6. Pemeriksaan HbA1C
Disebut juga glycohemoglobin yang disingkat AIC merupakan salah satu pemeriksaan
darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah.Hasill pemeriksaan AIC
memberikan gambaran rata-rata gula darah selama periode waktu 6 – 12 minggu, dan hasil
ini di pergunakan bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar
untuk melakukan penyesuaian terhadap pengobatan DM yang dijalani. Bila kadar gula
darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kedar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C
yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2 – 3 bulan, sebelum pemeriksaan.
Kolerasi antara kadar HbA1C dan rata-rata kadar gula darah
HbA1C (%) Rata – rata gula darah (mg/dL)
6 135
7 170
8 205
9 240
10 275
11 310
12 345
b. C-PEPTIDE
C-peptide merupakan fragmen tak aktif yang terlepas dari proinsulin, menghasilkam molekul
insulin aktif. Pengukuran c peptide dapat membantu menegakkan kemampuan pembuatan
insulin pada sel beta jadi merupakan uji yang dapat membedakan DM tipe 1 dan DM tipe 2.
c. Tes Benedict
Untuk mengetahui kinerja dan kondisi ginjal, dimana kadar glukosa darah yang tinggi dapat
merusak kapiler dan glomerulus ginjal yang dapat mengakibatkan kebocoran hingga terjadi
gagal ginjal.
Cara kerja:
1. Masukkan 1-2 ml urin spesimen kedalam tabung reaksi
2. Masukkan 1 ml reagen benedict kedalam urin tsb, lalu dikocok
3. Panaskan selama kurang lebih 3 menit
4. Perhatikan jika ada perubahan warna
Interpretasi
0 : berwarna biru, Negatif, Tidak ada glukosa, Bukan DM
+1 : berwarna hijau, Ada sedikit glukosa, Belum pasti DM atau DM stadium
dini/awal
+2 : berwarna orange, Ada glukosa, Jika pemeriksaan kadar glukosa darah
mendukung/ sinergis maka termasuk DM
+3 : berwarna orange tua, Ada glukosa, Positif DM
+4 : berwarna merah pekat, Banyak glukosa, DM kronik\
d. Rothera Test
Pada tes ini digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai rothera agent, dan
amonium hidroxida pekat.Untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin yang
kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik.Zat-zat tersebut dibentuk dari hasil pemecahan
lipid secara masif oleh tubuh sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk
menghasilkan energi.Trigliserida Acid (TGA) adalah hasil pemecahan lemak yaitu zat awal dari
aceton dan asam asetat.
Cara kerja :
1. Masukkan 5 ml urin kedalam tabung reaksi
2. Masukkan 1 gram reagent Rothera dan kocok hingga larut
3. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1-2 ml masukkan amonium hidroxida secara
perlahan-lahan melalui dinding tabung
4. Taruh tabubg dalam keadaan tegak
5. Baca hasil dalam setelah 3 menit
6. Adanya warna ungu kemerahan pada pembatasan kedua lapisan cairan menandakan
adanya zat keton
f. Insulin :
- Tujuan Terapi Insulin
Menghilangkan keluhan akibat hiperglicemia
Mencegah koma hiperglikemi
Mencegah/menunda komplikasi vaskuler
Mengurangi laju lipolisis dan glukoneogenesis
Sebagai pembentukan energi, apabila tidak ada insulin maka sel tidak dapat
menggunakan glukosa sehingga proses metabolisme menjadi terganggu. Proses yang
terjadi yaitu karbohidrat dimetabolisme oleh tubuh untuk menghasilkan glukosa, glukosa
tersebut selanjutnya diabsorbsi di saluran pencernaan menuju ke aliran darah untuk
dioksidasi di otot skelet sehingga menghasilkan energi. Glukosa juga disimpan dalam
hati dalam bentuk glikogen kemudian diubah dalam jaringan adiposa menjadi lemak dan
trigliserida. Insulin memfasilitasi proses tersebut. Insulin akan meningkatkan pengikatan
glukosa oleh jaringan, meningkatkan level glikogen dalam hati, mengurangi pemecahan
glikogen (glikogenolisis) di hati, meningkatkan sintesis asam lemak, menurunkan
pemecahan asam lemak menjadi badan keton,
dan membantu penggabungan asam amino
menjadi protein.
- Jenis pen insulin
Insulin Pen adalah alat yang sering digunakan
untuk menyuntikkan hormon insulin ke dalam
tubuh pada pasien Diabetes Melitus (DM).
Bentuknya seperti pena sehingga memudahkan
bagi penggunanya untuk dibawa kemana-mana.
Insulin pen ini lebih banyak digunakan oleh pasien
DM tipe 1 daripada DM tipe 2.
- Ukuran jarum
Faktor yang mempengaruhi
Jenis kelamin
BMI
Area suntikan
Teknik injeksi
sudut penyuntikan
Langkah 4:
Aktifkan tombol dosis insulin (bisa diputar-putar sesuai
dosis yang diinginkan)
Langkah 5 :
Pilih lokasi bagian tubuh yang akan disuntikan
Pastikan posisi nyaman saat menyuntikkan insulin
pen.Hindari menyuntik disekitar pusar. Penyuntikan insulin
dapat dilakukan pada bagian perut, lengan atas dan paha.
Tidak dianjurkan untuk menyuntik di lokasi yang sama
terus menerus, rotasikan posisi.
LangkaLangkah 6 :
Suntikkan insulin
Genggam pen dengan 4 jari, letakkan ibu jari pada
tombol dosis.
Cubit bagian kulit yang akan disuntik.
Segera suntikkan jarum pada sudut 90 derajat.Lepaskan cubitan.
Gunakan ibu jari untuk menekan kebawah pada tombol dosis sampai berhenti (klep
dosis akan kembali pada nol). Biarkan jarum di tempat selama 5-10 detik untuk
membantu mencegah insulin keluar dari tempat injeksi.
Langkah 7 :
Persiapkan pen insulin untuk penggunaan berikutnya
Lepaskan tutup luar jarum dan putar untuk melepaskan
jarum dari pen.Tempatkan jarum yang telah digunakan
pada wadah yang aman (kaleng kosong).Buang ke
tempat sampah dan jangan dibuang ditempat
pendaurulangan sampah.
- Jenis insulin
Setiap jenis insulin bekerja pada kecepatan yang berbeda dan berlangsung untuk jangka
waktu yang berbeda.
Insulin Short acting
Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin). Bentuknya larutan
jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam.Merupakan
satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena.Bisa dicampur dengan
insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
Insulin Intermediate acting
Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente. Dengan menambah
protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka
bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi
lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin bukanlah protein.
Insulin long acting
Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI. Insulin bentuk ini diperlukan untuk
tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang beredar
saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas,
resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi.
Kategori
insulin
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
g. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada
urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.
2) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3) Rencana Keperawatan
Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakstabilan Tujuan : - Identifikasi kemungkinan
gula darah b.d Setelah dilakukan tindakan penyebab hiperglikemia
resistensi insulin keperawatan selama 1x 24 - Monitor tanda dan gejala
jam maka ketidakstabilan gula hiperglikemia
darah membaik - Berikan asupan cairan oral
KH : - Ajurkan kepatuhan terhadap diet
Kestabilan kadar glukosa dan olah raga
darah membaik - Kolaborasi pemberian insulin
Status nutrisi membaik - Edukasi program pengobatan
Tingkat pengetahuan - Identifikasi pengobatan yang
Black & Hawks (2005). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for positive Outcome. 7 th
edition.Philadelphia : WB Saunders Company
Brunner & Suddarth (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I. EGC : Jakarta.
Dalimartha, Setiawan. 2005. Ramuan tradisional untuk pengobatan diabetes melitus. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang.
http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-
mencapai-213-juta-orang.html.
Dochterman, Joanne dkk.Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition. 2008. Mosby Elsevier
Fahmi, Ismail. 2013. Askep Klien dengan Diabetes Mellitus
Homenta, Herryannis. 2012. Diabetes Mellitus Tipe 1.
http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/MAKALAH-DIABETES-MELITUS-TIPE-1.pdf.
Long, Barbara C. 1996.Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan 3. YIA
Pendidikan keperawatan pajajaran: Bandung.
NANDA Internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. 2012. Jakarta :
EGC
Moorhead, Sue dkk.Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. 2008. Mosby Elsevier
PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta :PERKERNI
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP
PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP
PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
Smletzeer, suzzane. 2002. Buku Ajar Medikal Keperawatan Bedah. Jakarta : EGC.
Wicaksono, Radio Putra. 2011. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus
Tipe 2. http://eprints.undip.ac.id/37104/1/Radio.P.W.pdf.
(IDF). (2015) . Idf Diabetes Altas Sixth Edition. http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-
2015_EN.pdf.