Anda di halaman 1dari 24

1.

Definisi Diabete Mellitus


o Menurut ADA (American Diabetic Association) Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis
yang ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar
pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya.
o Menurut World Health Organisation (WHO) mendefinisikan diabetes melitus (DM) sebagai
penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolute atau
relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.
o Menurut Kriteria diagnostic PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) sesorang
dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa > 126 mg/ dL dan pada tes
sewaktu > 200 mg/ dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat
akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
o Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM adalah penyakit gangguan
metabolik yang terjadi secara kronis atau menahun karena tubuh tidak mempunyai hormon
insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin, hormon insulin yang tidak bekerja
sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014). Mufeed Jalil Ewadh (2014)
menyebutkan bahwa DM adalah penyakit gangguan metabolik dengan ciri ditemukan
konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam darah (hiperglikemia).
(Radio Putra Wicaksono, 2011)

2. Klasifikasi Diabete Mellitus


Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes Association 2018 dibagi dalam 4 jenis
yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada DM
tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level
protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik
pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis. Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah
infeksi virus atau rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena reaksi autoimun
yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel β pada pankreas, secara menyeluruh. Oleh
sebab itu, pada tipe I, pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Penderita DM untuk bertahan
hidup harus diberikan insulin dengan cara disuntikan pada area tubuh penderita. Apabila insulin
tidak diberikan maka penderita akan tidak sadarkan diri,disebut juga dengan koma ketoasidosis
atau koma diabetic.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa
glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor
insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya
sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel β pankreas dan resisten insulin.
Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β pankreas tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiesi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.
Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan asimptomatik. Dengan pola
hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah raga secara teratur
biasanya penderita brangsur pulih. Penderita juga harus mampu mepertahannkan berat badan
yang normal. Namun pada penerita stadium akhir kemungkinan akan diberikan suntik insulin.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun
dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM. Diabetes tipe ini dapat dipicu
oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ)
d. Diabetes Melitus Gestasiona
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali
pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional
berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki
risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan

e. Faktor Risiko Diabete Mellitus


o Faktor risiko
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
a. Faktor Genetik
Penderita DM Tipe 1 tidak mewarisi Diabetes Tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinnya DM tipe 1. Hal ini terkait
dengan adannya HLA ( Human Leococyte Antigen ) yang bertanggung jawab atas
antigen transplant dan proses imun lainnya
b. Faktor Imunologi
Pada DM tipe 1 terdapat reaksi autoimun dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut seolah olah bertemu dengan
benda asing
c. Faktor Lingkungan
Kemungkinan terdapat faktor eksternal yang dapat memicu terjadinnya DM Tipe 1
seperti adannya virus atau racun yang dapat menimbulkan destruksi dari sel β pankreas
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
o Faktor risiko yang tidak dapat diubah
- Riwayat keluarga diabetes
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus orang tua. Biasanya
seseorang yang menderita diabetes mellitus mempunyai anggota keluarga yang juga
terkena penyakit tersebut.
- Rasa tau latar belakang etnis
Resiko diabetes mellitus II lebih besar pada hispanik, kulit hitam penduduk asli
Maerika dan Asia.
- Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan batyi lebih dari 4,5 kg
dapat meningkatkan resiko diabetes mellitus.
- Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat seiring bertambahnya usia
o Factor risiko yang dapat diubah
- Pola makan
Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh dapat memicu timbulnya diabetes mellitus tipe 2, hal ini pancreas
mempunyai kapasitas maksimum insulin untuk disekresikan. Oleh karena itu
mengkosumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin
dalam jumlah memadai dapat menyebbakan kadar gula darah meningkat dan
menyebbakan diabetes mellitus.
- Gaya hidup
Makanan cepat saji dan jarang olahraga merupakan salah satu gaya hidup yang
dapat memicu diabetes mellitus tipe II.
- Obesitas
Sesorang dikatakan obesitas apabila IMT >25.HDL dibawah 35 mg/dl dan atau
tingkat trigliserida >250 mg/ dL dapat meningkatkan resiko diabetes mellitus.
- Hipertenis
Tekanan darah > 140/90 mmHg dapat menimbulkan resiko diabetes mellitus tipe II.
- Bahan – bahan kimia dan obat – obatan
- Penyakit dan infeksi pancreas
- Dislipedimia
Keadaan yang ditandai dengan kenaiakan kadar lemak darah (trigliserida >250
mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL
(< 35mg/dl)..
- Alkohol : ketika alkohol masuk kedalam tubuh maka akan dipecah menjadi asetat
sehingga tubuh membakar asetat terlebih dahulu dari pada zat lain ex lemak dan
gula. Selain itu juga menghambat proses oksidasi lemak dalam tubuh sehingga BB
naik karena pembakaran kalori dari lemak dan gula terhambat. Alkohol
mempengaruhi kelenjar endokrin dengan melepas epineprin yang mengarah pada
hiperglikemia transient dan hiperlipidemia.
- Stress : hormon katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan melonjak membuat
banyak energi tersimpan dimana glukosa dan lemak yang tersedia untuk sel. Namun
insulin tidak selalu membiarkan energi ekstra kedalam sel sehingga glukosa
menumpuk dalam darah.

f. Patofisiologi Diabete Mellitus


(Terlampir)

g. Manifestasi klinis Diabete Mellitus


Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien diabetes mellitusyaitu :
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah
meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
dieresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluaran air
menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air
intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang ADH (antidiuretik hormon) dan
menimbulkan rasa haus.
c. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama,
katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
d. Polifagia (peningkatan rasa lapar) hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel
sehingga sel mengalami starvasi (kelaparan).Sehingga untuk memenuhi nya klien akan terus
makan.Tetapi walaupun klien banyak makan,tapi tetap saja makanan tersebut hanya akan
berada sampai pada pembuluh darah.
e. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran
darah pada penderita diabetes kronik.
f. Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul.
Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal.Lipatan kulit seperti ketiak dan
dibawah payudara.Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
g. Kelainan ginekologis.
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
h. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati
Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.Akibatnya banyak sel
persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.
i. Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel
melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
j. Luka/bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan
yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang
rusak mengalami gangguan.Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes melitus.
k. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan
testosteron dan sistem yang berperan.
l. Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia,
mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

h. Pemeriksaan diagnostic Diabete Mellitus


a. Tes glukosa darah
1. Pemerikasaan glukosa darah sewaktu
Dilakukan setiap waktu dalam keadaan tanpa puasa.Spesimen dapat berupa serum,
plasma atau darah kapiler.Pemeriksaan glukosa darah sewaktu plasma dapat digunakan
untuk pemeriksaan penyaring dan memastikan diagnosis DM, sedangkan pemeriksaan
glukosa darah sewaktu yang berasal dari darah kapiler hanya untuk pemeriksaan
penyaring.Tes ini mengukur glukosa darah yang diambil kapan saja tanpa memperhatikan
waktu makan. Kriteria KGDS dari alat accu – check active di kategorikan baik bila berkisar
110 - < 145 mg/dL , sedang 145 – 179 mg/dL, dan buruk ≥ 180 mg/dL.
2. Pemeriksaan glukosa darah puasa
Pada pemeriksaan ini, pasien harus puasa 10 – 12 jam sebelum pemeriksaan.Spesimen
dapat berupa serum, plasma, atau darah kapilar.Pemeriksaan glukosa darah puasa plasma
dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring, memastikan diagnosa, dan memantau
pengendalian.Sedangkan pemeriksaan yang berasal dari darah kapilar hanya untuk
pemeriksaan penyaring dan memantau pengendalian.Glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) bila pada pemeriksaan didapat nilai sebesar 110 – 125 mg/dL.
3. Pemeriksaan glukosa darah 2 jam sesudah makan
Standarisasi pemeriksaan ini sulit dilakukan karena mekanan yang di konsumsi baik
jenis maupun jumlahnya tidak dapat dibakukan dan sulit mengawasi passien dalam
tenggang waktu 2 jam untuk tida makan dan minum. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk
memantau pegendalian DM.
4. Pemeriksaan glukosa jam ke – 2 pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif dari pada tes
toleransi glukosa intravena.Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan pemberian larutan
karbohidrat sederhana.
5. Pemeriksaan glukosa kurva harian
Pemeriksaan konsenttrasi glukosa kurva harian dilakukan pada pemantauan
pengendalian DM yang berkaitan dengan obat-obat hippoglikemi yang diberikan.Biasanya
pemerikasaan dilakukan 3 -4 kali dalam sehari, sebelum makan sore dan sebelum makan
malam.Kekerapan melakukan pemeriksaan ini tergantung berat dan sidat diabetes serta
jenis obat.

Bukan DM Pra – Diabetes


Kadar gula darah DM (mg/dL)
(mg/dL) (mg/dL)
Kadar gula darah < 100 100 - 199 ≥ 200
sewaktu
Kadar gula darah < 100 100 - 125 ≥ 126
puasa
Kadar gula darah < 100 100 - 199 ≥ 200
2 jam PP

6. Pemeriksaan HbA1C
Disebut juga glycohemoglobin yang disingkat AIC merupakan salah satu pemeriksaan
darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah.Hasill pemeriksaan AIC
memberikan gambaran rata-rata gula darah selama periode waktu 6 – 12 minggu, dan hasil
ini di pergunakan bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar
untuk melakukan penyesuaian terhadap pengobatan DM yang dijalani. Bila kadar gula
darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kedar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C
yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2 – 3 bulan, sebelum pemeriksaan.
Kolerasi antara kadar HbA1C dan rata-rata kadar gula darah
HbA1C (%) Rata – rata gula darah (mg/dL)
6 135
7 170
8 205
9 240
10 275
11 310
12 345

b. C-PEPTIDE
C-peptide merupakan fragmen tak aktif yang terlepas dari proinsulin, menghasilkam molekul
insulin aktif. Pengukuran c peptide dapat membantu menegakkan kemampuan pembuatan
insulin pada sel beta jadi merupakan uji yang dapat membedakan DM tipe 1 dan DM tipe 2.
c. Tes Benedict
Untuk mengetahui kinerja dan kondisi ginjal, dimana kadar glukosa darah yang tinggi dapat
merusak kapiler dan glomerulus ginjal yang dapat mengakibatkan kebocoran hingga terjadi
gagal ginjal.
Cara kerja:
1. Masukkan 1-2 ml urin spesimen kedalam tabung reaksi
2. Masukkan 1 ml reagen benedict kedalam urin tsb, lalu dikocok
3. Panaskan selama kurang lebih 3 menit
4. Perhatikan jika ada perubahan warna
Interpretasi
0 : berwarna biru, Negatif, Tidak ada glukosa, Bukan DM
+1 : berwarna hijau, Ada sedikit glukosa, Belum pasti DM atau DM stadium
dini/awal
+2 : berwarna orange, Ada glukosa, Jika pemeriksaan kadar glukosa darah
mendukung/ sinergis maka termasuk DM
+3 : berwarna orange tua, Ada glukosa, Positif DM
+4 : berwarna merah pekat, Banyak glukosa, DM kronik\

d. Rothera Test
Pada tes ini digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai rothera agent, dan
amonium hidroxida pekat.Untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin yang
kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik.Zat-zat tersebut dibentuk dari hasil pemecahan
lipid secara masif oleh tubuh sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk
menghasilkan energi.Trigliserida Acid (TGA) adalah hasil pemecahan lemak yaitu zat awal dari
aceton dan asam asetat.
Cara kerja :
1. Masukkan 5 ml urin kedalam tabung reaksi
2. Masukkan 1 gram reagent Rothera dan kocok hingga larut
3. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1-2 ml masukkan amonium hidroxida secara
perlahan-lahan melalui dinding tabung
4. Taruh tabubg dalam keadaan tegak
5. Baca hasil dalam setelah 3 menit
6. Adanya warna ungu kemerahan pada pembatasan kedua lapisan cairan menandakan
adanya zat keton

i. Penatalaksanaan Diabete Mellitus


Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter yang dapat
digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
 Target Penatalaksanaan Diabetes
Parameter Kadar Ideal Yang Diharapkan
Kadar Glukosa Darah Puasa 80–120mg/dl
Kadar Glukosa Plasma Puasa 90–130mg/dl
Kadar Glukosa Darah Saat Tidur (Bedtime blood 100–140mg/dl
glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur (Bedtime 110–150mg/dl
plasma glucose)
Kadar Insulin <7 %
Kadar HbA1c <7mg/dl
Kadar Kolesterol HDL >45mg/dl (pria)
HDL >55mg/dl (wanita)
Kadar Trigliserida <200mg/dl
Tekanan Darah <130/80mmHg

Tahap penatalaksanaan DM diantaranya:


a. Pendidikan Kesehatan
- Penjelasan tentang penyakit DM,gejala, perjalanan penyakit,prognosis, pemeriksaan
diagnostika,penatalaksanaan,komplikasi, dan pemantauan.
- Perencanaan pola makan, kegiatan jasmani, perawatan kaki, dan kebersihan diri
- Pemantauan kadar glukosa darah mandiri
b. Diet :
- rendah kalori
- rendah lemak
- tinggi serat ( mengikat lemak sehingga meminimalkan absorbsi, mengenyangkan,
memperlambat absorbsi )
c. Exercise
- Disarankan olah raga aerobic karena dapat menambahlaju metabolisme,menurunkan stress
& BB, dan menyegarkan tubuh
- Hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin
- Gunaka alas kaki yang tepat dan periksa kaki sebelum dan sesudah latihan.
- Latihan fisik dilakukan 3-5 kali per minggu
- Tahapan latihan fisik:
o 5-10 menit pemanasan
o 20-30 menit latihan aerobik (75-80% denyut jantung maksimal)
o 15-20 mnt pendinginan
- Perhatian
o Jgn lakukan latihan jika glukosa darah > 250 mg/dl
o Jika glukosa darah < 100 mg/dl sebelum latihan, makan camilan dulu
o Rekomendasi latihan bagi penderita yg mengalami komplikasi disesuaikan dgn
kondisinya
o Lakukan latihan 2 jam setelah makan
- Manfaat:
o Meningkatkan energi
o Membakar kelebihan kalori
o Meningkatkan sensitivitas insulin
o Meningkatkan kadar HDL
d. Oral diabetes medications :
Gol. Sulfonilurea
o Efek utama Ÿ sekresi insulin oleh sel beta
o Mekanisme kerja : menutup saluran Kalium , sehingga terjadi depolarisasi sel B, yang
memungkinkan Ca masuk dan aktif membantu pelepasan insulin.
o Pilihan utama untuk klien BB normal/kurang
o Efek samping utama BB naik dan hipoglikemia
Gol. Biguanida (Metformin)
o Membantu sel dalam tubuh merespon lebih efektif terhadap insulin
o Dianjurkan untuk klien gemuk
o Kontra indikasi penyakit ginjal & hati
o Mekanisme kerja sedikit mirip, tapi sering menyebabkan acidosisi laktat
Inhibitor glukosidase (acarbose)
o Efek utama menurunkan glikemik sesudah makan
o Memperlambat absorbsi glukosa di intestine
Insulin Ssensitizing Agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi
meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan
sebagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
e. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal
atau kombinasi OHO sejak dini.
Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan
insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma
pengelolaan DM tipe-2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO
dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur.Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi
dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

f. Insulin :
- Tujuan Terapi Insulin
 Menghilangkan keluhan akibat hiperglicemia
 Mencegah koma hiperglikemi
 Mencegah/menunda komplikasi vaskuler
 Mengurangi laju lipolisis dan glukoneogenesis
 Sebagai pembentukan energi, apabila tidak ada insulin maka sel tidak dapat
menggunakan glukosa sehingga proses metabolisme menjadi terganggu. Proses yang
terjadi yaitu karbohidrat dimetabolisme oleh tubuh untuk menghasilkan glukosa, glukosa
tersebut selanjutnya diabsorbsi di saluran pencernaan menuju ke aliran darah untuk
dioksidasi di otot skelet sehingga menghasilkan energi. Glukosa juga disimpan dalam
hati dalam bentuk glikogen kemudian diubah dalam jaringan adiposa menjadi lemak dan
trigliserida. Insulin memfasilitasi proses tersebut. Insulin akan meningkatkan pengikatan
glukosa oleh jaringan, meningkatkan level glikogen dalam hati, mengurangi pemecahan
glikogen (glikogenolisis) di hati, meningkatkan sintesis asam lemak, menurunkan
pemecahan asam lemak menjadi badan keton,
dan membantu penggabungan asam amino
menjadi protein.
- Jenis pen insulin
Insulin Pen adalah alat yang sering digunakan
untuk menyuntikkan hormon insulin ke dalam
tubuh pada pasien Diabetes Melitus (DM).
Bentuknya seperti pena sehingga memudahkan
bagi penggunanya untuk dibawa kemana-mana.
Insulin pen ini lebih banyak digunakan oleh pasien
DM tipe 1 daripada DM tipe 2. 
- Ukuran jarum
Faktor yang mempengaruhi
 Jenis kelamin
 BMI
 Area suntikan
 Teknik injeksi
 sudut penyuntikan

Jarum ukuran 4 mm:


Lebih berkurang nyerinya, pasien lebih nyaman melakukan suntikan sendiri dan tidak cemas, lebih
mudah bagi edukator diabetes untuk mengajarkan dan menggunakan suntikan secara mandiri oleh
pasien, dan sangat cocok bagi klien dengan badan gemuk maupun kurus (Gibney, Arce & Byron, et
al., 2010)
Panjang
Jenis Pasien Sudut Injeksi Sisi Kulit Injeksi
Jarum
BB Normal 6mm 90 Cubit
8mm 45 Cubit
(BMI<22,9)
6mm 90  Tanpa cubit di area
perut
BB Gemuk
 Cubit pada area
(BMI >23)
paha
8mm 90 Cubit
12mm 45 Cubit
Anak-anak & remaja
 4mm : cubit (-), sudut 90 derajat
 5mm : cubit (+), sudut 90 derajat
 8mm : cubit (+), sudut 90 derajat / cubit (-), sudut 45
derajat
- Langkah penyuntikan insulin
Langkah 1:
Persiapkan insulin pen, lepaskan penutup insulin pen
(jika insulin menggumpal, putarlah pen insulin sampai
gumpalan hilang, jangan dikocok)
Langkah 2:
Buka kertas pembungkus dan tutup jarum
 Tarik kertas pembungkus pada jarum pen.
 Putar jarum insulin ke insulin pen.
 Lepaskan penutup jarum luar.
 Lepaskan penutup luar jarum sehingga jarum tampak.
 Jarum pen ada berbagai macam ukuran.
Langkah 3:
Penggunaan pertama insulin pen, pastikan pen siap
digunakan
 Pertama hilangkan udara di dalam pen melalui jarum,
untuk mengatur ketepatan pen dan jarum dalam
mengatur dosis insulin. Putar tombol pemilih dosis pada
1 atau 2 unit.
 Tahan pena dengan jarum mengarah ke atas. Tekan
tombol dosis sambil mengamati keluarnya insulin.
Ulangi, jika perlu, sampai insulin terlihat di ujung jarum.
Tombol pemutar harus kembali ke nol setelah insulin
terlihat di dalam pen.

Langkah 4: 
Aktifkan tombol dosis insulin (bisa diputar-putar sesuai
dosis yang diinginkan) 
Langkah 5 :
Pilih lokasi bagian tubuh yang akan disuntikan
Pastikan posisi nyaman saat menyuntikkan insulin
pen.Hindari menyuntik disekitar pusar. Penyuntikan insulin
dapat dilakukan pada bagian perut, lengan atas dan paha.
Tidak dianjurkan untuk menyuntik di lokasi yang sama
terus menerus, rotasikan posisi.
LangkaLangkah 6 :
Suntikkan insulin
 Genggam pen dengan 4 jari, letakkan ibu jari pada
tombol dosis.
 Cubit bagian kulit yang akan disuntik.
 Segera suntikkan jarum pada sudut 90 derajat.Lepaskan cubitan.
 Gunakan ibu jari untuk menekan kebawah pada tombol dosis sampai berhenti (klep
dosis akan kembali pada nol). Biarkan jarum di tempat selama 5-10 detik untuk
membantu mencegah insulin keluar dari tempat injeksi.
Langkah 7 :
Persiapkan pen insulin untuk penggunaan berikutnya
Lepaskan tutup luar jarum dan putar untuk melepaskan
jarum dari pen.Tempatkan jarum yang telah digunakan
pada wadah yang aman (kaleng kosong).Buang ke
tempat sampah dan jangan dibuang ditempat
pendaurulangan sampah.
- Jenis insulin
Setiap jenis insulin bekerja pada kecepatan yang berbeda dan berlangsung untuk jangka
waktu yang berbeda.
 Insulin Short acting
Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin). Bentuknya larutan
jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam.Merupakan
satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena.Bisa dicampur dengan
insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
 Insulin Intermediate acting
Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente. Dengan menambah
protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka
bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi
lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin bukanlah protein.
 Insulin long acting
Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI. Insulin bentuk ini diperlukan untuk
tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang beredar
saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas,
resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi.

Kategori
insulin

- Cara Pemberian Insulin


Cara pemberian insulin ada beberapa macam:
 intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa
darah
 intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan
 subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman,
konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human
lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human. Insulin
diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas
normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan.
Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg
% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik
turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10
mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih
rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter).
- Aspek teknis terapi insulin
• Syringe yg digunakan harus sama dgn konsentrasi insulin yg dipakai
• Akibat penggunaan syringe yg tidak sesuai
o Bila konsentrasi insulin 40 unit, syringe yg dipakai 100 unit. Maka bila kita
mengambil 1 strip ke dlm syringe, unit insulin yg sesungguhnya terambil adalah 0.4
unit
o Bila konsentrasi insulin 100 unit, syringe yg dipakai 40 unit. Maka bila kita
mengambil 1 strip ke dlm syringe, unit insulin yg sesungguhnya terambil adalah 2,5
unit
- Cara hitung dosis insulin
Cara hitung dosis insulin bila konsentrasi & syringe tdk sama:
o Bila insulin 40 unit, syringe 100 unit
• Insulin yg dibutuhkan 20 unit
• 100 unit /40 unit X 20 unit = 50 strip
o Bila insulin 100 unit, syringe 40 unit
• Insulin yg dibutuhkan 20 unit
• 40 unit / 100 unit X 20 unit = 8 strip
- Indikasi
 Kapan insulin therapy dimulai -->Ketika kadar insulin dari tubuh kurang yang ditandai
dengan :
o HbA1c >11%
o Fasting plasma glucose >300 mg/dL
o Gejala signifikan hyperglicemia
 Indikasi penggunaan insulin
Absolute
o DM tipe I
o Koma ketoasidosis,koma hiperosmolar,dan asidosis laktat
o Gestasional diabetes melitus (GDM) yang tidak terkendali dengan diet
Relatif
o DM tipe II gagal dengan obat hiperglikemi oral dosis maksimal/kontraindikasi
OHO
o DM tipe II yang kurus -> berat badan turun secara drastis
o DM dengan stress
o Stress berat (infeksi sistemik, operasi berat)
o Kehamilan / DM gestasional yg tidak terkendali dgn perencanaan makan
 Apa yang perlu diketahui sebelum menggunakan insulin?
o Jangan gunakan obat ini jika alergi terhadap insulin, atau jika hipoglikemia (gula
darah rendah).
o Untuk memastikan dapat dengan aman menggunakan insulin, beritahu dokter jika
memiliki hati atau penyakit ginjal.
o Beritahu dokter tentang semua obat-obatan lain yang gunakan, termasuk obat
oral(melalui mulut) diabetes.
o Insulin hanya bagian dari program pelengkap pengobatan yang mungkin juga
mencakup diet, olahraga, kontrol berat badan, perawatan kaki, perawatan mata,
perawatan gigi, dan tes gula darah. Ikuti diet, olah raga dan program pengobtan
yang teratur, Karen hal ini dapat mempengaruhi kadar gula darah.
o Insulin termasuk kategori B  untuk kehamilan. Yang dimaksut kategori B yaitu
insulin diperkirakan tidak membahayakan bayi yang belum lahir. Katakan kepada
dokter jika sedang hamil atau merencanakan untuk hamil selama pengobatan.
Hal ini tidak diketahui apakah insulin masuk ke dalam ASI atau jika bisa
membahayakan bayi. Jangan gunakan obat ini tanpa memberitahu dokter  jika
menyusui bayi.

- Cara penyimpanan insulin


 Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan pada suhu 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam
gelap (seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer. 
 Bila sedang dipakai :
Simpan pada suhu ruang 25-30 derajat celcius, cukup untuk menyimpan selama
beberapa minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari.
 Suhu yang terlalu ekstrem dapat menyebabkan kerusakan obat, seperti:
o 36 bulan dalam kulkas
o 18 - 24 bulan dalam suhu ruangan
o Suhu tinggi (lebih dari 100°F atau 37.8°C)
o Insulin mulai rusak selama 2 bulan setelah dibuka
g. Perawatan kaki diabetik
• Gunakan sepatu yg pas dan kaos kaki bersih setiap saat berjalan, dan jgn bertelanjang kaki
saat berjalan
• Cucilah kaki setiap hari, dan keringkan dgn baik, dgn memberikan perhatian khusus pada
sela jari
• Suhu air yang digunakan antara 29,5 - 30°C
• Jangan menggunakan alas pemanas dan botol berisi air panas
• Periksa kaki setiap hari
• Jika kaki kering, gunakan pelembab dan jika lembab pakai bedak
• Langkah-langkah membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah yg harus
dilakukan:
o Hindari bertumpang kaki ketika duduk
o Lindungi kaki dari kedinginan
o Hindari merendam kaki dalam air dingin
o Gunakan kaos kaki / stocking yg tdk terlalu ketat
(Long, 1996)
h. Terapi Pembedahan
Pembedahan yang dilakukan adalah transplantasi pankreas, transplantasi pancreas-ginjal
secara simultan, transplantasi islet.Tujuan dari terapi tranplantasi pancreas adalah untuk
mencegah komplikasi dari diabetes mellitus seperti gagal ginjal, komplikasi mikrovaskular atau
makrovaskular.Transplantasi pankreas-ginjal lebih menguntungkan karena pembedahan ini
bertujuan untuk menurunkan pembatasan diet dan mampu mengkontrol normoglikemia tanpa
injeksi insulin lagi oleh karena dengan tranplantasi ini dapat mempertahankan sekresi insulin
lebih lama dan efektif.Transplantasi islet merupakan prosedur yang minimal invasive, hanya
membutuhkan waktu satu jam operasi, insisi abdomen sepanjang tiga inchi, dan perawatan satu
hari di rumah sakit. Sel islet diproleh dari donor pancreas dengan menggunakan proses isolasi
dan purifikasi yang kompleks sehingga enzim keluar menghancurkan jaringan di sekitar sel islet

j. Komplikasi Diabete Mellitus


Komplikasi pada penderita DM dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Komplikasi Akut Diabetes
 Hipoglikemia
Adalah keadaan dimana kadar glukosa darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7- 3,3 mmol/L).
Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal seperti pemberian insulin atau preparat oral
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalui sedikit atau aktivitas fisik yang
berat.Hipogilemia dapat terjadi setiap saat, bisa pada siang atau malam hari.Gejala yang
dapat ditimbulkan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu gejala androgenik dan gejala sistem
syaraf pusat.
Hipoglikemia dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan berdasarkan keparahannya yaitu:
- Hipoglikemia ringan
Terjadi ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan terangsang.
Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti: perspirasi, tremor,
takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar.
- Hipoglikemia sedang
Penurunan kadar glukosa menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan
bakar (energi) dengan baik, sehingga dapat menyebabkan gejala seperti :
ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan daya ingat, pati rasa daerah bibir dan lidah,
bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi perubahan emosional, perilaku tidak rasional,
perasaan ingin pingsan.
- Hipoglikemia berat
Gejala yang ditimbulkan mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan
kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penangan yang harus segera dilakukan jika terjadi hipoglikemia adalah pemeberian 10-
15 mg gula yang bekerja secara cepet peroral:
1. 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli diapotik
2. 4-6 ons saribuah/ teh manis
3. 6-10 butir permen khusus atau peremen pemanis lainnya
4. 2-3 sendok teh sirup atau madu (Smletzer & Bare, 2002).
 Diabtes ketoasidosis (DKA)
- Terjadi karena tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata.Penyebab utamanya adalah insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis
yang dikurangi, keadaan sakit atau infeksi, manifestasi pada diabetes yang tidak
terdiagnosis atau tidak terobati. Hal ini menyebabkan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein.
- Ketosis dan asidosis merupakan tanda khas diabtes ketoasidosis yang dapat
menimbulkan gejala pada gastointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri
abdomen. Napas pasien berbau aseton (bau manis seperti buah) akibat meningkatnya
badan keton. Selain itu kan timbul juga gejala hiperventilasi (disertai pernapasan yang
sangat dalam tetapi tidak berat/ sulit) dapat terjadi. Pernafasan kussmaul
menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari
pembentukan badan keton.
- Perubahan mental pada ketoasidosis diabetik bervariasi antara pasien yang satu
denganlainnya. pasien dapat terlihat sadar, mengantuk (latergi) atau koma, hal biasanya
tergabtung pada osmolalitas.
- Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan tiga permasalahan tiga
permasalahan utama : dehidrasi, kehilangan elekrolit dan asidosis.
1. Dehidrasi
 Rehidrasi merupakan tindakan tindakan yang penting untuk mempertahankan
perfusi jaringan. Disamping itu, penggantian cairan akan menggalakkan sekresi
glukosa yang berlebihan melalui ginjal. Pasien mungkin membutuhkan 6-10 liter
cairan infus untuk menggantikan cairan yang disebabkan oleh poliuria,
hiperventilasi, diare, dan muntah.
 Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang sangat
tinggi-biasanya 0,5- 1L/ jam selama 2 -3 jam. Larutan saline hipotonik (0,45%)
dapat digunakan pada pasien-pasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia
atau yang beresiko mengalami gagal jantung kongestif. Setelah beberapa jam
pertama, larutan normal salin 45% merupakan cairan infus pilihan untuk terapi
rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak
terlalu rendah. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi
(200-500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
2. Kehilangan elektrolit
 Masalah elektrolit utama yang terjadi pada diabetes adalah kalium. Meskipun
kontresi kalium plasma pada awalnya rendah, normal atau tinggi, namun
simpanan kalium tubuh dapat berkurang secara signifikan. Selanjutnya kadar
kalium akan menurun selama proses penanganan DKA sehingga perlu dilakukan
pemantauan kalium yang sering.
 Beberapa faktor yang berhubungan dengan terapi DKA yang menurunkan
konsentrasi kalium serum mencakup:
a. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatatan volume plasma dan penurunan
konsentrasi kalium serum.
b. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium kedalam urine.
c. Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium dari
cairan ekstrasel ke dalam sel.
 Penggantian kalium yang dilakukan dengan hati-hati namun tepat waktu
merupakan tindakan yang penting untuk menghindari gangguan irama jantung
berat yang dapat terjadi pada hipoglikemia. Karena kadar kalium akan menurun
selama terapi DKA, pemberian kalium lewat infus harus dilakukan meskipun
konsentrasi kalium dalam plasma tetap normal. Setelah DKA teratasi maka
pemberian kalium dapat dikurangi. Untuk pemberian infus kalium yang aman
maka perawat harus memperhatikan bahwa:
a. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia (berupa gelombang T yang tinggi,
lancip atau (tertakik) pada hasil pemeriksaan EKG.
b. Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang normal
atau rendah.
c. Pasien dapat berkemih atau tidak mengalami gangguan fungsi ginjal.
3. Asidosis
 Akumulasi badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan lemak. Asidosis
yang terjadi pada DKA dapat diatasi melalui pemberian insulin. insulin
menghambat pemecahan lemak sehingga menghentikan pembentukan senyawa-
senyawa yang bersifat asam.
 Isulin biasanya diberikan melalui infus dengan kecepatan lambat tapi kontinu
( misalnya, 5 unit per jam). Kadar glukosa darah tipa jam harus dikukur. Dekstrosa
ditambahkan kedalam cairan infus (misalnya, D5 NS atau D545NS) bila kadar
glukosa mencapai 250 hingga 30 mg/dl (13,8- 16,6 mmol/L) untuk menghindari
penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat.
 Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK).
- Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaris dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran (sense of awareaness). Pada saat yang sama tidak atau
terjadi ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan
insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan deuresis omosis sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan
keadaan osmotok, cairan akan berpindah dari ruang intra sel ke ruang ekstra sel.
Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadan hipernatremia dan
peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan antara HHNK dengan DKA adalah tidak
terdapatnya ketosis dan asidosis pada sindrom HHNK.
- Gambaran klinis pada sindrom HHNK adalah adanya hipotensi, dehidrasi berat
(membrane mukosa kering, trugor kulit jelek), takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang
bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang, hemiperesis).
- Penatalaksanaan pada sindrom HHNK serupa dengan terapi DKA, yaitu : cairan,
elektrolit dan insulin. Karena peningkatan usia yang khas pada penderita sindrom
HHNK, maka pemantauan yang ketat terhadap status volume dan elektrolit diperlukan
untuk mencegah gagal jantung keongestif serta disritmia jantung.
b. Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang semua organ dalam tubuh.Kategori
komplikasi kronis DM yang lazim digunakan adalah komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler
dan neuropati.
Komplikasi jangka panjang tampak pada DM tipe 1 atau 2 dan biasanya tidak terjadi dalam 5-
10 tahun pertama setelah diagnosis DM ditegakkan.Penyakit (mikrovaskuler) renal lebih sering
terjadi pada pasien DM tipe 1 sementara komplikasi (makrovaskuler) kardiovaskuler lebih
sering dijumpai pada paien DM tipe 2 yang berusia lebih tua.
 Komplikasi makrovaskuler
a. Penyakit arteri koroner  perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner
menyebabkan peningkatan terjadinya IMA.
b. Penyakit serebrovaskuler  perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral
atau pembentukan embulus ditempat lain di pembuluh darah yang kemudian terbawa
aliran darah hingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menyebabkan iskemia
sepintas (TIA) atau serangan stroke.
c. Penyakit vaskuler perifer  perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
pada ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden penyakit oklusif
arteri perifer pada penderita DM. Tanda-tanda dan gejala mencakup berkurangnya
denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika
berjalan). Bentuk penyakit oklusif arteri yang paling parah adalah terjadinya gangren
(Smletzer & Bare, 2002).
 Komplikasi mikrovaskuler
Dapat menyerang pembuluh darah kecil yang ada pada mata (retina) menimbulkan
terjadinya retinopati pada penderita DM. Selain kerusakan pembuluh darah kecil pada
mata juga dapat timbul kerusakan pada pembuluh darah kecil yang ada di ginjal 
nefropati.
c. Neuropati
mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf
perifer (sensorimotor), otonom maupun spinal.
 Polineuropatik sensorik (neuropati perifer)  mengenai bagian distal serabut syaraf
khususnya ekstremitas bawah. Gejala permulaannya adalah parestesia (rasa tertusuk-
tusuk, kesemutan, peningkatan kepekaa) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari)
dan berlanjut kaki terasa baal.
 Neuropati otonom  mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir seluruh
organ tubuh.
- Kardiovaskuler : frekuensi jantung meningkat (takikardi) tetap menetap, hipotensi
ortoststik dan infak miokard tanpa nyeri “silent”.
- Gastrointestinal : cepat kenyang, kembung,mual, muntah.
- Urinarius : retensi urin dan penurunan kemampuan untuk merasakan kandung kemih
yang penuh.
- Kelenjar adrenal : tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia.
- Neuropati sudomotorik : tidak adanya atau berkurangnya pengeluaran keringat
(anhidrosis) pada bagian ekstremitas disertai peningkatan komponensatorik perspirasi
bagian tubuh lain. Kekeringan pada kaki membawa resiko timbulnya ulkus kaki.
- Disfungsi seksual : khususnya impotensi pada laki-laki

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1) Pengkajian
 Anamnesa
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
 Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.

c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
g. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
 Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada
urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.
2) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3) Rencana Keperawatan
Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakstabilan Tujuan : - Identifikasi kemungkinan
gula darah b.d Setelah dilakukan tindakan penyebab hiperglikemia
resistensi insulin keperawatan selama 1x 24 - Monitor tanda dan gejala
jam maka ketidakstabilan gula hiperglikemia
darah membaik - Berikan asupan cairan oral
KH : - Ajurkan kepatuhan terhadap diet
 Kestabilan kadar glukosa dan olah raga
darah membaik - Kolaborasi pemberian insulin
 Status nutrisi membaik - Edukasi program pengobatan
 Tingkat pengetahuan - Identifikasi pengobatan yang

meningkat hiperglikemia direkomendasi


- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik
dan benar
- Jelaskan mamfaat dan efek
samping pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi

Nyeri Akut b.d Tujuan : - Identifikasi identifikasi lokasi,


Agen cedera fisik Setelah dilakukan tindakan karakteristik, durasi, frekuensi,
Keperawatan 1 x24 jam kualitas,intensitas nyeri
diharapkan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
KH : - Ajarkan teknik non farmakologis
 Tingkat nyeri menurun untuk mengurangi rasa nyeri
 Pasien merasa nyaman (nafas dalam atau distraksi)
- Jelaskan penyebab dan periode
dan pemicu nyeri
- Anjurkan pasien untuk
meningkatkan istirahat
- Kolaborasi pemberian analgetik

Infeksi b.d Tujuan : - Monitor tanda dan gejala infeksi


peningkatan Setelah dilakukan tintdakan lokal dan sistematik
Leukosit keperawatan selama 1x 24 - Berikan perawatan kulit pada area
jam maka tingkat infeksi edema
menurun - Cuci tangan sebelum dan
KH : sesudah kontak dengan pasien
 Tingkat nyeri menurun dan lingkungan pasien
 Integritas kulit dan - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
jaringan membaik - Kolaborasi pemberian antibiotic
 tanda – tanda infeksi - Bila ada luka monitor karakteristik
berkurang luka (drainase, warna ukuran,
bau)

Intoleransi Aktivitas Tujuan : - Identifikasi defisit tingkat aktivitas


b.d imobilitas Setelah dilakukan tintdakan - Identifikasi kemapuan
keperawatan selama 1x 24 berpartisipasi dalam aktivitas
jam intoleransi aktivitas tertentu
membaik - Fasilitasi pasien dan keluarga
KH : dalam menyesuiakan lingkungan
 Toleransi aktivitas untuk mengakomodasi aktivitas
membaik yang di pilih
- Tingkat keletihan - Libatkan keluarga dalam aktivitas
menurun - Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
- Manajenen program latihan
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Motivasi untuk
memulai/melanjutkan aktivitas fisik
- Jelaskan mamnfaat aktivitas fisik
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan
serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana
keperawatan (Nursallam, 2011).
5) Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
REFERENSI

Black & Hawks (2005). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for positive Outcome. 7 th
edition.Philadelphia : WB Saunders Company
Brunner & Suddarth (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I. EGC : Jakarta.
Dalimartha, Setiawan. 2005. Ramuan tradisional untuk pengobatan diabetes melitus. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang.
http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-
mencapai-213-juta-orang.html.
Dochterman, Joanne dkk.Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition. 2008. Mosby Elsevier
Fahmi, Ismail. 2013. Askep Klien dengan Diabetes Mellitus
Homenta, Herryannis. 2012. Diabetes Mellitus Tipe 1.
http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/MAKALAH-DIABETES-MELITUS-TIPE-1.pdf.
Long, Barbara C. 1996.Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan 3. YIA
Pendidikan keperawatan pajajaran: Bandung.
NANDA Internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. 2012. Jakarta :
EGC
Moorhead, Sue dkk.Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. 2008. Mosby Elsevier
PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta :PERKERNI
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP
PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP
PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
Smletzeer, suzzane. 2002. Buku Ajar Medikal Keperawatan Bedah. Jakarta : EGC.
Wicaksono, Radio Putra. 2011. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus
Tipe 2. http://eprints.undip.ac.id/37104/1/Radio.P.W.pdf.
(IDF). (2015) . Idf Diabetes Altas Sixth Edition. http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-
2015_EN.pdf.

Anda mungkin juga menyukai