan
salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

E. Komplikasi

1. perforasi usus 5. Kolestatis


2. perdarahan usus 6. Meningitis,Ensafalitis, Enselopati.
3. peritonitis 7. Bronkopneumonia
4. sepsis

(Kapita selekta kedokteran,2010)


PATHWAY

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi

Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus

Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di


Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah ileum terminalis
Merangsang peningkatan
(anorexia)
peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal
Diare
Kuman masuk aliran
Ketidakseimbangan limfe mesentrial
nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan
Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan .darah negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
e. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita tthypoid.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi.
Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan
ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall
kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya
positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid,
karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak
mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid,
maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:

1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala


demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat
pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O >
1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif
S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada
pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan
sekali) (Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI.
G. PENATALAKSANAAN
A. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicilin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) Paracetamol
B. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari
selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada waktu-
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi
f. Diet
 Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
 Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
 Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
 Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari
(Smeltzer & Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah III. Jakarta: EGC).
H. Rencana Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul

a) Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh


b) Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
c) Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan
d) Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
e) Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik

Rencana asuhan keperawatan keperawatan :

No Dx keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipertermia b.d. NOC : Thermoregulation NIC :Fever Treatment


Penyakit/
Peningkatan a. Monitor suhu sesering mungkin
metabolism tubuh b. Monitor IWL
c. Monitor watna dan suhu tubuh
d. Monitor TTV
e. Monitor Wbc, Hb, Hct
f. Monitor intake dan output
cairan
g. Kolaborasi pemberian
antipuretik
h. Kolaborasi pemberian cairan IV
i. Kompres pasien dengan air
hangat
j. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
2 Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination NIC : Diarhea Management
gastrointestinal a. Instruksikan kepada keluarga
untuk mencatat warna, jumlah,
frekuensi dan konsistensi dari
feses
b. Evaluasi intake makanan yang
masuk
c. Observasi turgot kulit secara
rutin
d. Instrusikan kepada keluarga
untuk makan makanan rendah
serat, tinggi protein, dan tinggi
kalori jika memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian cairan IV
f. Kolaborasi pemberian obat diare
3 Kekurangan NOC : Fluid Balance, NIC : Fluid Management
Kekurangan volume Hydration
cairan b.d. a. Monitor status hidrasi pasien
b. Pertahankan catatan intake dan
kehilangan cairan
output cairan
aktif c. Monitor TTV
d. Monitor masukan makanan dan
cairan dan hitung intake kalori
harian
e. Kolaborasi pemberian cairan IV
4 Nyeri akut b.d. agen NOC : Pain Control NIC : Pain Management
cedera fisik
Setelah dilakukan asuhan a. Melakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 2x24 jam secara komprehensif termasuk
diharapkan nyeri klien akan lokasi, karakteristik, kapan
menurun dengan kriteria dimulain atau durasi, frekuensi,
hasil: kualitas, intensitas dan faktor
pencetus
Indikator A T b. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mengetahui 3 4 ketidaknyamanan
kapan nyeri c. Gunakan teknik komunikasi
dimulai terapeutik untuk mengetahui
2. Mendiskrip 3 4 pengalaman nyeri klien
sikan faktor d. Kaji budaya yang
sebab dan mempengaruhi respon nyeri
akibat 3 4 klien
3. Menggunak e. Eksplore pengetahuan dan
an tindakan kepercayaan klien tentang nyeri
pencegahan 3 5 f. Evaluasi bersama klien dan
4. Menggunak tenaga kesehatan tentang
an ketidakefektifan kontrol nyeri di
analgesik masa lalu
yang g. Kontrol lingkungan yang dapat
dianjurkan 3 5 memperburuk nyeri misalnya
5. Menggunak suhu ruangan atau kebisingan
an sumber h. Pilih dan lakukan penanganan
yang nyeri (farmakologi,
tersedia 2 4 nonfarmakologi dan
6. Mengenali interpersonal)
gejala nyeri i. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Keterangan : j. Gunakan kontrol nyeri sebelum
1 : Tidak Pernah nyeri bertambah berat
mendemonstrasikan
2 : Jarang
3 : Kadang-kadang
4 : Sering
5 : Konsisten

5 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional Management


nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan perawatan a. Kaji adanya alergi makanan
selama 3 x 24 jam status
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi klien akan membaik
dengan indicator : untuk menentukan nutrisi yang
dibutuhkan
c. Berikan sustansi gula
Indikator A T
d. Berikan diet tinggi serat untuk
1. Intakae 3 4
nutrisi mencegah konstipasi
2. Intake 3 4 e. Monitor jumlah nutrisi dan
cairan kandungan kalori
3. Energy 3 4 f. Kaji kemampuan pasien untuk
4. Hidrasi 3 4 mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Keterangan :
g. Makan sedikit-sedikit namun
1. severe deviation from
normal range sering untuk mencegah muntah
2. substantial
3. moderate Nutrition Monitoring
4. mild
5. none a. Monitor turgor kulit
b. Monitor mual dan muntah
DAFTAR PUSTAKA

Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi Khusus. Hal
31-36.

Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid di
Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII,
No 1, 305-321.

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC

Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan widal. Bali:
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI, Jakart.

Anda mungkin juga menyukai